Sebagai manusia yang masih hidup di atas kayobaan/ in tanah malesung, maka Tonaas itu dalam kehidupan dirinya dapat dipecahkan menjadi :
1. Sebagai manusia biasa ia mempunyai keluarga dan harus mencari nafkah hidup serta tidak terlepas dari nafsu kehidupan yang ada pada manusia, maka bertindak dan berpikir atau berwawasan sesuai batas-batas kemampuan manusia.
2. Bilamana manusia sederhana dan penuh kelemahan ini memakai perlengkapan, atau membuat upacara ritual, pada saat itulah ia (Tonaas) itu menjadi alat dari kekuasaan leluhurnya dan bertindak, berpikir maupun memberi petunjuk, memutuskan dan mengobati bukan atas kehendaknya namun itu kehendak yang kita sebut dotu atau leluhur itu pada posisi sebagai Tonaas inilah, maka ia terbungkus oleh kuasanya sehingga tidak akan terpengaruh oleh kesembilan sifat kuasa keseimbangan.
Sering terjadi bahwa seseorang yang di anggap sebagai Tonaas ini di saat ia sebagai manusia biasa tanpa menggunakan pakaian dan perlengkapan leluhur/ dotu, memberi pandangan dan pengarahan serta keputusan atas kehendaknya dan bukan dari petunjuk, sehingga munculah hasil-hasil yang negative, yang lebih parah lagi, bilamana menuju kepada kebutuhan komersil/ menguntungkan diri melalui materi. Namun masyarkat mengsalah artikan menilai karena pandangan mereka hanya terfokus pada pribadi Tonaas tersebut tanpa memperhatikan persyaratan yang harus di kenakkan oleh Tonaas Saat ia melaksanakan fungsinya sebagai Tonaas / Pakampetan.
Berbagai persitiwa yang terjadi di kompleks Watu Pinawetengan berdasarkan apa yang disaksikan penulis, bagi pengunjung yang mengalaminya baik dalam bentuk positifnya seperti, namanya DENNY NAGEL dari Negeri Belanda yang memperoleh pusaka “Stok” dalam bentuk Tangan yang diperolehnya di sebelah kanan Watu Pinawetengan, dan kini ia di pakai oleh leluhur dan menjadi Tonaas untuk menolong orang di negerinya. Juga maksud-maksud yang baik yang telah di alami. Oleh pengunjung maupun Tonaas atas jawaban yang telah diperoleh mereka. Dan bentuk negatifnya seperti yang disaksikan penulis, juga disaksikan oleh pengunjung lainnya, yaitu : sebuah mobil berjalan sendiri, seorang yang takut melihat batu seperti ada yang mengusir, juga ada seorang bapak yang terangkat di atas batu, juga ada pengunjung kepalanya terpukul di batu, dan lain-lain peristiwa yang terjadi. Apabila mereka mempunyai maksud yang tidak baik maka hal itu akan terjadi.
Sumber Buku: Watu Pinawetengan "Obor Perjuangan Kehidupan"
oleh : Ari Rantumbanua (Penjaga Watu Pinawetengan)
Geen opmerkingen:
Een reactie posten