dinsdag 9 juli 2013

CERITA RAKYAT MINAHASA

Luah Use'ban
Dari Heroisme Baraney Hingga Misteri Penunggu Danau



Oleh: Hendra Mokorowu*

Sejarah tutur masyarakat Tonsawang mengisahkan, dahulu kala wilayah Tombatu digenangi air yang membentuk danau besar yang kemudian dikeringkan oleh Nawo (leluhur) Lelengboto dengan menancapkan siou dele i ketan” (sembilan ‘lidi’ enau) sehingga membelah bukit Basian yang sekarang dikenal dengan ‘gunung potong’ di sebelah tenggara desa Kuyanga Tombatu Minahasa Tenggara. Wilayah danau yang dikeringkan ini, masih tertinggal sisa air yang menempati lubang-lubang tanah yang menjorok ke dalam tanah sehingga membentuk danau-danau kecil antara lain: Danau Kawelaan, Seledan, Bulilin, Pomubuan, Sosong, Tutud, Kuyanga, Use’ban, Derel.

Luah Use’ban

Luah Use'ban berasal dari bahasa Tonsawang, Luah = danau, Useban = tanami padi. Nikodemus Pangemanan, tua-tua adat Tonsawang menuturkan, danau Useban merupakan penanda kampung yang berkaitan dengan pertempuran antara Baraney (ksatria Minahasa) dan Bogani (kstaria Bolmong) dimana para Baraney dengan gagah berani mempertahankan wilayah tanah Minahasa. “Salah satu Bogani yang tewas  ditancapkan seperti menanam padi di tengah danau ini dengan posisi kepala di bawah. Jadi luah Use’ban dipahami sebagai danau tempat musuh dikubur seperti menanam padi,” kata Pangemanan yang biasa disapa dengan Mawit.

Kisah lain mengungkapkan bahwa di danau Use’ban tinggal penghuni, sesosok perempuan tua berambut putih panjang yang bernama “Imbit” (Bahasa Tonsawang=pakaian kebun) “Sejak dahulu, jika ada anak-anak yang mandi di danau, pada waktu itu dilarang oleh orang tua agar jangan sampai meneriaki ‘paimbitan’ ke danau ini. Jika itu sampai dilakukan maka penghuni danau ini akan marah dan sesuatu yang buruk akan terjadi pada danau yang akan berakibat negatif pada penduduk desa Tombatu,” terang Tomy Dopong, salah seorang masyarakat di sekitar danau.

Danau Use’ban bersebelahan dengan danau Derel dan berada di bagian selatan, kira-kira 1 km dari desa Tombatu. Sebagian warga desa Tombatu masih meyakini bahwa danau ini adalah salah satu tempat yang masih angker. Keyakinan penduduk setempat sudah tertanam lewat cerita turun-temurun tentang adanya penjaga atau penghuni danau yang acap kali oleh orang-orang menyebutnya “panunggu”. Seperti kejadian aneh yang pernah saya alami secara pribadi  pada tahun 1999, ada sekumpulan pohon ‘katu’ yang luasnya kira-kira seperti satu buah rumah sederhana. Kumpulan pohon katu ini berpindah/berjalan dari sisi danau yang satu ke sisi danau yang di seberangnya. Setelah beberapa hari kemudian, kupulan pohon katu ini berpindah lagi ke sisi danau yang lainnya. Pada saat berjalan/berpindah, posisi pohon berdiri tegak seperti biasanya. Yang menjadi pertanyaan saya waktu itu, kenapa bisa pohon-pohon katu ini berjalan? Rasa penasaran itu kemudian sedikit terjawab dengan penjelasan dari Frans Mokorowu, yang sehari-harinya bekerja sebagai nelayan di danau ini.

“Dari dulu ini pohong katu memang sering bajalang sandiri,” katanya. Ia juga mengungkapkan bahwa menurut keyakinannya, yang menggerakkan pohon-pohon ini adalah “penunggu” di danau ini atau “Imbit”.

Pernah suatu hari pada saat pohon ini berjalan, Mokorowu mengamati secara langsung dari dekat. Dengan memakai perahu kecil, ia membuntuti jalannya kawanan pohon katu ini. Kemudian dia amati di dalam air, di bawah pohon-pohon ini tidak ada ikan besar atau binatang lainnya berukuran besar yang mampu membawa pohon katu ini berjalan. Saat bersamaan, ditatapnya  juga pohon-pohon sekeliling danau jika ada yang sedang tertiup angin keras, tapi tidak ada. Hembusan angin di atas danau juga biasa-biasa saja dan kemungkinannya tidak mampu memindahkan kumpulan pohon katu ini. “Akibatnya banyak jala penangkap ikan milik saya menjadi rusak atau robek-robek padahal  baru saja dipasang,” kata nelayan ini.



Mokorowu juga mengisahkan bahwa di danau ini dahulu sering terlihat ada kejadian aneh, air yang tiba-tiba berwarna hijau. Pengalaman itu seperti yang juga pernah saya alami. Air yang tadinya jernih menjadi kabur kehijauan dan berlendir. ‘Bilong’, sebutan orang Tombatu adalah sejenis ganggang air tawar yang berwarna hijau. Pada saat bilong ini mulai muncul ke permukaan air, awalnya berbentuk bulat panjang berkelok-kelok seperti ular besar yang diameternya seperti batang pohon kelapa. Awalnya satu yang muncul ke permukaan air, beberapa menit kemudian muncul lagi satu dan muncul lagi, muncul lagi, muncul lagi sehingga kelihatan seperti banyak ular hijau berukuran besar dalam air yang bergerak naik ke permukaan. Kira-kira setelah 30 menit sesudah itu, wajah permukaan air danau menjadi hijau total dan airnya berlendir.

“Saat-saat bilong ini muncul adalah jika ada mongimbala’ (hujan panas) dan mendung pada sore hari.  Kejadian ini berulang terus setiap harinya pada tahun 2000. Hal ini masih berlangsung sampai pada tahun 2002 dan sejak saat itu sampai sekarang bilong di danau Use’ban tidak pernah muncul lagi,” ungkap Mokorowu.



Foto: Danau Use'ban Tombatu yang menyimpan banyak kisah dan misteri.


Geen opmerkingen: