dinsdag 2 juli 2013

SAKEI(CARA TOU MINAHASA MENERIMA TAMU)

Kalau mau dipikir-pikir, hampir tidak ada lagi argumen yang mampu menjawab tuntas mengapa tou Minahasa semakin sukar bersatu seperti dulu. Di masa lalu senioritas amat dihargai sebagai sesuatu yang luhur, apalagi kalau tokoh itu memang objektif dan diakui tidak berat sebelah, konsekuen dan berdedikasi.

Pendapat tokoh pemerintahan bahkan :suara kenabian" gereja-gereja semakin sayup di telinga warga kawanua dan semakin diabaikan dari tahun ke tahun. Contohnya, anjuran hidup hemat jika merayakan sesuatu, misalnya pengucapan syukur.Saya berpendapat bahwa apapun pendapat dan dari siapapun datangnya, jika dikaitkan dengan pengucapan syukur tidak langsung berdampak seperti yang diharapkan orang.

Hal ini karena "mengucap syukur" adalah tradisi yang sudah berurat berakar dan menyatu dalam jiwa keminahasaan.Khusus pengucapan syukur, tidak lama lagi tou Minahasa akan menrayakannya dari desa ke desa, dari daerah ke daerah, dan dari gereja ke gereja. Akan tetapi sangat disayangkan, tidak ada SATU HARI KHUSUS yang waktu itu semua kawanua merayakan, seperti layaknya Hari Natal atau Tahun Baru. Bukan tidak mungkin nenek moyang Minahasa biasa merayakannya setiap tahun sebelum masuknya pengaruh agama yang ada sekarang.

Dotu Minahasa amat menghargai apa yang mereka sebut SAKEI (SAKEY) yakni tamu yang kehadirannya harus disambut baik, dihormati, dan dilindungi selama berada dalam wilayah itu.Jadi, antara pengucapan syukur tahunan dan kehadiran tamu-tamu (sakei) itu tidak dapat dipisahkan, dan biasanya terjadi sesudah panen raya. Jika kita amati kalender pertanian Minahasa maka hari itu jatuh sesudah tengah tahun. Pada saat itu, di bawah pimpinan para walian dilakukanlah upacara syukuran tersebut. Kalau tidak salah ingat, sekitar tahun 1982 pada saat ada seminar tentang hari jadi Minahasa, beberapa tokoh dari sekelompok tua-tua Minahasa yang menunjuk sekitar Juli sampai Agustus. Nah, tanggal paling bersejarah yang dekat dengan itu adalah tanggal 10 Agustus, yang merujuk pada kunjungan tamu-tamu Spanyol kepada tua-tua Minahasa yang berkumpul di wilayah adat pakasaan Tombulu. Lepas dari apa kelanjutan pertemuan yang mulanya amat meriah itu, hari tersebut sekarang ini dapat kita jadikan HARI SYUKUR BERSAMA seluruh pakasaan Minahasa.Kalau itu dapat dijadikan HARI SAKEI PAKASAAN MINAHASA (HSPM) maka waktu itulah saat yang paling tepat menggelar kemeriahan Minahasa yang diwarnai oleh kunjung mengunjungi dalam suasana kekeluargaan dan persaudaraan, pagelaran seni budaya, pameran pembangunan, pameran pertanian, festival meriah, parade budaya, dan sebagainya. Apalagi jika mau dikaitkan dengan hari proklamasi kemerdekaan kita seminggu kemudian. Sungguh saat yang paling ideal bagi tou Minahasa, baik yang ada di tanah leluhur, yang merantau di seluruh Nusantara maupun yang berdiaspora ke mancanegara.Jadi, meskipun hari-hari pengucapan syukur boleh jalan seperti biasa, kita perlu satu hari yang menjadi tradisi bersama yang juga memiliki akar tradisi jauh ke masa silam. sebagai bentuk penyaluran hasrat selalu bersyukur yang memang sudah ada sejak zaman nenek moyang Minahasa dulu. Dengan selalu bersyukur, kita akan semakin berkenan di mata Tuhan, dan tunggulah, berkat dan rahmat Tuhan akan mengalir memenuhi kehidupan pribadi, keluarga, gereja, dean masyarakat Minahasa secara keseluruhan.Mari kita bulatkan tekad TANGGAL 10 AGUSTUS sebagai HARI SAKEI PAKASAAN MINAHASA (HSPM) dengan mengimbau Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota terkait untuk mendukungnya.

Tondano, Sabtu 10 Maret 2012,Fendy E. W. Parengkuan(Sejarawan / Budayawan Minahasa)

Geen opmerkingen: