dinsdag 9 juli 2013

TONAAS

Pada dasarnya setiap Tonaas dalam melakukan kegiatan ritual umumnya berbeda, baik dalam bentuk persiapannya, cara meletakkan sesajen, maupun pemberian leluhur kepada Tonaas berupa pusaka, dan bahkan cara leluhur (Opo) pun yang masuk kepada Tonaas. Namun ada kesamaan-kesamaan yang nampak pada setiap Tonaas dalam melaksanakan kegaitan ritual, yaitu : Setiap Tonaas terlebih dahulu Mengalei (berdoa) kepada Opo Empung (Tuhan) dan siri pinang, kapur dan minuman khas yakni saguer dan cap tikus selalu disiapkan. Penulis menelusuri setiap Tonaas yang membuat upacara ritual ini. Karena di setiap pakampetan atau teterusan melakukan kegiatan ritual dan menjadi pusat mereka adalah di Watu Pinawetengan (Tempat pembagian). Di tempat itulah yang menjadi sakral dan menjadi pusat bagi para Tonaas dalam melakukan upacara adat. Tonaas hanyalah seorang manusia biasa yang tidak terlepas dari pengaruh kesembilan kuasa, sifat keseimbangan sebagai manusia biasa ia juga di kendalikan oleh nafsu kehidupan sehari-hari ia dapat menikah dan mempunyai istri dan anak-anak dan untuk menghidupkan dirinya serta keluarganya, ia harus bekerja mencari nafkah hidup. Mencari nafkah hidup ini, tidak ada hubungan langsung maupun tidak langsung dengan jabatannya sebagai Tonaas, sebagai Tonaas ia juga mendapat bagian untuk nafkah hidupnya dari masyarakat/ pasien namun bukan atas permintaan atau tuntutan kehendaknya. Jadi pemberian yang bersifat sukarela dan bukan bersifat tuntutan yang pasti.

            Sebagai manusia yang masih hidup di atas kayobaan/ in tanah malesung, maka Tonaas itu dalam kehidupan dirinya dapat dipecahkan menjadi :

1.   Sebagai manusia biasa ia mempunyai keluarga dan harus mencari nafkah hidup serta tidak terlepas dari nafsu kehidupan yang ada pada manusia, maka bertindak dan berpikir atau berwawasan sesuai batas-batas kemampuan manusia.

2.   Bilamana manusia sederhana dan penuh kelemahan ini memakai perlengkapan, atau membuat upacara ritual, pada saat itulah ia (Tonaas) itu menjadi alat dari kekuasaan leluhurnya dan bertindak, berpikir maupun memberi petunjuk, memutuskan dan mengobati bukan atas kehendaknya namun itu kehendak yang kita sebut dotu atau leluhur itu pada posisi sebagai Tonaas inilah, maka ia terbungkus oleh kuasanya sehingga tidak akan terpengaruh oleh kesembilan sifat kuasa keseimbangan.

            Sering terjadi bahwa seseorang yang di anggap sebagai Tonaas ini di saat ia sebagai manusia biasa tanpa menggunakan pakaian dan perlengkapan leluhur/ dotu, memberi pandangan dan pengarahan serta keputusan atas kehendaknya dan bukan dari petunjuk, sehingga munculah hasil-hasil yang negative, yang lebih parah lagi, bilamana menuju kepada kebutuhan komersil/ menguntungkan diri melalui materi. Namun masyarkat mengsalah artikan menilai karena pandangan mereka hanya terfokus pada pribadi Tonaas tersebut tanpa memperhatikan persyaratan yang harus di kenakkan oleh Tonaas Saat ia melaksanakan fungsinya sebagai Tonaas / Pakampetan.


          Berbagai persitiwa yang terjadi di kompleks Watu Pinawetengan berdasarkan apa yang disaksikan penulis, bagi pengunjung yang mengalaminya baik dalam bentuk positifnya seperti, namanya DENNY NAGEL dari Negeri Belanda yang memperoleh pusaka “Stok” dalam bentuk Tangan yang diperolehnya di sebelah kanan Watu Pinawetengan, dan kini ia di pakai oleh leluhur dan menjadi Tonaas untuk menolong orang di negerinya. Juga maksud-maksud yang baik yang telah di alami. Oleh pengunjung maupun Tonaas atas jawaban yang telah diperoleh mereka. Dan bentuk negatifnya seperti yang disaksikan penulis, juga disaksikan oleh pengunjung lainnya, yaitu : sebuah mobil berjalan sendiri, seorang yang takut melihat batu seperti ada yang mengusir, juga ada seorang bapak yang terangkat di atas batu, juga ada pengunjung kepalanya terpukul di batu, dan lain-lain peristiwa yang terjadi. Apabila mereka mempunyai maksud yang tidak baik maka hal itu akan terjadi.


Sumber Buku: Watu Pinawetengan "Obor Perjuangan Kehidupan"
oleh : Ari Rantumbanua (Penjaga Watu Pinawetengan)

Geen opmerkingen: