vrijdag 28 juni 2013

TOU KYOWA

TOU KYOWA
 


 


Misteri Pu-purengkey-en e K I O W A

Sekapur   sirih   penyunting   dan   penyusun

“Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”

Maka-Petor   !

Penyusunan “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa” (Si-sisil-en e Apo-Apo’ e Kiowa) ini, bersumber pada ceritera-ceritera berantai, yang dituturkan dari mulut kemulut secara turun-temurun dikalangan etnis Kiowa, yang masih tersimpan atau tercatat dalam ingatan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa

Pu-purengkey-en (ceritera berantai dari mulut kemulut sejenis legenda) ini, dikumpulkan dan disunting serta dirangkum, kemudian dituangkan dalam bentuk suatu tulisan berupa ceritera, yang  ditulis apa adanya  oleh penyunting/penyusun, berdasarkan ceritera lisan dari para penutur, maupun temuan-temuan dan rumusan “Sarasehan budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa”, yang didukung dengan bukti-bukti  berupa peninggalan benda-benda dan prasasti serta situs-situs purbakala yang berada disekitar Wanua Ka-senduk-an Kiowa (Kiawa), yang merupakan saksi hidup sejarah masa lalu yang dapat memberikan inspirasi untuk mengungkapkan selubung misteri, yang menyelimuti  “Pu-purengkey-en e Kiowa”.

Masukan-masukan dari berbagai pihak yang merupakan nara sumber yang layak dipercaya, terutama sekali warisan legenda serta ceritera-ceritera sejarah dan budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa dituturkan oleh “Tumu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian”, adalah merupakan literatur  yang sangat berharga dan bernilai tinggi bagi penyusunan tulisan ini (Tulisan ini tidak didasarkan pada literatur tertulis diperpustakaan, oleh karena belum ada tulisan resmi yang menceriterakan tentang legenda atau pu-purengkey-en e Kiowa).

Almarhum Tumu-tutur Ute’ Rakian adalah penutur tua terakhir yang masih mendengar langsung dari para Pa-ma’tu’an serta para Wali’an dan Tona’as, maupun Te-terus-an serta para Ki’i-ki’i-ten im Banua Ka-senduk-an Kiowa yang hidup dengan tatanan hidup dan tata-cara serta aturan dan kaidah-kaidah hidup Ka-senduk-an, sesuai dengan adat istiadat nenek moyang dan para leluhur.




Walaupun sejak abad kesembilan belas masyarakat Ka-senduk-an Kiowa pada umumnya sudah memeluk agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik, namun sebagian dari antara mereka, masih ada yang menganut dan mempertahankan tradisi serta adat istiadat dan aliran kepercayaan leluhur, sehingga kehidupan rohani mereka tetap dipengaruhi oleh “aliran kepercayaan Ka-senduk-an dan pola hidup  “Mem-pa’ando-an” Kiowa.

Menurut penuturan dari sisa-sisa penganut aliran kepercayaan dan tradisi serta adat istiadat leluhur inilah, Tumu-tutur Ute’ mendengarkan dan mempelajari serta memahami dan mengetahui, tentang banyak hal yang berkaitan tentang kehidupan religius, rohani dan jasmani serta hidup bermasyarakat, perekonomian, kesejahteraan, kepemimpinan, keamanan dan ketertiban, terutama tradisi dan adat istiadat, maupun kebudayaan leluhur etnis Kiowa.

Dari orang-orang tua dan pemerhati serta pengamat dan pencinta budaya Kiowa yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, diperoleh juga masukan-masukan berharga yang bernilai sejarah dan budaya yang tinggi, apalagi setelah ditingkatkannya usaha dan kegiatan O-oak-an in Aram e Kiowa (Lembaga Budaya Kiowa), maka pengembangan usaha penggalian dan pelestarian budaya Ka-senduk-an Kiowa, semakin lebih terarah dan semakin mantap.

O-oak-an in aram  e Kiowa (Lembaga Budaya Kiowa) yang dipelopori oleh Tunu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian yang didampingi oleh Tumu-tutur Drs. Nico Palar bersama-sama dengan para pemerhati dan pengamat serta pencinta maupun tokoh-tokoh serta orang-orang yang pernah bergelut dan ikut dalam ritual-ritual budaya Ka-senduk-an Kiowa, a.l.Ukung Tua Jopie Worotitjan, Ukung Tua Hein Piri, Anthon Nayoan, Nayo Tumober, Adoloph Assa, Albert Salanti, Alex Worotitjan, Narsisus Talumantak, Gustaf Palar, Felix S. Kauanang SE, Drs. Wempie Worotitjan, Jantje A Polii, Ferry Salanti, Hans Worotitjan dll,  menjadi sarana yang sangat bermanfaat bagi penggalian akar budaya Ka-senduk-an Kiowa

Dari antara nara sumber yang paling tua, Almarhum  apo’ Klaas L.  Sajow, yang dilahirkan dan dibesarkan di desa Kiawa (yang selalu disebutnya “Puser in Tana’ Ka-senduk-an”) dan setelah dewasa merantau (lumantak) untuk mencari nafkah di Minahasa Selatan. kemudian kawin dan menetap bahkan meninggal pada bulan Janunri 1996 dalam usia 100 tahun, didesa Kroit, kecamatan Motoling, telah memberikan partisipasi nyata berupa masukan tentang ceritera-ceritera “Puser in Tana’ purbakala” yang dibuktikannya juga dengan pusaka peninggalan milik para leluhur etnis Kiowa, yang sebelum beliau meninggal menjanjikan untuk mengembalikan  pusaka itu ke Puser in Tana’, a.l. bendera (wirus im banua), panji peperangan (wirus tu-turu’ im balak e waraney), senjata (santi, wentir, tu-tura’), po-porong,  dll, merupakan sumbangan tak ternilai pula untuk penggalian akar budaya Ka-senduk-anKiowa. Tumu-tutur Drs Nico Palar,  yang sudah puluhan tahun mendampingi Tumu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian (almarhum), memiliki banyak perbendaharaan dan kumpulan ceritera dan catatan-catatan pribadi yang dikumpulkannya dari para penutur tua tentenag kebudayaan Ka-senduk-an Kiowa, sehingga sangat membantu usaha inventarisasi tentang data-data yang diperlukan.

Generasi muda pencinta serta pemerhati dan pengamat budaya, yang melibatkan diri secara aktip dan sukarela  menggali, mempelajari, menelaah, meneliti, menelusuri peninggalan-peninggalan dan membuat dokumentasi untuk keperluan penyusunan tulisan serta  melestarikan kultur budaya Ka-senduk-an Kiowa, antara lain :

Alex Salanti S.E., Julius Talumantak STH, Drs. Dantje Tumober, Dra Sientje Rondonuwu, Ir. Vivepri Lumanaw, Drs. Max Piri, Drs. Victory Palar, Olly Karinda SH, Grace Worotitjan S.E, Dra. Syane Karinda. Dra. Evelyn Kawung, Dra. Jane Karinda dll, adalah merupakan generasi muda penerus cita-cita leluhur etnis Kiowa.

Wujud nyata dari usaha penggalian kembali akar budaya Ka-senduk-an, yaitu pelaksanaan “Sarasehan Budaya Ka-senduk-an Kiowa” yang diprakarsai oleh para pencinta dan pemerhati serta pengamat budaya Kiowa, dengan maksud dan tujuan untuk menggali kembali akar budaya dan adat istiadat serta tradisi nenek moyang leluhur etnis Kiowa.

Sarasehan itu dilakukan sejak awal tahun 1992 sampai sekarang ini, sebagai realisasi pewujudan kesepakatan pemerhati seni budaya bahwa rahasia dan misteri “KASENDUKAN KIOWA” perlu digali setelah melihat “KAROT-KAROT” (GORESAN-GORESAN) pada batu-batu di sungai dan disekitar di WATU TU’US IM PA-PEPA’AR-AN ditepi sungai Ranowangko (dekat telaga Tona’as Wellem Rakian) pada 9 September 1991, dipimpin TUMU-TUTUR WANGKO’ UTE’ RAKIAN; yang pelaksanaannya dilakukan secara rutin dan berkala, termasuk pembentukan tim-tim kecil, tim penelitian dan pengembangan, tim verifikasi dan pengawasan, perumus dan penyusun naskah serta tim-tim khusus sesuai kebutuhan untuk keperluan perbaikan, pembetulan serta penyesuaian dengan data-data akurat baru yang ditemukan.

Untuk melengkapi data serta bukti-bukti pendukung, diadakan pula peninjauan dan penelitian lapangan di lokasi-lokasi peninggalan serta situs-situs purbakala disekitar Wanua Ka-senduk-an Kiowa, maupun wawancara dan dialog dengan para “tu’a-tu’a im banua” dan arang-orang yang dikenal sebagai pencinta serta pemerhati dan pengamat budaya. 

Konfirmasi tentang kebenaran temuan-temuan dilapangan, maupun masukan serta ceritera dan penuturan seseorang, dilakukan dengan wawancara khusus serta tukar pikiran dan pendapat, maupun dialog dengan orang-orang yang sudah cukup berumur dan dianggap menguasai dan mengetahui seluk beluk dan adat istiadat serta tradisi budaya Ka-senduk-an, kemudian dilontarkan sebagai bahan diskusi dalam sarasehan, untuk kemudian dikaji dan diteliti kembali kebenaran dan keotentikannya, baru kemudian dimintakan untuk dirumuskan dan dibuatkan tulisan.

Kegiatan sarasehan serta studi kelompok khusus dan rapat-rapat tim kecil, maupun peninjauan dan penelitian lapangan, dilakukan sejak medio 1992 sampai tahun 1999, masih dilanjutkan dan berjalan terus menerus untuk memperoleh temuan-temuan yang lebih lengkap,  untuk memperkaya khasana perbendaharaan budaya Ka-senduk-an Kiowa.

Sangat disesalkan karena masukan para peserta sarasehan dalam bentuk tulisan  asli dari para peserta sarasehan, tentang apa yang mereka ketahui atau dengar atau lihat sendiri dari orang tua atau para leluhur, terutama juga resume dari hasil sarasehan, hampir semuanya sudah musnah dan tidak dapat diselamatkan, disebabkan oleh karena tergenang air akibat banjir besar yang melanda rumah tinggal penyususn, tempat arsip resumme hasil sarasehan disimpan. Banjir yang melanda kota Metropolitan Jakarta pada tanggal 10 sampai dengan 13 Februai 1996, telah menimpah juga rumah penyusun di daerah Green Ville Block T No 1 Jakarta, dimana banjir mencapai ketinggian kurang lebih 100 Centi Meter, sehingga almari serta filling cabinet yang terletak didalam kamar bagian bawah, tempat penyimpanan catatan dan tulisan-tulisan maupun casette tape recorder rekaman pembicaraan serta hasil wawancara dengan para tua-tua terutama Tumu-tutur Ute’ yang  merupakan arsip resume sarasehan budaya Ka-senduk-an Kiowa, serta puluhan cassette tape recorder rekaman tersembunyi (tape recorderder disimpan dalam kantong) wawancara Ferry  Salanti tentang akar seni budaya Kasendukan Kiowa, dengan Tumututur Ute’ Rakian, Anton Nayoan, Welem Rakian, Endie Ponamon, Markus Tinangon, Ansi Lumanaw, Andri Ponamon, Welem Lombok, Petrus Walukow, Alex Worotitjan, Ampel Karinda, Alis Karinda, Okta Pioh,  Adoloph Assa, Nayo Tumober dan orang-orang lainnya yang diwawancarai diam-diam oleh Ferry Salanti, turut tergenang dan terendam air selama 4 hari, termasuk kumpulan “percakapan-percakapan “penyusu dengan para tua-tua Kiowa, termasuk ceritera-ceritera yang pernah “penyusun”  dengar dengan tokoh-tokoh masyarakat, antara lain dengan  almarhum  Derek Silap ex Hukum Tua ketika beliau masih hidup, yang kebetulan pernah bertetangga dengan penyusun sekitar tahun 1962/1963, juga dengan Apo’ Melius Walukow ayah dari Tuwa’ Petrus Walukow sering menyaksikan beliau meramu obat-obatan , Apo’ Tertius Piri (dimana saya dan adik saya Yull sering dibawah oleh Ito’ Alex Worotitjan melihat-lihat ramuan obat-obatan), Almarhum  Paspor Alphius  Wowor,  Almarhum Endie Rakian, Almarhum Alo Singon,, Nenek Dora Walukow, Amarhuma Buang Rimper, terutama juga Almarhum H.M Taulu dan Almarhum Tona’as Sokoman John Malonda, F.S Watuseke, budayawan-budayawan lainnya, terutama juga tante Rietje Rawung dan Oom Buyung  pemiilik GEDUNG BUKU MANGUNI TOMOHON (Pengimpor buku terbesar di Indonesia Timur  yang buku-buku pelajaran sekolah dan perguruan tinggi pada tahun 1950an masih banyak diterbitkan dan dicetak di Negeri Belanda, selain buku-buku yang sudah diterbitkan dan dicetak di Indonesia)  pada tahun 1956-1958, dimana saya tinggal dan membantu mereka menjaga toko buku sambil bersekolah dan membaca buku-buku seni budaya, sejarah dan pengetahuan lainnya kalau tidak ada tamu/langganan, termasuk catatan yang saya rangkum dari ceritera yang pernah diceriterakan oleh  Almarhum Yustus Worotitjan (tete’ sersan)  dilapangan badminton, tentang desa Worotitjan (sekarang bernama Kapitu), sehingga rusak total dan hancur karena genangan air, yang tidak dapat diselamatkan oleh para pembantu rumah tangga yang menunggui rumah, termasuk Tante Yetje Assa dan sepupu penyusun Dra Siska Worotitjan tidak dapat menyelamatkan  casette serta arsip sarasehan dan  barang barang lainnya karena luapan  air terjadi pada malam hari sedangkan mereka tidur dilantai atas dan nanti mengetahui rumah sudah digenangi air pada keesokan harinya. Namun  masih beruntung karena masukan-masukan serta resume sarasehan yang penting-penting, secara garis besar telah dimasukkan oleh penyusun dalam disket/komputer .

Data-data dan bahan-bahan tulisan mengenai budaya Ka-senduk-an Kiowa yang masih tersisa dan tersimpan dalam disket/komputer itulah, yang menjadi bahan tulisan “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”.

Ceritera tentang desa Kiawa atau Ro’ong Kiowa  (Wanua Ka-senduk-an Kiowa), ditemukan juga dalam beberapa literatur, yang ditulis dan diterbitkan pada zaman penjajahan kolonial Belanda, tetapi isinya sangat jauh menyimpang dari keadaan serta kenyataan sebenarnya.

Rupanya para ahli serta peneliti budaya dan penulis yang mengarang certtera tentang keadaan dan apa yang berhubungan dengan sejarah dan adat istiadat serta tradisi masyarakat Kiawa (Ka-senduk-an Kiowa), tidak mengetahui sama sekali atau tidak pernah melakukan penelitian serta pengamatan atau peninjauan lapangan, tetapi hanya mendengar dari para penutur pihak ketiga yang hanya mendengar dari pihak kedua (para petualang amatiran yang secara kebetulan, menjelajahi pedalaman “Wanua Kasendukan”), yang hanya mengetahui secara samar-samar tentang keadaan pusat budaya dan seni Kasendukan Kiowa (Kiawa). Para penulis tidak atau belum pernah berkunjung ke “pusat dan asal muasal budaya Kasendukan Kiowa, disebabkan karena saat itu sulit masuk ke “puser in tana”, karena kondisi alamnya yang masih terpencil dan sulit dikunjungi karena kondisi alam dan medannya yang masih ditumbuhi hutan lebat dan factor-faktor keengganan dari para peneliti/penulis untuk mengunjungi dan mengadakan ekspedisi didaerah pengungungan yang masih sangat terpencil saat itu; Apalagi ceritera rakyat tentang berkunjungnya Orang Kulit Putih (SE TOUW KULO’, yang diperkirakan terdampar di Pantai sekitar Tumpaan disekitar muara sungai Maruasey, lalu mereka para pelaut dan saudagar petualang yang didampingi misionaris mengembara kepegunungan dengan menyusuri sungai Maruasey, Nimanga dan sampai di hulu sungai Ranowangko dan masuk ke Wanua Kiowa, sebab di Wanua Kiowa ada tempat-tempat yang disebut TINO’TOKKAN SI CULO (tempat orang kulit putih dicincang, yang diperkirakan seorang PASTOR karena SI CULO’ yang dimaksud,  dipanggil orang dengan sebutan dan panggilan  “PADRE”), termasuk juga istilah-istilah sebutan CASTELA, SANTA CRUZ, TA’SIC ELA (TASIKELA) yang dijadikan nama beberapa lokasi perkebunan dan pemukiman di Wanua Kiowa,  menandakan serta mengindikasikan bahwa pernah ada orang “kulit putih, yang pernah mampir bahkan bermukim di Wanua Kiowa, sambil membawa benih-benih tanaman cengkeh, coklat, pala, kopi, dan rempah-rempah serta tanaman lainnya, masih ada di Wanua Kiowa, termasuk juga kata-kata serta istilah-istilah seperti sapeo, kadera, kawayo, nyora, sinyo dll, masih digunakan oleh penduduk sampai sekarang..

Dalam usaha kami untuk mendpatkan data-data tertulis   di Royal Institute of Linguistics and Anthropology,( Koninklijk Institut Voor Taal, Land, en Volkenkunde), KITLV, Reuvensplaats 2. P.O. Box 9515.2300 RA, Leiden, Holand, penyunting yang didampingi Po’ouw Jus Tumober, Po’ouw Martin van Broukhoven serta Yeyen Liemando, yang berulang-ulang berkunjung kelemaga tersebut,  kami tidak atau mungkin belum menemukan, bukti adanya penelitian atau penelusuran secara langsung kelokasi situs-situs dan peningglan purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa oleh para ahli  dan peneliti purbakala dari Belanda, tentang situs-situs purbakala serta akar budaya serta adapt istiadat dan aliran kepercayaan Kasendukan Kiowa, termasuk juga penelusuran kami, dalam literature yang kami pernah teliti bersama-sama di  Bibliptheek van het Missiehuis der Missionarisen “Sacre Coeur” Bredaseweg 204, Tilburg Nederland. 
(Terakhir kami dengar dari Pastor Renwarin dan ayahnya, yang pernah berkunjung ke La’un Dano, Kiowa, bahwa berkas-berkas di Tilburg sudah dibawa ke Pineleng, oleh seorang ahli dan peneliti seni dan budaya purbakala Mina Esa, asal Kakaskasen yaitu Pastor Renwarin di Seminari Tinggi Pineleng ).

Bukti-bukti bahwa peninjauan atau penelitian tentang adat istiadat serta tradisi dan budaya Kiowa tidak diteliti dan ditulis secara mendalam karena tidak tercatatnya dalam literatur tentang adanya situs-situs prbakala dan peninggalan pra sejarah di Wanua Kasendukan Kiowa:
Watu Maka-sio-siouw di La’un Dano
• Tu’us i Loweng e Apo’ Amut e We-wene.wo si Apo’ Tu’ur e Tuama,
• Pa-tumpeng-an La’un Dano Ma-wara’
• Toy-Touw Wangko’  Me-upus-an
• Toy-Touw Wiwing-an
• Toy Touw i Rorot an Sondek Aret,
• Toy-Touw lainnya yang tersebar dibeberapa tempat,
• Timbukar (waruga) yang berjumlah kurang lebih 300 buah pada zaman dahulu (yang tersebar mulai dari depan rumah Keluarga Pieter Walukow sampai di pekuburan disebelah barat desa Kiowa).
• Timbukar Sengkona Wowor (Warga termuda)
• Watu Tumo-towa, yang ada dibeberapa tempat,
• Watu Amian,(dibenarkan oleh seorang Jepang suami dari seorang dosen wanita di UNSRAT dan Mr HYODO Cs dari Japan Tobacco yang memasang mesin-mesin pabrik Rokok Kretek di kaki bukit PUSER IN TANA’,, yang pernah berkunjung ke WATU AMIAN
•  Watu Pa-ta’di-an,
• Pa-peku’an,
• Pa-putung-an,
• Tombara’an.
• Pa-soring-an.
• Kentur Puser in Tana’
• Pa-ra’da-an  i SOKOPE’  an Lengko’an. (PARADISO)
• dll.

Termasuk  data-data atau bahan-bahan yang menceriterakan tentang :
• Angouw e  Touw Asic  Amian  (Gua  Orang Asing dari Utara ).
• Wo-leley.
• Kastela,
• Ta’sic-ela,
• Santana,
• Guantanamera
• Santa Cruz,
• Rio Grande,
• Tino’tok-an si Culo’
• San Salvador,
• San Padre,
• Ma-gho’gho’
• Ti-nincas-an,
•  dan lain-lain situs serta peninggalan purbakala dan pra sejarah yang bertebaran di Wanua Kasendukan Kiowa. maupun obyek keramat dan bersejarah lainnya yang tersebar luas disekitar wanua Kiowa.

Hal-hal tersebut diatas menunjukkan dan membuktikan,  bahwa penulis tentang hal ikhwal Wanua Kasendukan Kiowa (sekarang Kiawa) pada zaman itu, tidak memiliki pengetahuan tentang akar budaya Ka-senduk-an Kiowa, sehingga penulisannya jauh berbeda dengan keadaan serta realita dan peninggalan-peninggalan purbakala dan pra sejarah yang ada di Wanua Kasendukan Kiowa.

Bahkan terkesan bahwa penulisnya  tidak melakukan peninjauan dan penelitian lapangan, apalagi berkomunikasi dan berdialog dengan para tua-tua adat Kiowa, bahkan mungkin tidak berkunjung langsung atau melakukan adaptasi atau pengenalan  lingkungan untuk merasakan dan menyelami secara mendalam melalui pendekatan dan dialog langsung dari hati kehati apa yang diyakini, dipercayai serta dirasakan dan diketahui oleh masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, bahkan lebih dari itu, mungkin tidak mengetahui atau tidak pernah melihat situs-situs dan peninggalan purbakala didesa Kiawa.

“Misteri Pu-purebgkey-en e Kiowa” atau “Si-sisil-en e Apo-Apo’ e Kiowa”, yang diceriterakan oleh nenek moyang leluhur kepada orang tua sampai pada anak-cucu-cicit secara turun-temurun,  memberikan gambaran sekilas, tentang keadaan dan kehidupan purbakala masyarakat Ka-senduk-an Kiowa sebagai turunan Apo’ Amut e We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuawa dibawah bimbingan dari Wali’an La’un Dano.

Kepada seluruh peserta Sarasehan Budaya Ka-senduk-an Kiowa, serta para nara-sumber, tumu-tutur-tumu-tutur, pemerhati dan pengamat serta pencinta budaya Kiowa serta pribadi-pribadi, yang pernah terlibat dalam penelusuran serta penyusunan tulisan ini, penyusun ingim menyampaikan penghargaan dalam ungkapan terima kasih serta permohonan maaf yang ikhlas, apabila namanya tidak atau belum tercatat secara tertulis dalam tulisan ini, bahkan lebih dari itu mohon dimaafkan pula apabila tulisan ini masih jauh atau kurang mengena . 

Satu peristiwa aneh terjadi di Watu Tu’us I Loweng e Apo-Apo’ e Kiowa di Kentur La’un Dano, dimana pohon ‘TAWA’ANG”  memperlihatkan sembilan helai daunya terikat’teranyam menjadi satu (siouw nga-lalay daung in Tawa’ang me-pules ma-muali esa nga-pules), walaupun dicoba untuk diuraikan atau dibuka anyaman/ikatannya, tetap kembali teranyam dan terikat secara alamiah,  peristiwa ini terjadi selama beberapa bulan dan disaksikan oleh banyak sekali orang.

Peristiwa aneh dan ganjil yang terjadi berulang-ulang  yaitu didalam menelusuri dan melakukan penelitian atas situs-situs peninggalan purbakala di kawasan Kiowa, secara tak disengaja, tanpa direncanakan atau diatur dan direkayasa, orang yang terkumpul selalu terdiri dari sembilan orang, hal ini dimulai pada tanggal 9 September 1993 di Sondek Aret (bekas tempat PA-PEPA’AR-AN E WALI’AN WO SE TONA’AS WO SE TETERUSAN IM BANUA KASENDUKAN dan sekaligus tinggal APO’ INA’ ROROT), dimana  sembilan orang  dibawah pimpinan Tona’as Wangko’ Ute’ Rakian menancapkan Watu Tundek Pa-li’us-an (sembilan orang yang terkumpul ini adalah secara kebetulan).

Khusus untuk Pendeta V. Rumondor serta Drs. Alex Rumondor, maupun Bapak Jan Menayang dan Drs. Lexy Rumengan MBA dari Yayasan Maka Wanua Jakarta, yang selalu mendorong kami untuk menerbitkan tulisan ini, tak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih.

Pada kesempatan khusus dalam Seminar Budaya Kasendukan Kiowa, yang diadakan di ruang pertemuan KIR MANDALA, yang dihadiri Profesor DR Lucky Sondakh serta DR Oscar Rompis Phd dan tokoh-tokoh budaya Mina Esa di Kiowa, diusulkan untuk mengadakan penelitian dan pengkajian tentang hubungan serta kaitan tentang WATU TIMBUKAR serta situs-situs purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa dengan WATU PINAWETENGAN di desa Pinabetengan dan WATU peninggalan DOTU-DOTU KANONANG dimana terdapat batu berbentuk meja dan tempat duduk disekeliling meja batu, yang ada didalam satu GUA didesa KANONANG.

Penelitian dan pengkajian  yang dimaksud dikaitkan dengan ceritera dari Tumututur Wangko Ute’ Rakian dan Tumututur Drs Nico Palar selaku Ketua Umum Lembaga Budaya Kiowa, bahwa dari hasil penelitian seorang Profesor asal Jerman yang ahli purbakala, ditemukan bahwa WATU PINAWETENGAN dperkirakan sudah ada sekitar abad ke 7 sesudah Masehi (+- tahun 650); Sedangkan ada WATU TIMBUKAR dan WATU TUMOTOWA serta TOY TOUW di Wanua Kasendukan Kiowa yang jauh lebih tua, sebab diperkirakan dibuat pada abad ke 5 (lima) sebelum Masehi.  

Dalam seminar tentang Budaya Kasendukan Kiowa pada tahun 1996 di ruang pertemuan KIR MANDALA, yang dihadiri oleh Bapak Kolonel Wim Tenges yang banyak mengetahui dan menguasai tentang akar Seni dan Budaya Mina Esa dengan timnya, terutama pula seorang ahli yang menerjemahkan Bahasa Tountemboan kedalam Bahasa Indonesia yaitu Prof A.B.G. Ratu, termasuk kakak beradik pemerhati  ahli yang meneliti dan menelusuri Budaya Mina Esa yaitu Pendeta V Rumondor dan  Drs Alex Rumondor (Dosen Universitas Indonesia), termasuk beberapa pemerhati Budaya Minahasa, serta masyarakat umum lainnya yang mengikuti seminar yang dimaksud.

Pertemuan itu dihadiri pula oleh Nyonya Rumondor yang sudah berusia 100 tahun (ibu kandung Pendeta V. Rumondor dan Drs Alex Rumondor) yang dalam percakapan banyak meneriterakan tentang ikatan hubungan kekeluargaan antara masayakat Sonder dan Kiawa, yang sangat erat persaudaraannya, hal mana terkait pula dengan pernyataan-pernyataan Tokoh masyaraka Sonder Bapak Jan Sendouw yang selalu mengeskan bahwa “orang Sonder aslinya berasala dari Kiowa. dan beberapa tokoh Budaya Mina-Esa, Wim Tenges menyatakan bahwa: dengan bukti bahwa adanya TIMBUKAR sebanyak lebih dari 300 buah belum termasuk yang sudah terbenam dalam tanah, dan adanya salah satu TIMBUKAR termudah dari Apo’ SENGKONA WOWOR, membuktikan bahwa Wanua Kiowa dahulu kala bermukim banyak KOLANO ( dalam arti bangsawan atau golongan ningrat, namun bukan berarti RAJA; sebab masyarakat Kasendukan Kiowa hanya mengenal WALI’AN dan TONA’AS sebagai PEMIMPIN atau KEPALA yang dipilih secara demokratis oleh seluruh lapisan masyarakat, dari antara CENDEKIAWAN dan TOKOH-TOKOH masyarakat yang sakti, memiliki ilmu dan pengetahuan serta pengalaman yang sangat luas, memiliki kepercayaan dan kredibilitas dan akuntabilitas serta bijaksana,  cerdas, cakap pandai, berwibawa, panutan yang memiliki wibawa dan kemampuan serta dapat memimpin masyarakat, untuk bergotong royong dan bersama-sama dalam kebersamaan dan kerukunan serta kesatuan hati, pikiran dan perasaan untuk mencapai maksud dan tujuan umum, untuk, membangun masyarakat yang adil makmur dan sejahtera, rukun, tolong menolong, aman damai dan sentausa rohani dan jasmani), apalagi TIMBUKAR TERTUA umurnya lebih tua dari Watu Pinawetengan (hasil penelitian sorang Profesor dari Jerman, diperkirakan abad ke 5 sebelum Masehi sudah ada Timbukar di Kiowa, membuktikan pula bahwa Wanua Kiowa adalah WANUA paling Tua dibumi Kasendukan Kiowa). 

Teristimewa kepada Tumu-tutur  Drs. Nico Palar  dan Ukung Tua Pieter Hein Piri serta Pendeta Julius Talumantak STH, yang secara aktip memberi masukan serta membantu melakukan koreksi dan perbaikan maupun penyempurnaan seperlunya, diucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Usaha pemerhati muda Alex Salanti SE serta rekan-rekannya, yang memprakarsai kegiatan-kegiatan napak tilas akar budaya Kiowa, lewat lintas alam serta usaha festival kesenian dan kebudayaan melalui “Ma’ando Maka-Petor”, sangat mendukung aktualisasi penyusunan tulisan ini.

Bagi Dr. Mieke Schouten, yang pernah bermukim di Tincep dan berlanglang buana keliling daerah Tountemboan, terutama di Wanua Kiowa, sebagai seorang expert yang melakukan penelitian bahasa dan budaya Tountemboan serta penulis buku-buku budaya a.l. Minahasa and Bolaang Mongondow, an annotated Bibliography 1800-1942 (The Hague - Martinus Nijhoff - 1981) dan sekarang  mengajar di Departamento de Sociologia e Comunicacao Social, Universidade Da Beira Interior, Rua Marques d’Avila e Bolama, 6200 Covilha – Portugal.

Pada pertemuan dan perbincangan dengan penulis pada bulan Maret 1997 di kota Leiden, Negeri Belanda, DR. Mieke Schouten  menyatakan bahwa : dalam penelitian lapangan selama berada di Minahasa, beliau menemukan bahasa dan budaya Tountemboan yang asli tersisa sekarang hanya terdapat didesa Kiawa (Kiowa), sedangkan di Tincep dan Sonder sudah dipengaruhi sedikit oleh bahasa Toumbulu sebab berdekatan dengan desa Sawangan dan Rambunan (yang berbahasa Toum-bulu’), yang sangat erat hubungan dalam pergaulan sehari-hari bahkan kawin-mawin, sehingga hubungan  kekeluargaannya sangat dekat dan akrab, menyebabkan perkawinan dua bahasapun tak terelakkan. Bahasa Tountemboan di Kiowa masih dituturkan secara asli dalam pergaulan sehari-hari, dalam acara-acara khusus, kumpulan-kumpulan, yang masih diwarnai oleh bahasa dan adat istiadat dan prilaku serta budaya Tountemboan asli. 

Beliau juga  mengenal Tumu-tutur “Ute Marthin Luther Rakian almarhum serta Felix Rakian alm. serta anak-anak (bahkan ada tulisan tangan budaya Kiowa oleh alm Felix Rawung Rakian yang ada ditangan beliau), juga kenal dengan ex Ukung Tu’a Jopie Rondonuwu, Stans Raintung yang pernah menjamu beliau, Guru-guru sekolah-sekolah a.l. Encik Ross Kilisan  dan murid-murid SD- RK yang pada waktu itu, terkenal dengan Maengketnya, Drs. Nico Palar dll. Kesan beliau tentang Kiawa cukup luar biasa, sebab katanya beliau juga suka mengikuti ibadah religius dalam KOLOM-KOLOM GEREJANI yang secara khas beribadah  dengan bahasa doa dan kothbah serta nyanyian maka-tana’ Tountemboan, termasuk didalam kumpulan “ma’ando”( hal-hal tersebut diceriterakann belaiu kepada penyunting saat bertemu dengan beliau di Leiden Negeri Belanda).

DR. Mieke Schouten menyarankan agar “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”, sebaiknya ditulis apa adanya, sesuai dengan masukan daripada  para Tumu-tutur maupun ceritera dan legenda yang beredar dan diceriterakan secara turun-temurun dikalangan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, supaya  isi  dari pada tulisan ini betul-betul ceritera dan tulisan asli Kiowa, untuk memelihara keaslian dan keotentikan legenda Kiowa.

Dari  Dr. David  Henley (Englishman beristerikan seorang Indonesia asli asal Solo, yang kenal dekat dengan budayawan F.S. Watuseke yang menjadi nara sumber beliau terkait survey dalam penulisan disertasi  tentang akar sejarah dan budaya Timur khusunya budaya Minahasa, untuk memperoleh gelar Doktor di Sydney), yang diperkenalkan oleh Dr. Mieke Schouten pada bulan Maret 1977, penulis memperoleh saran dan petunjuk istimewa tentang penulisan budaya Minahasa. ( beliau adalah “Researcher”, yang juga banyak menulis buku, a.l  Nationalism and Regionalism in a Colonial Context, Minahasa in the Dutch East Indies, Verhandlingen van het Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde, 1996 KITLV Press Leiden, sangat tertarik dengan tulisan Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa) .

Dalam pertemuan dan perbincangan antara penyusun/penulis dengan  DR. MIEKE SCHOUTEN dan DR. DAVID HENLY (yang juga  didampingi para ahli lainnya, disaksikan Po’ouw Jus Tumober, Po’ouw Martin van Broekhouven, Yeyen Liemando,  di Royal Institute of Linguistics and Anthropology,( Koninklijk Institut Voor Taal, Land, en Volkenkunde), KITLV, Reuvensplaats 2. P.O. Box 9515.2300 RA, Leiden, Nederland, tempat beliau bekerja sebagai “researcher”, beliau-beliau menyarankan  kepada penyusun , agar penulisan buku ini sebaiknya ditulis apa adanya, sesuai cerita dan legenda masyarakat Kiowa, tanpa dipengaruhi argumentasi dari orang-orang yang merasakan, memperaktekkan, bahkan merasakan serta mengalami langsung, apalagi mengerti dan menghayati akar budaya Wanua Kasendukan Kiowa, karena tidak pernah bersentuhan dengan akar budaya serta kehidupan sehari-hari, termasuk juga jangan disesuaikan atau diadaptasikan dengan tulisan lain. 

Usulan dan saran beliau-beliau bertjuan supaya terpelihara otentisitas keaslian ceriteranya, termasuk juga disarankan pada kami, untuk tidak memperdedatkan keotentikan penulisan, sebab sumber ceriteranya kebanyakan ceritera dari mlut kemulut secara turun temurun, sehingga vasiasinya berbeda-beda cara penyajiannya, bahkan  mungkin ada perkembangan serta perobahan versi yang berubah-ubah, sebab itu disarankan supaya tidak  perlu mempermasalahkan kontroversi  data dan sumber serta asal usul, gaya, versi, corak  ceritera dan legenda, termasuk  perbedaan pengertian dan pandangannya.

Berulang-ulang beliau-beliau menyarankan supaya perbedaan pandangan dan pendapat orang lain, tidak perlu dipermasalahkan dan diperdebatkan atau dijadikan polemic, terutama pula jangan  berusaha mempertemukan atau menyesuaikan dengan legenda dan ceritera-ceritera yang beredar atau berkembang dimasyarakat terutama pemikiran serta pendapat yang berbeda tentang seni budaya Minahasa, sebab tidak ada atau belum ada “bukti tertulis” yang ditemukan selaku rujukan pembuktian dan pembenaran atau penolakan, karena sangat  sulit sekali mencari dan menemukan keaslian dan keotentikan sumber ceriteranya melalui prasasti atau peninggalan-peninggalan dan tulisan-tulisan purbakala dalam situs-situs pra sejarah purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa,  tetapi lebih baik gunakan narasumber yaitu “orang-orang lanjut usia” dengan mengusahakan menyebutkan sebanyak mungkin para “penutur” yang kurang lebih pernah mendengar legenda “Kasendukan Kiowa” dari Tona’as-tona’as serta kakek nenek buyut yang pernah mendengar tentang legenda-legenda yang berasal dari ceritera dari mulut kemulut secara turun temurun sebagai nara sumbernya.

Tak lupa pula disampaikan terima kasih kepada Mr. Martin van Broekhouven (Suami dari Jetje Lamonge), Sekretaris Bond van Minahasa Nederland, juga Sdra. Jus Tumober (seorang putera kelahiran asli Kiowa), anak dari Pangukur August Tumober dan Pengurus Bond Minahasa di Belanda, yang dibesarkan dan menjadi dewasa di Kiowa, seorang pemerhati dan pencinta sejarah, budaya dan nilai-nilai seni Kasendukan Kiowa, yang banyak memberikan, masukan dan tambahan-tambahan CERITERA DAN LEGENDA tentang seni budaya dan sejarah dan tradisi masyarakat Kasendukan Kiowa (beliau sudah menetap selama kurang lebih 37 tahun di Nederland), yang kedua-duanya mendampingi dan membantu kami selama +- 3 bulan bolak-balik berkunjung ke beberapa pusat arsip budaya dan seni serta museum benda-benda purbakala yang tersimpan di museum-museum purbakala di Belanda dan pusat-pusat arsip serta bibliotik seni budaya dan sejarah “Wanua Kasendukan”  di  Nederland, kami haturkan banyak terima kasih.

Bantuan berupa kesediaan untuk koreksi dan pengetikan naskah oleh Dra. Veronica Yeyen Liemmando dan Dra. Siska Worotitjan,  membantu pula kelancaran penyusunan tulisan ini. 

Adanya tulisan tentang akar budaya maupun adat istiadat, serta seritera tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat Kiowa, maupun peninggalan-peninggalan dan situs-situs purbakala serta seni-budaya Ka-senduk-an Kiowa, teristimewa pula keadaan alam dan lingkungannya, menjadikan tulisan ini sebagai panduan pengetahuan tentang adat istiadat, kehidupan dan kebudayaan masyarakat Kiowa, maupun juga pengetahuan tentang wisata dan obyek wisata Kiowa.

Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kemungkinan  banyak kekurangan dan kekeliruan, apalagi masih jauh dari harapan, selera dan keinginan yang dicita-citakan, karena masih jauh sekali dari bentuk dan mutu penyusunan serta penulisan dan penyajian yang memadai dan sempurna, sehingga membutuhkan uluran tangan untuk menambah atau memperbaiki serta penyempurnaannya.

Mohon maaf atas segala kekurangan, kekeliruan, kekilafan serta kesalahan atau hal-hal yang kurang tepat serta tidak sesuai dengan pandangan atau selera dan keinginan pembaca, oleh sebab itu kami sangat terbuka terhadap kritik, saran dan usul-usul perbaikan, bila ada temuan-temuan dalam tulisan ini, yang menyimpang, salah pengertian, atau keliru pengetikannya, bahkan berulang-ulang disebutkan dan lain-lain persoalan yang kurang berkenan dihati pembaca atau sulit dimengerti,  seperti pepatah yang menyatakan bahwa : “Tak ada gading yang tidak ada retaknya”.

Tulisan ini, dipersembahkan sebagai warisan bagi generasi muda dan untuk masyarakat Ka-senduk-an Kiowa khususnya, teristimewa juga bagi Saudara-saudara atau keturunan yang masih berdarah atau titisan dotu-dotu yang berasal dari Wanua Ka-senduk-an atau Ma-lesung atau Mina-Esa (Minahasa), yang tersebar diseluruh penjuru dunia, bahkan lebih dari itu pula, teristimewa bagi bangsa dan negara Panca Sila yaitu Republik Indonesia tercinta, uuntuk memperkaya khasanah perbendaharaan budaya nasional warisan nenek moyang kepada anak cucunya.

Semoga tulisan ini bermanfaat pula bagi pengembangan dan pelestarian budaya bangsa dan negara Indonesia.

Wanua Ka-senduk-an  Kiowa, 9 – 9 – 1999.
Paka-tu’an  wo  Paka-lowir-en  kita im baya !

Maka-Petor !
Penyunting dan Penyusun,



Jantje Adrian Worotitjan.


Photo-photo :

1.   Apo’ Amut e We-wene wo si Apo’ Tu’ur e Tuama,
2.   Wali’an  La’un Dano,
3.   Wale Wangko’ I  To’ar  wo  si  Lumimu’ut,
4.   Watu Amian
5.   Kentur  Puser In Tana’
6.   To’ar  Lumimu’ut,
7. Wali’an  Rorort.
8. Toy Touw  Wangko’
9. Toy Touw Wiwing-an
10. Toy Touw Simbel.
11. Toy Touw  La-landang-an
12. Toy Touw Pa-woeong-en.
13. Benteng 2357
14. Gua Jepang
15. PA-RAD-I-SO (Pa-ra’da-an I SOKOPE’).
16. Panorama Lengko’an
17. Tu-mo-towa Sendang-an
18. Tu-mo-towa Uner
19. Tu-mo-towa Ta-licur-an.
20. Tu-mo-towa Amian
21. Tu-mo-towa Timu.
22.  Timbukar Ure
23. Timbukar Weru
24.  Pa-tumpeng-an La’un Dano  Ma-wara’ (dua dimensi)
25.  Rano Passo’
26.  Watu Maka-sio-siouw,
27.  Watu Tu’us  i  Loweng i  Apo’ Amut e We-wene wo  si  Tu’ur  e Tuama, 
28.  Apo’ Amut  wo si  Apo’  Tu’ur.
29.  Wali’an La’un Dano,
30.  Watu  Ma-nembo,
31.  Taman Getsemani,
32.  Via dolo Rosa
33.  Gua Madonna Maria,
34.  Bukit Tabor,
35.  Gereja  GMIM,
36.  Gereja Pantekosta,
37.  Gereja  KGPM
38. Gereja Gesba
39. Gereja Katolik,
40.  Wesing/sosot,
41.  Wolay,
42.  Ka-luma’an,
43.  Pa-sosop-an,
44.  Pa-uru-an,
45.  Watu Upus wo Lelo,
46.  Pemandangan-Pemandangan Alam,
47.  Pemandangan Rano Wangko’/ Gua Jepang
48.  dll. Sepatah kata pakar :
49. Santi, Wentel, Tu-tura’
50. Alat Kesenian Tradisional.

Kenang-kenang-an  abadi untuk:
Isteri tercinta   Nontje  Liesbeth  Karinda,
Anak-anak dan cucu-cucu :
Eva Maria Vincentia & Kristian Ong
King Davy Silvester Pietross,
Meizy Lucy Imelda Rosaria,
Pingkan Rosemary Olivia
Mario Roberto (Alo’)
Rennee Clararosa (Ene’)
Teresa Rosalia 
Gabriela (La’un)
Veronica Yeyen Liemmando




Misteri  Pu-purengkey-en e Kiowa
(Si-sisil-en e Apo-Apo’ im banua Kiowa)
Daftar Isi :


1.  Pendahuluan.

2. Misteri “Pu-purengkey-en e Kiowa”

      I.   Etnis   Kiowa.

     II.  Wanua   Kiowa.

    III.  Aliran Kepercayaan Ka-senduk-an.
     
     IV.  Alam dan Lingkungan.

       V.  Sumber Penghidupan.

     VI.  Kebudayaan dan Kesenian.

    VII.  Legenda dan Sejarah.

  VIII.  Pengetahuan.

    IX.   Pola Hidup  Ma’ando
  

 3. Penutup.









Misteri Pu-prengkey-en e Kiowa

(Si-sisil-en e Apo-Apo’ im Banua Kiowa)

Pendahuluan.

1. Umum.

 Misteri  “Pu-purengkey-en e Kiowa”  (Si-sisil-en  e  Apo- Apo’ im Banua Ka-senduk-an  Kiowa)  adalah ceritera ceritera yang masih tersimpan dan tercatat dalam ingatan sebagian masyarakat etnis Kiowa, “yang dituturkan secara lisan dari mulut kemulut , secara turun-temurun, dari para orang-orang tua kepada anak, cucu, cicit-nya secara berantai  dan terus menerus.”  Itulah sebabnya, rangkaian ceritera  legenda dan sejarah masyarakat Ka-senduk-an  Kiowa ini, disebut “pu-purengkey-en”.

 Pu-purengkey-en   ini diselimuti oleh misteri yang mengandung rahasia-rahasia kehidupan  Ka-senduk-an, yang masih sulit diungkapkan secara  mendalam pada saat sekarang ini.

 Misteri kehidupan Ka-senduk-an ini, diselubungi oleh  tabir rahasia mistik dan gaib yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

 Para  penutur dan orang tua-tua menuturkan  melalui pu-purengkey-en tentang : 

1. Asal muasal leluhur dari para nenek moyang, termasuk kehidupan serta adat istiadat dan budaya, maupun tradisi leluhur  “Etnis Kiowa”,

2. Asal usul WANUA KIOWA, 

3. Misteri tentang mythos serta nilai-nilai magis dan  mistik  serta  ritualitas  dan  spiritualitas  yang  menjadi inti sumber inspirasi “aliran kepercayaan Ka-senduk-an”, yang menjadi bagian kehidup-an budaya yang sangat hakiki dan mengakar dikalangan etnis Kiowa,

4. Alam dan lingkungan serta fauna dan flora sebagai harta karun,  yang sangat mempengaruhi sumber penghidupan dan kehidupan masyarakatnya,

5. Sumber penghidupan, yang secara tradisional mewarnai kehidupan  sehari-hari etnis Kiowa,

6. Kebudayaan  dan  kesenian,  termasuk  olah  raga  serta  permainan  tradisionil, terutama  pula “pesta rakyat akbar”,                    

7. Legenda dan sejarah,

8. Pengetahuan,

9. Pola Hidup Ma-ando.

 Pu-purengkey-en yang menceriterakan tentang tradisi dan kehidupan serta budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa pada zaman purbakala, adalah merupakan harta karun khazanah budaya Nusantara yang disimpan oleh Etnis Kiowa.


2. ETNIS KIOWA.

 Etnis Kiowa adalah penduduk asli purbakala yang bermukin dan berdiam serta merupakan asal muasal  Etnis Ka-senduk-an, yang dalam perkembangannya setelah menjadi “taranak-taranak” (rumpun-rumpun keluarga)  besar yang berpencar mendiami tanah Ka-senduk-an, akhirnya  berubah menjadi anak suku yang menjadi  bagian dari masyarakat Ka-senduk-an, sehingga pu-purengkey-en yang menceriterakan tentang keadaan masyarakat Kiowa purba, erat kaitannya bahkan tak dapat dipisah-pisahkan dengan masyarakat Ka-senduk-an purbakala, yang dikenal pula dengan sebutan Ma-lesung, yang setelah terpisah-pisah dan terkotak-kotak dalam walak-walak, kemudian mengadakan re-uni di Watu Pina-weteng-an,  sehingga walak-walak itu menjadi satu kembali dan dikenal dengan sebutan “SE-MINA-ESA” atau “NI-MA-ESA” yang lebih popular disebut MINA-ESA yang berarti “YANG BERSATU”, namun kemudian oleh bangsa asing (WALANDA/BELANDA) lebih mudah disebut  (dilafalkan) dengan  sebutan “MINAHASA”.

       (perlu diketahui pula bahwa desa Kiawa I dan Kiawa II sekarang ini pada mulanya disebut Wanua (Ro’ong) “KIOWA” tetapi oleh bangsa Belanda dirubah menjadi KIAWA, seperti pula halnya Sonder yang dulunya bernama Songkel).

3.  MISTERI  PU-PURENGKEY-EN  E KIOWA

 MISTERI PU-PURENGKEY-EN  E  KIOWA  yang merupakan “Serba Serbi Ceritera Rakyat  Kiowa” ini,  adalah suatu kumpulan tulisan yang bersumber dari ceritera dari mulut kemulut dan legenda, yang maksud penulisannya adalah terutama dimaksudkan  untuk melestarikan dan mewariskan khasanah budaya Kiowa kepada masyarakat Kiawa dan generasi penerusnya, juga untuk dijadikan kekayaan perbendaharaan budaya suku bangsa Ka-senduk-an  Ma-lesung Mina-esa 
 pada khususnya, serta bangsa Indonesia dan umat manusia pada umumnya.

 Sebagai usaha untuk memperkenalkan dan mempromosikan kekayaan budaya sebagai salah satu potensi pariwisata yang dimiliki oleh desa Kiawa (RO’ONG KIOWA), maka buku “MISTERI PU-PURENGKEY-EN  E KIOWA ” atau “SERBA SERBI CERITERA RAKYAT KIOWA” ini, dimaksudkan pula sebagai buku panduan informasi dan panduan bagi para wisatawan untuk mengetahui tentang seluk beluk serta potensi pariwisata di Kawasan Wisata Kiowa. 


4.  POTENSI  PARIWISATA.

 “Bumi Ka-senduk-an” yang juga dikenal dengan sebutan “Ma-lesung” serta “Mina-esa” yang sekarang ini sudah di patenkan dengan sebutan “Minahasa”, adalah bagian dari wilayah NUSANTARA yang potensial serta kaya akan seni maupun budaya dan tradisi yang unik serta spesifik.

 Keindahan alam dan lingkungan maupun aneka ragam dan jenis puspa serta satwa koleksi fauna dan flora Ka-senduk-an  yang memiliki daya  pikat serta pesona luar biasa dan memiliki keistimewaan serta ciri khas yang unik dan spesifik, sehingga sulit atau bahkan tidak dapat ditemukan didaerah lain, membuat keindahannya menambah dan memperkaya khazanah serta kekayaan alam dan  potensi pariwisata yang dimiliki oleh daerah-daerah lain di bumi Nusantara Indonesia. 

 Khazanah budaya, seni dan keindahan alam Bumi Ka-senduk-an yang beraneka ragam dan memiliki ciri-ciri khas,  dapat dipadukan dengan kebudayaan dan keindahan alam Indonesia lainnya, menambah maraknya perbendaharaan pariwisata Indonesia,  untuk diperkenalkan kepada para wisatawan domestik maupun mancanegara, apalagi Bumi Ka-senduk-an adalah salah satu pintu gerbang utama kawasan Pasific  dan Oceania. 

 Secara geografis strategis Wanua Ka-senduk-an Kiowa termasuk daerah tujuan wisata yang sangat ideal dan dapat dijadikan batu loncatan bagi pengembangan  aliran  masuknya turis mancanegara yang berasal  dari kawasan Asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, Cina dan negara Jiran seperti Malaysia, Brunai, Singapore,  Pilipina,  bahkan dari Kawasan Oceania dan Australia maupun Pantai Barat Amerika  Utara dan Amerika Selatan serta Eropa.  

 1.  KAWASAN WISATA KIOWA.

 Memperkenalkan kekayaan budaya dan keindahan alam serta lingkungan itu, erat kaitannya dengan kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang pariwisata.  Kegiatan itu memerlukan usaha yang dapat menunjang pelaksanaan untuk menggali, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan dan potensi keindahan alam dan lingkungan Ka-senduk-an (Mina-esa), yang memiliki keunikian dan daya tarik tersendiri.

 Salah satu obyek tujuan wisata di bumi Ka-senduk-an adalah “KAWASAN WISATA KIOWA” yang terletak didesa Kiawa dan sekitarnya, dengan keunikan tradisi dan budaya masyarakat (etnis) Kiowa-nya. 

 Desa Kiawa (Kiowa) adalah salah satu desa di Bumi Ka-senduk-an, yang memiliki banyak peninggalan budaya seni asli khas Ka-senduk-an  (Mina-Esa) yang spesifik dan unik menarik karena ditunjang pula oleh lingkungan alam yang terpadu dengan agrowisata, wisata budaya dan lain-lain, sehingga membentuk wisata alam pengunungan yang sangat indah , antara lain :


  (1).  WISATA ALAM PEGUNUNGAN KIOWA.

      Wisata Alam Pegunungan Kiowa menyuguhkan panorama dan beraneka ragam pemandangan alam pegunungan yang sangat  indah    yang dihiasi oleh aneka  flora dan hutan tropis yang masih perawan yang dihuni bermacam-macam satwa langkah  dengan  sungai-sungai dan air terjun serta mata air yang mengeluarkan air segar dan air panas (hot spring) dengan kolam-kolam air panas untuk berendam, mandi uap, mandi lumpur serta pijat dan urut alamia atau mandi dengan kucuran air segar dingin dari pancuran  alami, membuat suasana kehidupan zaman dahulu menjadi bagian kehidupan abad modern.

  Wisata Alam Pegunungan Kiowa dihiasi pula antara lain,  oleh :

 - Gunung dan bukit serta lembah dengan hutan tropis yang sebagiannya masih perawan dan ditumbuhi  beraneka tumbuhan serta tanaman  asli Ka-senduk-an dan dihuni oleh satwa khas Ka-senduk-an,  membuat lingkungannya asri alamia dan sangat indah serta sangat ideal sebagai tempat untuk berwisata tamasya alam termasuk bumi perkemahan, terutama wisata kebugaran rohani, kebugaran jasmani dan agrowisata .

 -  Tebing-tebing curam  yang sangat indah menarik,  menambah semarak keindahan alam pegunungannya dan sangat ideal pula untuk kegiatan  olah raga panjat tebing.

 -   Sungai Sonder dan Rano Wangko yang bertemu di Delta Ta’upan Mengkong dan membentuk satu aliran Sungai yang dinamakan  Sungai Nimanga cukup  ideal untuk dijadikan pintu gerbang wisata penjelajahan menyusur dan mengarungi sungai atau tempat start kegiatan olah raga arung jeram menuju ke Sungai Maruasey  sampai ditepi pantai.

 -  Panorama alam pegunungan  PARADISO (disingkat oleh Team sarasehan dari sebutan PA-RA’DA-AN I SOKOPE’, untuk memudahkan penyebutan) yang erletak dipuncak gunung Lengko’an dengan  aneka pemandangan yang sangat indah dan fantastis a.l  Gunung Lokon dan sekitarnya di Utara, gunung Kalowatan (KLABAT) di Timur Laut, Danau Tondano dan sekitarnya diufuk timur,  Danau Mala serta Gunung Soputan serta dataran Pina-weteng-an  di  Selatan,  Gunung Lolombulan dan sekitarnya sayup-sayup kelihatan di Barat Daya,  Gunung Tareran dan Pantai Amurang serta Pantai Tumpaan di Bagian Barat, menjadikan Paradiso sebagai  sentra panorama alam  yang sangat menarik dan indah sekali Burung Sokope’ adalah burung kecil (agak mirip dengan burung kiouw atau sejenisnya, tetapi warna bulu sayapnya merah menyala dicampur warna kuning keemasan, kalau berkicau bunyinya merdu sekali  disebut an dinamakan SOKOPE’ sebab saat berkicau  berbunyi seakan-akan menyebutkkan kata-kata yang melafalkan secara tidak jelas kata SOKOPE’ berulang-ulang, dan kalau bekicau  ekornya bergerak  naik turun, kalau muncul, tempat bertenggernya selalu dipohon durian dibelakang rumaha Guru Jumat Julius Rainung Wa’ani, SOKOPE’ bisa berkicau sehari penuh dari pagi sampai sore dan bisa beberapa hari berturut-turut, tetapi malam hari kembali ketempat tinggalnya yang tidak diketahui, setelah pohon durian dipotong tidak pernah munul lagi, burung SOKOPE’ hanya muncul bila ada peristiwa penting, pertama kali “penyunting” lihat bentuk fisik, badan dan dengar suaranya secara langsung, yaitu waktu KOLONEL HNV SUMUAL MEMROKLAMIRKAN PERMESTA singkatan PERJUANGAN SEMESTA pada 2 Maret 1957; dan pada  saat gencatan senjata antara tentara PRRI/PERMESTA dengan Pemerintah Pusat di Malenos pada tahun 1961; kemudian saat pergantian pemerintahan dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto, kemudian peristiwa-peristiwa penting lainnya; burung SOKOPE’ adalah burung SAKTI yang di KERAMAT-kan seperti halnya burung MANGUNI, WARA’, TITICAK, KOKOCIK, KUOW, KEROK, SOPIT, ULAR HITAM, KALUMA’AN dll, yang dapat  memberikan tanda-tanda tentang peristiwa luar biasa, antara lain, kenaikan pangkat dan kedudukan orang penting dalam pemerintahan atau intansi maupun lembaga apapun, termasuk keberhasilan atau suksesnya suatu usaha yang beraneka ragam, atau berkat anugerah bagi semua warga, disamping itu pula ada tanta-tanda istimewa yang disyaratkan).


 (2).  WISATA STUDI  ALAM DAN LINGKUNGAN  KIOWA

 - Wisata Studi  Alam dan Lingkungan Kiowa sangat dianjurkan bermanfaat bagi siswa dan mahasiswa  untuk pengenalan dan  penelitian tentang alam dan lingkungan, bahkan sekaligus dapat dijadikan pula sebagai atraksi dan rekreasi untuk kalangan siswa, mahasiswa, guru-guru, dosen, pemuda, pencinta alam dan lingkungan,  maupun masyarakat umum,  oleh karena  alam dan lingkungan  Ka-senduk-an Kiowa  masih banyak yang perawan serta alamia dan asri . Hutan tropisnya ditumbuhi oleh berjenis-jenis tanaman dan tumbuhan, pohon-pohon, rumput, semak, bunga hutan khas  bahkan  langkah serta dihuni oleh satwa langkah a.l. Wesing, Sosot (Tarsius), Wolay, Kuse, Te’bung dan binatang berkantung maupun Ula’ Ka-luma’an dan lain-lain, dengan dataran, lembah, gunug, bukit serta jurang maupun sungai, air terjun, mata air tawar,  air panas menciptakan pemandangan serta panorama alam dan lingkungan yang merupakan  khasana  kekayaan  lingkungan dan alam pengunungan Kiowa.


 (3). WISATA BUDAYA.

 Peninggalan  serta situs-situs purbakala seperti  Tu’us I Loweng e Apo Amut e We-wene wo si Tu’ur e Tuama, Toy-Touw-Toy-Touw yang tersebar di banyak tempat, Watu Maka-sio-siouw, Timbukar-Timbukar,  Watu Tumotowa,  Pa-tumpeng-an  La’un  Dano Ma-wara’   dan lain-lain yang merupakan prasasti hidup, termasuk adat istiadat khas Kiowa, maupun budaya musik tradisional serta E-engken,  Ma-engke, Ka-kantar-en   dan lain-lain atraksi seni budaya yang khas Kiowa , menjadikan  Kiowa sebagai obyek Wisata Budaya.


 (4).  AGRO  WISATA.

 Aneka usaha pertanian rakyat  dengan budi daya tanaman hasil bumi yang beraneka ragam jenisnya menciptakan pemandangan indah mempesona tumbuhan dan tanaman yang dapat dijadikan obyek agro wisata Kiowa.


 (5)  ATRAKSI WISATA LAIN-LAIN.

       a.  LINTAS ALAM

      Adanya lingkungan alam yang indah menarik memungkinkan adanya kegiatan Lintas Alam (Cross Country), napak tilas dan kegiatan olahraga kebugaran serta penelitian pengetahuan alam dan lingkungan  yang dapat dilakukan untuk memupuk kesadaran untuk menjadi pencinta linkungan dan kelestarian alam.

 b. BUMI PERKEMAHAN.

     Tersedianya kawasan yang khas dan sarana maupun fasilitas perkemahan dihutan-hutan perawan maupun  Camping Site khusus, membuat perkemahan sebagai suatu obyek wisata bagi pencinta kehidupan dialam terbuka.

 c. PANJAT TEBING

     
 Tebing-tebing batu alamiah sebagai tempat kegiatan olah raga Panjat Tebing, sangat  memungkinkan pengembangan kegiatan olah raga Panjat Tebing.

 d.  ARUNG JERAM

       
 Debit air yang cukup yang berasal dari pertemuan sungai Sonder,  Rano Wangko’ dan sungai-sungai yang bertemu di sungai Ni-manga,  membuat arus sungai yang sangat ideal untuk olah raga arung jeram, dimana para olah ragawan dapat sampai ke muara sungai Ma-rua-sey ditepi laut Sulawesi.

 e. SEPEDA GUNUNG

    Alam pengunungan yang berbukit-bukit serta aneka ragam bentuk permukaan tanah maupun lingkungannya dapat dijadikan arena olahrga “sepeda gunung” yang menarik.


 f.  LAYANG-LAYANG

     Bukit Wa-wona dengan panorama serta datarannya yang sangat luas serta tiupan angin yang memadai , adalah lapangan olah raga atau atraksi pertunjukan layang-layang yang sangat tepat bagi pencinta layang-layang.

 g.  Lain-lain

 Disamping atraksi dan olah raga tersebut diatas, masih banyak atraksi dan kegiatan olah raga maupun atraksi seni budaya yang dapat dikembangkan di kawasan wisata ini.



2.  OBYEK WISATA SEKITAR KIOWA.

  Berdekatan dengan Kawasan Wisata Kiowa, terdapat pula obyek-obyek wisata menarik disekelilingnya, yaitu :
    
a) Prasasti Ka-senduk-an  Mina-esa sebagai peninggalan sejarah yang paling terkenal yaitu Watu Pina-Weteng-an dan situs-situs yang ada di Pinabetengan, Tompaso dan Langowan.

b) Sumber Air Panas dan Pemandian   Ka-rimenga.

c) Wale Pape-ta’up-an Sonder.

d) Pemandian air sulphur Silo’am Leilem dan Lahendong.

e) Air Terjun Tincep dan Timbukar.

f) Panorama  Lengkoan, Soputan serta Tareran.

g) Wisata Alam Pengunungan disekeliling Kawasan Wisata Kiowa, dengan keindahan alam dan  ling kungan yang ditumbuhi aneka tanaman dan kehijauan dataran, lembah, jurang dan hutan tropis   yang  dihuni olah satwa  khas  Ka-senduk-an Mina-esa. 

h) dll.

        Kawasan Wisata Kiowa tidak dapat dipisah-pisahkan dengan TAMAN LAUT BUNAKEN yang memiliki keindahan pemandangan bawah laut yang tak ada duanya didunia, maupun SUAKA ALAM TANG-KO’KO’ dengan aneka tumbuhan dan satwa alam yang unik, termasuk pula DANAU TONDANO dan Kawasan Wisata Alam Pegunungan  serta Wisata Pantai dan obyek-obyek wisata Bumi Ka-senduk-an lainnya, dengan kemajemukan keindahan yang mempesona, adalah merupakan rangkaian keindahan ciptaan Sang Maha Pencipta yang Maha Kuasa di Bumi Ka-senduk-an yang tidak ada taranya dan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.











5. MAKSUD DAN TUJUAN.

(1).  MAKSUD.

        Tulisan “MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA” yang merupakan juga SERBA SERBI 
        CERITERA RAKYAT KIOWA ini disusun dan ditulis untuk maksud :

a) Menggali dan meneliti serta memahami tentang : 

 asal usul  dan perkembangan etnis  Kiowa.
 kehidupan serta makna dan arti hidup,  juga  adat   istiadat  dan tradisi etnis Kiowa kebudayaan  dan  kesenian   etnis Kiowa serta  pola hidup “Ma’ando”  masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.

b) Mempelajari, menelaah, menelusuri  dan meneliti  serta menikmati :

        Keindahan alam dan lingkungan Kiowa.

c) Memperkenalkan obyek-obyek wisata alam, budaya dan kesenian sebagai warisan  budaya dan peninggalan-peninggalan/situs purbakala serta kekayaan alam Ka- senduk-an Kiowa.

d) Membantu program Pemerintah dalam menggalakkan dan mengembangkan serta mening-katkan usaha penggalian akar budaya, kesenian  dan adat istiadat maupun tradisi bangsa.

(2).  TUJUAN.

a. Mengembangkan dan melestarikan warisan budaya dan adat istiadat serta peninggalan lelu-hur masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, sebagai bagian dari Wanua Ka-senduk-an Maka-aruy-en,  yaitu MA-LESUNG atau MINA-ESA yang sekarang disebut MINAHASA.

b. Mengembangkan dan meningkatkan potensi alam dan lingkungan dengan peninggalan serta situs-situs purbakala sebagai obyek wisata.

c. Mensukseskan kunjungan wisatawan manca negara, domestik dan lokal.

d. Memberikan informasi dan panduan tentang Kawasan Wisata Kiowa kepada Wisatawan.

e. Melalui tulisan ini tercipta pengembangan usaha yang dapat meningkatkan taraf  hidup dan kesejahteraan masyarakat Kiawa dan sekitarnya.
















I.  ETNIS  KIOWA.

1. LELUHUR  ETNIS  KIOWA.

      Ka-indo-indon-oka may kine, ya sapa oka en sisil an tu-mena in tu’ur im puser e Apo’ ta, ya wutu-wutul tiruw in e-enep-en, am pa’pa’an kine se Apo’ta, ya a monge n-amian wo may,  sera kine ay wali may in lewu won sempa’ in ta’sic wo ay ruke may in deges amian ma’akar ang Ka-senduk-an.

       Ya se Apo’ ta i-itu ya ruwa we-wene kine, ya e ngaran n-era in duwa, ya Inang Kuntel wo si Ina’ Kuntel, ya n ta’an ang ka-so-somoy-an sera pa-towan in “WALI’AN LA’UN DANO” si Inang Kuntel, wo si “AMUT E WE-WENE” si Ina’ Kuntel.

 Ya se Apo’ ta i-itu ya ay paka-wali may in deges amian, su-make may an londey, si ay wali in sempak tu-meka’ may an tempok onge ing ka-tana’an Ka-senduk-an Maka-aruy-en.

 An tu’ur ing kuntung Ka-lowat-an ya si Ina’ Kuntel si ma-ute-uter im buena, ya kuma’anak-ay si Tu’ur e Tuama.

 Wo kine ang ka-so-somoy-an-ay, ya sera tu-mani’ im banua Kiowa ang Ka-senduk-an, me-wali-wali wo si Tu’ur  e Tuama, wo sera mento’ am banua Kiowa.


 (Al-kisah, ceritera  tentang leluhur kita dipenuhi misteri  dan tabir rahasia yang sangat luar biasa, karena konon leluhur kita berasal dari utara,  konon mereka dibawa oleh arus dan gelombang lautan yang didorong oleh angin utara sampai tiba di tanah Ka-senduk-an.

 Leluhur kita adalah dua orang wanita,  nama mereka berdua , adalah Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel, yang kemudian mereka dipanggil “WALI’AN LA’UN DANO” untuk Inang Kuntel dan “AMUT E WE-WENE” untuk Ina’ Kuntel.

 Leluhur kita dibawa kemari  oleh angin utara,  menaiki perahu, yang dibawa oleh ombak dan tiba diujung utara tanah Ka-senduk-an Maka- aruy-en.

 Dikaki gunung Ka-lowat-an Ina’ Kuntel yang sedang membawa berkat anugerah (mengandung), melahirkan si “ TU’UR E TUAMA”.

 Konon  dibelakang hari mereka mendirikan negeri Kiowa di tanah Ka-senduk-an, bersama-sama dengan Tu’ur e Tuama, lalu mereka bermukim di negeri Kiowa)


 Konon negeri Amian (Utara) asal leluhur etnis Kyowa, adalah suatu negeri yang indah dan kaya raya serta memiliki adat istiadat dan tradisi maupun budaya tinggi.

 Pemimpin negeri Amian itu, disebut TONA’AS WANGKO’ IM BANUA AMIAN.


2. INANG KUNTEL  DAN  INA’ KUNTEL.


 Dikisahkan pula, bahwa Tona’as Wangko’ im Banua Amian memiliki seorang putri yang sangat cantik dan sangat disayangi serta dicintai oleh keluarga.

 Putri itu diasuh oleh seorang Inang Pengasuh, yang merawat, membesarkan, mendidik serta mengajar  Sang Putri sejak kecil hingga dewasa, bahkan sampai akhir hayatnya.

 Sang Putri dan Inang Pengasuh  saling mencintai dan saling menyayangi, baik sebagai layaknya seorang ibu terhadap anak, demikian sebaliknya sebagai layaknya  seorang anak kepada ibu.

 Sang Putri  dan Inang Pengasuh  adalah dua orang wanita cantik dengan postur dan bentuk tubuh yang indah menawan dan menarik  dengan raut dan paras muka yang  elok, rupawan serta mempesona dan bermata agak sipit, tetapi  manis menawan  bila dipandang.

 Karena bentuk mata kedua wanita cantik ini  agak sipit, maka mereka berdua dikenal dengan julukan INANG KUNTEL  dan  INA’  KUNTEL.

  *** INANG  PENGASUH  disebut  INANG  KUNTEL 

 ***  SANG  PUTERI  disebut  INA’ KUNTEL.

 INANG KUNTEL  dikenal pula dengan panggilan  WALI’ AN   LA’UN   DANO  atau  INANG  WANGKO’   atau   INANG   WAWA  atau   MAKA-EMA’ IN  SOMPOI   adalah seorang yang sakti yang  alim, arif, adil dan bijaksana   serta pintar dan memiliki  kharisma memimpin dan membangun.

 INANG  KUNTEL  adalah INANG  PENGASUH  yang mengasuh  dan memelihara serta mendidik  INA’ KUNTEL  sejak kecil sampai  dewasa, bahkan sampai akhir hidupnya.

 INA’  KUNTEL  yang dikenal dengan panggilan  AMUT   E   WE-WENE ,  dan dikenal pula dengan sebutan INA’   LU-MI-LI’US  atau  INA’  RU-MU-RU’UT  atau  APO’  AMIAN  adalah putri kaisar yang diasingkan bersama-sama  Inang  Kuntel.


3.   TRAGEDI   CINTA.

 Alkisah, Sang  Puteri   ( Ina’ Kuntel)  saling jatuh cinta  dengan Hulubalang Besar  atau Panglima Perang Kaisar ( ayah  Sang Puteri) , yang memerintah negeri Amian.

 Sang Puteri yang cantik dan Sang  Hulubalang  yang gagah perkasa, adalah pasangan yang ideal dan sangat serasi.

 Mereka memadu cinta dari lubuk hati yang paling dalam, dengan perasaan saling mencintai, mengasihi dan menyayangi  yang tak dapat dituturkan dengan kata-kata.

 Hubungan cinta itu bertumbuh terus  dan berkembang dari hari ke hari,  menjadi suatu cinta yang  bagaikan api membara  didalam lubuk sanubari mereka.

 Karena mereka saling mencintai dan saling mengasihi dengan begitu mendalam, mereka terlanjur melakukan hubungan intim sebagaimana layaknya suami istri,  maka sang putri menjadi hamil sebelum menikah.

 Kehamilan itu terjadi bukan karena dorongan nafsu atau birahi, tetapi disebabkan oleh  wujud  cinta yang tulus ikhlas serta murni dan suci.

 Kedua insan itu sadar akan segala kekeliruan mereka, sehingga mereka menghadap orang tua dan para tua-tua adat serta pimpinan negeri, untuk minta maaf dan mohon ampun atas kesalahan mereka.

 Sang Puteri dan Hulubalang berjanji  serta  bersumpah dihadapan orang tua  dan  tua-tua adat serta pimpinan negeri, untuk sehidup semati dan bersedia hidup bersama, dalam  ikatan perkawinan yang sah, dengan  segala macam  cara  dan  pendekatan  keluarga, bahkan kedua sejoli dengan memelas  dan minta dikasihani  serta diampuni, namun karena mereka telah berbuat aib yang memalukan orang tua maupun kalangan keluarga kerajaan  yang sangat teguh memegang tradisi  dan ketat dalam menjaga kehormatan dan nama baik  serta martabat keluarga, maka orang tua dan tua-tua adat tetap tidak menyetujui  dan merestui perkawinan mereka.

 Sesuai tradisi dan ketentuan  serta hukum adat yang berlaku pada waktu itu, mereka diperhadapkan kepada  majelis adat untuk diajukan  dalam sidang dewan adat.

 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan putusan majelis adat, sang puteri mencemarkan nama baik keluarga kerajaan  dan  Sang Hulubalang  melanggar etika serta  jarak dan batas pergaulan  antara keluarga  kerajaan  dengan para pembantu  kerajaan.

 Disebabkan  oleh  karena Sang  Puteri  dan  Sang  Hulubalang  sudah melakukan  perbuatan yang melanggar norma-norma serta kaidah-kaidah  maupun etika dan moral  serta tradisi leluhur, yang sangat menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik keluarga, maka mereka berdua dijatuhi hukuman  adat,  sesuai ketentuan  yang berlaku.


4. DIUSIR DAN DIASINGKAN.
  
 Keputusan musyawarah dan mupakat adat menyepakati  hukuman untuk Sang  Hulubalang dan Sang Puteri,  yaitu:

 (1).  Hulubalang di jatuhi hukuman mati  di pancung kepala sampai  putus didepan umum.

       (2). Sang Puteri dijatuhi hukuman, diusir dan dikucilkan dari lingkungan keluarga serta
             diasingkan keluar negeri.

      Sebagai seorang  kesatria yang setia dan patuh pada adat istiadat  serta abdi kaisar yang setia pada sumpah bhaktinya  pada  Kaisar  dan sebagai  seorang puteri  Kaisar  yang tunduk  pada adat istiadat serta perintah  orang tua, maka Sang Hulubalang Besar  dan Puteri Kaisar  dengan tegar menerima hukuman yang dijatuhkan pada mereka, namun  kobaran cinta dalam lubuk hati keduanya tetap membara dan tak tergoyahkan.

 Eksekusi  pelaksanaan  hukuman mati terhadap Sang Hulubalang  langsung dilakukan   pada saat di jatuhi  hukuman  disaksikan  oleh kekasihnya tercinta  Sang Puteri bersama seluruh lapisan  masyarakat.

 Sang Puteri segera menjalankan  hukuman untuk dikucilkan  dan di usir setelah eksekusi pelaksanaan hukuman terhadap Sang Hulubalang.

 Ibunda dari Sang Puteri  sangat mencintai anaknya, walaupun  puterinya sudah membuat aib, sehingga ibunya memerintakan Inang Pengasuh Sang Puteri  untuk mendampingi Sang Puteri diasingkan bersama-sama ketanah rantau.

 Dilengkapi perahu besar bermuatan air dan makanan serta perlengkapan  dan kebutuhan hidup secukupnya,  dengan didampingi  oleh  Inang Pengasuhnya yang dengan setia menjaga  dan memelihara serta merawat sang puteri sejak lahir dilepas untuk diasingkan oleh orang tua dan tua-tua adat.

 Disaksikan oleh kaum keluarga dan para kerabat, Ibu Sang Puteri dengan linangan  dan genangan air mata karena dipenuhi  kepedihan hati seorang ibu kandung dan rasa iba serta kepedihan  yang sangat  mendalam melepas anaknya  dengan berat hati untuk diasingkan.

 Perahu yang ditumpangi oleh Sang Puteri  dan Inang Pengasuhnya ditarik oleh laskar kerajaan  sampai jauh di tengah lautan.

 Dari  kejauhan dengan penuh rasa iba  dan rasa kasihan, sang ibu dan kaum keluarga  serta masyarakat umum menyaksikan  perahu Sang Puteri dilepas dan di biarkan ditengah laut luas, diombang -ambingkan oleh  gelombang laut  yang ganas  menuju tanah perasingan.

 Setelah lepas dari pandangan mata, mulailah mereka mengarungi laut lepas, dengan terpaan badai yang menggemaskan  serta kabut tebal yang menyeramkan , maupun malapetaka yang selalu membayangi dan mewarnai petualangan mereka.

 Sambaran petir dan kilat yang mengerikan  maupun curahan hujan lebat  membuat air menggelora  serta menimbulkan kepanikan luar biasa.

 Amukan ombak  dan gelombang lautan yang ganas, membuat perahu mereka  oleng terombang ambing, dihempas ombak kekiri dan kekanan, bahkan dibawah melambung tinggi   keatas  kemudian jatuh menukik kebawah.

 Tiupan angin yang sangat kencang  serta tarikan arus lautan yang  sangat deras , membuat perahu mereka meluncur cepat, meninggalkan kampung halaman mereka  dan menghantar mereka jauh dari tanah airnya.

 Dibayangi  oleh malapetaka dan mara bahaya yang sewaktu waktu dapat menimpa, mereka berdua pasrah menyerahkan nasib dan hidup mereka ditangan Sang Maha Kuasa.


5.   TERDAMPAR    DI TANAH  PERASINGAN.   

 Perahu dari  Amian ( sebelah utara)  yang didorong oleh angin “amian”  (angin utara), dibawa hanyut  arus laut ke selatan,  mengarungi samudera luas tanpa arah  dan tujuan yang pasti.

 Pada suatu malam yang sangat gelap gulita, perahu mereka yang melaju oleh dorangan angin “Amian” yang sangat kencang, diterpa pula oleh angin sakal  dan badai samudra yang sangat dahsyat  sehingga membentur suatu daratan.

 Ternyata perahu mereka terdampar  di  Unjung Utara  tanah perasingan Ka-senduk-an,  karena hempasan ombak  dan gelombang yang ganas.


6.  WARA’     SANG    PENOLONG.

 Karena kelelahan akibat perjalanan jauh dan sangat mengerikan ,   mereka tertidur dengan sangat lelapnya diatas perahu yang  sudah terdampar jauh di daratan.

 Dalam tidurnya, Inang Kuntel bermimpi  didatangi oleh seekor  burung sakti bernama  “WARA”  yang memiliki   suara  dan bunyi yang sangat merdu  serta kepintaran memberi tanda-tanda.

 Burung  “Wara”  itu memberitahukan,  bahwa dialah yang diutus oleh  Amang  Ka-su-ru-an untuk menjadi “penolong” mereka ditanah perasingan.

 Burung “Wara” itu berjanji,  akan memberi petunjuk pada mereka, tentang semua hal yang mereka perlukan, agar mereka dapat hidup bahagia  di  tanah perasingan.

 Dia  berpesan juga akan datang, apabila dibutuhkan atau dipanggil dengan  “soring”, bahkan sewaktu-waktu akan datang sendiri bila disuruh  oleh Amang Ka-su-ru-an.

 Perantara yang menjadi saluran untuk   penyampaian  pesan- pesan  atau petunjuk  dari Amang  Ka-su- ru- an   kepada  Inang  Kuntel , adalah   TU-ME-TELEW  KOLANO   E   WARA’ (Raja  Burung  Wara’), melalui suara dan bunyi  serta  tanda – tanda.

 Keesokan paginya, ketika bangun dari tidur,  mereka langsung berdoa kepada Amang  Ka-su-ru-an, mengucap  syukur dan berterima  kasih  atas penyelenggaraan serta perlindungan sang Mahakuasa, yang  sudah  mengantar  mereka  dengan selamat di  tanah perasingan.

 Selesai berdoa dan mengucap  syukur, mereka keluar dari perahu dan betapa terperanjatnya mereka melihat  pemandangan yang sangat  menakjubkan, suatu daratan yang sangat indah mempesona serta memberi rasa kedamaian  dan  ketentraman.

 Untuk sementara Sang  Puteri  ( Ina ‘ Kuntel)  dan Inang pengasuhnya (Inang Kuntel)  tetap berdiam diatas perahu mereka.

 Setelah  kondisi  dan kesehatan mereka pulih dan normal kembali, kedua wanita itu turun untuk pertama kalinya  memijakan kakinya  disekitar tempat terdamparnya perahu mereka.

 Sambil memandang lautan luas  dan  alam lingkungan  sekelilingnya, mereka berdua mengungkapkan pujian syukur  dan  terima  kasih  kepada  Sang  Maha  Kuasa, yang sudah menuntun  mereka dengan  selamat diperasingan, walaupun melewati segala macam tantangan  dan kesukaran  maupun marabahaya.

 Walaupun  masih diliputi perasaan  gunda  gulana  dan  kesedihan  karena  kehilangan kekasih  serta diusir oleh orang tua, namun berkat penghiburan serta bimbingan dari Inang pengasuhnya, maka Ina’ Kuntel  berangsur -ansur mulai melupakan  kesedihannya.


7.   TANAH    KA-SENDUK-AN.

 Pada suatu hari,  kedua wanita itu sepakat untuk mendaki   gunung yang paling tinggi   di  tanah  perasingan, karena ingin melihat  keadaan dan  situasi  tanah perasingan.

 Dipuncak  gunung  mereka memandangi  panorama sekeliling tanah perasingan  dengan  pandangan kagum  dan  keheran-heranan, melihat begitu indahnya  dan  begitu  kayanya  serta  mempesonanya, sehingga mereka merasa seakan -akan  berada kembali di tanah tumpah  darahnya.

 Keindahan serta kekayaan alam  dan lingkungan yang dihiasi  gunung gemunung yang  menjulang  tinggi,  dengan  panorama alam   yang  sangat  mengagumkan  dan mempesona pandangan mata  kedua  wanita dari  Amian itu, sehingga  silau  dan  terbelalak.

 Hutan  yang menghijau  dengan  kerimbunan  daun  tumbuhan  dan  pohon-pohon yang begitu suburnya, yang  dihuni  satwa, hewan  dan  binatang yang  begitu  banyak  sekali, menambah  semarak  lingkungan  alamnya.

 Mereka tidak puas  dengan pemandangan dari puncak gunung,  maka  mereka  melakukan  penjelajahan yang  lebih  meluas  dengan  menelusuri  bukit-bukit  dan  menuruni  lereng-lereng  serta mendaki  gunung - gemunung, maupun menyusuri  lembah dan dataran  luas, sehingga mereka terperanjat  dan  terkagum - kagum  melihat  kenyataan  di depan  mata telanjang mereka.

 Kesuburan tanahnya yang ditumbuhi  tanaman hasil  bumi  dan  buah-buahan  serta dihiasi aneka puspa  dengan berbagai ragam bentuk  dan warna-warni yang begitu indah sekali, menambah keheranan dan kekaguman  kedua wanita dari Amian itu.

 Mata air dan sungai-sungai  dengan  air yang bersih  dan bening  yang mengalir dari pegunungan  melalui  daratan  menuju  kelaut  membuat mereka   makin  terpesona  dan  lebih kagum lagi.

 Hewan  dan  binatang serta  burung - burung  yang bergerombolan disani - sini, di hutan- hutan, maupun  ikan  di laut, di sungai  dan  dikolam  serta  danau  yang  melimpah  ruah  menambah  keheranan  mereka.

 Melihat  dan  menyaksikan  keindahan  dan  kekayaan  alam  dan  lingkungan yang  tak  dapat  dilukiskan  dan  digambarkan  serta  dijelaskan  dengan  kata-kata, tetapi memberi  jaminan  dan kepastian kemakmuran,  kebahagian  dan   kesejahteraan  serta  ketentraman  dan  kesentosaan  maupun  kerukunan dan kedamaian, sehingga  mereka  menamakan  tanah  perasingan   itu,  TANA’ KA-SENDUK-AN  yang  berarti  paradiso.  

       “K A – S E N D U K – A N”,  berasal dari kata asal  “S E N D U K” (huruf ‘e’ diartikulasikan dan dibaca e dari kata: ekologi, ‘sekertaris, Lembe’, ekonomi), yang berarti senang, makmur, ‘sejahtera’,  rukkun dan damai, sedangkan KA-SENDUK-AN diartikan dengan dengan pengertian  “SORGA” atau “PARADISO” tetapi dalam arti yang lebih dalam, atau dalam pengertian  “SORGA dan PARADISO plus”.

 Mereka yakin bahwa  dari   sumber  alam  dan  lingkungan yang ada,  mereka dapat memperoleh  sumber penghidupan dan merasa pasti   pula bahwa   mereka akan  hidup  dengan  rukun  damai ,  makmur  sejahtera,  tentram dan sentosa,  maka  merekapun  membuat kemah  untuk kediaman  di  kaki  gunung tertinggi   yang  belum  didiami  oleh  manusia  selain  mahluk  hidup  yang  ada disana.

 Setelah  berembuk  dan  mempertimbangkan  segala-galanya  mereka  mengambil  keputusan  untuk menetap  di  bumi   Tana’  Ka-senduk-an.


8.   TRAUMA   DAN     KENANGAN.

 Kenangan  dan  kerinduan  kepada  orang  tua,  terutama  kesedihan  yang  sangat  memilukan   hati akibat  kehilangan  Sang  Kekasih,  dibuang  dan  diasingkan  dari tanah  tumpah  darah, maupun  pengalaman  pahit  serta kesedihan  selama  dilingkungan  keluarga   serta  saat   mengarungi  samudra yang   ganas  menuju perasingan,  masih  selalu  menghantui  perasaan  Ina’  Kuntel.

 Akibat  trauma  dan  kenangan  itu,  membuat  Ina’    Kuntel    sering   tenggelam   dalam   linangan  air  mata  sedih  dan  duka  lara yang  berkepanjangan.

 Untuk   menenangkan  perasaan  dan  hati  dari  Ina’   Kuntel yang  terluka, maka  Inang  Kuntel     mengajak Ina’  Kuntel  untuk  ikut   bersama-sama bertapa dipuncak  gunung  tertinggi  di   tanah  perasingan.

 Inang  Kuntel   dan Ina’   Kuntel   bertapa  sambil   bersemedi    dan    berdoa  terus  menerus,  selama  sembilan  hari    sembilan  malam   berturut-turut  sambil  berpuasa.

 Dalam  doa-doa   mereka    mohon petunjuk  dan  bimbingan  serta  kekuatan dan kesehatan  maupun  berkat-berkat  yang  mereka perlukan dari Sang Maha  Kuasa  untuk kelanjutan  hidup  mereka  di   tanah perasingan.

 Melalui   KOLANO  E   WARA’,  sang “penolong”,  mereka  diberi petunjuk oleh  Sang  Maha  Kuasa    ( SI   MA-KA-KA-WASA      IM     BAYA-WAYA), lewat  tanda-tanda bunyi  burung wara’,  tentang  apa  yang  mereka  harus  lakukan.

 Kolano     e     wara’   memberi  petunjuk,  agar  mereka bisa hidup   tenteram   dan  bahagia di tanah perasingan serta memberikan nasihat agar Ina’   Kuntel   harus  melupakan  semua  trauma  dan  kenangan  buruk  masa  lalu.

9.    ADAPTASI   DENGAN   LINGKUNGAN.

 Atas  pertimbangan-pertimbangan adaptasi serta  penyesuaian dengan lingkungan, terutama pula menghilangkan jejak serta melupakan trauma dan kenangan buruk  yang dialami  Ina’  Kuntel,  maka Inang  Kuntel   mengambil   kebijaksanaan    :

       1). Merubah  bahasa  ibu   dengan   bahasa  baru.
       
       2). Menyempurnakan  tradisi budaya dan  adat  istiadat.

 ***  Mengganti bahasa ibu dengan bahasa baru, dimaksudkan supaya Ina’  Kuntel tidak terbawa  oleh trauma  ingatan  pada  kenangan  masa  lalu,  bila  menyebutkan kata-kata atau kalimat  dalam bahasa  ibu,  melalui apa yang terkandung  dalam    jiwa   dari  pada  kata  atau  kalimat  dalam   bahasa  ibunya.  Secara   bertahap  dan  setapak  demi  setapak,  Inang  Kuntel  serta  Ina’  Kuntel  mengganti   dan  merobah  serta menciptakan kata-kata baru, maupun membentuk   susunan  kata-kata  serta  kalimat - kalimat  dan tatabahasa  yang  berasal dari  bahasa  ibu, dengan  menterjemahkan  susunan  kata-kata  maupun  kalimat  dan tatabahasanya dalam  bahasa  baru yang mereka ciptakan.

 Bahasa  yang  baru itu adalah  rekayasa dan ciptaan mereka sendiri,  walaupun  tidak  mengganti keseluruhannya.

 Dalam waktu relatif  singkat  mereka sudah dapat membentuk  kata-kata  dan menyusunnya dalam bentuk  kalimat, sehingga mereka  sudah dapat  menggunakan  bahasa  baru itu, sebagai  bahasa  komunikasi antara  Inang  Kuntel  dan Ina’   Kuntel.

 *** Inang  Kuntel  yang  memiliki  banyak  pengalaman   dan  menguasai  adat  istiadat  serta  budaya dan tradisi, maupun ilmu dan pengetahuan yang berasal  dari para  leluhur, memikirkan  juga  untuk menyesuaikan  dengan kondisi lingkungan  setempat.

 Menimbang  bahwa  tradisi para  leluhur mereka belum sempurna,  maka Wali’an    La’un  Dano   melakukan  koreksi  dan  perbaikan   serta  “ perobahan”  dan  penyempurnaan  seperlunya, untuk menyesuaikan dan mengadaptasikan  serta  mengembangkan  dan  memaduhkannya  sesuai dengan  situasi dan kondisi yang berada di  tanah  perasingan, sehingga menjadi sesuai dengan situasi  dan lingkungan yang  ada.

 *** Per paduan dan pengembangan  tradisi dan adat  istiadat  serta ilmu pengetahuan  leluhur  denga situasi ditanah perasingan, menjadi suatu paham hidup baru, yang oleh Wali’an  La’un  Dano disebut   A-ANDEY-AN  IN TANA’     KA-SENDUK-AN.

 *** “Tanah  perasingan”  itu, oleh  Wali’an  La’un  Dano  disebut pula TANA’  KA-SENDUK-AN.

 *** Gunung tertinggi  di tanah perasingan  di sebutnya pula  “ KA-LOWAT-AN”, karena banyak didiami  ka-lowat-an.


10.  KA-SENDUK-AN.

 ***Ka-senduk-an  adalah suatu paham yang mengajarkan  tentang kehidupan  yang memberikan suasana kerukunan, kedamaian, ketentraman, kesentosaan, kesejahtraan, kemakmuran dan kebahagiaan  rohani dan jasmani  di   “ka- yo’- ba’an” maupun di  “rege-reges-an”.

 Paham  Ka-senduk-an  ini ditingkatkan dan dikembangkan terus menerus oleh Inang Kuntel , dengan meminta petunjuk  dari   Amang  Ka-su-ru-an.

 Perantara yang menjadi saluran pesan  dan petunjuk Amang  Ka-su-ru-an  kepada Inang  Kuntel  adalah  TU-ME-TELEW  “WARA”.

 *** Inang  Kuntel dipilih oleh Amang Ka-su-ru-an  sebagai   Wali’an  Wangko’  in  Tana’  Ka-senduk-an yang  pertama.

 *** Inang  Kuntel   diberi gelar  Wali’an  La’un  Dano,  karena  ia berhasil melewati  tantangan  selama  pelayaran  mengarungi  samudera  luas  bersama   Ina’  Kuntel.


11.   TU’UR   E   TUAMA

 Dikaki  gunung   Ka-lowat-an     Inang    Kuntel (INANG  PENGASUH)   dan  Ina’  Kuntel, membuat perlengkapan  dan   persediaan  sebagai persiapan  menghadapi  kelahiran  anak dalam  kandungan  Ina’  Kuntel.

 Inang  Kuntel  dengan  penuh rasa keibuan, membimbing dan memberikan petunjuk-petunjuk   dan pelajaran kepada  I na’   Kuntel  agar  menjadi  seorang ibu yang sempurna, agar dapat melahirkan, membesarkan  dan mendidik  anaknya nanti sesuai dengan ajaran para leluhur.

 Dalam pada itu  anak dalam kandungan  Sang  Putri  bertumbuh terus  dan sementara itu pula  INANG  PENGASUH  selalu mengajar dan memberi petunjuk  serta bimbingan kepada Sang  Putri  untuk menhadapi kelahiran sang bayi dan kehidupan selanjutnya.

 Setelah berselang beberapa waktu kemudian, pada saat  tuminting in siow a si  endo  ka-siow, wo  serap  ka-siow, tibalah  saatnya   Sang   Putri ( AMUT  E   WEWENE)   bersalin dan melahirkan  `”TO-YA’ANG  TUAMA”  ( ANAK LAKI-LAKI).

 Anak laki-laki  itu diberi nama  TU’UR    E    TUAMA.

 Persalinan dibimbing  oleh  INANG  KUNTEL, yang memiliki juga pengetahuan sebagai biang (DUKUN  BERANAK).

 Dikemudian hari  TU’UR    E     TUAMA  dikenal pula  sebagai   TONA’AS   WANGKO’  IM   BANUA  KASENDUKAN    dan  disebut  pula  denga  nama   AMA’   WANGKO   yang  dikenal  juga sebagai  APO’  WANGKO  IM  BANUA.

 Anak  Sang  Putri  bertumbuh  dengan  segar   bugar, kuat  dan  perkasa  serta  sehat   rohani   dan jasmani   dengan  memiliki postur  tubuh  yang  besar  dan  kekar  dan   berkarakter  seorang  pemimpin  yang  cakap, bijaksana serta  sifat-sifat  kesahtria yang  gagah berani  dan  berwibawa.

 Bila  disimak kisah   Sang   Putri  dari  Amian  yang  melahirkan   APO’  WANGKO   sebelum menikah  dapat  di kaitkan  dengan  asal  usul  nama  salah  satu  suku  di  Minahasa   yang  dikenal  denga  sebutan  Tonsea’  atau   Se    Timou  Sea’  yang  merupakan  salah  satu  turunan  dari  putri  yang melahirkan  sebelum  menikah.

 Ton-sea’   adalah  tempat  dimana APO’ WANGKO’  TU’UR    E    TUAMA   dilahirkan   oleh   APO’  AMUT   E     WEWENE.

 (Menurut  kebiasaan di   Minahasa, apabilah  seorang  gadis  mengandung  diluar  nikah  akan  disebut  “ai  ca   sea’”  atau  “ada  tasala” atau “keliru/salah  jalan” dan “laki-laki  yang membuat  sang   gadis  jadi  hamil”  disebut “si    sumea  si  ma-nga-la’un”  atau  “ yang menyebabkan sigadis  salah  jalan”.

12.   MENEMUKAN    JODOH

 Berhu bung  sang  putri  tidak memiliki pasangan  suami, maka  untuk memperoleh keturunan,  Inang  Pengasuh  merasa   bahwa Sang  Putri   perlu menemukan jodoh  seorang  laki-laki.

 Atas  dasar pertimbangan dan kebijaksanaan   serta  petunjuk dari  Inang  Pengasuh  mereka  (INANG  KUNTEL, INA’  KUNTEL  dan  TU’UR  E   TUAMA yang  sudah  remaja) meninggalkan tempat pemukiman sementara dimana “Anak  laki-laki”  dilahirkan  di  kaki   gunung  KA-LAWAT-AN  menujuh  arah  selatan  untuk  menemukan  calon  suami  bagi  Sang    Putri.

 Sepanjang  jalan  yang  ditempuh dan  dilalui  ( LI-NANGKOY-AN),  mereka  tak pernah  menemukan  seorang  manusia   atau  seorang  lelaki  sehingga  Sang  Putri  bersama  anak dan  Inang  Pengasuh  yang  melewati  lereng Gunung  Lengko’an (ada juga yang menyebut dan menamakan  Li-nangkoy-an e telu Apo’).

 Setelah  menuruni  lereng  gunung, mereka  tiba  di suatu  dataran  rendah  di  kaki   gunung  Lengko’an  yang  sangat  indah  dan  subur  yang  dihuni  banyak  satwa  dan  ditumbuhi  beraneka macam   puspa.

 Disekeliling  tempat  itu ,  terdapat  juga  banyak  tumbuh-tumbuhan  dan kayu-kayuan  maupun  bambu, aren  serta  simbel  dan tewasen (palem  dan  rumbia),  yang  dapat  digunakan  sebagai bahan bangunan  rumah.

 Disekitarnya  terdapat  juga  banyak mata  air   yang  merupakan  sumber  air  untuk  sungai - sungai    yang  sangat  berguna  untuk   bercocok   tanam  di   sawah  dan   di ladang.

 Memperhatikan   keindahan   serta  kekayaan   alam  dan   linkungan   tersebut, Inang  Kuntel, Ina’  Kuntel   dan  Tu’ur e Tuama  menganggap  tempat  itu  sangat  ideal   untuk  dijadikan  tempat  pemukiman,  sehingga   mereka  memutuskan   untuk menetap dan bermukim disitu.


13.  BERMUKIM

 Setelah berkeliling   memjelajahi  kaki  gunung  Lengko’an, mereka   menemukan  sebuah  pohon  LA’IDONG  raksasa  yang  tingginya  ma-atus-atus- depa (beratus ratus depa), dengan garis  tengah  pohon berukuran   keres-en  e ma-pulu-pulu’ touw ( dapat  dipeluk  oleh  beberapa  puluh orang).

 Pohon  La’idong  bolong  di bagian  tengahnya, bolongnya  serupa dengan gua  berukuran  keres-en e ma -pulu-pulu’  en   touw,  sehingga   dapat  dijadikan  tempat  kediaman .

 Berhubung    mereka   belum   ada    kediaman ,  mereka  bersepakat   untuk  memanfaatkan  gua  dalam  pohon  La-idong   itu  untuk  dijadikan  kediaman  sementara.

 Setelah  dibenahi   seperlunya   dan  diisi  dengan  perlengkapan  seadanya, maka  Sang  Putri  serta  Anak  dan Inang Pengasuhnya, menjadikan   pohon  itu   sebagai  tempat  kediaman  sementara   sebelum  mereka   membangun  rumah.

 Di dalam  pohon  La’idong itu, Inang  Kuntel   dan  Ina’   Kuntel  serta  Tu’ur   e    Tuama, hidup  bersama   dalam  suasana  rukun  dan  damai  serta  bahagia  dan sejahtera, sehingga  mereka  menamakan kediaman  serta  lingkungan  sekitarnya dengan sebutan  WANUA   KIO-WA,  yang  diartikan  sebagai “ tempat  hidup  bersama  secara  rukun  damai dan sejahtera”.

 Berdasarkan  hal  itu  ada  anggapan  bahwa  orang  yang  merintis  dan  mendirikan ( tu-mani’)  dan pertama  kali  mendiami  WANUA  KIOWA  atau  desa  yang  sekarang   bernama  Kiawa   adalah INANG  KUNTEL, AMUT E  WEWENE( Ina’ Kuntel)   dan  TU’UR    E     TUAMA, yang  sekaligus  dianggap  juga  merintis ( tu-mani’) TANAH   KA-SENDUK-AN.

 (Tempat  yang konon  pernah  menjadi tempat  bermukim puteri Tonaas  Wangko bersama  anak  dan Inang  Pengasuhnya  ini  secara kebetulan  pernah  dijadikan  los/perkemahan  tentara  Jepang dan  orang  Cina  Taiwan  pada  Perang  Dunia   II).


14.   PETUNJUK    DARI    AMANG     KA-SURU-AN

 Diceritakan bahwa berhubung   Sang   Putri   belum  mendapatkan  calon suami, maka Inang Pengasuh  bersemedi dan berdoa terus  menerus  serta  melakukan puasa dan pantang  untuk menyucikan  diri   selama  9  hari berturut-turut  untuk mohon petunjuk  dari  Amang  Kasuruan  agar  Sang  Putri  mendapatkan suami supaya memperoleh  ketutunan .

 Pada hari ke sembilan  Inang  Pengasuh mendapat petunjuk melalui  tenda-tanda  burung  Manguni  dan memperoleh penglihatan tentang apa yang harus dilakukan.

 Dalam  penglihatan itu Inang Pengasuh mendapat petunjuk,  bahwa apabila dalam keadaan sangat terpaksa,  karena  alasan sama sekali tidak ada  laki-laki lain yang dapat di jadikan suami    Sang  Putri, maka atas dasar dan pertimbangan untuk kelangsungan hidup dan keturunan, Sang Puteri dapat dikawinkan dengan “anaknya sendiri, yaitu Tu’ur e Tuama”,  tetapi harus melaksanakan dan memenuhi 9 syarat  dan ketentuan yang sangat berat  dan  ketat ,  yang harus dilakukan dengan sempurna, tanpa kekeliruan atau  kesalahan apapun.

SEMBILAN  SYARAT PERKAWINAN  AMUT E  WE-WEWENE  TU’UR  E  TUAMA  :


Pertama       :      Selama  sembilan  hari  berturut - turut  menerima petunjuk , petuah, nasihat dan pelajaran  tentang arti hidup dan keturunan dari  Wali’an   La’un   Dano.

Kedua       :        Melakukan  pemujaan  dan  doa  berantai selama  sembilan  hari   sembilan  malam berturut -turut   untuk menggumuli  dan merenungkan tentang arti kehidupan dan keturunan serta permasalahan  yang dihadapi  dan mohon  tuntunan serta   bimbungan  maupun petunjuk dari  Amang   Kasuruan  didepan  WATU  MAKA-SIO-SIOUW    di   LA’UN   DANO.

Ketiga          :   Mengelilingi   KUNTUNG   EMPUNG  selama  sembilan  hari  sembilan  malam ber-
                           turut - turut  dari  arah  berlawanan   dimana   AMUT   E   WEWENE   membawah  
                       sepotong   TUIS  dan   TU’UR  E  TUAMA  membawa  SARAW  sampai  TUIS dan
                            SARAW   sampai bertumbuh  jadi  sama  panjang.

Keempat      :  Berdoa  dan bersemedi sambil mengosongkan diri dan   hati dari segala cobaan dan  dosa serta kesalahan,  selama sembilan hari  berturut-turut untuk mendapatkan anugerah kemurnian dan kesucian serta kekuatan iman  dari Yang  Maha  Kuasa.

Kelima        :    Masing - masing  membawa sebuah batu ke  puncak  KENTUR  PUSER  IN  TANA’, sebagai batu ujian dan bukti  pengikat cinta kasih antara mereka dan tanda kekuatan sertakesatuan dan kemurnian cinta  mereka.

Keenam       :    Melakukan puasa dan pantang serta berdoa dan melakukan pemujaan selama sembilan hari  sembilan malam  berturut - turut  untuk memperkuat dan memperteguh serta mempererat ikatan tali kasih sayang dan cinta maupun  tekad mereka  menjadi suami isteri.

Ketujuh       :  BERNAZAR  dan   MENGIKRAR  JANJI   serta   SUMPAH  SETIA  untuk saling mencintai seumur hidup, akan sehidup semati  berdua, dibukit Kentur Puser in Tana’, didepan kedua  batu yang mereka bawah masing-masing, yang dijadikan “WATU  PA-TA’DI-AN”.

Kedelapan  :   Saling berpandangan dan saling  menatap dari  jarak sembilan langkah  selama     sembilan  hari  dan sembilan  malam   berturut-turut  tanpa  bersentuhan.

Kesembilan :    Dikawinkan  oleh WALI’AN  LA’UN  DANO   di  bukit  KENTUR  PUSER   IN TANA  pada  jam   ke sembilan , hari  ke  sembilan  bulan  kesembilan.

Dalam pelaksanaan sembilan syarat  untuk perkawinan, ternyata bahwa  semua syarat  dan ketentuan dilaksanakan  oleh  Amut  E    Wewene   dan  Tu’ur   E   Tuama  dengan  sempurna.

Bukti  terpenuhinya dan terkabulnya  permintaan persetujuan  Yang  Maha  Kuasa  agar  Amut  E  Wewene   dan  Tu’ur   E   Tuama menjadi  suami  istri  yaitu  TU’IS    dan  SARAW yang  dibawa serta oleh  keduanya  telah bertumbuh dan menjadi sama panjang.

Setelah  semua persyaratan perkawinan  dilaksanakan  dan  dipenuhi, maka  melalui  suatu upacara yang  sangat  hikmat dan sakral  AMUT  E   WEWENE   dan   TU’UR  E   TUAMA  dikukuhkan menjadi  suami istri  dalam perkawinan  sah  oleh  WALI’AN LA’UN  DANO.

Sejak  dipersatukan sebagai suami  isteri dalam perkawinan oleh  Wali’an La’un  Dano , maka  Amut  E   Wewene  dan  Tu’ur  E   Tuama hidup  dengan   rukun   serta  saling  mencintai  dan  saling  mengasihi serta  saling  menyayangi  seumur  hidup  mereka.

Dari  hasil perkawinan  antara  Amut  E   Wewene    dan  Tu’ur   E   Tuama, mereka  memperoleh  anak  laki-laki dan  perempuan  yang  banyak  serta  keturunan  cucu, cece sampai cicit yang  sangat banyak.

Dengan penuh  kearifan  dan kebijaksanaan dan  kewibawaan, Inang  Wangko  Wali’an  La’un  Dano  mengajarkan dan mengatur  kehidupan  dan penghidupan  serta pengetahuan  maupun  tata  cara  bermasyarakat kepada  anak  dan  cucu-cece-cicit-  dari  Amut   E   Wewene   dan  Tu’ur  E    Tuama  sesuai  dengan  adat  istiadat   dan  tradisi  leluhurnya  yang   dikembangkan  dan disesuaikan dengan situasi  dan  kondisi serta  keadaan  alam dan  lingkungan sekitar  mereka  bermukim.

Semua  keturunan  Amut  e  Wewene  dan  Tu’ur  e  Tuama  hidup  dengan rukun dan damai serta menikmati  kesenangan hidup,  maupun merasakan kebahagiaan  dan kesentosaan  karena anak  cucu dan cece serta cicitnya diliputi oleh  ketenteraman  dan keadilan  serta  kemakmuran.


AKHIR HIDUP  AMUT  E   WE -WENE , TU’UR  E  TUAMA  DAN  INANG  KUNTEL.

Setelah  lanjut  usianya  Amut   E  Wewene   dan   Tu’ur  E   Tuama  meninggal  dunia, dimakamkan diperkebunan  La’un   Dano, pusara  mereka ditandai  oleh sebuah  nisan  yang  disebut  :

“  PA - TU’USAN   I   LOWENG  E “
APO’   E   KIOWA

AMUT       E        WEWENE
WO     SI
TU’UR       E       TUAMA

Inang   Kuntel  menghilang secara  misterius dan tak diketahui  kapan meninggal dan dimana  dikuburkan. 

Dari  ungkapan - ungkapan  dan penuturan  serta  cerita - cerita  yang  beraneka  ragam  tentang  Walian  La’un  Dano,  Amut   E   Wewene   dan   Tu’ur   E   Tuama   dapat  disimpulkan bahwa  yang dimaksud  sebagai   :

INANG   KUNTEL  atau  INANG  WANKO’  atau   INANG  WAWA  atau  WALI’AN  LA’UN  DANO  atau  MAKAEMA’   IN  SOMPOI  dapat disamakan dengan legenda  APO’  KAREMA.

INA’  KUNTEL  atau   INA’  AMIAN  atau  INA’   LUMILI’US  atau  INA’ RUMURU’UT, atau  INA’   LUMUKUTO   atau   AMUT   E   WEWENE   atau   APO’  AMIAN  dapat disamakan dengan legenda   APO’   LUMIMU’UT.

TU’UR  E  TUAMA  atau  AMA’   WANGKO’  atau   TONA’AS   WANGKO   IM   BANUA  KA-SENDUKA-N  dapat disamakan dengan legenda  APO’  TOAR.




                                                                                                          


































                                                                     II.  WANUA   KIOWA


ASAL   USUL  WANUA  KIOWA


Konon misteri  asal  usul   ceritera  berdirinya  WANUA   KIOWA   erat  kaitannya dengan peristiwa  tibanya  WALI’AN  LA’UN  DANO  bersama  AMUT   E   WEWENE   dan  TU’UR   E   TUAMA  di  kaki  gunung  Lengko’an.

Saat  mereka menemukan tempat  (lesar) berdirinya  sebatang pohon raksasa  LA’IDONG ,adalah merupakan proses dimulainya pembentukan WANUA KIOWA.

1.    TI - NANI’AN  IM - BANUA  KIOWA.

 Pada waktu Wali’an  La’un  Dano serta  Amut  e  We-wene  dan  Tu’ur  e  Tuama  sepakat untuk bermukim pada “lesar” disekitar  pohon La’idong, maka  Wali’an   La’un  Dano  minta  petunjuk  dari  Amang  Ka - suru - an , apakah  lesar  yang mereka temukan diperkenankan untuk dijadikan pemukiman  atau tidak.

 Permohonan petunjuk itu dilakukan  dengan mendengarkan  tanda - tanda melalui bunyi suara   
 lu - me - lempar (tu - me - telew) WARA’ :

 SI - SISIL - EN   AN   DORO’ ING KE  ERE “ LESAR “ TO’OR-AN IM BANUA WO-M  BATU  INDON  “TUMO - TOWA” IM  BANUA KIOWA.

       Ririor  in tumani’ im banua, si  Wali’an  La’un Dano  wo  si  Apo’ Amut e Wewene   wo si  Apo’
       Tu’ur   e   Tuama,  me-rayo-rayo   i  ngaran   i   Amang  Ka-suru-an, si  Maka-kawasa ing ka-
       wasa wasa  im baya waya ang ka-yo’ba’an wo n o-omba’an,  wo  mowey, wo  ma-ngale- ngaley,
       wo ma winson,  wo ma-nani    torona  i mere  “ lesar “ to’or-an im banua wo-m  batu  indon
      Tumo-towa, wo en tundek-an wo m   pasek-an im batu  “Tumo-towa” im banua  Kiowa,  siouw
       oras wo siouw nga-wengi.

 Ma-lekep-ako  sera  me-rayo-rayo wo ma-owey wo ma-ngale-ngaley, wo ma-winson, wo ma-nani,  wo sera tu-mo’tol mema’ im peli’i asi endo ka-tare, ya sera mema’ peli’i tu’us ing ka-sale-sale’an wong ka-aruy-an in tu-mani’ in “ lesar weru “, ya m  peli’i   i-itu ya ay pokol  era  ko’ko’   kelang,  tu’us ing ka-le’nas-an i nate  era en tu-mani’ im-banua.

 Maka-ema’ mako im peli’i sera, wo sera lu-minga wara’  lo’or, am-pa’pa’an in-ni’itu  wo sera su-moring. Asi tu-minting maka-siouw a si wengi i-itu  sowat-en-no en soring era “in tenge na i wara’ lowas maka-pitu kete maka-pitu ”,  si’tuo si wara’ “ Lesar Weru “,  si tenge-na i-itu ya ni’itu ya wi-nean-no may tu’us sera am bisa e lesar to’or-an im banua.

 Asi  wengi i-itu sera ay paka  wali in tengena i  wara mange asi esa lesar, wo asi lesar i-itu sera wean tu’us in tenge-na i wara’ lowas maka-pitu wo kete ma-kasa, sapa oka si lesar i-itu ya ro’ona to’oran im banua weru.

 Mando may a si endo ka-ruwa, wo sera  mema’ ka’ay peli’i, wo ku-mawus-ako  i  mema’ peli’i, tumo’tolo sera maras in lesar  to’or-an im banua weru.

 Ka-telu-an ngando luminga ka’ay  “in tenge na i wara’ lowas makapat wo ke’ke’ makapat” sera, si’tuo en tu’us I wara’ I Tumo-towa, wo i paka-wali mange i tenge-na  i wara’ i-itu an-do’kos i songkel atau Sonder wo sera ma-ilek im batu wangun pa-ema’an Tumo-towa.

 A si endo ka-telu sera, mema’  ka’ay peli’i, wo ku-mawus ako in iitu wo enet-en erao ka’ay i mutul wo maler sapa si tu’tulen an tu-moro  in  tulir-an in tu-mo-towa.

 Maka wutul-ako wo maka-aler-ako in i-itu sera wo sera ka’ay luminga  wara, sumoring o sera wo sowaten  “ in tenge na i wara’ lowas makapat  wo ke’ke’ makasa”, ya “si’tuo tu’us i wara’ in do’nao indon em batu  Tumo-towa.  Asi wengi ke’ i-itu sera i  paka-wali in  tenge-na  i-wara’  mange asi esa watu ro’ona  ema’an Tumo-towa an tembir in doyongan Ro’kos  i Songkel  (ro’kos  i Sonder), wo tu’usan era in tawa’ang e maka-li’cir si  watu i-itu.

 A  si endo ka-epat, mangeo wutul-en wo aler-an era si watu indon Tumo-towa. Si watu ti-nu’us-san era, ya wutul-wutul “Wangun wo Lo’or wo  Keter” pa indon watu “Tumo - towa”.

 Pokey-an era si i-itu, “sapaka ko, ya watu, sinisir e apo-apo ma-muali Tumotowa wo Tundek im banua ami”

 Ma-endo may asi endo ka-lima sera mema-ka’ay pelii’ an tumoro  i ma-sale-sale’ wineano watu Tumo-towa.

 Ma-wengi ka’ay may  sera sumoring , wo luminga wara’, sowaten “in tengena i wara’ kic  ma-kasa” tu’us in ro’nao sera maler im pak-kasa se-tawoyen an tumoro im batu indon Tu-motowa.

 Ma-endo  may asi endo  ka-enem, sera ya mindo-o roko’  pa-solong-an i saput im batu indon  Tumo-towa,wo mange era  saput-en in doko’ si watu iitu, wo sera mema’ka’ay peli’i. 

 Asi wengina kumi’it -ay , ku-mukuk-o si co’kok reindang in tumawi mando, lingan era en “tenge-na ing kukuk i co’kok reindang  i-itu” ya “kukuk maka-sio--siouw”,wo i paka-wali in tengena asi lesar to’oran in Tumo-towa sera.

 Ma-endo may asi endo ka-pitu sera wo sera mema’ peli’i, wo sera ku-mali in usew-an in Tumo-towa im banua  Kiowa.

 May i mawengi miyo sera ma’ali siouw rere tono  am pa-soring-an  wo luminga ka’ay  wara’  wo sowaten  “in tenge na i wara’ lowaas makapat  ke’ke’  makapat  wo  kete makasa”, sanga tenge i wara’ i  lentu’ era rere tono, wo i pumpun  era ang kure’ , se rere ma tela’uw  mange era i pasek  a maka-li’cir si  watu indon Tumo-towa, ni’indo po-keter im batu  Tumo-towa, wo “se lentu’ ni dere  tono  ay pumpun ang kure’ pa’lin ange am bale, en iitu ya i usew oka  ang karapi in Tumo-towa, sa tu-mani’ o im banua”.

 Mando na may asi endo  ka-walu, sera mema’ peli’i wo sera  am batu indon Tumo-towa, wo yindo era ka’ay roko’ reindang wo i solong era am  batu indon Tumo-towa, tanu ay saput im batu indon Tumo-towa.

 Ru-mayo  wo mowey wo ma-ngaley asi Amang Ka-suru-an, wo sera ka’ay minson wo nu-mani eng kina-ki’tan-o e makere o watu indon Tumo-towa.

 Asi wengina miyo’ iitu, sumoring-o sera wo sowaten “in tenge-na i wara’ i manguni maka-sio-siouw”, tu’us i maka  leke-lekep-o wo ni-maka  lenu-lenu’ o waya n tu-mena i watu Tumo-towa i’itu.

 A si endo ka-siouw mema’ ka’ay peli’i  sera am batu indon  Tumu-towa, wo sera ru-mayo i ngaran i Amang  Ka-suru-an, wo  ka’ay  mowey, wo ma-ngaley  ka-aruy-an, ka-elur-an, ka-lo’or-an, ka-keter-an, wo sera ka’ay minson wo nu-mani i paka wengi-wengi.

 E  ni  malekep-o  en  ta’ar  e ma’tua, ya sera  mento’oka ka’ay endo sama’ e musew in  Tumo-towa won Tumani’im banua Kiowa.



       SI-SISIL-EN   ING  KE  TANI’ IM  BANUA KIOWA, YA  TANU SI ANIYO’:

1) Tu-mo’tol im ba-wangun-en an-tu-moro  in lesar weru ento’an nera, ya si   Wali’an La’un  Dano  me-wali-wali wo se  Amut e We-wene  wo si  Tu’ur  E Tuama, ya  mowey-o karu’ asi Amang  Ka-su-ru-an si Kuma-kawasa-ing ka-kawasa-an im baya-waya ang ka-yo’ba’an won o-omba’an.

      Ku-mawus-ako  i-mowey, si  Wali’an  La’un Dano, ya su-moring wara’, a miyo’ m  batu  MA-KA-SIO-SIOUW  an La’un  Dano.

       Wo karu’ si Wali’an La’un  Dano  sowat-en  i  wara’ in  tenge-na “ mangun-i  ma-ka  siouw i’itu ya karu’ re’en  tu’us in  do’na-o sera tu-mani’wo mangun im banua ento’an era. En ta’an  mande kine ki-na-en-an-o, ya sera musti lumekep se tu-turu’ wo se a’ator-en  an-tumena im pa-perenta  i  Ca-sur-an, tanu we-weer era asi Ca-suru-an.

             Tanu tu’us in da-rayo era a si Empung Wailan  sera  tu-ma’an litag an talun wo sera su-mepa
             “siouw asu in talun”   tu’tul-en mma-muali ra-rages-en.

              Ka-tare-tare pokol-en era en siouw ro’kos e asu  wo i cali era an-darem in tana’, ma-muali
              tu’us ing  ka-le’nas-an  wong  ka-aruy-an  wong  ka-wangun-an  wong  ka-elur-an  im  banua 
              weru wangun-en era.

              Ku-marua,  indon era en “siouw ate e asu”  wo siwon era akar i ma-roro’ wo siwon era wo
             i y-omper era  me-wali-wali in tu’tu’ wene’ ing ka-tana’an ni-empar, tu’us i n-upus era asi
            Amang Wangko’  an de-reges-an. 
            
             Ku-matelu, sera ru-mages i   n-owak e siouw  asu i-itu, ma-muali tanu ra-rayo era an tu-
             moro ing ki-na-en-an-o em pa-gile-ngilek-en era asi Amang Ka-suru-an.

              Ku-mawus ako i-ni’itu sera mema’ peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali, tanu tu’us ing ka-
              Sale-sale’an wong ka-esa-an i  nate wom pa-wasa-wasa-n wom pa-ngimba-ngimbali-an era
              an tu-moro im ba-wa-ngun-en wanua weru.

           En tico’o  ti-nu’tul era, ya keli reka’na pa’pa’an ayo ma-esa en sera’ si-niwo, a-wean  pongkor,
             kosey,  pilek,  peret won sapa-sapa ka-rapi in tu’tu’ ta’pe’ keli, ni-nono waya, wo lekep-en 
             ka’ay mi-yo’ i n-elep-en upe’ weru.               


2) As  endo ku-mi’it-ay si Wali’an La’un Dano lu-minga tenge “kukuk i  co’ko’ laka’ reindang Ma-ka-sio-siow”, tu’us lo’or  ani sera, am-pa’pa’an si co’ko’ laka’ reindang  ya ma-tu’us kine  karu’ ing ka-keter-an im  pa-ngile-ngilek-en  era in tulir-an im banua weru.

       Am pa’pa’an i ni’itu wo sera ka’ay  ca ma-ento-ento’ ma’ngale-ngaley, ma-ngilek-ngilek  kamang wo keter  wo ka-sama’an en tumani’ im banua.
      
        Tanu tu’us ing ka-sale’an era, wo sera tu-mangka’ “siouw  sapi ing ku’ung” ,  tu’tul-en era ka’ay se-siouw  tu’a  i-itu,  ma-muali ra-rages an-tu-moro ing ka-keter-an im-banua weru.

       Ro’kos e siouw sapi,  pi-nokol era tanu pu’is, wo i  cali era an-darem in tana’, ma-muali  tanu tu’us ing ka-keter-an im banua weru.

       Siouw  ate e sapi ay  cesot era, wo siwon ema’an o-omper ka-rapi in-siouw  nga-empar tu’tu’. 

       E nowa’na e siouw sapi, i  rages  era tanu we-we’e wo we-weer era asi Amang Ka-suru-an. 
        
        Ma-lekep-ako sera ru-mages, wo sera mema’ ka’ay peli’i, wo me-rengkom me-wali-wali.



3) Mando may sera ma-ngale-ngaley ka’ay a si Amang Ka-suru-an. Ma-lekep-ako e ni’tu ya sia   tu-mongkey siow ngatuur   wulu’ud, ya m  bulu’ud i-itu ti-nongkey wo  pinokol-na, ta’an ra’ca  ma-pake sondang, en ta’an  a-salo pi-na-lentu’ wo pi-na-pi’as na ing kama ay pa-ka  tu’ur-tu-ur  wo  pi-na-ka  tempo-tempok, ya sesiouw nga tempok wulu’ud i’itu ya  ni-ema’  kine karu’  wo-woley .

       Ma-ka indo mako in siouw  wo-wo-ley  wulu’ud, ya sia  ma-ngilek ka’ay keter wo peli’i imbo-woley siouw asi Amang  Ka-suru-an.

       Ma-lekep ako i  ni’itu, ya sia mindo may im  bulu’ud esa  sia wo i pa paso-pasot na ma-ka-siouw an siouw  weren-na deges, akar ing ku-mawus se siouw wo-woley, woma-lekep ako ema-paso-pasot se siouw wo-woley, ya sia ka’ay ru-mayo i  ngaran  i  Ka-suru-an,wo lentu-lentu’un na ka-ay  siouw nga lentu’ em pa-ka-sa  im bo-woley.

     Mayo i-ma-wengi-o, si Wali’an La’un Dano  su-moring-o ka’ay “Wara’” wengi, wo tu-tuminting-o   ma-ka-siouw  im bengi, sia lu-minga in  tenge-na  in so-sowat i tu-me-telew wara’, sanga  tenge, i karot  na  ka’ay sanga  karot nam  bo-woley.

       Pa-ka-sa in tenge na i tu-me-telew wara’ ya” pitu  nga-atus” kine, ya en-tenge na i  wara’ yakeli-an  kemu-na  wo  reka’na, ku-mi’it ing keli tu-tu-ru’ wo ta’ar  ay pa we’e i  AmangKasuruan.

        Am pa’pa’an en tenge na i  wara’ pitu nga-atus, ane  eng karot am bo-woley ya pitu nga-atus ka’ay, wo se siouw wo-woley  i’itu  ya lentu’en na  ka’ay pitu nga-atus nga-lentu’, wo i-ema’era waya se pitu nga-tu’us nga-lentu’ im bo-woley  wulu’ud.

       Si ‘tuo si tu’us im pa wutul-en-o e Apo-apo’ en lesar weru, ane sera tu-mo’tolo maras in dukut woo se ka-kayun wo ku-me’is se sincela’ ma-kala-kala’ an  lesar.

         Ku-mawus ako i-ni’itu, wo sera mema’ ka’ay ra-rages, tanu ra-rayo asi Ca-suru-an.

        Ra-rages i-itu,  ya  “siouw rusa”  si-nicop era im be-wentir.

         “Siouw ro’kos e  rusa  i-itu,  pi-nokol era ka’ay, wo i  cali  era an-darem in tana’,   ma-muali  tanu po-lekep in ta’ar.

        Ate e siouw rusa ay cesot era wo siwon ma-muali o-omper ka-rapi in siouw nga-empar tu’tu’ tanu we-we’e a se an de-reges-an.

         Owa’na e siouw rusa i-rages era asi Amang Ka-suru-an.

         Ma-lekep ako e ni’itu, wo sera ka’ay mema’ peli’i  wo me-rengkom me-wali-wali.


  



4) Ma-endo may  si Wali’an La’un Dano su-moring ka’ay  wara’ i n-endo, maka telu nga-atus kine. Sowat-en-o i wara’ siya maka pitu nga-atus ka’ay tenge na, tu’us i ni-maka leke-lekep-o kine karu’ wo ki-na-ki’it-an-o karu’ em pa-ngile-ngilek-en era.                                         
       Ma-endo may sera tu-mangka’ siouw kuse wo i  rages era, tanu ma-muali tu’us wo me’e
       ma-ka-pulu-pulu’ sama’ a si Amang Ka-suru-an  am-pa’an  li-linga-na   sa-lalu  em  pa-
       ngilek-en era.

        Siouw ro’kos e “kuse”, pi-nokol era  wo i cali era an-darem in tana’, tanu tu’us ing ki-na-ki’
        it-an-o em-pa-ngile-ngilek-en era.

        E nate e siouw kuse, ni-indo era wo siwon ma-muali omper won siouw tu’utu’ ni-empar.

        Pa-kasa in nowa’na e “siouw kuse” i rages era waya asi Amang Ka-suru-an.

        Maka rages ako sera, wo ka’ay  mema’ peli’i wo me-rengkom ka’ay me-wali-wali.
  

5) Ma-wengi na  mio’, sera lu-minga ka’ay in tenge-na i wara’ “lowas  ma-kapat wo ke’ke’  ma-kapat” ka’ay, ya e  ni’tu ya tu’us i-ma-ka-lenu’ o  en lesar ento’an nera.

        Wo  ma-endo-may  mindo-o siouw “wolay” tanu si-na’ket-an im pu’is, ma-tu’us kine ing ka-sama’an”, ya se wolay ya pi-nokol  e-ra en do’kos wo i ti’is e-ra e- nenda’ a nowak e wolay me-wali-wali akar i ma-ka-ti’i-ti’is waya e nenda’ sisi-nempung era an siouw takoy im po’po’ wangker.

       Ya e  nenda’ si-nempung an-takoy, ya ay pe’pes e-ra lu-mendong in lesar ento’an-era.

        Siouw ro’kos e wolay, i cali era an-darem in tana’ , po-tu’us ing ka-aruy-an im banua.

        Siouw ate e wolay,  si-niwo era ma-muali welet wo i-omper era me-wali-wali in siouw empar tu’tu,  we-welet ase an de-reges-an.

        Siouw owa’na e wolay i rages era asi Amang Ka-suru-an Wangko’

                Ku-mawus ako i ni’itu sera mema’ ka’ay peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali.



6) Wo ma-wengi-na ka’ay su-moring ka’ay sia, wo sowat-en i  wara’ in “lowas ma-kapat, wo-kete’ ma-kasa”, tu’us  i  ma-ka-lutu-lutu’ o em pa-ngile-ngilek-en nera an-tu-moro in lesar weru ento’an-era.

        Asi ma-mo’ndo may, sera mindo ka’ay siouw wio’o songkay, ya se siouw wio’o sonkay i’itu ya i rages  era me-wali-wali akar i ma-ka’pu waya.

        Ro’kos e siouw  Wio’o Songkay i cali era ka’ay an darem in tana’
   
         Ate e siouw Wio’o songkay, si-niwo era ma-muali omper ka-rapi in siouw empar tu’tu’.

         Pa-kasa se siouw owa’na e wio’o songkay i rages era an-tu-moro  in da-rayo wo we-weer asi
         Amang Ka-suru-an.


         Ma-lekep ako en du-mages, sera mema’ peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali.


7)  Maya’o mange  pira  nga-tinting sera lu-minga tenge-na en ta’an si tenge na “ im wara’ tu-mo-towa”, ya  re’ipe’ ay pa-pa-linga, ane su-moring-e’ ka’ay sia asi endo ka-siouw, tu-minting ka-ka-siouw, wo sowat-en i wara’ in tenge :  LOWAS MA-KAPAT WO KE’KE’ MA-KASA,  si ‘tuo si   WARA’ IN TU-MO-TOWA.

        Si wara’itu, ya karu’ si ma tu’us in  do’na-o sera tu-mo’tol mangun im banua, wo ro’ona
        o angen em batu indon Tumo-towa.

       Ma-ka-linga mako im  wara’ i tu-mo-towa, wo sera ka’ay ru-mayo i ngaran i Amang 
       Ka-suru-an, am-pa’pa’an ke-na-ki’itan-o waya eng ka-sale’an  era an-tumena in lesar
        ento’an era.

      Wo’ndo-wo’ndo pe’ keli   sera, mange-o mindo im  batu tu-mo-towa an tembir  im pa-lemboyan in dano  Ro’kos i Songkel.

        Ya si watu tu-mo-towa i’itu ya siouw nga lepet im pa-lara ing kama e touw, ya e  ni’itu ya 
        pute ing kalambot in telu nga siku ing kama.


        Tu’us ing ka-eman-an era, sera ka’ay mindo ra-rages siouwKa-lowat-an. 

       Ro’kos e siouw ka-wayo i cali era ka’ay an darem in tana’, tu’us kine ing ka-lo’or-an im banua wangun-en era.

         E n-ate e siouw ka-wayo si-niwo ma-muali welet ka-rapi in siouw ngmpar tu’tu’ wene’.

        Ra-rages ni-ema era ya siouw owa’na e ka-wayo, pa-tu’us-an ing ka-upus-an wong ka-eman-an era asi Empung Wa’ilan Wangko’.

         Ku-mawus ako in du-mages, sera mema’ peli’i wo ru-mengkom ka’ay me-wali-wali.



8) Ku-mi’it i ni’itu , sera ku-me’il kali-an ma-ka-siouw in  sicu-na ing kama tundek-an im batu  Tu-mo-towa.

      Ma-ka-endo-may sera tu-mangka’ siouw tu’a, wo se siouw tu’a  i’itu ya pokol-en era en  do’kos,wo  e  nenda’ era ay pa-pe’pes wo ay pa-rames era ka’ay  ma-ka-lendong in lesar ento’an era.

      Wo sera mindo-o  kure’ wangker telu nga sicu  eng karangka’ wo saput-en nera in laka reindang, wo em ba’-ba’na  wi-na’kes   in laka wuring, ya si kure’ ya’na ya  pumpun-an in siouw ro’kos e tu’a, mayo eng kure’ pi-numpun-an  se siouw ro’kos s  tu’a, ya i  loweng era asi ki-nali-an  ki-ne’il era, wo awu-an nera, telu nga sicu.

     Mayo karu’ em batu Tu-mo-towa ya i  pumpun-era asi ki-nali-an  i’itu, ay wawo  an-dangka’in li-noweng-an  ing kure’ pi-numpun-an in siouw ro’kos  e tu’a tanu sawel  im  pu’is ku-ma’pa si-na’ket-an im pu’is,  tu’us ing  ka-keter-an wong  ka  wa-rani-an.

        Wo ku-mawus-ako i  ni’itu sera ku-me’il ka’ay kali-an  ma-ka-re’kos in tundek-an  im batu  Tu-mo-towa, ya si ki-nali-an i’itu, ya pumpun-an karu’ se-siouw wo-woley   wulu’ud li-nentu’o pitu nga-tus ,  ya se  siouw wo-woley linteu’o pitu nga-atus i’itu ya, ki-narot-an in tenge pitu nga-atus i wara’ ay loweng asi ki-nali-an i’itu, se lentu’  i’itu ya tu’us ing ka-aruy-an, kalo’or-an, wong ka-elur-an wo im pakasa se kamang kekelian pa-wa’bar-ay i Amang Ka-suru-an ase Touw mento’ am banua tani’en.

      Maka usew ako im batu Tu-mo-towa sera, wo i  kali era ka’ay miyo’ an tembir im batu Tumo-towa eng kure’ pinumpun-an in lentu’ rere tono tu’us in tenge-na lowas makapat wo ke’ke’ makapat wo kete makasa, tanu po-lawang se ma’tate in lewo’ wo ng ka-wangkur-an.

      Ma-lekep ako waya se tawoy-en  ni’itu, ya e nowak e “tu’a”a ya i rages era, tanu kine  me’emaka-pulu-pulu’ sama’ am-pa’pa’an im be-we’e wong kamang ay we’e i Amang Ka-suru-an  a ni sera,  wo tanu ka’aypo-lekep in ta’ar wong ka-ki’itan era am pa-eman-en wong ka-sama’an im banua weru, we-we’e i Empung Wa’ilan Wangko, si Amang Ka-suru-an ni-mema’ im baya-waya. 


             Mayo en siouw ate e tu’a  si-niwo era wo i-omper ka-rapi in  siouw tu’tu’ ni-empar.
             

      Pa-kasa  i  n-owak e siouw  tu’a, i rages era waya,  tanu ra-rayo wo we-we’e maka pulu-pulu’ sama asi mema’ im baya waya.

        Maka’pu mako en da-rages-an, wo sera ka’ay mema’ peli’i, wo ru-mengkom me-wali-wali.  

       A  si  wengi i’itu  ka’ay sia su-moring wo luminga in  so-sowat  i  wara’ , ya karu “ kic ma-ka-sio-siouw”.

      Ya en tenge so-sowat  i’itu ya  ma-tu’us  karu’ kine, ya  si tu-mo-towa  wo se pu’is  ku-ma’pa sawel im pu’is wo se welet wo se pa-kasa  i rages ku-ma’pa i cali wo i loweng  an tundek-an in tu-mo-towa, y a keter keli  wo uli-ulit keter.

       Wo karu’ sera minson, im bi-winson-en pa winson ing   an-tu-moro ing ka-wangun-an wong   ka-ka-wasa-ka-wasa-an   wong ka-upu-upus-an  i Amang  Ka-suru-an.

       Wi-winson-en  ni’itu ya ni-ema’ era siouw  nga-tinting,  ni-ema’ men-san-sawel-an.

9) Ku-musi’  i  ni’itu ya  si Wa-li’an La’un Dano  su-moring  ka’ay wo sowat-en i wara’ in tenge “mangun-i  ma-ka- sio-siouw”

Tenge na i wara’ “ mangun-i ma-ka sio-siouw”, ya e ni’tu ya  si tu’us lu-mo’o-lo’or wo 
lu-meke-lekep wo lu-me’na-le’nas  am pa-kasa-kasa se tu’us pa we’e i  wara’.

Tu-mo’tol adi-endo i’itu, ya i pasek-o miyo’ i Wali’an  La’un Dano  e  ngaran im  banua ya’na ya pa-tu’ulen im  BANUA KIOWA, ku-mi’it   in-ay-ngaran era asi tampa pi-na-ento’an era ka-tare asi  kayu La’idong.

Si-endo itu ka’ay, sera ru-me’ba “siouw wawi ka lo’bo-lo’boy-na”  i rages.

Ro’kos e siouw wawi lo’boy i-itu i cali era ka’ay an darem in tana’, tanu tu’tu’us i ma-ka leke-lekep-o em pa-ngimba-ngimbali-an wo m pa-ngale-ngaley-en era asi Amang Ka-suru-an Wangko’.

Ate na e siouw wawi lo’boy si niwo era ma-muali omper ka-rapi in siouw tu’tu’ ni-empar.

Owa’na e siouw wawi lo’boy i rages era an-tu-moro i me’e maka pulu-pulu’ sama’ wo ra-rayo asi Amanh Ka-suru-an Wangko’.


Le-lekep in i-itu sera mema’ peli’i wangker, wo ru-mengkom me-wali-wali, pa-kasa ing ka-kan-en wo n e-elep-en ki-na’ka’pu era waya.

Wo sera ka’ay mowey wo minson wo nu-mani, ma-rayo-rayo i ngaran i mema’ im baya, wo se waya-waya  we-we’e-Na  ani sera.

Kusi-kusi’ im baya waya, sera ka’ay me’e  ma-ka-pulu-pulu’sama’ asi Amang Ka-suru-an.
Si’tu en tu’us sapa ka em banua  Kiowa anio’ ya  ma-ka  lenu-lenu’o  wo ma-ka le-ke-lekep-o  en cu-mi’it in  ta’ar e Apo’-Apo’ wo lu-mebe-lebe si Amang Ka-suru-an.


Wo sera su-make an licur e ka-wayo wo me-li’ci-li’cir  akar i maka-siouw ng-purengkey im banua paka-tani’in pe weru ang-ka-rapi i me-ngere-ngeret, ma-sale-sale’ waya me-rayo-rayo i ngaran i Amang Ka-suru-an Wangko’.


TAM-BISA  E  MA-TU’TUL IN  TU-MO-TOWA  TA-NI’TU   KA’AY   MA’TU’TUL  IN TOY TOUW.

Misteri berdirinya Wanua Kiowa tercermin pada hubungan  Wali’an La’un  Dano dengan Kolane  e  Wara’ sebagai penghubung  yang di utus oleh  Amang Kasuruan sebagai penolong  manusia pertama di  Tana’  Ka -senduk-an.

Secara de facto, sejarah  berdirinya  WANUA KIOWA mulai di perhitungkan sejak WALI’AN  LA’UN  DANO , AMUT  e WEWENE  dan  TU’UR  e  TUAMA  untuk pertama kalinya mendiami  dan menamakan  “ GUA BESAR  di dalam  pohon raksasa LA’IDONG  bersama  seluruh  alam  lingkungan sekitarnya” dengan sebutan  nama :  
                                                                    WANUA  K I O W A .

Sebutan nama W A N U A    K I O W A , adalah pemberian  WALI’AN LA’UN  DANO.

WANUA  KIOWA  berarti “ TEMPAT HIDUP BERSAMA SECARA RUKUN DAMAI,  AMAN  SENTOSA DAN SEJAHTERA.”

WANUA  KIOWA  didirikan  oleh WALI’AN   LA’UN   DANO   bersama  AMUT   E    WEWENE   dan   TU’UR    E    TUAMA.

*** Berdirinya WANUA  KIOWA  ditandai  dan dibuktikan dengan beberapa  TOY-TOUW  dan TU-MO-TOWA  yang bertebaran  disekeliling Wanua Kiowa antara lainnya di Pa-wowong-en,  R’kos i Songkel dan disekitar   LA-LANDANG-AN  (sekarang dikenal dengan perkebunan  Kurungan  dan  Simbel) disebelah Timur, sondek Aret  membentang ke barat  sampai  di  Pa-raran-en.

*** Pada  mulanya  La-landang-an  digunakan dan diperuntukkan  untuk di jadikan  sebagai tempat penghukuman dan  kurungan  (PI-NEKU’AN) bagi Roh-roh  Jahat maupun Para  Penjahat  yang  dijadikan  sebagai tumbal berdirinya Wanua  Kiowa  oleh  Wali’an  La’un  Dano. 

*** Konon  menurut ceritera ada sembilan (SIOUW) TOY TOUW dan  SIOUW TUMO-TOWA  yang ditempatkan mulai dari unjung timur  sampai di unjung barat Ambar Wanua Kiowa, namun yang tersisa hanya beberapa buah.

*** TOY TOUW  dan  TUMO-TOWA  yang pertama dibuat dan ditanam  langsung  oleh WALI’AN LA’UN  DANO terletak di La’idong.

*** Penempatan Siouw Toy Touw  dilakukan  secara bertahap dengan perhitungan  setiap tahap selama  maka-sio-siouw atau SIOUW  NGA-TA’UN LU-MEPET  MA-KA-SIOUW WO  LU-MEPET SIOUW  (kurang lebih  9 x 9  tahun x 9 tahap).

*** Tahapan penempatan Toy Touw, dilakukan sesuai dengan perkiraan bahwa seorang  manusia mencapai sebutan sebagai PURU’NA IN  TOUW  pada usia 81 tahun.

*** Pentahapan penempatan Toy Touw dimaksudkan juga sebagai pertanda tingkatan sembilan generasi besar Kiowa  atau SIOUW NGA-LEPET  TA-RANAK  WANGKO’  ING KA-SENDUK-AN  KIOWA.

*** Sebagai tancapan dan batu dasar berdirinya Wanua Kiowa ,dibuatlah ‘TUNDEK’ won  ‘SENDI’ im  Banua  (Pancangan dan batu dasar Pemukiman), yaitu  WATU-TU-MO-TOWA  SENDANG-AN diunjung sebelah timur WANUA  dan  WATU  TU-MO-TOWA  TA-LICUR-AN diunjung  sebelah barat  Wanua.
Penempatan dua batu Tu-mo-towa diunjung  Timur dan Barat pemukiman, mengikuti arah terbitnya  dan terbenamnya  Matahari.

*** TAWA’ANG  PO-TEIR  ditanam ditengah-tengah dan didelapan penjuru mata angi pemukiman.

TAWA’ANG  PO-TEIR  adalah pelindung atau pemagar  supaya terhindar dari  serangan  marabahaya atau  malapetaka dan musibah.


2.    MASYARAKAT  KA-SENDUK-AN KIOWA.

     Paham hidup  Ka-senduk-an yang  dianut masyarakat  Ka-senduk-an  Kiowa, adalah suatu paham kehidupan yang percaya  tentang kebahagian , baik didunia yang fana (KA-YO’BA’AN)   maupun di alam yang baka (O-OMBA’AN).

 Ka-senduk-an berarti kehidupan  yang rukun dan damai, tenteram, dan sentosa, adil makmur dan sejahtera, bahagia rohani dan jasmani. 

 Paham  Ka-senduk-an  itu diajarkan oleh Wali’an La’un Dano, kepada masyarakat Ka-senduk-an.

 Para pemukim yang pertama-tama mendiami  Wanua  Kiowa, adalah  “orang-orang yang hidup bersama, secara rukun dan damai”, sesuai dengan “paham hidup  Ka-senduk-an.”

 Menurut para penutur tua bila diartikan secara mendalam dan luas, makna kata  “Kio-wa”  yang terdiri dari  dua suku kata, memiliki  pengertian yang sama dengan “hidup bersama, rukun damai” (konon kata Kiowa berasal dari dua suku kata dari suatu bahasa tua, yang konon diperkirakan kemungkinan besar berasal dari bahasa Jepang, yang oleh para leluhur dikenal dengan sebutan negeri Amian).
 *Pada tahun 1991 dua orang teknisi Jepang (karyawan pabrik mesin rokok JAPAN  TOBACCO dari Tokyo yang meng-instal/merakit mesin Pabrik Rokok Kretek KIR “MANDALA” yang dibeli dari JAPAN TOBACCO, menjelaskan bahwa dalam bahasa Jepang “KYO-WA” berarti “hidup bersama, rukun dan damai).

 Paham hidup  Ka-senduk-an, adalah suatu paham yang mengajarkan tentang  kebahagiaan rohani dan jasmani.

 Dalam semangat kebersamaan  dan rasa solidaritas  serta kekeluargaan, mereka membentuk suatu komunitas Masyarakat Ka-senduk-an  Kiowa.

 Komunitas masyarakat yang pertama itu, adalah keturunan dari  TA-RANAK  I   APO’  AMUT  E   WEWENE   WO  SI  APO’  TU’UR  E  TUAMA, yang dipimpin  langsung oleh  WALI’AN  LA’UN DANO.

 Untuk membentuk suatu masyarakat  yang hidup dengan paham Ka-senduk-an , Wali’an  La’un  Dano,  memberikan contoh  dan teladan, dengan mengajarkan  kepada  masyarakat, tentang  adat istiadat, tradisi serta norma-norma  dan  kaidah-kaidah  kehidupan  Ka-senduk-an.

 Dibawah  bimbingan, binaan, didikkan  dan ajaran  dari  Wali’an  La’un  Dano, masyarakat Ka-senduk-an Kiowa mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang luas tentang kehidupan  Ma-ando.

  Ma-palus adalah paham yang mengajarkan tentang kehidupan  yang berazaskan kekeluargaan, kebersamaan  dan solidaritas.

 Ilmu dan pengetahuan tentang kehidupan  Ma-ando disebut “TICOY-NA  IN  TO-TOUW-AN  MA-ANDO” yang berarti “Pola Hidup   Ma-ando”, yang bersumber dari filosofi pemikiran luas tentang arti kata “ANDO”, yang secara harafiah berarti  “KEBERSAMAAN atau SOLIDARITAS”.

 “MEM-PA-ANDO-AN” memiliki arti kata dan pengertian yang sangat dalam dan luas, sebab apabila kata ini digunakan sebagai perumpamaan atau kiasan, maka artinya dapat diterjemahkan dalam pengertian  yang sangat luas dan dalam isi dan maknanya, yaitu :

                                                           “ MEM-BEM-BEAN”
                                                                    yang berarti
                                “SALING MEMBERI  DAN  SALING MENERIMA”

 “Saling  memberi dan saling menerima” dapat dikembangkan lagi dengan pengertian, saling menolong (men-tun-tulung-an), saling membantu (men-sen-sembong-an), saling mencintai (meng-geng-genang-an), saling mengasihi (me-upu-upus-an), saling menyayangi , saling menopang (men-ton-tombol-an), men-tan-tawang-an, ma-sawa-sawang-an, ma-le’o-le’os-an, saling kerjasama, saling percaya (ma-ema-eman-an), dll. Sehingga  dengan dasar saling memberi dan saling menerima serta  pengertian luas, maka masyarakat Ka-senduk-an  dapat hidup dalam iklim “kebersamaan” atau  “solidaritas” atau “gotong royong” yaitu”MA-ANDO”.

 Masyarakatnya hidup rukun, aman, damai dan sentosa  serta  berbudi luhur, berkpribadian, berakhlak serta berprilaku sopan santun, tertata rapih dan teratur.

 Mereka bekerja dengan penuh semangat, bergairah, rajin, ulet, tabah, tekun, sabar, telaten, trampil, cekatan serta penuh kesungguhan, keyakinan dan tanggung jawab   untuk keperluan serta kebutuhan  kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup keluarganya.

 Dalam  suka dan duka, susah dan senang  mereka hidup dalam kebersamaan serta tolong menolong  dalam melakukan  apa saja yang perlu dikerjakan bersama .

 Masyarakatnya  sangat menjunjung tinggi norma-norma hidup  MA-ANDO sesuai ajaran leluhurnya.

 Mereka membangun  dan membuat saluran irigasi, jalan -jalan  serta mendirikan bangunan-bangunan dan mengolah kebun bersama-sama serta mengelola usaha-usaha kemasyarakatan secara  Ma-ando.

 Perkebunan dan mata pencaharian lainnya dikelola dan dikerjakan secara bersama-sama dengan semangat ringan sama di jinjing dan berat sama dipikul sesuai dengan prinsip ma-palus mem-palus-an yang berarti saling menumpahkan/menuangkan/membagikan, sebagai salah satu bagian  ajaran dari paham Ma’ando).

 Hutan dirombak bersama-sama untuk dibuat kebun ladang, tanah yang memiliki persediaan air cukup diolah untuk dijadikan sawah.

 *** Timbukar (Waruga) sebagai pekuburan dan tempat menyimpan pusaka dibangun disebelah    
         barat pemukiman . 

 *** Itulah sebabnya, sudah menjadi kebiasaan, apabilah seseorang meninggal dunia, disebut dengan istilah “PA-AKOM”, walaupun nantinya akan dikebumikan disebelah timur.

 *** Perkebunan  terletak juga dibagian barat pemukiman, karena hamparan dataran dan lembah luas  yang memiliki banyak daerah aliran sungai dengan air berlimpah-limpah membujur dari timur ke barat dan dari utara ke selatan dibagian barat pemukiman, sedangkan bagian timurnya dibentengi oleh gunung Lengko’an dan Wa-wona.

 *** Itulah pula sebabnya, menjadi kebiasaan masyarakat Kiowa, kalau mau mencari pekerjaan atau sumber penghasilan  untuk keperluan hidup, biasanya disebut MA-NGERE KA-AKOAN, karena sumber penghidupan berada di sebelah barat.

 *** Apabila tidak memperoleh hasil disebut  EYPE’ WANA KI-NA-ICO-AN artinya belum ada hasil yang akan dibawa ke timur  yaitu pemukiman.

 *** Kalau tidak ada atau belum ada pekerjaan dikatakan   EYPE’ WANA atau  CA-WANA  KA-AKO-AN.

 Kegiatan keagamaan dan kesenian serta olah raga dilaksanakan sesuai dengan tradisi dan adat istiadat  para leluhur.

 Kemakmuran dan kesentosaan makin bertambah-tambah dari hari kehari, meliputi kehidupan dari para turunan  Apo’ AMUT e Wewene  dan TU’UR  e  TUAMA yang dipimpin  oleh WALI’AN  LA’UN  DANO.

 Perluasan pemukiman memacu perluasan perkebunan dan pertanian kedaerah sekitarnya untuk memenuhi keperluan  lahan perkebunan dan pertanian masyarakatnya.

 Bertambah luasnya lahan perkebunan dan pertanian menambah penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.

 Hasil pertanian dan perkebunan meningkat terus dari hari kehari, dimana padi , jagung, umbi-ubian, sayaur- mayur, rempah-rempah dan hasil bumi lainnya melimpah ruah.

 Kerajinan  tangan serta pertukangan, pandai besi, ketrampilan dan keahlian khusus,  menghasilkan  para tukang dan ahli-ahli  membangun rumah, membuat kerajinan tangan seperti periuk, alat dapur dan perlengkapan rumah tangga, persenjataan dan lain-lain.

 Ketrampilan untuk membentuk dan mengukir maupun menggambar  dikembangkan terus, menghasilkan patung-patung serta ukiran maupun lukisan yang digunakan sebagai hiasan  dirumah maupun ditempat yang diperlukan.

 Kesejahteraan masyarakat makin hari makin mapan, karena pengaturan dan pelaksanaan pola hidup  ma-ando  Ka-senduk-an di jalankan dengan sebaik-baiknya.

 Barter dan pertukaran barang antara penduduk dan masyarakat makin hari makin ramai, karena masing-masing penduduk memiliki kebebasan untuk mengelola serta menanam atau melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan  keahliannya serta ketrampilannya, sehingga produksi yang dihasilkan berbeda-beda dan beraneka ragam serta jenisnya.

 Apabila salah seorang membutuhkan sesuatu yang tidak dimilikinya, maka cukup dengan menukarkan  barang  yang ada padanya dengan yang dimiliki oleh orang lain secara mupakat.

 Sarana dan fasilitas untuk kepentingan umum disiapkan sesuai kebutuhan masyarakat.

 Konon masyarakat  Ka-senduk-an  Kiowa sudah terbentuk saat  Wali’an La’un Dano menghilang secara misterius serta Amut e wewene  dan  Tu’ur  e  Tuama wafat  pada usia  “ma-atus-atus  ta’un, am pa’pa’an sera  karu  ki-namang  i  Ca-suru-an, ane  karu’ pi-naka  lowi-lowir eng  ka-touw-an  era”(beratus-ratus tahun , karena mereka diberi usia dan  hidup yang panjang sekali).


3.    PEMEKARAN  PEMUKIMAN

 Sepeninggalnya  Apo’  AMUT  E  WEWENE   dan  TU’UR  E   TUAMA  serta  WALI’AN  LA’UN  DANO, kehidupa di Wanua  Kiowa  tetap berada dalam suasana kehidupan yang rukun damai, makmur, sejahtera  dan tenteram sentosa.

 Kehidupan rohani dan jasmani dipenuhi kabahagiaan  karena semua keperluan hidup tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam sekitar  dan diperoleh dengan mudah.

 Perkembangan dan kemajuan diseluruh sektor kehidupan berkembang dengan  pesat, sehingga mereka  dapat menikmati  kelimpahan  dan kepuasan dalam segala-galanya.

 Berbarengan dengan perkembangan  dan kemajuan yang dicapai masyarakat, ledakan pertumbuhan penduduk tak dapat dibendung, karena kawin mawin terus menerus dari  hari kehari antara masyarakat Ka-senduk-an Wanua Kiowa, menyebabkan populasi penduduk makin berlipat ganda.

 Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan itu, populasi turunan  AMUT  E  WEWENE dan  TU’UR  E  TUAMA berkembang  dengan  drastis sekali  dan bertambah  banyak terus menerus dari hari kehari,  sehingga keadaan pemukiman makin hari makin  sempit dan  padat.

 Areal pemukiman makin hari makin sempit dan tidak cukup luas lagi untuk ditempati oleh penduduk yang sudah begitu banyak.

 Masyarakat memerlukan lahan yang cukup serta memadai dan seimbang dengan jumlah penduduk yang ada untuk pemukiman maupun lokasi pembangunan  sarana  dan  fasilitas pendukung, termasuk  bangunan serta lapangan tempat berkumpul dan tempat pelaksanaan pesta rakyat.

 Mempertimbangkan kemungkinan ledakan penduduk dimasa mendatang, timbulah ide-ide  baru untuk menambah dan memperluas  lokasi pemukiman.

 Atas dasar musyawarah  dan mupakat  para  Wali’an  dan Tona’as serta Tua-Tua, disepakati bahwa perluasan pemukiman diarahkan ke sebelah barat bagian pemukiman pertama, yaitu:

 1.   Sekitar  hutan LANA.
      Hutan Lana menjadi pilihan pertama, karena lokasi itu cukup ideal, sebab keadaan tanahnya cukup datar dan luas serta   dikelilingi oleh sungai dan sumber air yang cukup banyak.

       Lana  adalah sejenis tumbuhan atau pohon yang  mengandung geta yang gatal baik kayunya maupun daunnya.

       ****  ( Itulah sebabnya hutan itu dikenal dengan sebutan  T A L U N   L A N A).

      2.   Daerah bagian timut  WATU TU-MO-TOWA  TA-LICUR-AN.
       Disepakati pula untuk  melakukan pemekaran dan menambah serta memperluas lokasi  pemukiman  kearah barat, sampai  di  WATU   TU-MO-TOWA.

 Sebelum perombakan hutan, diadakan upacara ritual yang dipimpin Wali’an  Wangko’  im  Banua Kiowa, untuk mohon berkat serta kekuatan dan petunjuk maupun  perlindungan bagi seluruh lapisan  masyarakat dan tempat pemukiman.

  Setelah diadakan  upacara-upacara tradisional sesuai ajaran para leluhur , dilakukan perluasan lokasi pemukiman, mulai dari hutan  LANA sampai di  WATU TU-MO-TOWA TA-”LICUR”-AN.

 Dengan perluasan pemukiman itu, maka WANUA KIOWA sekarang membentang luas dari timur ke barat, mulai dari bagian timur  Talun  Lana  dibawah kaki gungung Lengko’an sampai di sebelah timur Watu  Tu-mo-towa yang tidak berjauhan dengan Teka’an i  Songkel dan  Li’cir  La’un  Dano, membujur dari utara  keselatan dari  Royong-an  Ro’kos I Songkel sampai Rano  Wangko’.

 Mereka  bergotong royong menebang  hutan yang banyak   di tumbuhi  LANA dan menata lokasi pemukiman  secara rapih dan teratur, sesuai dengan prinsip/paham “ pola hidup   MA-ANDO “.

 Setelah penataan pemukiman yang sudah diperluas ke hutan Lana sampai di Watu Tumo-Towa Ta-licur-an, maka secara “ma-palus”  mereka membuat rumah  dan dapur, menggunakan tiang kayu kowal serta  kayu  wasian, dinding kulit pohon wanga serta  atap daun simbel dan tewasen atau na’kel, terutama juga dari bahan bambu melulu yang dibangun secara artistik dan  indah.


 3.    LANA     DAN     TUMO-TOWA

 Dari  hari kehari  perkembangan dan kemajuan Wanua Kiowa makin bertambah, sehingga mempengaruhi kegiatan terutama pula petugas dan personil serta pemimpin spiritual , pemerintahan dan bidang-bidang kegiatan kemasyarakatan lainnya.

 Kegiatan-kegiatan rutin kemasyarakatan serta upacara ritual dan spiritual yang tak putus-putusnya, menimbulkan kesibukan dan kepadatan acara serta kegiatan  para Tona’as, Wali’an, maupun Teterusan dan Ki’iten-Ki’iten im Banua Kiowa.

 Karena kesibukan serta kepadatan acara itu, maka masyarakat merasakan kekurangan pelayanan, yang disebabkan oleh kurangnya serta terbatasnya aparat pelaksana dan pimpinan. 
 Perencanaan dan pengaturan rencana kerja serta pekerjaan maupun tugas dan realisasi pelaksanaannya diatur sesuai dengan prinsip-prinsip MA-ANDO.



 *** Memperhatikan pertumbuhan dan pertambahan populasi penduduk yang makin hari makin banyak,serta mempertimbangkan adanya kesulitan jangkauan komunikasi  dan koordinasi serta pengawasan dalam pengelolaan pemerintahaan yang areal lokasi pemukiman sudah terlalu luas, maka untuk melancarkan serta menciptakan kemudahan pengelolaan roda pemerintahan  dan kepemimpinan masyarakat Ma-ando  Ka-senduk-an Kyowa, atas dasar musyawarah dan mupakat  bersama  para Tua-tua Adat  dan Ki’iten im Banua Kiowa  diambil kebijaksanaan dan keputusan untuk membagi WANUA KIOWA dalam  RUA  RO’ONG.

 *** WANUA KIOWA dibagi menjadi  RUA  RO’ONG, yaitu RO’ONG LANA  dan  RO’ONG  TUMO-TOWA.

          Itulah  asal usul RO’ONG LANA  dan RO’ONG  TUMO-TOWA.

 *** Walaupun sudah diperluas  dan dimekarkan  menjadi  dua,  Ro’ong  Lana dan Tu-mo-towa, namun  nama  WANUA  KIOWA tetap dipertahankan  oleh seluruh lapisan masyarakat untuk  seluruh  lokasi pemukiman.

 *** Status Wanua Kiowa, diubah menjadi pusat komunitas  dan kegiatan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa  dan mengkordinir seluruh aktivitas kepemimpinan  dan pemerintahaan  serta  kegiatan kegiatan masyarakat di Ro’ong  Lana  dan Ro’ong Tumo-towa.

 *** Ro’ong Lana dan Ro’ong Tumo-towa menjadi wilayah sendiri-sendiri yang memiliki struktur pemerintahaan dan kepemimpinan serta kegiatan usaha masing-masing  secara sendiri-sendiri tetapi tetap tunduk dan dibawah koordinasi para To’naas dan Wali’an Wanua Kiowa.


4.    DINAMIKA KEMAJUAN

 Setelah dimekarkannya WANUA KIOWA menjadi  RO’ONG  LANA dan RO’ONG TUMO-TOWA, komunikasi dan hubungan  kekeluargaan  serta persaudaraan  sebagai warga masyarakat Ka-senduk-an Kyowa tetap berjalan seperti sediakala.
 Kerukunan, kedamaian, ketenteraman dan kesentosaan  tetap mewarnai kehidupan  serta  persatuan dan kesatuan keluarga  masyarakat Ka-senduk-an Kiowa di kedua Ro’ong Lana dan Tumo-towa.

 Penerapan dan pelaksanaan tradisi leluhur serta petunjuk maupun petuah dan aturan-aturan serta pola hidup MA’ANDO yang berazazkan  kebersamaan  dan solidaritas serta gotong royong  yang diajarkan oleh WALI’AN LA’UN  DANO memberikan hasil yang sangat berdaya guna dan bermanfaat, menyenangkan dan memuaskan bagi seluruh sektor kehidupan masyarakat turunan  AMUT e WEWENE   dan  TU’UR  e  TUAMA.

 Penghidupan masyarakanya dari hari kehari berkembang dan meningkat terus sesuai dengan penghasilan yang mereka peroleh dari kerja ulet, tekun,  semangat  keras dan rajin.

 Pengalaman hidup mereka  menjadikan  mereka secara bertahap mengalami dan merasakan  serta memahami arti dan tujuan hidup, sehingga mereka menjadikan pengalaman  itu sebagai dasar pengetahuan yang menjadi pedoman bagi mereka  dalam menjalani hidup, hal itulah yang merupakan  inspirasi “ dinamika kemajuan berpikir  dan pengembangan  kreasi serta motivasi, dalam mengikuti perkembangan zaman.”

 Keperluan dan kebutuhan hidup rohani dan jasmani selalu terpenuhi.

 Upacara ritual religius  dilakukan dengan  khusyuk, hikmat semarak  dan sakral.

 Hasil bumi, pertanian dan peternakan melimpah ruah dan melebihi kebutuhan hidup sehari-hari.

 Hasil hutan dan binatang buruan maupun ikan-ikan di sungai-sungai dan telaga tak terhitung  banyaknya.

 Ma-ka-pulu’-pulu’ sama’  dan pesta rakyat akbar yang menampilkan atraksi-atraksi kesenian olah raga dan perlombaan serta pertandingan dalam  bermacam bentuk dan ragamnya seni budaya tradisional  dilakukan  dengan sangat  meriah.

 Pergaulan dan hubungan  antar penduduk WANUA KIOWA mulai berobah sesuai perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh situasi dan keadaan yang didorong oleh kemajuan berpikir serta kepentingan keinginan dan pendapat yang beraneka ragam.

 Kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam berbagai macam bentuknya menyebabkan perobahan pola berpikir dan gaya hidup serta selera masyarakat WANUA KIOWA menjadi berkembang lebih maju dan dinamis.


5.    A-MICO-NA   WO   SE   A-MAKO-NA

 Dinamika perkembangan dan kemajuan WANUA KIOWA dalam seluruh sektor kegiatan hidup dan bermasyarakat, bertumbuh secara drastis.

 Perkembangan dan kemajuan itu didukung oleh munculnya tokoh-tokoh yang berjiwa  dan berpikiran dinamis, yang dibentuk  oleh perkembangan situasi dan kondisi kemajuan peng hidupan  serta  pengetahuan dasar yang sudah ditanamkan para leluhur  yang ditempah pula oleh pengalaman serta peristiwa-peristiwa dan tantangan ditengah pergumulan hidup sehari-hari yang penuh keaneka ragaman dan variasi, membuat masyarakatnya semakin maju dalam berkreasi dan berpikir untuk kemajuan masyarakat.

 Pengalaman hidup sehari-hari membuat para tokoh-tokoh masyarakat menjadi pemimpin yang handal dan profesional sesuai bidang dan kemampuannya masing-masing.

 Namun kemajuan yang membentuk orang-orang menjadi pinter, kaya, berpengaruh dan berkuasa serta disegani,  menciptakan  kesombongan dikalangan tertentu, terutama dikalangan orang-orang yang ambisi pribadinya tinggi serta tergila-gila pada kekuasaan, mabuk hormat dan pujian.

 Perkembangan dan perobahan pola hidup  masyarakat WANUA KIOWA itu, menimbulkan perasaan sombong dan angkuh dikalangan tertentu, bahkan persaingan merebut  pamor dan pengaruh serta simpati masyarakat  antara satu dengan yang lain menjadi-jadi, sifat manusiawi ini sangat mempengaruhi tatanan masyarakat yang saat itu mulai menapak kemajuan bepikir dan berkreasi.

 Orang-orang yang merasa terpandang , lebih kuat, lebih berkuasa dan lebih pandai, ingin melakukan dominasi dan pengendalian segala kegiatan dalam masyarakat, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat dan keinginan antara pihak-pihak yang bersaing.

 Akibat persaingan dan perebutan pengaruh dikalangan masyarakat, maka  ambisi pribadi serta  keinginan  mengutamakan dan memaksakan kehendak sendiri, menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan  dan  pelanggaran  yang bertentangan dengan hukum adat maupun kebiasaan , maupun tindakan-tindakan  yang mulai tidak terkontrol dan terarah, karena sudah lari dari ajaran para leluhur.

 Adanya perbedaan paham dan keinginan yang sudah menimbulkan pertentangan  terbuka dan terselubung, sangat memprihatinkan para Tua-tua Adat, sehingga mereka mengupayakan usaha untuk membuat pihak-pihak yang berselisih untuk rujuk kembali, namun pihak-pihak yang berselisih sulit dipertemukan  dan seringkali tidak konsisten dengan kesepakatan bersama yang sudah di capai.

 Pelanggaran kesepakatan itu memicu dan memperuncing perbedaan pendapat dan keinginan masing-masing pihak.

 Sangat disayangkan  bahwa yang menjadi korban pertentangan  adalah kalangan  masyarakat kecil.

 Pemimpin-pemimpin yang terlibat dalam pertentangan tidak terang-terangan  menonjolkan diri, karena takut kehilangan muka ditengah percaturan dan perebutan pengaruh serta kekuasaan.

 Pemimpin-pemimpin itu hanya menggunakan oknum-oknum yang suka  diperalat untuk  melakukan  intrik, intimidasi bahkan  teror yang meresahkan masyarakat.

 Perselisihan dan pertentangan itu bagaikan  api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa membakar persatuan dan kesatuan masyarakat.

 Usaha-usaha Tua-tua Adat mempertemukan yang berselisih sering  gagal, karena adanya ambisi dan kepentingan - kepentingan pribadi dari orang-orang  yang bersaing.

 Masyarakat Ro’ong  Lana dan Tumo-towa, pada hakekatnya masih terikat dalam persekutuan ikatan persatuan dan kesatuan masyarakat Wanua Kiowa.

 Ikatan kekeluargaan serta hubungan tali persaudaraan masyarakat Lana dan Tumo-towa , dikalangan masyarakat masih  hidup dan terpelihara rapih, namun  dikalangan  penguasa  tertentu  serta kalangan  oportunis sengaja  dikaburkan.

 Perebutan pengaruh dan pamor dikalangan orang ambisius menyebabkan  retaknya  hubungan  kekeluargaan dan persaudaraan dikalangan masyarakat.

 Akibat kompetisi tidak sehat antara pentolan-pentolan ambisius baik di Ro’ong Lana  dan  Tu-mo-towa, yang menyebabkan perbedaan  pendapat  dan  pertentangan  yang berkepanjangan , menimbulkan dua blok besar dikalangan masyarakat Kiowa.

 Masyarakat Lana yang berada disebelah timur  oleh sementara  pihak diajak menjadi satu blok dan masyarakat disebelah Barat oleh  sekelompok masyarakat diajak pula membentuk satu komunitas atau blok, sehingga  timbulah dua blok besar yang menamakan dirinya  :

 A-MICO-NA  atau  BLOK  TIMUR yaitu yang bermukim di pemukiman pertama diunjung  timur dan sekitar hutan lana  menamakan diri Walak “ LANA”  sesuai dengan nama  Ro’ong  Lana.

 A-MAKO-NA  atau  BLOK  BARAT yaitu  yang bermukim disebelah bagian barat perkebunan Lana sampai di Watu  TUMO-TOWA, menamakan diri Walak  TUMO-TOWA , sesuai dengan nama  Ro’ong  TUMO-TOWA.

 ( Seharusnya istilah  A-MICO-NA  dan  A-MAKO-NA  tidak muncul atau tidak ada sama sekali apabila seluruh lapisan masyarakat tetap kompak dan bersatu).


 *** Pada hakekatnya timbulnya blok-blok  serta kelompok-kelompok dalam masyarakat itu,  merupakan dinamika suatu masyarakat yang sudah berkembang maju ,  namun ada sisi positip  dan sisi negatip  yang sangat bertentangan, sehingga dinamika dalam peri kehidupan masyarakat itu, mengandung nilai-nilai yang bermuatan perbedaan dalam tanggapan dan penafsiran nya  oleh pihak-pihak yang terlibat dalam dinamika kemajuan itu, sesuai dengan kepentingan dan jalan pemikirannya.

 *** Itulah yang menjadi sebab musabab kerenggangan yang berkembang menjadi keretakan yang menjurus kearah perpecahan antara masyarakat Wanua Kyowa yang berdiam disebelah timur dan sebelah barat.

 Adanya penyimpangan-penyimpangan  dari prinsip-prinsip persatuan dan kesatuan dan kesatuan masyarakat WANUA KYOWA, menyebabkan  masyarakat tidak tenteram dan kacau balau sehingga menyebabkan kehidupan yang tidak teratur.

 Kesombongan dan keangkuhan mewarnai kehidupan masyarakat  tertentu yang sudah mapan.

 Intrik dan intimidasi untuk memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kyowa mulai merajalela di sebabkan oleh ambisi dan kepentingan pribadi.

 Pamer dan penonjolan pribadi mulai berkembang menjadi suatu mode unjuk kekuasaan, kekuatan dan kemampuan.

 Polemik dan kontradiksi akibat  perbedaan pendapat, keinginan serta tujuan, makin memperuncing perselisihan  dan pertentangan.

 Pamer kemampuan dan harga diri yang berlebihan makin menonjol, sehingga menciptakan kesenjangan antara yang terpandang dengan yang tidak terpandang.

 Suasana  keangkuhan dan kesombongan yang mewabah dikalangan ambisius dan  oportunis yang mencari kesempatan untuk mengeruk  keuntungan  pribadi melalui cara  mengail di air keruh dalam suasana  konflik dan pertentangan antara beberapa kelompok, mempertajam perbedaan paham dan perseteruan.

 Masing-masing ingin menonjolkan kemampuan dan kelebihan serta kepintaran, sehingga makin  memperlebar jurang pemisah antara masing-masing kelompok.

 Konflik terbuka tak  terelakkan lagi, perselisihan dan pertentangan mulut mulai mengarah  pada pertentangan  fisik.

 Dalam perebutan seorang gadis cantik sering terjadi pertengkaran mulut yang akhirnya  menjurus pada perkelahian.

 Disaat itu mulai banyak orang yang melakukan  perbuatan  maksiat, pesta pora yang berlebihan, mabuk-mabukan dan kejahatan-kejahatan lainnya.

 Pertentangan yang disebabkan oleh selisih paham dan beda pendapat  dapat menimbulkan perkelahian  antar pribadi.

 Perkelahian antar pribadi dapat berkembang menjadi perkelahian antar kelompok besar dan kecil, bahkan antar walak.

 Adanya perkelahian itu sering menimbulkan pertumpahan darah, bahkan sekali-kali menyebabkan  korban jiwa.

 Apalagi perbantahan dikalangan  elit politik yang ambisius dan hanya mengutamakan  kepentingan pribadi, tidak dapat menghindarkan pertentangan karana sering  menghasut  perseteruan  yang sering  menimbulkan perkelahian.

 Puncak perselisihan itu, berakibat terpecahnya persatuan dan kesatuan antara masyarakat WANUA KYOWA.

 Keretakan dan perpecahan  dikalangan  masyarakat sebenarnya didalangi oleh oknum-oknum ambisius dan oportunis, karena pada hakekatnya sebagian besar masyarakat tidak menginginkan  pemisahan, namun kekuatan  pengaruh blok-blok yang sudah terbentuk ditengah masyarakat lebih kuat mengendalikan suasana.

 Akibat ketidak satuan bahasa  dan keinginan akahirnya blok-blok yang sudah ada memicu munculnya kerenggangan yang berkembang menjadi keretakan  bahkan perpecahan  dikalangan  masyarakat  WANUA KYOWA.


6.    WABAH  SAMPAR


 Setelah perpecahan itu. perkembangan serta hal-hal baru makin menjadi-jadi, kehidupan masyarakat  makin hari makin semrawut, perseteruan, persaingan dan  perebutan pengaruh serta kekuasaan makin menonjol kepermukaan.

 Kedengkian dan iri hati, berkecamuk dimana-mana, karena ketidak senangan melihat kemajuan yang dicapai oleh salah seorang  anggota masyarakat atau kelompok tertentu.

  Masing-masing berlomba-lomba mengejar kekayaan dan harta benda untuk dapat menyaingi orang lain, karena tidak mau dianggap lebih rendah derajat dan martabatnya.

 Kepintaran, keahlian, ketrampilan serta kemampuan pengetahuan seseorang, terutama kekayaan dan harta benda, kekuatan serta pengaruh,  sekarang mulai dijadikan takaran  dan ukuran untuk menilai kemampuan dan kelebihan seseorang.

 Segala cara  dan kesempatan untuk menumpuk harta dan kekayaan dilakukan, baik dengan persaingan sehat maupun cara-cara yang agak  bersifat kurang dijiwai oleh rasa persaudaraan dan kekeluargaan atau sebagai sesama warga masyarakat  Kyowa.

 Praktek-praktek ma-palus sebagai salah satu bagian atau bentuk kerja-sama berdasarkan paham/pola hidup “ma’ando”, masih tetap dilasanakan , tetapi sudah terpilah - pilah dalam kelompok dan blok-blok yang lebih kecil, tidak seperti pada awal  penerapan  Pola Hidup Ma’ando, dimana seluruh  lalpisan masyarakat terlibat dalam  satu kesatuan untuk melaksanakan semua pekerjaan  bersama.

 Walaupun sudah terpisah-pisah, tetapi kemakmuran masih tetap dinikmati masyarakat, bahkan lebih berkembang lagi karena adanya usaha untuk bersaing  dalam menumpuk harta dan kekayaan, sehingga semua  pihak saling berlomba dan bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan.

 Roda perekonomian semakin maju sebab akibat kompetisi untuk menonjolkan kelebihan dan kemampuan, maka pemimpin-pemimpin dari walak Lana dan walak Tumo-towa yang  sudah terpisah  kepemimpinannya menganjurkan dan mengajak warganya agar supaya bekerja lebih ulet dan lebih keras supaya tidak  disaingi dan dikalahkan oleh salah satu blok lainnya.  Pada hakekatnya, kompetisi dan persaingan ini ada segi positipnya, tetapi sayangnya banyak juga segi negatip yang ditumbulkannya. 

 Kepemimpinan dan pemerintahaan Ro’ong  Lana  dan Ro’ong  Tumo-towa, masih saling berhubungan, walaupun ada pribadi-pribadi yang lebih mengutamakan  kepentingan  pamor dan pengaruh  pribadi untuk merebut  kendali dan kekuasaan.

 Cara hidup liar dan tidak terarah serta pesta pora yang gila-gilaan  dan mabuk-mabukan mengakibatkan kehidupan tidak teratur yang mengganggu kesehatan yang berkembang  menjadi penyakit  serta wabah sampar terutama penyakit gatal-gatal yang berjangkit dikalangan masyarakat.

 Oleh sementara orang  timbulnya wabah sampar dan penyakit itu  dianggap sebagai hukuman dari  Amang Ka-suru-an dan Apo’-Apo’.

 Masyarakat LANA  dan  TUMO-TOWA  diliputi perasaan takut, panik dan menyesal atas perbuatan-perbuatan mereka yang menyebabkan angkara murka dari Empung Wailan Ka-suru-an Wangko’ dan  APO’-APO’.

 Mereka berembuk dan bermusyawarah  untuk mengatasi masalah dan kesulitan yang mereka hadapi serta bersepakat untuk mengadakan pertemuan antara Tua-Tua  Adat  dan  Ki’iten-ki’iten im Banua  Lana  dan  Tumo-towa.

 Masing-masing pihak menyadari kelemahan, kekurangan serta kekeliruan dan  kesalahan yang dilakukan di masa-masa yang lalu, sehingga mereka bersepakat dan bertekad untuk merobah segala-galanya dan mengadakan rekonsiliasi dan rujuk secara utuh.

 Untuk menghindari pertentangan yang berlarut-larut, maka Tua-Tua  Adat yang melihat situasi yang kurang  menguntungkan  keutuhan persatuan dan kesatuan  masyarakat Ka-senduk-an  Kyowa, mengambil inisiatip untuk mempertemukan kedua kelompok yang berseteru.

 Dalam pertemuan yang diselenggarakan sebagai forum musyawarah  dan mupakat kekeluargaan, masing-masing  pihak tetap  mempertahankan  keutuhan persatuan, namun dibalik itu ada pihak-pihak yang terlalu ambisius.

 Kesepakatan-kesepakatan yang disetujui kedua pihak dalam  musyawarah  dan mupakat bersama, berjalan tersendat-sendat karena  masing-masing pihak tidak konsisten melaksanakan  isi kesepakatan bersama.

 Kehidupan  masyarakat belum normal seperti sediakala, perbuatan maksiat serta pelanggaran kaidah-kaidah dan norma-norma kehidupan yang sudah diajarkan para leluhur, masih tetap dilanggar , sehingga adanya perselisihan dan perseteruan antara pihak-pihak yang bersaing masih  sangat menonjol.

 Bala sampar belum dapat diatasi, sakit penyakit berjangkit dari satu orang  kepada yang lainnya kemudian menjalar keseluruh  lapisan masyarakat makin menjadi-jadi.

 Keadaan perekonomian mulai lumpuh karena tenaga kerja  untuk pengelolaan  kebun dan usaha-usaha lainnya, sudah semakin berkurang  disebabkan banyak dari antara mereka yang menderita sakit.

 Perkebunan dan pertanian serta usaha-usaha lainnya banyak yang terbengkalai, tidak terurus serta tidak terawat, sehingga hasilnya sangat menurun, bahkan ada yang tidak  menghasilkan.

 Penderitaan penyakit yang luar biasa yang dibarengi dengan musim  paceklik menambah kesusahaan yang diderita   masyarakat .

 Peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena yang berkecamuk ditengah masyarakat itulah yang menyadarkan mereka untuk bersatu kembali,  kembali kepada ajaran leluhur.

 Para Tona’as,Wali’an, Teterusan serta  Ki’iten-ki’iten im Banua Kiowa, baik  yang ada di Ro’ong Lana  maupun di Ro’ong  Tumo-towa  berkumpul dan berembuk, masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan  musyawarah  dan mupakat   akbar demi terciptanya kembali kerukunan dan kedamaian.

 Pihak-pihak yang berseteru rujuk  kembali, perbedaan dan perselisihan dihilangkan, rekonsiliasi dan perdamaina di tegakkan.

 Sejak saat itu masyarakat Lana da Tumo-towa, kembali bersatu utuh  dalam  ikatan  persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.

 Memperhatikan situasi dan kondisi serta keadaan kehidupan terutama pengaruh wabah sampar dan penyakit yang melanda masyarakat, maka tua-tua negeri mengambil kebijaksanaan mengusulkan kepada masyarakat untuk mencari jalan keluar dari persoalan yang mereka hadapi, terutama menghindari penyakit yang sudah menimbulkan banyak korban jiwa. 

       Hasil kesepakatan yang diambil oleh seluruh lapisanmasyarakat, untuk sementara waktu mereka harus mengungsi  dulu ketempat yang lebih aman  dan diharapkan  jauh dari jangkauan wabah sampar dan penyakit,  supaya para Wali’an dan Tona’as im banua Kiowa dapat “tu-mu’tul” (melakukan penyucian dan  pembersihan) perkampungan Kiowa dari segala macam penyakit dan musibah atau malapetaka lainnya yang menimpah Wanua Kiowa.

 Disepakati bahwa untuk sementara  waktu masyarakat  LANA   dan TUMO-TOWA akan mengungsi   ke  TI-NINCAS-AN  dekat perkebunan  LA’UN DANO  disekitar  KENTUR MA-NEMBO.


7.   MENGUNGSI KE TI-NINCAS-AN 

 Masyarakat Ro’ong Lana dan  Tumo-towa  yang sudah kembali bersatu  secara utuh sebagai masyarakat  Wanua Kiowa, yang sudah bersepakat untuk mengungsi ke  Ti-nincas-an , saling bahu membahu dan tolong - menolong dalam mengemasi barang serta perlengkapan untuk mengungsi.

 PENGUNGSIAN  TI-NINCAS-AN.

 Pengungsian TI-NINCAS-AN tersedia banyak tumbuh-tumbuhan,  umbi-umbian serta buah - buahan dan binatang  buruan yang dapat dijadikan makanan  serta banyak terdapat air untuk keperluan sawah dan dikelilingi bukit-bukit yang membentengi para pengungsi sehingga mereka bisa hidup aman dan sentosa di tempat itu.

 Pengungsian  Ti-nincas-an  meliputi perkebunan La’un Dano, Pisok, Ti-nincas-an, Nu’yung, dan  Ma-go’go’.

 Menyadari kekeliruan serta pelanggaran  dan penyimpangan  yang mereka lakukan di pemukiman  Lana bertentangan dengan  tradisi  serta adat istiadat dan peraturan hidup yang diwariskan oleh nenek moyang, mereka sangat  menyesal dan bertekad serta berjanji untuk bertobat dan berobah kelakuan mereka untuk hidup baru di pengungsian.

 Sejak saat itu mereka kembali hidup sesuai dengan peraturan dan adat istiadat serta yang diajarkan oleh Wali’an La’un Dano dan nenek moyang mereka Apo’ Amut e We-wene serta Apo’ Tu’ur e Tuama, sehingga kemakmuran dan kebahagiaan serta ketenteraman  dan  kesentosaan  meliputi kehidupan mereka kembali.

 Daerah termpat pentungsian ini, sekarang  dikenal dengan nama  “TI-NINCAS-AN”(Asal kata “tincas”yang artinya lari atau mengungsi.

 Ti-nincas-an dapat diartikan  sebagai (Tempat pelarian atau pengungsian atau penyingkiran”, suatu tempat yang aman dari  gangguan  keamanan serta cocok untuk tempat pemukiman  sementara maupun  sebagai tempat pengungsian dan persembunyian).

 Di Ti-nincas-an mereka bermukim selama bertahun-tahun  tetapi berhubung  kesehatan  para pengungsi  sudah pulih dan perkembangan populasi turunan  Sang  Putri makin hari makin banyak,merekapun sepakat untuk mencari tempat bermukim yang baru dan  lebih luas karena  turunan mereka  dari hari kehari makin banyak.


8.    BERPENCAR KEDELAPAN  PENJURU  MATA ANGIN.

 Pemukim yang menetap di Ti-nincas-an menginginkan agar mereka mencari tempat pemukiman baru dan berpencar di beberapa tempat diseluruh penjuruh mata angin  Tana’  Ka-senduk-an.

      Keinginan berpencar  ketempat lain disebabkan oleh karena  ada sebagian dari mereka yang  enggan atau takut kembali ke  Ro’ong  Lana  dan Tumo-towa, yang pernah dilanda wabah sampar dan  penyakit yang sangat mengerikan serta  masih segar dalam ingatan dan menghantui terus perasaan mereka.

 Mereka bersepakat  mengirim utusan kedelapan penjuru mata angin tana’ Ka-senduk-an,  bahkan  ada yang merantau jauh kenegeri seberang (su-mengkot) untuk mengadakan peninjauan  dan survey.

 Para utusan menemukan banyak tempat-tempat yang mereka anggap memungkinkan serta layak dan memenuhi  syarat untuk dijadikan selaku pemukiman..

 Utusan-utusan itu kembali membawa berita masing-masing tentang  keadaan tempat-tempat yang ditinjau dan disurvey oleh mereka.

 Para Tona’as dan para Wali’an maupun Tua-tua  Adat serta para  Ki’iten im banua Kiowa, mengadakan  musyawarah dan mupakat dengan seluruh lapisan masyarakat.

 Kesimpulan dari musyawrah dan mupakat kekeluargaan menyepakati penyebaran pemukiman kemana-mana , tetapi tetap memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an  Kiowa.

 Para pengungsi diberi kebebasan  memilih kemana mereka akan bermukim sesuai dengan tempat-tempat  yang diinginkannya, termasuk juga yang ingin kembali ke Ro’ong Lana atau Tumo-towa apabila mereka menginginkannya.

 Mulai saat  itu, turunan  e  Amut e Wewene wo  si Tu’ur e  Tuama ter-pencar-pencar kedelapan penjuru mata angin Ka-senduk-an.

 Pada kenyataannya, untuk sementara waktu, pemukiman Lana dan Tumo-towa ditinggalkan sementara  dan menjadi kosong,  karena  belum ada  yang kembali kesana.


9.   KINA-WANGKO’AN.

 Dalam perjalanan kearah selatan salah satu utusan menemukan tempat diantara Gunung Soputan dan Gunung Empung, yang menurut pendapat serta pengamatan mereka sangat  cocok untuk dijadikan pemukiman.

 Tempat itu ditawarkan kepada masyarakat   pengungsi dan ada sebagian yang ingin pindah  kepemukiman itu.

 Para  Wali’an dan Tona’as Kiowa, yang berasal dari Ti-nincas-an yang berpindah kepemukiman di antara Gunung  Soputan dan Gunung Empung, mendirikan  (tu-mani’) pemukiman baru, yang  kemudian mereka namakan  KINA-WANGKO’AN  ( Kemudian  dan sekarang ini disebut  KA-WANGKO’AN).

 Situasi dan kondisi alam serta kekayaan alam  dan lingkungan  sekitarnya, memungkinkan masyarakat pemukim ditempat itu yang berasal dari  Ti-nincas-an  bertumbuh dan berkembang menjadi komunitas masyarakat yang besar,maju,makmur dan sejahtera ditempat pemukiman baru itu.

 Di tempat pemukiman baru itu, kehidupan mereka berkembang dengan pesat dan makmur sekali,  karena memiliki areal perkebunan  dan perburuan yang memiliki satwa banyak, memiliki air yang cukup untuk  persawahan serta ladang yang luas dan subur  untuk bercocok tanam, sehingga mereka bertumbuh dan berkembang maju dalam hal penghidupan dan kegiatan kemasyarakatan serta usaha apapun, itulah asal usulnya, sehingga wanua itu dinamakan “KINA-WANGKO’AN”.

 Namun cobaan masih tetap mengganggu terus ketentraman dan kebahagiaan hidup turunan  Sang  Putri  yang sudah lama sekali bermukim di  Kina-wangko’an, oleh karena Gunung Soput-an meletus secara dahsyat sekali.

       Gunung Soput-an terkenal angker karena sering meletus dan meyemburkan batu yang keapi-apian, maupun lumpur panas yang mengerikan. 

       Batu-batuan  serta lumpur pijar itu keluar dari     “soput”  atau   saluran apabila penyumbat dibuka oleh Amang Ka-suru-an (sebagai hukuman apabila manusia berbuat dosa/kejahatan).

 Letusan gungung itu menyemburkan batu-batu dan debu panas yang  menimbuni dan memusnakan tanaman serta menimbulkan korban jiwa  manusia dan hewan peliharaan.

       Rumah-rumah kediaman dan benda apapun  disekitar pemukiman  Kina-wangko’an  dan sekitarnya  hancur berantakan bahkan ada yang menjadi rata dengan tanah.

 Bencana alam akibat letusan gunung yang berulang-ulang dan berjalan selama berbulan-bulan itu, menyebabkan timbulnya kelaparan dan bala sampar serta penderitaan serta kesengsaraan.

 Situasi itu menimbulkan  kecemasan dan ketakutan serta kepanikan yang mendalam sehingga penduduk  Kina-wangko’an , melarikan diri  keberbagai penjuru, termasuk  salah satu kelompok yang mengungsi  kembali ke  Ti-nincas-an.


10. KEMBALI  KEPEMUKIMAN KIOWA.

 Sekelompok pengungsi yang berasal dari  Kina-wangko’an (yang pada mulanya berasal dari Ti-nincas-an), yang melarikan diri dari bahaya letusan gunung Soput-an dan mengungsi  kembali  di Ti-nincas-an, dipimpin oleh orang-orang tua yang pernah mendengar cerita  nenek moyang mereka, tentang  Ti-nincas-an sebagai tempat yang dianggap aman untuk dijadikan tempat pengungsian.

 (Para leluhur dan nenek moyang dari para pengungsi di  Ti-nincas-an, yang berasal dari  wanua  
 Kina-wangko’an, yang  pada mulanya asli berasal dari Wanua  Kiowa, sebab mereka adalah bagian  dari  warga  Wanua  Kiowa yang bermukim di  Ro’ong Lana dan Tu-mo-towa yang mengungsi ke Ti-nincas-an saat wabah  sampar  melanda  kedua pemukiman itu, tetapi tidak kembali ke  Lana dan Tu-mo-towa, melainkan  pindah ke  Kina-wangko’an adalah tetap merupakan bagian dari  turunan  asli dari Apo’ Amut e We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuama).

 Setelah mengungsi beberapa bulan di Ti-nincas-an, mereka merasa agak aman, sehingga  mereka keluar dari  Ti-nincas-an  dan beralih  ke arah Timur, pada suatu  tempat disekitar  MA-NEMBO yang sekarang  dikenal dengan  MA-WALE (Nim-awale).

 (NIMA-WALE artinya bekas PEMUKIMAN atau PERUMAHAN, tempat ini sekarang telah menjadi perkebunan rakyat dan disebut MA-WALE).

 Para pengungsi yang berasal dari Kina-wangko’an yang bermukim di Ma-wale membuat rumah dan membuka ladang serta membuat sawah untuk bercocok tanam.

 Sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, para pengungsi melakukan perburuan , serta mencari lahan atau tempat bercocok tanam dan berkebun didaerah sekitar lainnya.

 Dalam pengembaraan untuk berburu di bagian utara pemukiman  mereka menemukan sarang dari burung-burung SONGKEL dalam jumlah  yang sangat banyak dan disekitar tempat  itu terdapat pula  lahan pertanian yang cukup subur  untuk dijadikan  ladang dan sawah serta peternakan ikan  karena banyak mata air yang berguna  untuk pengairan.

 (Karena daerah itu terdapat  banyak burung  SONGKEL, mereka menamakan  tempat itu  dengan nama PERKEBUNAN SONGKEL).

 Melihat situasi dan kondisi  daerah  itu sangat cocok  untuk perkebunan  dan banyak di temukan satwa  yang beraneka ragam, membuat para pengungsi merasa sangat tertarik untuk datang berulang  ulang ketempat itu, baik untuk berburu  dan bahkan  mulai bercocok tanam  di daerah  itu, bahkan  membuat lawi (dangau) sebagai tempat untuk berteduh dan beristirahat atau menginap bila mereka tidak kembali ke  Ma-wale.

 Kehidupan para pengungsi dari hari  kehari makin baik  dan mulai  beradaptasi lagi dengan lingkungan  baru  dan sekitarnya.

 Pertanian dan perkebunan dikembangkan terus menerus dan memberikan  hasil  yang dapat memenuhi  kebutuhan hidup  mereka. 

 Pertambahan  anggota keluarga  selama dipengungsian membuat komunitas  pengungsi makin besar.

 Perasaan ingin kembali  kekampung  halaman  Kina-wangko’an di kaki gunung  Soput-an dan berpindah ke perkebunan  Songkel serta keinginan menetap bagi sebagian pengungsi  mewarnai pendapat dan keinginan pengungsi.

 Ditengah-tengah situasi dan keadaan serta perkembangan  hidup para  pengungsi, yang mulai rindu kembali ke Kina-wangko’an  setelah bermukim  sekian lama  di Ni-mawale, para pemukim mengalami bencana alam  luar biasa, karena pemukiman mereka di Nima-wale ditimpah jatuhnya watu  TULUS (batu dari langit)  atau batu-batu meteor.

 Batu meteor yang jatuh pada lima lokasi di Nim-awale, jatuh juga di perkebunan - perkebunan  lain yang  meninggalkan  bekas lobang-lobang (wileng).

 Akibat jatuhnya batu-batu meteor itu, rumah-rumah serta mahluk (manusia serta binatang) dan tanaman - tanaman  terbakar oleh api yang berasal dari pijaran WATU TULUS.

 Mahluk dan tumbuhan yang selamat dari bencana alam adalah  mahluk yang sedang  berada di luar pemukiman   dan  tumbuhan  yang berada jauh dari kebun atau lokasi Nimawale. 

 Pemukim yang luput dari bencana alam  tersebut takut  kembali ke Nima-wale lalu berusaha mencari  pemukiman  baru dan sebagian membuka  pemukiman baru di sebelah  Timur  Nima-wale.

 Dari antara korban bencana batu meteor yang berasal dari kaki gunung Soput-an yang melihat kegiatan  gunung  api  Soput-an sudah meredah , banyak juga yang sudah rindu akan kampung halamannya,sehingga sebagian dari mereka  ada yang kembali ke Kina-wangko’an di kaki gunung Soput-an untuk melihat keadaan  kampungnya.

       Karena merasa bahwa kegiatan letusan gunung Soputan sudah berhenti dan sudah aman, mereka  ingin pulang dan menetap kembali  ke Ka-wangko’an,  karena itu ada sebagian dari antara mereka yang kembali dan bermukim terus disana.



11.  SONGKEL.

 Dari antara sisa korban yang ditimpah oleh jatuhnya batu meteor, ada pula sebagian yang mau pindah ketempat yang banyak dihuni  burung  Songkel.

 Mereka sudah terbiasa mengunjungi tempat itu dan menyenangi  tempat itu dan ingin pula bermukim disana.

 Penduduk yang berasal dari  Ni-ma-wale yang kemudian  beralih ke utara di namakan  ORANG SONGKEL ( SE SONGKEL)  yang sekarang  lebih dikenal  dengan  nama Sonder.

 Dari antara  sisa korban  batu meteor ada pula yang  ingin  mengembara  bahkan merantau jauh keseberang lautan, sehingga turunan  Amut  e    Wewene  dan  Tu’ur  e  Tuama  tersebar luas di  delapan penjuru mata  angin.

 *** Sebagian pengungsi yang sudah betah di sekitar  NIMAWALE  berembuk  dan bermusyawarah untuk mengambil sikap  yang bijaksana karena  dari antara mereka ada yang berada pada posisi bimbang dan ragu-ragu serta serba salah untuk melakukan  pilihan  tempat dimana mereka akan bermukim secara tetap.

 *** “Sikap mereka berada diantara  mau dan tidak mau dan bimbang serta ragu-ragu dan serba salah” untuk kembali  ke  Ki-nawangko’an atau mau dan tidak mau ke Sonder, dianggap  plin-plan oleh pihak lain.

 Pihak-pihak  yang ingin pindah, mengejek dan mengolok-olok pihak yang ragu-ragu dengan ucapan :

 I   CI’IT  IN  SI-SISILEN   E MA’TUA KITA  IM -BAYA ANG “KIOWA” WAYA WO, EN  TA’AN SE  MA-TELA’UW  RA’ICA KUMI’IT  I  CITA IN TA-REPE’YA SERA YA  PA-KUA IN “CA KIO-KIOWA” TA’AN RA’ICA PUTE WON  A-ANGEN IM PA KUA ING “KIO-WA”.
 (menurut cerita leluhur , kita semua berasal dari “Kio-wa” dulu, tetapi yang tertinggal  tidak mengikuti  kita sekarang, mereka itulah yang disebut  “Ragu-ragu”, tetapi tidak sama arti kata “Kio-wa).”

 Perasaan bimbang untuk pindah ketempat lain, terutama disebabkan oleh karena mereka mengetahui bahwa asal usul nenek moyang dan leluhur  mereka berasal dari Wanua  Kiowa, apalagi situasi dan kondisi  serta keadaan sekitar Nimawale sudah memenuhi syarat selaku lokasi pemukiman yang dilengkapi sarana pertanian dan perkebunan apalagi mereka sudah terbiasa dan menyenangi  lingkungan serta keadaan pemukiman sementara  bersepakat untuk menetap di sana.

 Sebab itu, setelah mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya dan sebijaksana-bijaksananya berdasarkan  musyawarah dan mupakat, mereka mengambil keputusan untuk tetap mencari pemukiman baru disekitar  NIMA-WA-LE.

 Walau mereka di olok-olok sebagai orang yang bimbang dan ragu-ragu,namun ketetapan hati dan keinginan untuk menetap disekitar Nima-wale  sudah menjadi kebulatan tekad mereka, karena daerah itu adalah juga pemukiman nenek moyang mereka sebelumnya.

 Perpindahaan kembali pemukiman  Kiowa dipimpin oleh sembilan Wali’an Wangko’ dan Tona’as Wangko’, yaitu  Apo’ Lu-manaw, Apo’ Palar, Apo’ Topo-rundeng, Apo’ Wale-wangko’, Apo’ Keintjem, Apo’ Ma-nginda-an, Apo’ Po-namon, Apo’ Wa-lukow  dan Apo’  Piri’  yang didampingi oleh Wali’an-wali’an serta  Tona’as-tona’as dan Ki’I-Ki’it-en, Pa-selan im banua serta Pa-siri-siri’en, wo se Touw Pandey im banua dan  Teterusan maupun Waraney-waraney yang sakti dan gagah perkasa.

 Dengan melakukan upacara ritual, meditasi dan puasa serta melakukan pemujaan kepada  Sang Mahakuasa, para Tona’as dan Wali’an  serta Te-terus-an yang  sakti dan perkasa berdoa,dan meminta petunjuk tentang lokasi yang akan didiami dan nama pemukiman yang mereka pilih sebagai tempat pemukiman.

 Khusus untuk mengusir bencana serta musibah dan malapetaka atau marabahaya yang pernah melanda pemukiman Lana dan Tumo-towa dahulu, maka para Wali’an memimpin upacara selama sembilan hari sembilan malam berturut-turut dengan berdoa dan berpuasa  serta melakukan prosesi upacara ritual dan sakral yang dilakukan khusus untuk keperluan istimewa itu.

 Setelah selesai melakukan upacara-upacara ritual mereka diberi petunjuk melalui tanda-tanda dan bunyi suara burung Wara’ yang memberikan pedoman dan arah tempat yang cocok dan pantas untuk dijadikan pemukiman baru serta nama pemukiman baru.

 *** Tempat yang terpilih sebagai lokasi pemukiman baru adalah  kembali  kepemukiman  lama LANA  dan TUMO-TOWA dahulu yang sudah ditinggalkan, yaitu disebelah timur pemukiman NIMA-WALE.
 *** Sesuai petunjuk dan tanda-tanda dan bunyi burung Wara’, maka diketahuilah bahwa nama yang diinginkan oleh EMPUNG WA’ILAN AMANG KA-SURU-AN SI KU-MA-KAWASA ING KA-YO’BA’AN WON O-OBA’AN, wo se Apo’-apo’ im banua lu-mangkoy-o (malaekat-malaekat), adalah nama lama atau nama pertama yaitu  nama asli  WANUA  KIOWA.

 *** Nama  Lana  dan  Tumo-towa tidak dipakai lagi, sebab nama dan ro’ong  itu sudah ditinggalkan orang, apalagi nama itu hanya digunakan sebagai penunjuk batas dari RO’ONG (DESA) serta ruang lingkup pemerintahaan  serta kepemimpinan, akan tetapi mereka tetap satu dalam ikatan WANUA KIOWA.

 *** Apalagi pemukim yang sekarang,  sudah menjadi kumpulan komunitas masyarakat turunan dotu-dotu yang berasal dari  Walak Lana dan Tumo-towa sebagai bagian Wanua Kiowa, yang sebelumnya sudah terpencar-pencar kedelapan penjuru angin, tetapi sebagiannya kembali lagi ke wanua Kiowa .

        *** Para pemukim kembali yang  sudah bersatu kembali, dalam sikap, tindakan dan keinginan serta  tekad  memilih untuk menggunakan kembali nama  WANUA KIOWA, sebagai nama pemberian pertama kali oleh Wali’an LA’UN DANO serta APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA atas pemukiman yang mereka dirikan.

 *** Jadi walaupun sebagian besar masyarakat Wanua Kiowa sudah berpencar ke delapan penjuru mata angin  Tana’ Ka-senduk-an  Maka-aruy-en, termasuk yang kembali ke kaki  gunung  Soput-an dan  yang pindah ke  Ro’ong  Songkel serta pemukiman-pemukiman lainnya, masyarakat  Wanua  Kiowa tetap berada dalam satu ikatan tali persaudaraan dan kekeluargaan.

 *** (Pada dasarnya dengan memilih  lokasi itu para pemukim itu kembali kepemukiman nenek moyang mereka dahulu , sehingga pengaruh itu juga menggambarkan sifat orang Kiawa yang terlalu  cinta tempat asal atau tanah tumpah darah, karena sejauh-jauh mereka  merantau pasti akan kembali kekampung walaupun hanya menjenguk keluarga.)

 Petunjuk tentang pemindahan lokasi pemukiman dan pemberian nama pemukiman baru dibawa kedalam musyawarah dan mupakat akbar.

 Berdasarkan  kesepakatan-kesepakatan dalam musyawarah dan mupakat akbar masyarakat Kyowa, bertempat di “WATU PA-LI’US-AN” yang terletak sondek Aret, diputuskan bahwa :

1. Lokasi pemukiman baru yang dipilih  adalah lokasi yang terbentang diantara bagian barat pohon raksasa LA’IDONG dan bagian timur pemukiman NI-MAWA-LE.

2. Nama pemukiman  dikembalikan kepada nama asal atau nama pertama yaitu :  WANUA KIOWA (nama asli yang diberikan oleh Wali’an La’un  Dano serta Apo’ Amut  e  We-wene dan  Tu’ur e Tuama.)

 Setelah adanya musyawarah  dan mupakat akbar itu, maka dilakukanlah tata cara dan adat istiadat serta upacara menurut kebudayaan asli KA-SENDUK-AN,  untuk pembukaan kembali  pemukiman dan pengembalian nama Wanua Kiowa, dibawah pimpinan  para Tona’as dan Wali’an  serta Tua-tua Adat yang  diikuti oleh seluruh  lapisan masyarakat.

 Pelaksanaan tata cara dan adat istiadat  itu dilakukan melalui bermacam-macam upacara termasuk ru-mages serta tari-tarian puji-pujian   dan doa-doa untuk mengusir  bencana mauupun permohonanan berkar serta bimbingan dan perlindungan  dari Yang Mahakuasa.

 *** Sebagai  tanda  kembalinya masyarakat Ka-senduk-an ke pemukiman WANUA KIOWA, maka para Tona’as menancapkan lagi sebuah Batu Penjuru  yang disebut  “WATU TUMO-TOWA” (ma-muali tanu tundek im-banua wi-nangun weru)   dibagian barat Wanua Kiowa. 

 Selesai rehabilitasi dan pembangunan kembali Wanua Kiowa , dan peresmian  kembali nama  asli WANUA KIOWA, maka diadakanlah acara  MA-KA-PULU-PULU’  dengan  penuh kemuliaan  dan semarak  kemeriahan pesta akbar rakyat Wanua  Kiowa selama sembilan hari sembilan malam.

 Itulah asal usul Wanua Kiowa atau Ro’ong Kiowa yang sekarang, sebagai kelanjutan dari Wanua Kiowa yang didirikan oleh Wali’an La’un Dano serta Apo’ Ina’ Amut e We-wene dan Apo’ Ama’ Tu’ur e Tuama, yang kemudian di zaman pemerintahan  Belanda dirubah menjadi KIAWA oleh Kolonial, seperti halnya Ro’ong Songkel dirubah oleh mereka menjadi Sonder.

 Bedakan kata  :
                              1.  KIOWA,   sebutan dan tulisan asli yang seharunya dipakai untuk KIAWA yang 
                                   dipakai  sekarang ini.                    
                                

                              2.   KIAWA,    nama  Kiowa yang dirobah oleh Belanda.

3. KYOWA,  suatu kata yang  artinya “bimbang atau ragu-ragu  atau serba salah atau seakan akan (umpama: ca-kyo-kyowa), jadi bukan sebutan dan tulisan untuk menyebutkan nama  Ro’ong  Kiowa.

 Asal - usul istilah Kyowa menurut arti kata maupun kata dapat ditemukan didalam :
1.  Bahasa  Toun-temboan, kata KIOWA berarti, “HIDUP BAHAGIA DAN SEJAHTERA BERSAMA-SAMA  SECARA RUKUN  AMAN DAN DAMAI  SENTOSA”.
2. Sedangkan tulisan “K Y O W A”  berarti  SERBA SALAH atau RAGU-RAGU, tidak sama artinya dengan tulisan  “K I O W A”.

 Bahasa Jepang ,  terdapat pula kata Kiowa.
 Huruf   Kanji     :
 Kio  =    bersama,   Wa =  damai; jadi kata Kiowa dapat diartikan hidup bersama  secara damai.
 (Dituturkan oleh  Mr.  X suami seorang Dosen UNSRAT rekan Dra Sientje Rondonuwu  pada Taun 1992  yang memperbaiki letak danmembersihkan situs WATU AMIAN dan  Mr. Hyodo  dari  expert Japan Tobacco pada tahun  1993, menegaskan bahwa di Sondek Aret diperkirakan ada Kuburan orang AMIAN (Jepang???), karena batunya menghadap arah kiblat UTARA = AMIAN.
3. Kata Kiowa  pun merupakan nama salah satu suku yang menjadi penduduk asli yang mendiami benua Amerika.

 Apakah Kiowa berasal dari salah satu  daerah/negeri tersebut,atau karena kebetulan,tetapi dari ceritera mulut ke  mulut sejak dahulu, banyak yang menduga  bahwa nama itu  mungkin diberikan oleh  puteri Tona’as Wangko’   Im  Banua   Amian    yang pernah tinggal di La’idong yang berasal dari Amian (Jepang).

 Ditempat itu pula dengan “si  Ina’ Kuntel” dari Amian (Utara)  pernah merasakan dan memperoleh kedamaian serta  ketenangan karena  hidup  bersama dengan suaminya dengan  bahagia, walaupun pada mulanya diliputi  kebimbangan  dan  tantangan  karena sulit  memperoleh  jodoh.

 Dikisahkan juga bahwa puteri Tona’as  Wangko’ dari Amian itu membawa  adat istiadat, seni budaya dan tata cara serta  kebiasaan  dan  tradisi leluhurnya.

 Apabila cara bertani dan menyemaikan  benih serta bercocok tanam padi dan “tolu” penutup kepala serta rumah bambu, adalah mirip-mirip kebiasaan orang Jepang, maka hal itu  memberikan  kesan tentang profil dan  kebiasaan  orang KA-SENDUK-AN  yang kulturnya  ada persamaan  dengan tradisi  yang  mirip-mirip dengan kebiasaan orang Jepang.

 Apalagi adanya  WATU  AMIAN  dan kuburan-kuburan dekat PALI’USAN di sondek Aret, yang menurut cerita  adalah kuburan  para utusan TONA’AS WANGKO’ IM BANUA AMIAN  dan IBUNDA  dari INA’KUNTEL. maka hal itu memberikan  petunjuk bahwa gadis yang bermukim di Lai’idong  itu adalah Puteri Kaisar  Jepang yang membawa budaya Jepang  ke Minahasa,  sehingga  kata Kiowa yang kemudian berubah  menjadi Kiawa kemungkinan berasal dari bahasa  Jepang ada   hubungannya juga.

 Catatan  :  
      Menurut .Profesor ahli purbakala seorang expert dari Jerman,   desa Kiawa adalah desa tertua di Minahasa, terbukti dari benda yang di temukan  dalam  batu  Tim-bukar  yang sudah berusia kurang lebih  sebelum 15 abad yang lalu, bahkan yang tertua sebelum abad Masehi (terbukti dari barang-barang peninggalan yang pernah ada didalamnya, yang sudah banyak diambil orang).
                                  
 Prof.  MIEKE  SCHOUTEN  menyatakan bahwa bahasa  asli  Tountemboan hanya ada  di Kiawa, sedangkan didaerah lainnya sudah terkontaminasi.


                                          PROSES TERBENTUKNYA WANUA KIOWA
                                          ======================================
                                         
                                                  INANG  KUNTEL   +    INA’ KUNTEL

                                                              TANA’  MA-KA-ARUY-EN

                                                                      KA-SENDUK-AN

                                   INANG KUNTEL  +  INA’ KUNTEL  +   TU’UR  E   TUAMA


                                                                            LA’IDONG


                                                                      WANUA  KIOWA


                                                               LANA   +   TU-MO-TOWA


                                                                     TI-NINCAS-AN


                                     DELAPAN  PENJURU  MATA  ANGIN   KA-SENDUK-AN


                                                                   KI-NA-WANGKO’AN


                                                                       TI-NINCAS-AN


                                                                           MA-WALE


                             KINA-WANGKO’AN   +   MARENG  ANG KIOWA    +    SONGKEL

                                                                          K I O W A

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
                                                                          K I A W A





12.  KIOWA  (KIAWA)   SELAYANG PANDANG


A.  ETNIS  KIOWA  (KIAWA)

 *** Etnis  Kiowa  adalah sekelompok “ orang yang hidup bersama secara rukun dan damai sejahtera”, di pemukiman yang dikenal dengan sebutan PUSER IN  TANA’ KA-SENDUK-AN KIOWA, yang merupakan  turunan  DOTU  TU’UR E  TUAMA  dan  AMUT   E    WE-WENE.***

 Menurut asal usulnya orang (etnis) Kiowa atau Kiawa  adalah turunan  Apo’  Amut  e  Wewene  dan Tu’ur  e  Tuama   yang pertama kali mendiami Wanua  Kiowa.

 Masyarakat Ka-senduk-an yang berasal dari    Wanua  Kiowa  yang menyebar kedelapan penjuru mata angin  tanah Ka-senduk-an sudah berkembang  menjadi besar sekali  populasinya, sehingga menjadi suatu bangsa yang berpengaruh  serta memiliki  kepintaran, kemajuan dalam bidang  budaya, pengetahuan , ekonomi  serta  kekuatan   pertahanannya, bahkan sudah memiliki bahasa dan aksen yang agak berbeda  walaupun masih  memiliki kemiripan, tetapi pada dasarnya tetap mempertahankan  dan menjunjung tinggi dasar-dasar dan prinsip-prinsip  serta ciri-ciri dan kekhasan adat istiadat budaya dan keyakinan Ka-senduk-an.

 Akibat kemajuan yang dimiliki, timbullah persaingan dan pertentangan antara  kelompok -kelompok tertentu,  sehingga  menyebabkan  perselisihan  yang  menyebabkan peperangan antar kelompok, dimana kelompok yang satu ingin  melebarkan sayap kekuasaannya dengan saling merebut pengaruh bahkan wilayah kekuasaan  antara satu dengan yang lain.

 Peperangan antar kelompok menimbulkan korban jiwa, harta, dan bencana lainnya.

 Tokoh-tokoh  yang tidak  menginginkan  perpecahan  antara masyarakat  Ka-senduk-an mengambil  prakasa  untuk  mempersatukan kembali  masyarakat yang sudah terpecah bela.

 Salah satu kesepakatan yang di hasilkan  adalah pembagian wilayah sesuai dengan domisili anak-anak  suku  Ka-senduk-an yang sudah menciptakan dan memiliki bahasa sendiri-sendiri.

 Setelah pembagian tana’  Ka-senduk-an dalam  musyawarah dan mupakat  kekeluargaan  yang  diselenggarakan di tempat  bersejarah  Watu  Pina-weteng-an,  dimana  nama  Ka-senduk-an  berobah sebutannya menjadi  Mi-naesa,  yang  kemudian lebih dikenal   dengan sebutan  Minahasa ( oleh  kolonial  Belanda)  , maka etnis  Kiowa dimasukan sebagai bagian anak  suku   Tuon-tembo-an.

 Namun secara  etnis, kultur, budaya, bahasa dan  hubungan  kekeluargaan  etnis  Kiowa lebih dekat dengan rumpun  Sumonder  dan Ku-ma-wangko’an, Tuma-reran  serta rumpun-rumpun Toun-tembo-an dan  sekitarnya.

 Rumpun  Su-monder  dan  Ku-ma-wangko’an serta Tuma-reran erat kaitannya dengan etnis Kiowa,  dibuktikan dengan nama “TA-RANAK”  atau  marga/ keluarga  (famili  name)  dari etnis Sonder  dan  Ka-wangko’an serta Ta-reran  sebagian besar sama,  hal mana  membuktikan bahwa  etnis-etnis   tersebut berasal dari Kiowa, tetapi bukan berarti bahwa, turunan dotu Amu t e We-wene serta Tu’ur e Tuama  yang sudah tersebar dan terpencar-pencar didelapan penjuru angin Wanua Ka-senduk-an (Ma-lesung) , bahkan ada yang sudah lu-mantak atau su-mengkot lu-mangkoy in ta’sic wangker am pa-nangkey-an, tidak terkait dengan rumpun ini, melainkan kesemuanya adalah satu turunan darah titisan Apo’ Amut dan Apo’ Tu’ur.

 Namun  ditinjau dari sisi  aksen/dialek  bahasa  maupun kultur dan adat  istiadat  serta pembagian harta warisan  nenek moyang ,  saat ini   kelihatannya etnis  Kiowa lebih  dekat sekali dengan  etnis  Sonder karena  banyak orang Sonder  memiliki tanah atau kebun  didalam  wilayah kepolisian Kiawa, demikian pula sebaliknya  banyak orang Kiawa  memiliki   tanah dan  kebun didalam   wilayah kepolisian Sonder,yang kesemuannya berasal dari pembagian   budel warisan   dotu  yang sama marga. 

 Hubungan darah maupun kekeluargaan  antara etnis Kiowa  dan Sonder dibuktikan pula dengan penuturan  dari orang tua-tua dikedua   desa Kiawa dan Sonder  yang sampai sekarang selalu dan tetap mengakui serta menyatakan bahwa orang  Songkel (orang Sonder) berasal dari satu desa (wanua) yaitu Kiowa dan yang dimaksud dengan Songkel sebenarnya adalah Kiowa, dengan pengertian bahwa dulunya Kiowa dan Songkel adalah satu Wanua, (walaupun juga masyarakat Kuma-wangko’an dan Tuma-reran pun berasal dari Kiowa termasuk anak-anak suku yang sudah tersebar diseluruh kawasan Ka-senduk-an Maka-aruy-en), dengan kesimpulan bahwa rumpun ini adalah rumpun yang tetap menetap di Wanua yang didirikan pertama kali, oleh Wali’an La’un Dano dan Apo’ Amut serta Apo’ Tu’ur.

 Apabila dalam pembagian walak atau wilayah di zaman dahulu kala Kiowa termasuk walak Songkel, kemudian  pada zaman penjajahan Belanda termasuk  onder district  Sonder dan sesudah kemerdekaan R.I tetap termasuk Kecamatan Sonder sampai tahun 1960.

 Disebabkan oleh satu dan lain hal pada zaman pergolakan PERMESTA, maka desa Kiawa pada tahun 1960  dipindahkan kedalam Wilayah Kecamatan Kawangkoan sampai sekarang.


 B. PUSER  IN  TANA’

 Secara geografis, RO’ONG  KIOWA (Kiawa) terletak di kaki Gunung Lengkoan dan membujur dari timur ke barat serta di apit oleh sungai, sebelah utara  sungai SONDER  dan sebelah selatan sungai RANO WANGKO’  dan sebelah barat  ALAM  LA’UN  DANO  dan sebelah Timur  GUNUNG    LENGKO’AN  dan berada di antara dua bendar yaitu Sonder dan Kawangkoan.

 *** Bila memperhatikan peta tanah Minahasa  dan ditarik garis lurus dari timur ke barat atau dari utara ke selatan , maka secara geografis desa Kiawa berada di tengah-tengah tanah Minahasa sehingga Kiawa  disebut  PUSER IN  TANA’.

 Nama dan sebutan PUSER IN TANA’  sangat  familiar dan populer dikalangan GENERASI  TUA KIOWA, sehingga  mereka jarang menyebutkan  nama atau sebutan KIOWA, namun yang mereka masksudkan   dengan PUSER IN  TANA’  adalah KIOWA.

 *** (.......SAYOW    kelahiran  asli dan dibesarkan di Kiowa yang meninggal  awal  Januari  1996  dalam  usia  100 tahun, tetap menggunakan  istilah PUSER  IN  TANA’  untuk Kiowa dalam  percakapan dengan  LEMBAGA BUDAYA KIOWA  di KROIT pada  bulan  NOPEMBER  1996, beliau masih menyimpan bendera dan keris pusaka masyarakat PUSER IN TANA’).

 Kata orang tua-tua, desa Kiawa tidak berkembang jadi besar seperti  bendar  Sonder dan  Kawangkoan,  karena  desa Kiawa diapit oleh  dua sungai serta di batasi oleh  gunung serta jurang terjal  debelah barat, sehingga ada kesan terpagar atau tertutup.


13.  ANAK  SUKU   TOUN-TEMBO-AN


 Etnis yang menduduki Desa  (KIAWA)  adalah bagian dari rumpun anak suku TOUN-TEMBO-AN,  sebagai salah satu anak  suku yang merupakan bagian dari suku  MINA-ESA yang ikut serta dalam pembagian TANAH  KA-SENDUK-AN MINA-ESA (MINA-HASA) yang disebut juga “MA-LESUNG”, yang didirikan oleh Wali’an Inang Wangko’ La’un Dano serta Apo’ Ina’ Amut e We-wene dan Apo’ Ama’ Tu’ur E Tuama, yang dikenal juga dengan sebutan Karema. Lumi-mu’ut dan To’ar.

 Musyawarah  dan mupakat kekeluargaan antara anak-anak suku  Minahasa diadakan setelalh populasi turunan Apo’ Amut E We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuama (  To’ar Lumimuut) berkembang  menjadi banyak dan sudah terpencar  diseluruh kawasan Bumi Ka-senduk-an (Minahasa).


 Anak suku Minahasa yang ikut serta dalam musyawarah  dan mupakat itu adalah :
 Ton-sea’, Toum-bulu’ , Tom-batu. Toun-tembo-an, Tou-lour,  Tom-bariri, Ton-sawang, Po-nosak-an  dan  Bantik dan beberapa anak suku kecil lainnya.

 Pelaksanaan musyawarah dan mupakat itu dilakukan di tempat  bersejarah  bernama   WATU PINA-WETENG-AN  di kaki gunung  Soput-an.

 Etnis Kiowa sebagai salah satu rumpun anak suku Toun-tembo-an ikut serta dan berpartisipasi juga dalam musyawarah dan mupakat tersebut.

 Hasil musyawarah dan  mupakat itu menetapkan  beberapa  keputusan  a.l.   :
 Pernyataan  kebulatan tekad bahwa turunan Apo’  AMUT E WE-WENE dan TU’UR E TUAMA (To’ar  Lumi-mu’ut)  selalu  terikat dalam  persatuan dan kesatuan keluarga dan tetap  “ bersatu” (itulah  asal usul istilah  MINA-ESA yangberarti   BERSATU).

 Pengembangan dan peningkatan pelaksanaan pola hidup MA’ANDO dan MAPALUS  sebagai  warisan  APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR  E TUAMA (Apo’ To’ar  Lumimu’ut ).

 Pembagian  wilayah Minahasa kepada anak-anak  suku turunan APO’ AMUT E WE-WENE dan  APO’ TU’UR E TUAMA ( Apo’   To’ar  Lumimu’ut).

 Dari ketujuh   anak suku  Minahasa itu, anak suku  Toun-tembo-an mendapatkan wilaya dibagian tengah  dan selatan yang sudah ditempati oleh rumpun-rumpun  anak suku Toun-tembo-an.

 Sejak saat musyawarah dan mupakat  di  Watu  Pina-weteng-an nama-nama  ketujuh anak suku Minahasa makin dikenal dan  populer, apalagi anak suku Toun-tembo-an yang pada saat   itu bertindak selaku tuan rumah karena  kebetulan   Watu Pina-weteng-an  terletak  diwilayah  yang  di tempati  anak  suku  Toun-tembo-an.

 Anak suku Minahasa ini disebut TOUN-TEMBO-AN atau  TON-TEMBO-AN karena pada mulanya paling banyak dari antara mereka  bermukim di  pegungungan, walaupun ada juga sebagian yang bermukim  ditepi pantai.

 Asal usul nama TOUN - TEMBO- AN berasal dari dua kata yaitu  “TOUW”  yang berarti  “ORANG” dan “TEMBO-AN”  yang berarti “Tempat  tinggi” ,  dimana orang dapat melihat dan memandang ke bawah dan sekitarnya, sehingga  kata “TOUN-TEMBO-AN” dapat diartikan “ORANG DI  TEMPAT TINGGI”.

 Pada zaman dahulu anak suku TOUN-TEMBOAN suka juga  berdiam di tempat yang tinggi,baik di rumah panggung dan gua-gua alam atau buatan dilereng gunung atau di tebing-tebing atau diatas pohon-pohon  raksasa dengan menggali  lobang (kume’il kali)  atau membolongi kay (ru-mangow ing kayu) untuk keperluan tempat tinggal  atau bolong karena kerusakan  alamiah atau kerat  binatang yang disebut  Rangow.

 Bertempat tinggalnya anal suku  ini  ditempat-tempat yang  spesifik  tersebut karena alasan keamanan terutama menghindari gangguan orang jahat dan serangan biatang buas ( sehingga saat ini ada desa/bendar bernama  Tondangow  dan  Langouw-an yang berasal dari kata Rangouw  atau lobang atau gua), atau desa yang bernama  Ki-nali  atau  Kali.

 Anak suku yang dikenal dengan  PA-KASA-AN TOUN-TEMBO-AN  dikenal juga dengan sebutan  orang TOM-PA-KUWA, dan  ada pula yang menyebutnya  TOM-PA-KOWA.

 Artinya  TOM-PA-KUWA  dan TOM-PA-KOWA  :


 1.   TOM-PAKUWA  terdiri dari  dua suku kata :

       Tom    =    Orang;
  
        Kuwa     =     bilang =  sebut
  
        Pa-kuwa     =     terbilang, yang disebut-sebut;

        Sehingga kata  TOM-PA-KUWA  dapat diartikan  :

        “ ORANG YANG TERBILANG”  atau  “ ORANG  TERKENAL”


 2.    TOM-PA-KOWA  terdiri dari dua suku  kata :

          Tom   =    orang   ;

          Kowa    =    lomba  ;

          Pa-kowa dapat diartikan  yang dilombakan karena  memiliki  keterampilan/keahlian dan kemampuan untuk berlomba.

 Karena  memiliki kemampuan dan keahlian  berlomba anak suku ini  selalu  diutus  kebarisan depan  dalam perlombaan  atau perjuangan, sihingga   TOM-PA-KOWA  dapat di artikan   “PELOMBA”.
 (anak suku ini  memang terkenal  gemar bertanding dan melakukan perlombaan kuda, sapi  dan binatang-binatang lainnya.)

 Jadi dapat disimpulkan  bahwa orang  Toun-tembo-an  atau orang  Tom-pakuwa atau orang  Tom-pa-kowa adalah  “ orang di tempat tinggi dan terkenal yang di tempatkan dibarisan depan”.

 Anak suku ini  mendiami daerah  sekitar pegunungan  Soput-an,Lengko’an, Ta-reraN, dan membentang  sampai ke pegunungan  Lolom-bulan, Wulur ma’atus  dan Sinon sayang.

 Anak sukuk Ton-tembo-an  sekarang  terbagi-bagi sesuai dengan lokasi pemukiman  masing masing yang  sekarang  di kenal denga  rumpun-rumpun  orang :
  SONDER (Su-monder),KAWANGKOAN (Kuma-wangko’-an), TOMPASO(Tumom-paso’), LANGOUW-AN (Lu-mangouw-an , TOMBASIAN (Tumom-basi-an), TA-RERAN (Tuma-reran), TUMPA’AN(Tu-mumpa-an),AMURANG (U-wuran), MOTOLING, TOM-PASO’ WERU ( Kolonisasi), MODO-INDING, TENGA serta  POIGAR.

 Anak suku Toun-tembo-an ini  mewarisi  adat istiadat dan  budaya asli  Ka-senduk-an yang sekarang dikenal dengan    sebutan MINAHASA , tetapi mimiliki ciri khas bahasa dan  dialek serta karakter yang unik dan agak berbeda dengan dasar  filosofi  hidup Ma-palus yang merupakakn warisan agung  APO’ AMUT E WE-WENE dan TU’UR E TUAMA ( Apo’ To’ar Lumimu’ut)  dan  Wali’an  LA’UN DANO (Ka-rema).

 ETNIS KIOWA adalah sebagian dari rumpun yang berada  diantara anak suku TOUN-TEMBO-AN.








                    III.    ALIRAN  KEPERCAYAAN  KASENDUKAN  



 1.   ALIRAN   KEPERCAYAAN  KA-SENDUK-AN.


 Aliran kepercayaan yang dianut masyarakat Kiowa adalah suatu aliran kepercayaan yang bersumber pada ajaran tentang  Ka-senduk-an yang diwariskan oleh  Wali’an  La’un  Dano  serta  Apo’  Amut  e  Wewene  dan  Tu’ur  e  Tuama.

 Aliran  kepercayaan  Ka-senduk-an   mengajarkan tentang  kebahagiaan sejati didunia yang fana  (ka-yo’ba’an) dan dialam baka (o’oba’an) .

 Misteri legenda,mythos, magis, mistik, ritualisme dan tradisi leluhur serta hal-hal  luar biasa, yang dianggap aneh atau memiliki  kasiat   serta  kekuatan  dikalangan  masyarakat  Kiowa  purba adalah  sumber inspirasi  spiritualisme  Ka-senduk-an.

1. MYTHOS.

 Mythos tentang seseorang sakti yang gagah perkasa yang dapat  mengalahkan binatang raksasa yang buas, atau seseorang pinter yang dapat  membuat  keanehan atau  sihir atau tenung dan lain-lain, atau sesuatu peristiwa atau kejadian, yang aneh atau luar biasa  dan sering terjadi dialam luas maupun  angkasa  raya,  sangat  mempengaruhi  semangat  hidup  spiritualitas  masyarakat.

 Demikian pula  mythos tentang  ceritera-ceritera  orang sakti, kesatria dan perkasa serta orang-orang pintar, terutama juga alam dan  lingkungan serta peristiwa-peristiwa  dan kejadian-kejadian yang luar biasa, maupun  keanehan  alam dan  keperkasaan serta kedahsyatan kuasa  dan kekuatan alam  seperti kilat, guntur, gerhana  dan  pikiran masyarakat ,  menjadi  suatu kepercayaan yang  diyakini  bernilai  magis dan mistik, sehingga dijadikan mythos oleh masyarakat Kiowa.


2. MAGIS  dan   GAIB.

 Magis dan gaib  adalah pengaruh keadaan  dan peristiwa-peristiwa  serta kejadian-kejadian yang dialami atau dilakukan orang sakti atau seseorang yang sulit dipecahkan atau dijelaskan dengan kata-kata biasa oleh orang awam.

 Contoh  :    Pisau berdiri tegak lurus atau berputar-putar diatas  piring porselen.


3. MISTIK

 Mistik yaitu inti yang terpendam dalam kepercayaan atau suatu hal yang sangat hakiki dalam pengalaman hidup kesukmaan, yang tidak dapat  dijelaskan atau dirumuskan dalam suatu ajaran ,  karena hanya dapat dirasakan oleh orang yang merasakannya atau mengalaminya.

 Contoh  :    Orang  kesurupan.





4. TRADISI  LELUHUR.

 Tradisi leluhur  yang mempengaruhi kehidupan  masyarakat  Kiowa yang berakar pada ajaran  serta peninggalan  Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut  e  Wewene  dan  Tu’ur  e  Tuama selaku manusia  pertama di  Wanua  Kiowa.


5. RITUALISME.

        Ritualisme sebagai wujud  ungkapan nilai-nilai  magis dan mistik dijadikan  sebagai sarana       untuk merealisasikan  ungkapan perasaan dan pemujaan.


6. SPIRITUALISME.

 Spiritualisme   Ka-senduk-an  dibentuk oleh legenda, mythos,magis, mistik, tradisi dan ritual yang didominasi oleh kepercayaan akan hal-hal yang magis dan mistik serta legenda-legenda yang ada, terutama tradisi   para leluhur.

 Mythos tentang kepercayaan dan keyakinan,  bahwa semua  yang ada di jagad raya bernyawa dan memiliki  kekuatan sakti serta nilai-nilai  magis dan mistik, termasuk kepercayaan  bahwa semua ciptaan memiliki roh dan jiwa serta  kehidupan, adalah  inti sumber inspirasi pemikiran dan pembentukan ritualitas dan spiritualitas  atau aliran kepercayaan  Ka-senduk-an.

 Kepercayaan itu akhirnya  menjadi suatu tradisi yang bertumbuh dan berkembang terus, sehingga menjadi suatu aliran kepercayaan atau spiritualisme  Ka-senduk-an yang menjadi keyakinan dari masyarakat  Wanua Kiowa.



2.    KA - SENDUK  -  AN.

 Ka-senduk-an  adalah kehidupan dan tempat yang penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman, kesentosaan, kemakmuran, kesejahteraan, kerukunan, kedamaian dan suka cita atau  Paradiso, suatu tempat yang tak mengenal penderitaan dan  kesengsaraan serta tidak  pernah mengalami kesedihan, penderitaan, penyakit, kesusahan, musibah, malapetaka, kecelakaan, duka cita dan  tangisan air  mata ,  baik dialam baka maupun didunia yang fana.

 Kehidupan di alam baka Ka-senduk-an :
 Ka-senduk-an diartikan  juga sebagai komunitas dari manusia  yang sudah mencapai tingkar kesempurnaan  hidup dan menikmati kebahagiaan  serta sukacita yang kekal setelah mengalami reinkarnasi atau kehidupan  baru  di Ka-senduk-an.

 Kehidupan didunia  fana  Ka-senduk-an  :
 Masyarakat Ka-senduk-an  adalah masyarakat yang sudah mencapai sasaran  maksud dan tujuan  dari pada pola  hidup Ma-ando, yaitu masyarakat yang sudah menjalankan dan hidup dalam  suasana  serta menikmati  :

• Keadilan, kearifan, dan kebijaksanaan serta kesempurnaan,
• Kebahagiaan , kesenangan, kegembiraan rohani dan jasmani, 
• Kemakmuran, kesejahteraan moril  dan materil,
• Kerukunan , kedamaian keamanan  dan kesentosaan.



 ***kata “SENDUK berarti : Adil ,bahagia, senang, gembira, sejahtera,  makmur, rukun, damai, aman  dan sentosa. (huruf  e dalam kata “senduk”  disini  dibaca serperti huruf  e  dalam  kata  enak, ekor, ember, embel-embel  dll).

 ***  Bedakan dengan kata  “SENDU’”  dalam kata “se-sendu’-an yang berarti “menanggis   tersedu sedan. (Huru e  dalam kata sendu’  disini dibaca  seperti huruf e  dalam  kata empat, elang, enggan dll.)

 ***    Perbedaan arti kata  ditentukan oleh bunyi lafal huruf  “e”  dan tekanan  tanda hamza dalam kata senduk dan sendu’.


 Misteri magis dan mistik yang menjiwai kehidupan dan semangat aliran kepercayaan masyarakat Ka-senduk-an, adalah suatu misteri yang diselubungi tabir rahasia spiritualisme.

 Walaupun dizaman modern sekarang ini  kehidupan spiritualisme Ka-senduk-an sudah mengalami polusi dan seakan-akan sudah ditinggalkan oleh sebagian besar penganutnya, namun secara tersamar misteri nilai-nilai magis dan mistik Ka-senduk-an masih tercermin dalam peri kehidupan sebagian masyarakat yang masih mempertahankan aliran kepercayaan Ka-senduk-an didalam kehidupan sehari-hari.

 Contoh-contoh praktis dalam kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat Kiowa, yaitu :

1. Tidur, kepala harus disebelah Timur atau Selatan.
2. Bambu atau kayu yang dipancangkan ketanah harus pangkal dari kayu atau bambu.
3. Ritualitas kematian  a.l.  :    tu-mu’un ,   lu-ma’lu ,  dll .
4. Dll.

 Spiritualisme Ka-senduk-an  dijiwai oleh nilai-nilai magis dan mistik, yang diwarnai pengaruh alam dan lingkungan serta  aliran kepercayaan maupun keyakinan para leluhur  Wali’an La’un Dano serta Apo’  Amut  e  We-wene  dan  Tu’ur  e  Tuama.

 Kehidupan masyarakat Kiowa yang selalu terkait dengan nilai-nilai magis, mistik, ritual dan spiritual/upacara-upacara tradisional yang mengakar pada budaya Ka-senduk-an  pada zaman dahulu, adalah ciri khas kehidupan sehari-hari  masyarakat Kiowa yang masih menganut aliran kepercayaan Ka-senduk-an sekarang ini.

 Apapun tindakan dan kegiatan yang menyangkut kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai magis,  spiritual dan ritual.

 (Walaupun masyarakat Kiowa saat ini sepenuhnya sudah memeluk agama Kristen, tetapi ciri khas kehidupan spiritual aliran kepercayaan Kasendukan masih tetap mengakar dalam kehidupan  sehari-hari.)







3.   MISTERI  MAGIS  DAN  MISTIK   KA-SENDUK-AN.


     (1).  KA-SURU-AN

 Ka-suru-an (asal kata suru) yang berarti ASAL  MUASAL  TURUNAN.

 Asal muasal turunan itu adalah  SUMBER  KEHIDUPAN.

 Sumber  kehidupan  adalah  SANG  MAHA KUASA  dan  SANG  MAHA PENCIPTA.

 KA-SURU-AN dapat diartikan sebagai ASAL MUASAL DAN SUMBER SEGALA MAHLUK, CIPTAAN,  HIDUP, KUASA, KEMULIAAN, KEAGUNGAN, KESEMPURNAAN, GAYA, TENAGA, KEKUATAN, MAUPUN SEGALA-GALA YANG KELIHATAN DAN TAK KELIHATAN SERTA KETURUNANNYA.

 WANGKO’  berarti  AGUNG, SEMPURNA  atau MAHA BESAR  dan  MAHA MULIA.

 KA-SURU-AN  WANGKO’  berarti   ALLAH YANG AGUNG DAN MAHA  BESAR SERTA MAHA MULIA, ASAL MUASAL SEGALA HIDUP, KUASA, KEKUATAN, DAYA  DAN TENAGA, PIKIRAN ,KREASI, REKAYASA, ILMU, PENGETAHUAN  DAN KEPANDAIAN, CIPTAAN SERTA MAKHLUK-MAKHLUK, DAN ASAL SEGALA-SEGALA YANG ADA DISELURUH JAGAD RAYA DAN ALAM SEMESTA.

 KA-SURU-AN  dikenal juga dengan panggilan  EMPUNG  atau  WA’ILAN.

 *** Pada prinsipnya MASYARAKAT KA-SENDUK-AN  adalah PENGANUT ALIRAN MONO-THEISME, yaitu percaya kepada AMANG KA-SURU-AN (SATU-SATUNYA ALLAH YANG ESA. 

              ORANG KA-SENDUK-AN hanya mengenal AMANG KA-SURU-AN ( tidak ada sebutan  “ Inang  Ka-suru-an  atau sebutan lain, selain  Amang  Ka-suru-an).

 ***  Amang  Ka-suru-an  memiliki utusan atau suruhan yaitu APO’-APO’ (MALAEKAT-MALAEKAT) sebagai penghubung antara Ka-suru-an dengan CiptaanNya (Apo-Apo’ adalah orang-orang  yang dulunya didunia hidup sesuai dengan ajaran paham Ka-senduk-an, hidup suci, arif, bijaksana, adil, benar dan jujur, sehingga setelah meninggal dan kembali kealam baka manjadi  APO-APO’ IN O-OBA’AN (MALAEKAT), yang seringkali diutua oleh Amang Ka-suru-an ke dalam ka-yo’ba’an, bahkan untuk sementara waktu menjelma menjadi manusia lagi (re-inkarnasi), atau masuk dalam sukma dan jiwa serta tubuh jasmani, orang-orang pinter atau orang-orang tertentu.

 ***    Utusan atau penghubung  atau perantara adalah “LU-LU’DU’AN IN KA-SENDUK-AN”, yang disebut juga “ APO’-APO’  IN O-OBA’AN”, atau malaikat - malaikat yaitu Apo’- Apo’  atau ciptaan  lainnya “yang sudah berada dan tinggal di Ka-senduk-an in O-oba’an” sebagai pahala atas segala amal bhaktinya serta pengabdiannya kepada ajaran serta kehendak Amang  Ka-suru-an dan sesama makhluk hidup selama berada di “ka-yo’ba’an”.

 ***  Sebutan Amang Ka-suru-an  membuktikan bahwa hanya ada satu  Ka-suru-an, sebab tidak ada sebutan “Inang Ka-suru-an”.

 ***   Wanua  Ka-senduk-an Kiowa hanya mengenal istilah  AMANG  KA-SURU-AN, tidak pernah  mengenal istilah  Inang  Ka-suru-an  atau  ka-suru-an lainnya, sebagai bukti bahwa  kepercayaan  asli masyarakat  Ka-senduk-an Kiowa adalah  MONOTEISME, bukan polyteisme.

 ***  Kalau  ada  dibeberapa anak suku  mengenal istilah ka-suru-an lainnya, maka ka-suru-an - kasuruan itu adalah ka-suru-an-ka-suru-an atau ilah-ilah yang dibentuk atau diciptakan sendiri oleh orang - orang  yang menginginkannya dan tidak sama dengan AMANG KA-SURU-AN  yang dimaksudkan dalam kepercayaan masyarakat  Ka-senduk-an  Kiowa.

 ***  Nama atau sebutan  lain untuk Ka-suru-an adalah  Empung  atau Wa’ilan dan tidak disebut berulang-ulang seperti  Empung-Empung  atau  Wa’ilan -  Wa’ilan.

 ***   Walaupun berkesan animisme , karena kepercayaan bahwa semua benda atau ciptaan memiliki jiwa serta kekuatan dan pengaruh, tetapi yang diyakini sebagai Sang Maha  Kuasa dan Maha Pencipta  hanya satu, yaitu Amang Ka-suru-an.

 ***  Kepercayaan tentang  penjelmaan mewarnai keyakinan ada kehidupan baru sesudah kematian.

 ***  Spiritualisme masyarakat Ka-senduk-an diliputi oleh   tabir misteri yang penuh rahasia.



      (2).   LE’NAS

 LE’NAS adalah yang KUDUS, MULIA, AGUNG, TANPA CELA, TANPA NODA ATAU SEMPURNA.

 LE’NAS  dimaksudkan pula sebagai ungkapan untuk KA-SURU-AN, yang disebut si “LU-ME’NA-LE’NAS”.



     (3).   SIOUW   TI-TIMBOY-AN  ING KA-TOUW-AN

 I.    KA   -TOUW-AN (HIDUP)  :

• Ka-touw-an   ka-ure-ure  ( hidup kekal)
• Ka-touw-an   ca-wana  ka-siwak-an  (hidup tak terbatas)
• Ka- touw-an  su-miwak (hidup  terbatas)

 II.   KA-WASA (KUASA) :
   
1. Ka-wasa  i   mu’kur wo si lungus wo si aseng :

a)  KA-WASA  I   MU’KUR (kuasa  roh) :
  mu’kur  ka-ure-ure (roh kekal)
  mu’kur ca-wana  ka-siwak-an (roh terbatas)
  mu’kur ma-siwak (roh yang dapat mati).

b)   ka-wasa  i  lungus (jiwa)
c)   ka-wasa  i  aseng  (nyawa)

1. KA-WASA  I   A’AS (akal  budi) :

 e’endam (indera)
 a’awon (karsa)
 re-reka-en  (kreasi)

2. KA-WASA   I   A’ATA’( GAYA)   :

 e’eter (kemampuan)
 keter  (kekuatan)
 e’eter (tenaga)


 III.  E’EMA’AN  (CIPTAAN)   :

 pa-pe’ilek-en  (kelihatan)
 touw, aloa, ti-nanem (manusia, binatang, tumbuhan).
 tana’, rano, langi, roar, ka-yo’ba’an (tanah, air, langit, alam, jagad raya.)
 .a-apa-an ( benda,  zat , dll.)
 ca-pa-pe’ilek-en (tak kelihatan)
 reges (angin)
 eges  (udara)
 oras  (musim)
 pa-reka--rekan (semu)
 wuni  (mahluk halus)
 eli’  (benda-benda magis)
 limbawa (fata morgana)

 IV.  PA-EMAN-EN  (KEPERCAYAAN)

 e’eman-en  (keyakinan)
 a’aram-en   (tradisi)
 u’utur-en    ( legenda)

 V.  SI-SIGIL-EN (ANALISA)

 o’owon (mythos)
 u’us (logos)
 I-ile’en (realita)

  
 VI.  U’SI Y-EN (AJARAN)

 aram  (budaya)
 re-reka’en  (rekayasa)
 a’andey-an (ilmu)
 e’eilek-en  (pengetahuan)
 tu-turu’en (pendidikan)
 ukung (hukum) :
 a’ator-en (aturan)
 adat (etika)
  e-eri-en  (moralitas)

 VII.        RE-RE’NAS-EN     (KEBIJAKSANAAN)

 e-eren-an (jeli)
 re-reka-an  (kreatip)
 e’ero’an (dinamis)

 VIII.  MA-ANDO  (SOLIDARITAS/KEBERSAMAAN)

 ticoy ing to-touw-an (pola hidup)
 ki’i-ki’t-an (kepemimpinan)
 i’ico-an won u’uwa’an (usaha dan produksi)
 mem-palus-an
 men-sen-sembong-an
 men-san-sawang-an
 men-sun-sule-an
 men-tun-tulung-an
 mem-pom-popo-an
 mem-pom-pokey-an
 men-sun-suli’an
 men-ton-tolic-an
 mem-bem-bean
 me-upu-upus-an
 me-lelo-lelo-an
 men-tan-ta’ney-an
 mem-pam-pa’ando-an
 me-lupu-lupu-an
 mem-bem-berot-an
 me-san-sakey-an
 mem-bum-buleng-an
 men-tenteng-tenteng-an
 mem-bim-bio-an
 me-aki-akin-an
 mem-bom-boko’an
 mem-bam-bali-an
 men-tun-turu’an
 meng-genang-genang-an
 me-aru-aruy-an
 men-san-sale’an
 men-ton-to’or-an
 mem-bem-beteng-an
 dll.


 IX.  KA-SENDUK-AN (PARADISO)

 ka-aruy-an (kemakmuran)
 tu-tumbi’an (keadilan)
 ka-elur-an (kebahagiaan) :
 aler (aman)
 aruy  (damai)
 elur (sentosa)

         
 (4).  KA-TOUW-AN MAKA  SIO-SIOUW (MAKA TELU  LU-MEPET SIOUW)


I.     KA-WASA  ME-NO-NOUW (KUASA YANG HIDUP)  :
• a’ata’ wo e’enter  (gaya dan tenaga)
• keter (kekuatan)
• e’eter (kemampuan)

II.     LEMBOY ING TO-TOUW-AN (SUMBER HIDUP) :

• mu’kur (roh)
• lungus (jiwa)
• aseng (nyawa)

 III.     ROAR  ME-NO-NOUW (ALAM YANG HIDUP) :
• tana’ (tanah)
• rano (air)
• o’oba’an (jagad raya)

 IV.      A’APA  ME-NO-NOUW (MAHLUK YANG HIDUP) :
• touw (manusia )
• aloa wong kayu won dukut (binatang dan kayu  serta rumput)
• atu (benda)

 V.       TO-TOUW-AN (HIDUP) :
• e’endam (indera)
• a’awon win e’ema’
• a-awoy-en  (tindakan)

 VI.      SUSIY IN TO-TOUW-AN (AJARAN HIDUP) :
• aram (budaya)
• a’andey-an won e’eilek-an (ilmu dan pengetahuan)
• ka-aruy-an (kemakmuran).

 VII.    TU’UR IN A’ASAN IN TO-TOUW-AN (DASAR PEMIKIRAN HIDUP)
• o’owon (mythos)
• u’us (logos)
• a’adan (realita).

VIII. TICOY IN TA-TAWOY ADAN ME-NO-NOUW (WUJUD KARYA NYATA HIDUP) :

• pa-male aruy (keluarga bahagia)
• me-ro’ong elur (masyarakat damai sentosa)
• ka-senduk-an (paradiso)

 IX.     KA-SENDUK-AN (PARADISO)



(4).  KA-WASA- ME-NO-NOUW (KUASA YANG HIDUP) :

 Ka-wasa me-no-nouw a se touw wo se me-no-nouw ang ka-yo’ba’an im pa-ka-sa,  ni-ema’ i   Ma-ka-ka-wasa im baya waya,  si ni mema’ im baya-waya, si’tu-o se pa-ka-sa se ni-ema’ ma-kere ka-wasa wo e’eter , ta’an i pa’ki’it ing  ka-sa-le’an i Ka-suru-an, si sey si wean lebe keli, wo si sey em bean na pira, ya karu’ se touw  ya wi-nean-na im baya-waya se ka-wasa wo e’eter ,  ku-mi’it ing ka-toro-an nera, lu-mebe may ase me-no-nouw wali-na.

 Kuasa yang hidup pada manusia serta mahluk hidup seluruhnya di alam raya, dilakukan oleh Sang Maha Kuasa yang menciptakan segala-galanya, sehingga semua ciptaan memperoleh kuasa dan kemampuan, tetapi sesuai dengan keinginan  dari Ka-suru-an sendiri, kepada siapa yang  diberikan  lebih banyak  dan kepada yang diberikan  terbatas, tetapi kepada manusia diberikannya  segala  kuasa dan kemampuan yang di butuhkannya,  melebihi ciptaan lainnya.

 Ka-wasa me-no-nouw ay we’e i  Maka-ka-wasa, si ni mema’ im baya-waya , si’tu sera ro’ona :
 ma-pikir, ma-ta’ney, ma-pendam, ma-ta’u, ma-ilek, ma-nuwu’, ma-linga, ma-wouw, ma-epe’, ma-ero’, ma-kili’, ma-polo, ma-kan, ma-so-moy, ma-pi’pi’, ma-wenang, ma-tawoy, ma-ema’ ma-wangun, wo pa-ka-sa se ro’ona ema’an wo tawoy-en era.

 (Kuasa yang hidup yang diberikan oleh Ka-suru-an, yang menjadikan segala-galanya, sehingga mereka dapat  :
 berpikir, mengingat, merasakan, mengetahui, melihat, berbicara, mendengar, mencium, mencicipi, bergerak, tidur, sadar, buang air besar dan kecil, merencanakan, bekerja, menciptakan, membangun dan segala yang dapat dibuat serta dikerjakan oleh mereka).

1. Ka-wa-sa me-no-nouw ang  ka-yo’ba’an ya e  ni’itu si ti-no’tol-an ing ka-touw-an.
        ( Kuasa yang hidup dialam raya ini adalah asal muasal kehidupan).

2. A-ari’i in le-lemboy-an ing ka-wa-sa , awean telu, ya e ni’itu ya :
        (Pada dasarnya ada tiga jenis sumber kuasa, yaitu:)

a) a’ata  won  e’eter  (gaya dan tenaga)
b) keter (kekuatan)
c) e’enter (kemampuan)

                3.    Ticoy in  ka-wasa me-no-nouw itu ya telu karu’ ya e ni’itu ya:

         (Sifat kuasa yang hidup ada tiga jenis yaitu) :
 ka-wasa me-no-nouw ka-ure-ure, am-pa’pa’an ca-wana ti-no’tol-an, wo ray’ca wana ka-akar-an,  ya i Sia-o  si  pa-towan ta ing Ka-suru-an.

      (Kuasa yang kekal , sebab tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, Dialah yang  kita sebut  Ka-suru-an.)

 ka-wasa  me-no-nouw ca-ma’akar, ka-wasa me-no-nouw ca-wana ka-ka’pu-an, am-pa’pa‘an  a-wean  tino’tol-an, wo ca-wana ka’akar-an,  ya i  Sia-o si pa-kuwa i Lungus.

    ( Kuasa yang hidup tidak terbatas,  karena ada permulaan, tetapi tidak ada kesudahannya Dialah yang disebut Lungus.)

 ka-wasa me-no-nouw ma-akar, tanu in : a-seng won e’eter.

 ( Kuasa hidup yang terbatas seperti contoh: nyawa dan kemampuan)

 Ticoy-na i  Ka-suru-an ya ma-ka-ure-ure, ampa’ pa’an Sia ca-wana ti-no’tol-an, wo ka’ay cawana ka-akar-an, wo ka’ay em-pa-kasa in a’ata won e’eter ya ay Sia waya-waya wo may. wo em pa-kasa i ni-ema’na ya e ni’itu ya punya na waya, ane Sia pa-kuwa in Ma-ka-ka-wasa Wangko-wangko’ im baya-waya.

 ( Ka-suru-an memiliki sifat kekal, karena Dia tidak  ada permulaan dan tidak ada kesudahannya, apalagi segala gaya dan tenaga berasal dari Dia, dan semua ciptaanNya adalah milikNya,  jadi Dia disebut Sang Maha Kuasa.)

 A’apa-an  wo se pa-ka-sa se a nuntep ing ka-yo’ba’an wi-nean i  Ka-suru-an ka-wasa, ya en ta’an awean supu-na, maki’it in ra’ra-ran-en wo en pa-towa-an, won a’ata won e’eter won e’enter si ay-tamber i Ka-suru-an.

 (Makhluk dan seluruh isi alam raya diberikan kuasa oleh Ka-suru-an, tetapi ada batas-
 batasnya sesuai dengan tingkat dan status serta gaya dan tenaga serta kemampuan yang diberikan oleh Ka-suru-an).

 Ka-wasa me-no-nouw i’itu ma-we’e ka-touw-an wo ma-ator wo ma-akin im  pa-ka-sa in ta-tawoy-en e e’ema’an wo se a’apan wong ka-yo’ba’an.

 (Kuasa yang hidup memberikan hidup dan mengatur serta mengendalikan segala kegiatan dari  ciptaan dan mahluk hidup serta isi alam semesta).
                                             
 Si Ka-suru-an, ya Sia ya, Ka-ka-wasa, Ma-ta’ta’u, U’upus-en, Le’lelon, Lu-mo’o lo’or, 
               Wa-wangko’ wo Le’le’nas.

 (Ka-suru-an itu adalah Mahakuasa, Mahatahu, Maha Pengasih, Maha Penyayang, 
 Maha Baik, Maha Agung, dan Maha Mulia.)

 Apo’ Mangko-Wangko’ ya i siya si Ka-suru-an si ca-wana eng ka-pute wo ca-wana eng ka-sawel.

 ( Sang Maha Agung itu adalah Ka-suru-an, adalah Asal Muasal yang tidak ada taranya dan tidak ada gantinya)

 Apo’  Wangko’ Lu-Lu’du’an ya i sera se touw tu-mela’uw-o karu’ing Ka-yo’ba’an, wo ni-angkay yo i Amang Ka-suru-an Mange ang Ka-senduk-an an dangka’ in de-reges-an, ya sera ma-muali  Ma’apo-apo’ se-touw ang Ka-yo’ba’an.  Se Apo’-Apo’ Wangko’ i ya’na, rai-ca pute si “Apo’ Mangko- Wangko’ (Ka-suru-an)”.

 (“LU-LU’DU’AN AN DE-REGES-AN  atau “UTUSAN DARI KHAYANGAN”, dapat disamakan dengan  “Malaikat” atau yang oleh penganut aliran kepercayaan lain disebut “dewa” yang “bisa menjelma atau re-inkarnasi atau masuk dalam sukma manusia yang masih hidup didunia”,  adalah manusia yand sudah       meninggalkan dunia fana, dan diangkat oleh Allah sebagai pelindung atau pengayom manusia yang masih ada di dunia. Malaikat atau dewa-dewa itu tidak sama dengan Ka-suru-an).



(5).  LEMBOY IN  TO-TOUW-AN (SUMBER HIDUP)

1. Lemboy in to-touw-an ya e  ni’itu ya lemboy im pa-ka-sa se me-no-nouw, se may asi lemboy ing     ka-wasa wo-n to-touw-an (sumber hidup adalah sumber  dari  segala yang hidup, yang berasal dari sumber kuasa dan hidup).

      2.    Lemboy in to-touw-an, ya telu karu’ le-lemboy-an :
            (sumber hidup terdiri dari 3 unsur sumber :)
            a.  Mu’kur  (roh)
            b.  Lungus  (jiwa)
            c.  A-seng   (nyawa)

      3.  Icoy-na in lemboy in to-touw-an awe-an telu icoy :
           (sifat sumber hidup ada 3 macam)
a) i’icoy-en  i  mu’kur ka-ure-ure
 (sifat roh itu kekal)

b) i’icoy-en i  lungus ca-wana ka-akaran
 (sifat jiwa itu tidak terbatas)

c) i’icoy-en i-aseng  ma’akar pa’’pa’an se touw ma-langkoy ke’ wo ro’ona ka’ay ma-pate.

 (sifat nyawa itu terbatas karena manusia berlalu dan bisa mati)

• ma’akar ya e ni’itu ya ma-ki’it ing ka-sale’an i  Ka-suru-an wo ma-ki’it ka’ay in tu-tumbi’an an-tu-mena in ta-tawoy-en lo’or ku-ma’pa tawoy-en lewo’ ni-ema e-esa wo sei-esa.
• ca ma’akar ya e ni’itu ya ma-ki’it ing ka-sale’an i Ka-suru-an wo ma-ki’it  ing ka’ay in tu-tumbi’an an-tumena in ta-tawoy-en lo’or ku-ma’pa tawoy-en lewo’ ni ema’ i-esa wo si-esa.

• (tak terbatas, tergantung pada keinginan Ka-suru-an dan terutama juga tergantung pada perbuatan baik atau jahat seseorang, jadi sesuai dengan  timbangan perbuatan baik dan buruk yang dilakukan seseorang).

     4.  Sa-paka em bi-witu won i’icoy in lemboy in to-touw-an a nuntep e telu lemboy to-touw-an ni’itu,  ya  tanu se anio  :

           (Adapun keberadaan  dan sifat sumber  hidup  dalam ketiga  unsur sumber hidup itu adalah :
          
a) Mu’kur i-itu ya sia ni ma-esa wo me-no-nouw ang-karapi i Ka-suru-an ane en icoy na pute  waya ca-wana ka’akar-an.

(Roh itu bersatu  dan hidup bersama-sama dengan Ka-suru-an sehingga sifatnya sama-sama tak berkesudahan).

b) Lungus i’itu ya siya ni-maesa wo se-touw me-no-nouw wo se lu-mangkoy-o,  se ma-muali-  “apo-apo’”  a  mange en  de-reges-an wo ka’ay me-no-nouw a se e’ema’an walina.

 (Jiwa itu bersatu dan hidup dengan manusia yan hidup serta yang sudah meninggal dan sudah menjadi dewa (malaikat) di alam baka dan juga hidup diantara ciptaan lainnya.)

 Lungus i’itu ya en ticoy-na ca-ma’akar, ta’an ambisa e nento’an na, ya e  ni’itu ay tanu i ci’it  in e’ema’an na,  sa lo’or ya siya mento’ oka ang Ka-senduk-an , ta’an  sa  siya keli eng ka-lewo’an ni-ema’ an tu-tuw-na i  me--no-nouw, ya e siya mento’ oka ang ka-susa’an an tampa “ka-RI-COKO-an” (neraka).
                    
 (Jiwa  itu sifatnya tak berkesudahan, tetapi dimana ia berdiam, ditentukan oleh perbuatannya, kalau baik ia akan hidup didalam Paradiso, tetapi kalau hidupnya terlalu jahat  akan hidup dalam kesusahan atau neraka.)

c) Aseng i’itu ya me-no-nouw ase touw wo se  e’ema’an wali-na, en ticoy-na ya tanu se ani-     yo’:

              (Nyawa itu hidup dalam diri manusia dan ciptaan lainnya, sifatnya adalah sbb):
a) ca-ma’akar sa “I-casale’ “  i   Ka-suru-an.
 ( tak berkesudahan kalau di ingini oleh Ka-suru-an).
   
b) ma’akar am-pa’pa’an e naseng na ro’ona ke’ indon i  Ka-suru-an ku-mi’it ing ka-sale’an Na, wo ku-mi’it im pi-na-ema’na lo’or ku-ma’pa lewo’, aseng I-itu ma-ento’ a se sapa-sapa  tanu se touw,  aloa, anem won atu, wo se a-apa-an walina.

(terbatas karena nyawa dapat dicabut Ka-suru-an sesuai kehendakNya serta sesuai perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya, nyawa itu berdiam didalam mahluk atau apa saja seperti manusia, binatang,  tumbuhan , batu dan lain-lain).
dan  benda.)

d) Lemboy to-touw-an i’itu pa-we’e a se ca-sale’ i  Ka-suru-an.
   (Sumber hidup itu diberikan kepada siapa yang dikehendaki oleh Ka-suru-an).

5. Mu’ukur i’itu ma-ka-ure-ure, wo me-nouw a si  Ka-suru-an  wo se touw :
        (Roh itu kekal dan hidup dalam pribadi Ka-suru-an dan manusia).

a) Mu’kur si ma-ka-ticoy ka ure-ure, am-pakasa-kasa ni-ma’esa wo me-no-nouw a nuntep i   Ka-suru-an  am-pa’pa’an si    Ka-suru-an Mangko-Wangko’.
       (Roh yang kekal itu,  secara utuh bersekutu dan hidup dalam pribadi Ka-suru-an, sebab  Ka-suru-an itu adalah “YANG MAHA-AGUNG.)

b) Mu’kur i’itu ay-we’e ka’ay i  Ka-suru-an a se touw am-pa’pa’an “ayca-sale’na”, en ta’an “raica ay we’e na ase e’ema ‘an  wali-na.

       (Roh itu di berikan juga kepada manusia karena  Ia berkenan, tetapi tidak  diberikan kepada ciptaan lainnya.)

       Mu’kur i’itu pa-we’e i  Ca-suru-an  a  se  touw le’nas wo ma-sale’ wo lu-melo in untep-an i  Mu’kur itu.
             
 Roh itu diberikan Ka-suru-an kepada orang yang kudus dan ingin serta merindukan untuk didiami oleh Roh itu.

       Mu’kur  a  se touw ro’ona ka’ay indon i  Ca-suru-an , ku-mi’it ing  ka-sale’an Na, en ta’an si mu’kur itu indon- Na sa si touw wi-nean  mu’kur i’itu  mema’ o ing  ka-mesea’an wong ka-lewo’an si ra’yo toro wean a’am-pung-an.

      Roh didalam tubuh manusia dapat diambil kembali oleh Ka-suru-an, menurut keinginanNya, tetapi tentunya orang yang sudah menerima Roh itu sudah membuat kesalahan dan dosa besar sehingga tidak diampuni.


6. Lungus ay-we’e i  Ca-suru-an a  se touw wo  se  e’ema’an wa-lina, wo ro’ona ku-mi’it ing ka-sale’a i  touw wine-an ku-ma'pa ni-untep-an i  lungus itu.

    (Jiwa itu diberikan Ka-suru-an kepada manusia dan ciptaan lainnya, dan dapat mengikuti keinginan orang yang diberi atau menerima jiwa itu.

    Sa  si touw ni-untep-an i  lungus lo’or em pa-ema’an ang ka-yo’ba’an, si lungus itu ma-kere oka ka-aruy-an ang Ka-senduk-an.

     (Apabila orang yang ditempati jiwa baik kehidupannya di dunia yang fana, maka jiwanya juga akan beroleh bahagia di Ka-senduk-an.)

     Sa si touw ni-untep-an i lungus keli  ka-lewo’an  ku-ma’pa ka-sea’an ang ka-yo’ba’an, ya siya ka’ay em mampoy ing kalewoan wong ka-sea’an i  touw pe-ne-no-nouw-an na ang ka-yo’ba’an, ya wuleng-en na oka an tampa tiruw ing ka-susa’an si pa-tu’ul-en “RI-RI-COKO-AN” (NERAKA).
   (Kalau orang yangdidiami jiwa banyak kejahatandan dosa didunia fana, maka jiwa itulah yang akan menanggung kesalahan dan dosa dari pada orang yang didiaminya di dunia, dan akan ditanggung oleh jiwa itu di tempat penuh penderitaan yaitu neraka).


7. A-seng ay-we’e  i  Ca-suru-an a se touw wo se e’ema’an walina, en  ta’an ka-wisa ro’ona indon  Na kuma’pa indon e touw kuma’pa indon e e’ma’an wa-lina, tanu kine sa a n oras  na o im pe-ki-wareng,  ku-ma’pa pi-nate e touw, ang ku-ma’pa ti-nena  in-ampoy, ku-ma’pa ka’ay  ay ca wangkur am-pa’pa’an ti-nena in atu.

     (Nyawa diberikan oleh Ka-suru-an kepada manusia dan ciptaan lainnya, tetapi dapat diambil sewaktu-waktu olehnya atau oleh orang atau ciptaan lainnya, seperti kalau sudah saatnya kembali kepada  Dia, atau dibunuh orang atau terkena penyakit, atau terkena musibah atau akibat ditimpa sesuatu benda).

8. Mu’kur wo lungus  wo A-seng ay tantu way em bine-an i Ca-suru-an.
 ( Roh, Jiwa dan Nyawa telah ditentukan kepada siapa di berikan oleh  Ka-suru-an).

a) Se touw wine-an i  Ca-suru-an pa-ka-sa im Mu’kur wo lungus wo aseng  pa-ka-sa ampa’pa’an se-touw pa-upus-upus ke  i  Ca-suru-an.

    (Roh, Jiwa dan Nyawa kesemuanya diberikan  Kasuruan kepada manusia, karena manusia,  sangat  dicintai oleh  Ka-suru-an.

       Si  Mu’kur ay-we’e may ma-akin ing ka-touw-an ang ka-senduk-an a si lungus, wo si Lungus ay we’e may ma-akin ing ka-touw-an i  Aseng wo e N   aseng ay-we’e may tu-mouw ing ka-touw-an i  owak.

      (Roh diberikan untuk membimbing kehidupan rohani daripada Jiwa dan Jiwa diberikan untuk membimbing kehidupan Nyawa dan nyawa diberikan untuk menghidupi kehidupan jasmani).

       Sa se touw mate, e naseng ma-la’la’us ku-mesot, tu-mela’uw wo tu-mincas, en ta’an si mu’kur wo si lungus  ku-mi’it  me-wali-wali mange ang Ka-senduk-an sa le’nas nang Ka-yo’ba’an, ta’an sa lewo’ nang Ka-yo’ba’an si mu’kur tu-mincas wo si lungus mange kine an lesar tiruw ing ka-susa’an muleng im pi-na-ema’ i touw lewo’ am-pa’pa’an si touw itu rai-ca ma-upus si lungus-na.

     (Apabila manusia mati, maka nyawanya langsung keluar, tetapi roh dan jiwa ikut bersama-sama ke Ka-senduk-an  bila ia baik didunia, tetapi kalau ia jahat didunia,  roh akan memisahkan diri dan jiwa akan menanggung dosa ditempat yang penuh siksaan dan penderitaan karena orangnya tidak menyayangi jiwanya selama masih didunia.)
    
   



b) Se  e’ema’an wa-lina, a-salo wi nean Lungus wo A-seng en ta’an ra’ica wi-nean mu’kur.

      ( ciptaann  lainnya hanya diberikan jiwa dan nyawa, tetapi ciptaan lainnya tidak diberikan Roh).

      Sa se e’ma’an  wa-lina mate, si lungus wo e n aseng na ma-la’la’us tu-mincas wo ma-ka’ka’pu miyo  ta-ni’tu.

     (Kalau ciptaan lain mati, maka jiwa dan nyawanya langsung meninggalkan dan hilang begitu saja.


(6).  ROAR WANGKER ME-NO-NOUW (ALAM RAYA YANG HIDUP).

1. Roar wangker me-no-nouw ya ni-ema’ i  Ka-suru-an ang-ka-toro-an in ra-rangka’an wong ka-wangko’an i  ngaran-Na.

(Alam raya yang hidup diciptakan oleh Ka-suru-an untuk  kebesaran  ke-mulia-an-Nya.)

2. Roar wangko’  a niyo’ ma-ka-tulung a-se telu tu-tulung-an :
             Alam raya ini terdiri dari 3 unsur  :

              (1).  Tana’   (Tanah)
              (2).  Rano    (Air)
              (3).  Omba’an  (Jagad raya).
       
3. Pa-ka-sa se a-nuntep in a yom-ba’an a wean aseng.

4. Roar anio’ ya ni-ema’ ku-mi’it ing ka-sale’an i   ni  mema’ i  ni’itu ang-ka-toro-an ing ka-aruy-an e ni ema’na.

      (Alam raya ini diciptakan menurut keinginan penciptaNya untuk kebahagiaan ciptaanNya).

Icoy in ayom-ba’an maki’it in sapa  eng ka-sale’an i ni-mema’ ing ayom-ba’an ang-ka-toro-an e ni-ema’Na.

(sifat alam raya mengikuti apa yang dikehendaki penciptanya untuk kepentingan ciptaanNya).

5. Roar me-no-nouw anio’ le-lekep ing ka-touw-an e  e’ma’an ru-mangka-rangka’ wo lu-mo’o-lo’or.

     (Alam raya yang hidup ini adalah untuk melengkapi kehidupan dari mahluk yangpaling mulia)

6. Tana’ ma-touw in ti-nanem se keli toro-na a se touw im baya, wo ka’ay ke-keli-an ka-sia’an an-darem wo nam-bawo in tana’ , wo an dangka’ in o-omba’an an-toro-na ing ka-touw-an e touw.

    (Tanah menghidupkan tumbuhan yang banyak gunanya bagi manusia dan juga banyak kekayaan  didalam  maupun diatas tanah serta dijagad raya yang diperuntukkan bagi kehidupan manusia.)

8. Rano ma-we’e ka-touw-an a se pa-ka-sa in ni-ema’ i  ni mema’ im-baya-waya.

      (Air memberikan kehidupan kepada semua ciptaan yang diciptakan oleh pencipta segala-galanya).

9. E’eges-an wom pa-ka-sa se a-nuntep-na ni-ema’ an-toro-na e touw wo se e’ema’an wa-lina.
            (Jagad raya dan segala isinya dibuat untuk semua manusia dan ciptaan lainnya).


7.    A’APA’AN ME-NO-NOUW WO A’ATUN (MAHLUK HIDUP DAN BENDA-BENDA).

1. Pa-ka-sa se a’apa’an me-no-nouw won a’atun  ma’akar-ke’.
          (Semua mahluk hidup dan benda-benda  ada jiwa dan nyawa.)

           Lungus won aseng e a’apa’an wo se  a’atun ma’akar-ke’.
          ( Jiwa dan nyawa mahluk  dan benda-benda terbatas.)

2. Touw ya karu’ re’en a’apa’an  ru-mangka-rangka’ wo lu-mo’o-lo’or :
          Manusia adalah mahluk yang paling mulia):

a) Se touw ka-tare-tare ang Ka-senduk-an ya si Inang Kuntel wo si Ina’ Kuntel.

       (Manusia pertama-tama di Ka-senduk-an  adalah Inang Kuntel dan  ina’ Kuntel.

b) Si inang Kuntel ya siya si me-wawa wo ma’akin si Ina Kuntel, tu’mo’tol in to-ya’ang-e’ akal  si Ina’ Kuntel ma-kere to-ya’ang.

     (Inang Kuntel adalah Inang Pengasuh dan pembimbing dari Ina’ Kuntel sejak kecil sampai memperoleh anak.)

c) Ana’ i  Inang Kuntel ka-tare, ya e ngaran-a ya karu’re’en Tu’ur  e Tuama.

      (Anak dari  Ina’ Kuntel yang pertama bernama Tu’ur e Tuama.)

d) Cu-mi’it in tu-turu’ i  Wailan Wangko’ wo se Apo-Apo’ an de-reges-an asi Inang Kuntel, ya karu’ si Ina’ Kuntel Amut e We-wene ro’ona kine ku-maweng wo si Tu’ur e Tuama, am-pa’pa’an raica wana tuama wa-lina ang  Ka-senduk-an , en-ta’an sera musti lu-mangkoy ing keli a’ator-an won tu-turu’  i Amang Ka-suru-an  wo se Apo-Apo’ an de-reges-an.
     
    (Mengikuti petunuk dari Wailan Wangko’ dan Apo-Apo’ di alam baka kepada Inang Kuntel,  bahwa Ina’ Kuntel dapat dikawinkan dengan Tu’ur e Tuama , berhubung di Ka-senduk-an tidak ada sama sekali seorang laki-lakipun, tetapi harus melalui syarat-syarat dan banyak petunjuk dari  Wailan Wangko’ dan Apo-Apo’ di alam baka).


3. Icoy e a’apa’an me-no-nouw wo se a’atun mem-bam-bali-na-an wo ma-akar-ke’.
           (Sifat mahluk hidup dan benda-benda berbeda-beda dan terbatas.)

           Ka-wa-lina-an in icoy in a’apa’an me-no-nouw wo se a’atun ,an-tu-mena  in e’eter, keter  won e’enter.
           (Perbedaan sifat mahluk dan benda-benda, terletak pada gaya,  kekuatan dan kemampuan.)


4. A’apa’an won a’atun wi-nean lungus wo aseng ka-rapi in e’eter, keter won e’enter, ta’an se touw ay lebe mange am-pa’pa’an wi-nean ka’ay “mu’kur”.

     (mahluk dan benda-benda diberikan jiwa dan nyawa serta gaya, kekuatan dan kemampuan tetapi manusia diberi kelebihan yaitu mu’kur atau roh.)


5. Aloa won anem won atu wo se-pa-ka-sa  se e’ema’an wa-li-na, ya ni-ema’ an an-tu-moro ing ka-toro-an  ne touw.

      (Binatang, tumbuhan, benda-benda serta semua ciptaan lainya, diciptakan untuk keperluan manusia.)


6. Pa-ka-sa se a’apa’an wo sea’ atun wo se e’ema’an wa-lina ya ni-ema’ men-sun-sule-an wo men-ten-teir-ran wo men-ton-touw-an, am-pa’pa’an sa si-esa an-doro’ era’ ma-ka’pu, tantu mange may ing keli wo mange may im pa-nesel-an a se endo-endo me-nga-ngay.
      
    (Semua mahluk dan benda-benda serta ciptaan lainnya diciptakan untuk saling mendukung, sa-ling memelihara,  saling menghidupkan, sebab apabila salah satu dari antara mereka punah atau habis, pasti akan menimbulkan permasalahan besar dan menimbulkan penyesalan dimasa mendatang.)



8.  KA-WASA WONG KAMANG  E TOUW (KUASA DAN TALENTA MANUSIA).
    
1. Se touw  wi-nean i  Ca-suru-an ka-wasa lu-mebe may a se e’ema’an wa-lina, am-pa’pa’an se touw wi-nean kamang  am-pa-ka-sa ing ka-toro-an  nera wo ka’ay pa-upu-upus keli wo ay-esa-esa may i  Ca-suru-an.

  (Manusia diberikan oleh Ka-suru-an kuasa melebihi ciptaan lainnya, karena manusia diberikan berkat dan talenta yang berguna bagi mereka dan juga sangat dicintai dan diistimewakan olehNya.)

2. Ka-wasa wong kamang ay we’e i  Ca-suru-an a se touw, ya karu’ tanu se ka-wasa wo kamang antu-mena i  ma-pikir, ma-pendam, ma-epe’,ma-ra’da, ma-linga, ma-pa’an, ma-sigil, wo se ka-wasa-ka-wasa ro’ona pa-paken nera an-tu-moro ing ka-touw-an nera wo ro’ona ka’ay pa-paken ang-ka-toro-an in ru-mayo i  ngaran i  ni  mema’ im baya-waya.

 (Kuasa dan berkat serta talenta yang diberikan Ka-suru-an kepada manusia antara lain kuasa dan berkat serta talenta untuk berpikir, merasakan, mencicipi, mencium, melihat, mendengar, menelaah, menguji, menimbang dan semua kuasa yang mereka dapat gunakan untuk kehidupan serta berguna juga untuk dijadikan saran untuk memuliakan nama dari pencipta segala-galanya.)
   
3.  Am-pa’pa’an se touw wi-nean ka-wasa lu-mebe may a se e’ma’an wa-lina, si’tu-o sera  wi- nean  ka’ay ka-wasa ma-wutul ku-ma’pa ma-era, ku-ma’pa su-mawel in sapa-sapa se pendam-en nera wo ke-ilek-an era ra’ica men-so-lawit-an wong ka-sale’an i  Ca-suru-an.

 (Karena manusia diberikan kuasa melebihi ciptaan lain, maka manusia diberikan  juga kuasa untuk memperbaiki, memindahkan, merobah apa  saja yang mereka rasa dan tahu tidak bertentangan dengan kehendak dari Ka-suru-an.)

      4.   Kamang wo ka-wasa wangko’ ay-we’e i  Ca-suru-an ase touw ya karu’ tanu se ro’ona  ma-pake se pa-ka-sa-ka-sa ing ka-sia-sia’an am-bawo wo an-darem in tana’ wong ka-yo’ba’an wo roar won e’eges-an ang-ka-toro-an ing ka-touw-an nera.
  (Berkat dan talenta besar yang diberikan Ka-suru-an kepada manusia adalah berkat dan kuasa  besar untuk memanfaatkan dan menggunakan semua kekayaan  diatas dan didalam tanah serta bumi dan alam maupun jagad raya, untuk keperluan hidup mereka.)


(9).  KA-TOUW-AN (HIDUP).

1. Ka-touw-an ya e ni’itu ya tu’us ing ka-wasa wong e’eter won e’enter wangko’ i  Ca-suru-an si raica ca-kua in doma’ , am-pa’pa’an Sia ro’ona mema’ si sapa ke’ si  ica-sale’Na wo sapa si pikir-en Na awean toro-na ing ka-lo’o-lo’or-an im baya waya.

  (Hidup itu adalah bukti atau manifestasi dari Kuasa serta gaya dan tenaga serta kekuatan dan kemampuan luar biasa dari Ka-suru-an yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata,  karena Ia dapat  melakukan apa saja yang dipikirkanNya bermanfaat bagi kebaikan segala-galanya).

2. Eteng in to-touw-an awean telu, ya e ni’itu ya :
• oak (fisik)
• e’endam (indera)
• a’awon wo e’ema’ (karsa dan kreasi).

Icoy in e’eteng-en i’itu ya ma-akar-ke’karu’.
(sifat unsur-unsur itu terbatas).

• oak ya punya im pa-ka-sa se ni-ema’
• e’endam lekep punya-ke’ e touw
• e’endam raica lekep punya e e’ema’an walina
• a’awon  wo e’ema’ lekep punya ke’ e touw
• a’awon wo e’ema’ raica lekep punya e e’ema’ an wa-lina.

 fisik dimiliki oleh semua mahluk ciptaan
 indera lengkap dimiliki manusia
 indera tidak lengkap dimiliki ciptaan lain
 karsa dan kreasi lengkap dimiliki manusia
 karsa dan kreasi tidak lengkap dimiliki ciptaan lain.)


3. TI-TIMBOY-AN ING KA-TOUW-AN (PRINSIP HIDUP).


 Ti timboy-en ing ka-touw-an ya e ni’itu ya ti-timboy-en e a’apa’an ni-ema’ i  Ca-suru-an ya e ni’itu ya:
 . E’eman-an
 .  ka-wutul-an
 .  ka-le’nas-an


(Prinsip hidup adalah pegangan mahlukl ciptaan dari Ka-suru-an, yaitu :
 . keyakinan
 . kebenaran
 . kesempurnaan).

              2.  Icoy in ti-timboy-an ing ka-touw-an  i’itu ya ro’ona ma’akes ro’ona ka’ay ra’ica ma’akes, 
                   am-pa’pa-an se ni-ema’ ya wi-nean karu’ ka-loas-an.
                   (Sifat prinsip hidup itu dapat mengikat dan tidak mengikat, karena ciptaan diberikan 
                     kebebasan).

3. E’eman-en ya am-pa’pa’an in e’endam e touw an tu-mena in ka-ka-wasa-an,  e’ter  e’enter 
              wo se-sapa-sapa se ma-muali ang ka-yo’ba’an kuma’pa an roar kuma’pa an e’eges-an won
              se tu’us-tu’us ang-ka-wali-an in sapa-sapa se ka-la’mer-en kuma’pa ka-bingon se ma-mua-
              li an de’kos era.

                   (Keyakinan dan iman ditimbulkan oleh perasaan manusia terhadap kekuasaan, tenaga 
                     dan kemampuan dan apa saja yang terjadi di bumi, dialam dan jagad raya serta oleh 
                     bukti-bukti apa saja yang menyeramkan, heran dan ajaib yang terjadi disekitar
                     mereka).
              
4. Ka-wutul-en ya e ni’itu ya se pa’wa’won wo se pa’ngangen e touw an tu-moro i ma’mbambo ing ka-le’nas-an, ane sapa si pa’ngangen i  pa’waya’ ang ka-rapi ing ka- wutul-an.
                     (Kebenaran adalah apa yang di inginkan dan dicapai oleh manusia untuk mencapai 
                       kesempurnaan , jadi apa yang dilakukan atau apa yang diinginkan dijalankan dengan
                       prinsip  kebenaran).

                5.  Ka-le’nas-an ya eni’itu ya ka-touw-an am-bisa se touw ro’ona mendam ing ka-elur-an 
                      wong ka-aruy-an ya e  ni’itu si pa-kuwa in Ka-senduk-an.
                      (Kesempurnaan itu adalah kehidupan dimana manusia dapat merasakan ketenteraman 
                        dan kebahagiaan yang disebut Ka-senduk-an).






(7). A’AS-AN ING KA-TOUW-AN (PEMIKIRAN HIDUP): 
                 
 1. Ri’i in pa’a’asan ing ka-touw-an e touw ya ni’itu ya :
       (1). o’owon
                   (2). u’us
                   (3). a’adan
                   (Dasar pemikiran hidup manusia adalah :
                   (1). mythos
                   (2). logos
                   (3). realita

  2. O’owon ya e ni’itu ya ku-kuwa wo se pu-pu-rengkey-en te’-te’louw-en e ma’tua, an tu-me      na se ma-mualia,wo se pi-nendam,wo se ni-epe’an nera a se endo-endo lumangkoy, ma-ka lebe-lebe se ka-la’meren, wo se ka-bingon, wo se raica ka-wuka’an i  nga’as, wo se pa-ka se ma-muali en ta’an raica toro wo’on ma-untep ang nga’as.

                    (Mythos adalah ceritera dan penuturan peninggalan leluhur serta apa yang pernah terjadi   dan mereka rasakan serta alami dalam kehidupan sehari-hari pada waktu-waktu yang  sudah berlalu, terlebih-lebih peristiwa yang seram menakutkan, mengherankan dan tidak  dapat di ungkapkan oleh pikiran serta semua kejadian yang tidak masuk akal).

 3. Ri’i in pa’a’asan pa nga’nga’an i  pa-ki’it in e’enter won icoy wong ka’apa’an i  i’itu.
        (Dasar  pemikiran dicernakan sesuai dengan kemampuan dan sifat dan keadaan sesuatu).

(8). SU-SUSIY-EN ING KA-TOUW-AN (AJARAN HIDUP).

 1. Su-susiy-en ing ka-touw-an ya e ni’itu ya ari’i in tam-bisa em ma’ka’ange im pa’ngangen 
                    wom pa’wa’won.
                    (ajaran hidup adalah dasar atau pedoman tentang bagaimana cara mencapai maksud dan tujuan).

 2. Awean telu ari’i in su-siy-en , ya e ni’itu ya :
                    (1). e’eman-en won a’aram-en
                    (2). a’andey-an wo e’eilek-an
                    (3). a’awon won e’ema’
                    (Ada tiga dasar ajaran, yaitu:
                     (1). kepercayaan dan kebudayaan
                     (2). ilmu dan pengetahuan
                     (3). karsa dan kreasi.)

 3. Su-susiy-en ing ka-touw-an i’itu ya ma-gero’ wo entur wo men-tun-tulus-an ma-ki’it in 
                    a’ada’an wom pa-waya’-an in-endo.
                   (ajaran hidup itu dinamis dan fleksibel serta berkaitan terus menerus mengikuti situasi 
                     dan perkembangan zaman).

(9). KA-SENDUK-AN (PARADISO).

SIOUW TA’AR WANGKO’

1. ME-UPU-UPUS-AN ANG KA-UPUS-AN
    MA-UPU-UPUS-AN ANG KA-UPUS-AN  YA KARU’ SI ESA WO SI ESA MA-UPU-UPUS-AN   WAYA AM-PA’PA’AN SA ME-UPU-UPUS-AN WAYA PA-KASA WAYA  MA-KA PENDAM ING KA-ARUY-AN WONG KA LO’OR-AN  WO KA’AY RA’ICA WANA   KA-TOKOL ANE KINE KITA MUSTI ME-WALI-WALI ANG KA-UPUS-AN

 2. ME-ARU-ARUY-AN  ANG KA-ARUY-AN
     ME-ARU-ARUY-AN ANG KA-ARUY-AN YA E  N A-ANGEN I  NI’ITU YA SE TOUW IM PA- 
      KASA PUSIK  MENG-A-ARUY-AN SI ESA  WO SI ESA SI’TU MA-MENDAM ING KA-
     ARUY-AN  WAYA.

3. ME-ELU-ELUR-AN ANG KA-ELUR-AN YA E N A-ANGEN  NA SE-TOUW IM PA-KASA 
PUSI’  NA
    ME-ELU-ELUR SI ESA WO SI ESA SI’TU RO’ONA  MEMA’ ING KA-ELUR-AN IM BAYA-
     WAYA.

4. ME-LESE-SEN-AN ANG KA-TA-LESEN-AN
     MA-LESE-LESEN-AN ANG KA-TA-LESEN-AN E N ANGEN NA YA PA-KASA SE TOUW  PUSI’ NA ME-LESE-LESEN-AN SI ESA MA-SARU IN TAWOY-EN WON I’ICOAN KU-MA’PA MA-SARU-SARU ING KA-SUSA-AN WON SAPA-SAPA SE PA-SARU-SARUN  SI’ITU NDO’NA
      MA-MUALI TA-LESEN AM-PA’PA’AN ING KA-TA-LESEN-AN.

5. MEN- SAN-SAMA’ ANG KA-SAMA’AN
     MEN-SAN-SAMA’ ANG KA-SAMA’AN YA E N ANGEN NA YA SE TOUW RUSI’ (MUSTI) MEN-SAN
     SAN-SAMA’ ASI ESA WO SI ‘TU RO’ONA MANGUN ING KA-KAMA-AN IM BAYA-WAYA.

6. ME-LO’O’LO’OR ANG KA-LO’OR-AN
     ME-LO’O’LO’OR ANG KA-LO’OR-AN YA EM PA’NGANGEN NA YA SE TOUW IM PA-KA-SA PUSI’ NA  ME-LO’O-LO’OR-AN SI ESA WO SI ESA SI’TU RO’NA KU-METEP ING KA-LO’-OR-AN
   

7. ME-EME-EME’ ANG KA-EME’AN
    ME-EME-EME’ ANG KA-EME’AN YA E N ANGEN NA YA SE TOUW RUSI’ (MUSTI) MA-EME-EME’
    A SE KA-KELE TOUW SI’TU MA-MENDAM ING KA-EME’AN.

8.  MA-SIGIL
    MA-SIGI-SIGIL WO  MA-RETI-RETI ANG KA-RETI-AN

9. MEM-BETI-WETI ANG KA-WETI-AN
    MEM-BETI-WETI-AN ANG KA-ETI’AN YA E NARTI NA RUSI’ MA-WETI-WETI SI’TU RO’ONA 
    MENDAM ING KA-WETI-AN.


E N E S

ENES YA KA-PANDEY-AN WO KE-KEILEK-AN MA-MUALI TI-TIMBOY-EN E TONA’AS WO SE TE-TERUS-AN WO SE KI’I-KI’ITEN WO SE TOUW MA-SALE’ AWEAN TI-TIMBOY-EN.

ENES IITU SU-SUSUY-EN E MA’TUA ANG KA-PENES-AN, MA-KAILEK-O IN E ENES-EN, YA RO’NA OKA TAWOY-EN IN ESA-ESA.

E-ENES-EN IITU YA WANGKER KELI ENG KA-TORO-AN-A.

SA MA-KEILEK-O IN E-ENES-EN,YA RO’ONA MA-MUALI KI’I-KI’ITEN AKAR I  MA-MUALI TONA’AS KU-MA’PA WALI’AN KUMA’PA TE-TERUS-AN.

YA N TA’AN SA MA-SALE’ MA-KAILEK IN E-ENES-EN, YA  MUSIY SU MAMA-SAMA’.

U-USIY-EN IN E-ENES-EN YA KARU’ :
- PA-KASA IN SAPA-SAPA SE AN-OWAK AWEAN TU-TULUS-AN WO SI LUNGUS WO SI MU’KUR.
- PA-KASA SE TOUW MA-KA-PUNYA TICOY IN-OWAK WON TICOY IN LUNGUS WO N TICOY I MU’KUR.
- TU-TUMBI’AN WONG KA-ESA-AN E RUA TICOY IITU RO’ONA KA-ANGE-AN LU-MANGKOY IN A-ASAR-AN I LUNGUS WO SI MU’KUR.
- OWAK E TOUW AWEAN TICOY ING KA-WASA, KE-KE-ILEK-AN WO AM BITU.
- TICOY I LUNGUS WO SI MU’KUR KU-MA-WASA  IM BAYA WAYA WO ME-ENA-ENA’ AM PA-KASA  IN OAR.
- A-APA-AN  AN-TUMENA ING KA-SIYA’AN KU-MA’PA SAPA-SAPA KE’ YA A-MIYO’NA  WAYA IM A-ANGEN WONG KA-PANDEY-AN WO SI LUNGUS WO SI MU’KUR.
- E-ENES-EN YA MA-KA SAPUT WAYA SE A-APA-AN  SE AWEAN PE-TULUS-AN WO N OWAK WO N OAR IM BIRU’ WO N  DE-REGES-AN.
- E-ENES-AN YA MA-TOY-TOY I N ESA  PE-KU’KUP-AN IN OAR IN OWAK WON OAR  IM BIRU’ WO N DE-REGES-AN. 
- A-ANGEN KA-SOMOY-AN YA KARU’ AN-TUMENA ING KA-SENDUK-AN I LUNGUS WO SI MU’KUR.
- E-ENES-AN RA’ICA WANA TU-TULUS-AN ASI KA-SUSA-AN ANG KA-SOMOY-AN.


SU-SUSIY  AN-DORO’ IN  E-ENES-EN

- E-ERO’EN IN OWAK MA-WE’E  USIY AN TU-MENA IN A-ASAR-AN IN ASENG-AN,A-ASAR-EN I MAKA TURUS,............MA-WE’E KA-PANDEY-AN IN OWAK ESA-SA.
- A-ATOR-AN ING KA-ALER-AN WONG KA-POPO-AN, TE-TEIR-AN WO MA-PERENTA IN NO’AT E-ENDAM IM PO’OT,RA’DAK,RO’KOS,KECEY,KAMA WOM-BAYA-WAYA AN OWAK,MA-AWES KU-MA’PA MA-INA’ IM BAYA WAYA’AN IN ENDA’,MA-EMA’ IM BEREN KU-MA’PA IN LUNTENG RUMEINDANG TU-TUMAREPE’AN KE’ MAY,TU-MA-REINTENG IN SAPA-SAPA WO MERO’ KU-MA’PA TU-MEMBUR KU-MA’PA RU-MANO KU-MA’PA RU-MEGES KU-MA’PA MAKA’PU TU-MAREPE’AN KE’MAY.
- RO’ONA MUPUS KU-MA’PA TU-MOPOK IN OWAK KU-MA’PA AMO AN SANGA WIWI AKAR AN SANGA WIWI, TA’AN RA’ICA MENDA’ WO ME-KU’KUP   KA’AY SA EM PUPUS KI-NEMBUT-O WO MA-LA’LA’US MA-EMA’.
- MAYA’ AN API,KU-MA’PA TU-MELEW,KU-MA’PA  LU-MOTIC ASI KUNTUNG ESA MANGE ASI KUNTUNG ESA.
- A-ATOR-EN WON WA-WALI-AN ING E-ETER WON TICOY.
- KU-MESOT  ING KETER AN UNTEP IN OWAK ME’DEL IN API KU-MA’PA MENTO’ IN-URAN, KU-MA’PA’ SELENDUK.
- PA-UNTEP-AN I LUNGUS E TOUW WALINA KU-MA’PA  MU’KUR , MANGE AM BISA WISA,
- E-EMA’AN KU-MA’PA O-OWON  KU-MA’PA O-OMBA’AN IN IRU’, WO SE RELI’ WO SE LE-LEMA’AN (METAFISIKA , GAIB, MISTIK.)
- KA-WASA  AN DE REGES-AN.
- KU-MESOT KU-MA’PA KU-MA’PU IN SAKIT E TOUW  A-SALO RURA’AN.
- LELE’EN I WALI’AN WO SE TONA’AS.




TU-TU’US A SE TOUW :

TENGE-NA E TOUW,  E-ELEW WO SE ALOA  WO SE A-APAN

WARA’ LO’OR 
WARA’ LEWO
TI-TICAK
SUME-SENDOT
WIRU’
SOPIT
KO’KOK
E-ELEW
ALOA
A-APAN
WA’AN
SEKOL
ULA’
REGES
URAN
SENDANG
SERAP
ENDO
E-ERO’EN
SEMPAK
POSOK-EN  I SAPA-SAPA
NUWU’ E MAKA-TANA’
MINDO API RICET-AN.
WOUW-A MARISA KOKOAK TI-NUNU
TU-MAWOY PELI’I, MA-PA-KUKUK SI CO’KO
WARA’ MAKA-PITU NGATUS 
KE’KE’MAKASA, WESARAN IM BALE.

SOPIT ME-NE’CEK-NE’CEK :
Tu’us su-sungkul se ru-a’du an tu-mu’tul i n ari’i wo sendi im bale, ku-ma’pa wa-wangun-en sapa-sapa-ke’ ,  wo ka’ay mouw wo lu-mingouw (meneliti) im-baya-waya se tu’tulen an tu-moro im ba-wangun-en.

KA-LIMPO’PO’AN  ME-NGURI-NGURI AM PA-NA’PA’

Awean sakey ku-ma’pa ta’ar an tayang wo may.

LOWAS MA-KAPAT WO KE’KE’ MA-KASA.
Tu’us im bara’ in sendi wo a-ri’i i m ba-wangun-en.



RO’KO PA-SOLONG-EN

SA-PAKA KO YA WATU TA’AN KO INDON AMI PE’TUMO-TOWA

SUMO’KA’AD MAKA-SIOW

LU-MEAK MAKA-SIOW

LENTU’ IM BULU’UD I PA-KI’IT IN TENGE-NA I WARA’

LENTU’NA IN DERE TONO I PA-KI’IT IN TENGE-NA I WARA’

LOWAS MAKA-PAT
Tenge-na i  wara’ tu’us in do’na tumo’toi  maras,

LOWAS MAKA-PAT KE’KE’ MAKA-PAT

SANGAKAY KULO’ SANGAKAY WURING,ROKO’,SAMPURI

SI WARA’  MANGUNI MAKA-SIOUW

MANGUNI MAKA-SIO-SIOUW

KUKUK I CO’KOK REINDANG MAKA-SIO-SIOUW

LOWAS MAKA-PAT, KE’KE’ MAKA-PAT, KETE MAKA-SA

TENGE-NA I WARA KU-MOKOK WO RU-MOYONG.

KIC MAKA-SIOUW

KIC MAKA-SA

SU-MORING OT OT

KIC
MELET

MOMPER

PASIL
SIOUW KOPAT-AN E TOUW
1. TOYA’ANG          (0  SAMPAI   9  TAHUN)
2. ME-LONSING     (10 SAMPAI  18 TAHUN)
3. WO’BAS                (19 SAMPAI  27 TAHUN)
4. KA-LENTER-A   (28 SAMPAI 36  TAHUN)
5. KA-WATA’NA     (37 SAMPAI 45  TAHUN)
6. KA-KETER-A      (46 SAMPAI 54  TAHUN)
7. TUA’NA                 (55 SAMPAI 63  TAHUN)
8. TA’AS-A                (64 SAMPAI 72   TAHUN)
9. PURU’NA              (73 SAMPAI 81   TAHUN)


*** USIA  atau UMUR 82 TAHUN KEATAS LANGSUNG DISEBUT  “APO”

APO-APO’ adalah “DOTU-DOTU” atau  “EYANG” yang paling dituakan dalam TA-RANAK.

*** U-UDU’AN E SIOUW KOPAT-AN E TOUW.

SANGA KOPAT ME’E SIOUW U-UDU’AN ANE PA-KASA SE U-UDU’AN YA KARU’ WALU NGA-PULU TU-ME-LA’UW ESA TOUW WAYA.

SE APO’-APO LU-MUKUT AN U-UDU’AN TANU SAWEL IN TA-RANAK I NESA WO ESA TA-RANAK.

UTUSAN DARI SEMBILAN TINGKATAN USIA.

SETIAP TINGKATAN  USIA MENGUTUS SEMBILAN ORANG  SEHINGGA JUMLAH SELURUH UTUSAN ADALAH DELAPAN PULUH SATU (81) ORANG.

APO-APO’ DUDUK DALAM  U-UDU’AN SELAKU DOTU DARI TA-RANAK MASING-MASING.

UTUSAN ini terhimpun dalam suatu O’OAK-AN E U-UDU’AN yang berfungsi selaku utusan atau perwakilan generasi dalam  upacara-upacara  ritual dan spiritual atau upacara atau acara istimewa dan khusus  yang mengharuskan  pengiriman utusan atau wakil-wakil dari masing-masing  tingkatan umur atau generasi untuk mengikuti upacara atau acara yang dimaksud.

SIOUW PA-KURU-KURU-AN WO PA-SIRI-SIRI’EN

SIOUW  PA-KURU-KURU-AN WO PA-SIRI-SIRI’EN YA E NI’ITU YA TANU TU-TURU’ A SE TOUW SI SEY SE PA-KURU-KURU-AN WO SI SEY SE PA-SIRI-SIRI’EN.

SIOUW PA-KURU-KURU-AN WO SIOUW PA-SIRI-SIRI’EN adalah petunjuk pada manusia tentang siapa-siapa yang patut disembah dan  siapa yang patut dihormati.

1. AMANG KA-SURU-AN
    AMANG KA-SURU-AN YA I SIA-O NI MEMA’ IM BAYA WAYA. WO ANI-SIA  WAYA-WAYA
    WO EN TO-TOUW-AN WONG KA-TOUW-AN.
    AMANG KA-SURU-AN adalah Sang Pencipta dan asal muasal segala ciptaan dan kehidupan.

2. APO-APO’ AN DE-REGES-AN
    APO-APO’ AN DE-REGES-AN YA TOUW  LO’OR AY PEKI WARENG-O MANGE  AN DE-
    REGES-AN WO MALUY MA-MUALI  “UNI” KU-MA’PA “WUNI” ANG KA-SENDUK-AN.
    APO-APO’ AN DE-REGES  adalah manusia yang baik selama didunia yang fana yang telah ber
    pulang  kealam baka dan menjelma  manjadi dewa-dewa atau malaekat di Ka-senduk-an.

3. APO-APO’ ANG KA-YO’BA’AN.
    APO-APO’ ANG KA- YO’BA’AN  YA SERA O SE DOTU-DOTU  TU’UR WO TUWA’ IN TA-
    RANAK SE ME-NO-NOUW  PE’ ANG KA-YO’BA’AN.
    APO-APO’ ANG  KA-YO’BA’AN itu adalah  DOTU-DOTU  atau EYANG-EYANG  yang masih 
    hidup dalam dunia yang fana.

4. PA-SELAN IM BANUA
    PA-SELAN IM BANUA YA  I SERA SE PA-MA’TU’AN (asal kata “MATU’”) IM BANUA SE MA
    KA  PUNYA E-ELI’EN,A-ANDEY-EN,KA-PANDEY-AN WO KA-LEBE-AN WA-LINA,SI TAM-
    PA PA-LUKUT-AN E TU’A -TU’A IN TA-RANAK WO SE TOUW PA-ARAP-EN AWEAN E-EN-
    TER KU-MA’PA SE RO’NA WEAN TI-TIMBOY-EN  WO LU-LUKUT-AN I’ITU.
    PA-SELAN IM BANUA itu adalah yang di-”tua”kan atau yang dianggap “pembesar atau tokoh”
    dalam negeri yang memiliki kesaktian,keahlian dan kepandaian serta kelebihan - kelebihan lainya,
    yang biasanya diduduki oleh para  Tua-tua  in  Ta-ranak (marga) dan/atau yang dianggap mampu  
    atau pantas untuk jabatan atau  kedudukan yang  dimaksud.

5. MA’TUWA
     MA’TUWA YA KARU’ SI INANG WO SI AMANG KU-MA’PA  SE INA’ WO SE AMA’ IN 
     TA-RANAK.
      MA’TUWA itu adalah ibu dan ayah kandung atau nenek dan tetek atau yang dituahkan dalam 
      ta-ranak.

6. WALI’AN
     WALI’AN YA KARU’ RE’EN SERA SSE TOUW ELI’ KI’I-KI’ITEN IM PA-EMAN-EN, SE MA
     WALI-WALI IN SAPA-SAPA KE NAN TU-MENA  ING KA-EMAN-AN ASI  AMANG  KA-SURU-
      AN.
     WALI’AN (biasanya & kebanyakan “WANITA”, dalam hal-hal tertentu seorang “PRIA”, adalah orang sakti pemimpin spiritual dan kepercayaan, ritual pengobatan dan penyembuhan dan sekaligus dapat bertindak dan merangkap jabatan PEMIMPIN PEMERINTAHAN, yang membimbing segala hal  yang berkenaan dengan kepercayaan kepada Amang Ka-suru-an serta mengatur jalannya  RODA PEMERINTAHAN dan merupakan panggilan kehormatan tertinggi.

7. TO-NA’AS
    TO-NA’AS YA SERA-O SE TOUW ELI’ KI’I-ITEN MA-WALI-WALI IM  PA-KASA IN TA-TA-WOY-EN, I’ICO-AN WONG KA-PE-RENTA-AN WOM BAYA WAYA SE SAPA-SAPA NAN 
     TU-MENA IM PE-RO’ONG-AN.TO-NA’AS itu adalah orang  sakti yang menjadi pemimpin serta pembimbing  dalam tiap-tiap pekerjaan atau usaha dan pemerintahaan serta segala-segala yang berkenaan dengan urusan negeri.

8. TE-TERUS-AN 
     TE-TERUS-AN YA I SERA SE TOUW ELI’ SE MA-MUALI KI’I-KI’IT-EN IN SE-SEKE’AN.
     TE-TERUS-AN itu adalah orang sakti yang menjadi pemimpin atau hulubalang perang.

9. KI’I-KI’IT-EN  (orang-orang cerdik-cendekia yang berpengetahuan dan brilmu, panutan, teladan, guru dan  pengajar, pengayom, pemimpin terpandang sesuai dengan talenta serta karunia khusus masing-masing, yang    sering dipanggil disebut dengan panggilan kehormatan “D A T U’ ”  sehingga panggilan kehormatan ‘D A T U” dapat diartikan juga GELAR ORANG TERHORMAT dan TERPANDANG didalam masyarakat, namun setingka dibawah  WALI’AN dan TONA’AS)
     
     KI’I-KI’IT-EN YA I SETA SE  KI’ITEN KU-MA’PA SE TOUW AWEAN E-ENTER WO KA-
     PANDEY-AN WON E-ENTER KU-MA’PA RO’ONA PA-INDON-AN KA-ANDE-AN ANG 
     KA-LO’OR-AN KU-MA’PA SE TOUW LU-MUKUT-O  WO AWEAN  KA-WASA KU-MA’PA SE MA-LA’LI  IM BU-WULENG-AN KU-MA’PA O’OAK-AN KU-MA’PA I’ICO-AN.
     KI’I-KI’IT-EN itu adalah pemimpin atau orang yang memiliki kemampuan  serta kepandaian 
     atau keahlian  atau yang dapat dijadikan  teladan baik atau pejabat yang mempunyai kuasa atau 
     memiliki  jabatan dalam  lembaga atau usaha.
     
 KI’I-KI’ITEN IM-BANUA YA KARU’ SETA SE PA-TU’UL-EN :
 - KO-LANO IM BANUA 
ANG KA-TARE-TARE AWEAN “KOLANO IM BANUA” AN TANA’ KA-SENDUK-AN,SI KOLANO ANIOYO’ YA SI-NISIR E MA-KA-WANUA MA-MUALI MA-WALI-WALI ING KA-PE-RENTA-AN IM BANUA,KU-MI’IT ING KA-NARAM-EN I APO’ LA’UN DANO WO SI  INA’KUNTEL.

*** AM-PA’PA’AN SE MA-KA-WANUA ME-WETENG O IM BANUA A-KA’KAR RA’YO WANA “KOLANO”,WO KU-MI’IT  IM PINEPA’AR,YA SI KOLANO SI-NAWEL-AN  SI PA-TU’UL-EN IN “TONA’AS WANGKO’ IM BANUA”, SI TONA’AS WANGKO’ IM BANUA, YA SIA NI-MA-MUALI KI’ITEN WANGKO’ MA-ESA-ESA E TONA’AS-TONA’AS AN TANA’ KA-SENDUK-AN,TU-MO’TOL AY IITU RA’YO WANA “KOLANO IM BANUA” AN TANA’ KA-SENDUK-AN.

- UKUNG TU’A
UKUNG TUA SI-NISIR E ME-RO’ONG MA-MUALI MA-WALI-WALI IM PE-RO’ONG-AN.

- OKOS I LUKAR
KAPALA I LUKAR
-OKOS


*4. APO-APO’

APO-APO’ adalah UNI’ ANG KA-SENDUK-AN atau DEWA-DEWA (MALAIKAT-MALAIKAT) di alam bakayang memiliki kuasa,karakter,profesi serta  kekuatan maupun kemampuan masing-masing(berbeda-beda satu dengan yang lainnya)sesuai dengan kuasa yang diberikan oleh KASURUAN.
APO’ ARUY
APO’ELUR
APO’
DLL

APO’ WUE

APO’ PRANG
APO’ Prang  adalah dewa-dewa perang yang memiliki karakter dan kemampuan serta kesaktian masing-masing  yang bisa muncul tiba-tiba dalam pertempuran.

Apo-apo adalah orang  yang terkenal adalah :
Apo’ Prang (Ahli perang)
Apo’ We-weren-an (Pengintai)
Apo’ Warani (Berani)
Apo’ Po-linga(Pendengar)
Apo’ Keter (Kuat)
Apo’ Po-wow(Pencium)
Apo’ Kawal (Kebal)
Apo’ Repet (Laju /pengejar)
Apo’ Tu-me-teron (Pelari/kurir)
Apo’ Po-silat (Pesilat)
Apo’ Po-ruki(Petinju)
Apo’ Paso’ (Pemanas)
Apo’ Uting (Pendingin)
Apo’ Po-pekang (Penendang)
Apo’ Po-sepe’ (Penampar)
Apo’ Po-lo’tic (Pelompat)
Apo’ Po-telew (Penajam)
Apo’ Po-polo (Pembangun)
Apo’ Potanei (Pengingat)
Apo’ Korotei : dapat mengenal dan membeda-bedakan kesucian dan kejahatan.
Apo’ Kulo’: Mengenal kesucian dan kebaikan.
Apo’ Wuring : Mengenal kejahatan dan kesucian.
Apo’ Po-licoko atau pembawa bencana.

Apo- Apo yang menjadi pesuruh dari Empung Walian adalah  Apo’-Apo’ yang berasal dari manusia yang semasa hidupnya adalah  orang-orang sakti.

*5. ROH-ROH  dan  JIWA-JIWA*

MU’KUR
MU’KUR adalah ROH.
MU’KUR tidak berwujud dan tidak kelihatan , tetapi kuasa dan kekuatanya dapat dirasakan.

LUNGUS
LUNGUS adalah JIWA
LUNGUS berada didalam tubuh manusia selama manusia itu masih hidup,tetapi setelah manusia mati LUNGUS akan keluar dari tubuh manusia dan berpindah ke alam baka.
LUNGUS daripada manusia yang hidupnya baik selama masih hidup di dunia akan mendapat tempat di KASENDUKAN , sedangkan LUNGUS daripada manuasia yang hidupnya jahat selama masih hidup di dunia akan ditempatkan di KASUSA’AN.

ASENG

KA-SURAT-AN
KA-SURAT-AN atau nasib adalah takdir dari YANG MAHA KUASA.

WALE MU’KUR
WALE MU’KUR (rumah roh-roh atau jiwa-jiwa) adalah tempat yang menurut kepercayaan orang dulu-dulu sebagai  tempat  berdiam roh-roh serta jiwa-jiwa dari leluhur yang sudah meninggal dunia.


*6. KA-TOUW-AN*

KA-TOUW-AN atau kehidupan adalah anugerah yang berasal dari  YANG MAHA KUASA.
KA-TOUW-AN dianugerahkan kepada mahkluk ciptaan Sang Pencipta, tetapi manusia adalah mahluk yang paling mulia diantara segala ciptaan.
KA-TOUW-AN berasal dari kata TOUW yang berarti ORANG atau berarti juga HIDUP jadi TOUW adalah ORANG YANG HIDUP.
Kehidupan manusia dianugerahkan  melalui perkawinan antara dua insan lelaki dan wanita.
Setelah perkawinan itu, mulailah proses pertumbuhan dan kehidupan benih Sang Lelaki dalam bentuk janin bayi.
Janin bayi itu dibentuk dalam kandungan Sang Wanita selama 9 bulan (Angka keramat bagi orang Kyowa).
Doa-doa dan permohonan dalam bentuk ritual MOWEY KA-TOUW-AN (MOHON KEHIDUPAN) dilakukan sejak janin  masih dalam kandungan Sang Ibu.
Pada saat - saat  Sang Ibu mulai menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan, para keluarga segera memanggil  Wali’an dan Biang untuk membantu proses  kelahiran Sang Bayi.
Wali’an dan biang kelahiran akan membantu  kelahiran Sang Bayi dengan doa-doa serta pertolongan persalihan.
Kelahiran seorang bayi dalam keluarga adalah suatu hal yang sangat membahagiakan dan mengembirakan seluruh keluarga dan seisi  Wanua, yang di ungkapkan dalam upacara ritual kelahiran seorang  manusia  dalam dunia.


*7. PA-PATE*

PA-PATE in TOUW artinya KEMATIAN MANUSIA adalah takdir manusia  sesuai suratan  nasib yang sudah ditentukan oleh Sang  Maha Kuasa.
Setiap manusia sudah ditentukan umur dan usianya sebelum dilahirkan  kedalam dunia. (ai carot-o waya I an  Dangka’ artinya sudah digariskan oleh yang di ATAS).
Namun setelah  meninggalkan dunia yang fana,manusia  akan memperoleh  hidup  baru di alam  baka melalui penjelmaan  jiwa yang berubah menjadi APO’-APO’ atau TETE-TETE di alam baka.
Kematian seorang anggota keluarga atau masyarakat akan menimbulkan  perasaan duka cita  dan kesedihan yang sangat mendalam  bagi yang ditinggalkan.
Ungkapan  duka cita dan kesedihan  diwujudkan  dalam acara berkabung atas  kematian seseorang.
Berkabung karena kematian seorang  anggota keluarga  adalah sangat memiluhkan dan menyedikan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Para anggota keluarga seakan-akan  merasa kehilangan  sebagian  dari tubuh dan jiwanya,karena perasaan kehilangan sehigga  semua-semua seakan hampa belaka.
Keluarga  dekat dan keluarga jauh maupun sanak saudara  dan kerabat  serta  kenalan membanjiri bangsal kedukaan.
Suasana   sedih dan duka  terbayang  pada raut wajah dan perilaku serta tindakan semua orang yang berkabung.
Semua anggota keluarga  memakai pakaian hitam sebagai tanda berkabung  dan berdukacita.
Upacara doa dan adat dilakukan sesuai dengan  adat istiadat serta doa-doa memohon  keselamatan jiwa dari yang meninggal dilakukan dengan penuh hikmat dan sakral.
Sesajen dan persembahan istimewa bagi arwah yang meninggal dilkukan dengan upacara-upacara khusus.
Doa-doa dan upacara pelepasan keranda  dan pemakaman dilakukan secara seremonial.
Hari perkabungan dimulai saat  almarhum atau almarhuma menghembuskan nafas terakhir, ditandai dengan  tangisan kaum keluarga ,sanak saudara,kerabat  dan  kenalan  yang tak putus-putusnya menangisi orang yang sudah meninggal.
Hari berkabung dan peringatan untuk mengenangkan  seseorang  yang sudah meninggal dilakukan sebb.
Hari  Pertama                                     : Upacarah seremonial meriah.
Malam Ketiga                                     : Mendoakan arwah
Malam Ketujuh                                  : Mendoakan arwah
Empat Puluh hari                              : Mendoakan arwah
Seratus Hari                                        : Mendoakan arwah
Satu Tahun                                          : Mendoakan arwah
Tiga Tahun                                          : Mendoakan arwah
Enam Tahun                                       :  Mendoakan arwah
Sembilan Tahun                                 :  Mendoakan arwah 

Perawatan  Timbukar atau Pusara dilakukan setiap hari-hari besar atau setiap tanggal peringatan meninggalnya seseorang .
Setiap peringatan hari berkabung atas meninggalnya seseorang dilakukan  kenduri atau  SU-MAKEY sesuai kemampuan  keluarga yang bersangkutan.

Upacara adat dan tradisi untuk menghadirkan bayangan arwah yang meninggal dilkukan oleh Tona’as dan Wali’an atau orang sakti dengan bermacam-macam cara a.l


Menaburkan tepung diatas meja yang penuh sesajen, atau mengambil air putih dari kuburan, atau dengan cara memanggil roh dari arwah yang meninggal untuk merasuki salah satu anggota keluarga atau dengan jalan medium.

ACARA KHUSUS YANG MERUPAKAN BAGIAN YANG TIDAK DAPAT DIPISAHKAN SEBAGAI ACARA RITUAL ADALAH :

1. MA-MO’NDO :
     Kunjungan ke makam pada dini hari (pukul 3 pagi)

2. MI-NAMO  :
     Kunjungan kesungai untuk cuci muka sambil berpancar-pancaran air, serta berlaku atau bermain 
     tangkap-tangkapan ikan.

3. TU-MU’UN :
     Menanak nasi dan lauk pauk serta RUMAYAK dikebun  kecintaan almarhum/almarhumah.

4. MA-NELES :
     Kunjungan kepasar yang sering didatangi almarhum/almarhumah.

5. LU-MA’LU :
    Kunjungan pada orang yang pertama meninggal setelah berpulangnya almarhum/almarhumah.

6. RU-MOYONG :
     artinya menghanyutkan  penyakit dan kesialan dengan menghanyutkan pakaian tua dari yang 
     meninggal.

7. MOMPER :
     artinya mempersembahkan SESAJEN untuk arwah.

8. SU-MOLO  :
     artinya memasang  lampu dipusara almarhum/almarhumah.

9. MOWEY : 
     artinya memuji dan menyembah serta berdoa dan memohon ditempat Ibadah atau sekarang  di 
     lakukan di GEREJA.

Disamping itu masih banyak acara-acara dan kebiasaan   antara lain melihat hati atau empedu dari babi yang dipotong  saat meninggalnya almarhum/almarhumah,serta acara-acara lainya.

Pakaian hitam yang menandakan dalam keadaan berduka dan berkabung ditanggalkan  biasanya setelah satu tahun meninggalnya seseorang, tetapi ada orang yang menggunakan secarik  kain hitam (wirus wuring) yang diikatkan  dilengan baju selama bertahun-tahun sebagai bukti kasih sayang kepada yang sudah meninggal.










MA-PA-TURU’

MA-PA-TURU’ adalah peristiwa dimana seorang Tona’as atau Wali’an atau seseorang yang sudah meninggal menampakkan dirinya dalam bentuk bayangan atau wujud manusia yang semu atau tidak dapat  dijamah tetapi dapat terlihat.

Dalam penampakan itu yang menampakan dirinya adakalanya memberikan nasihat atau kata-katan penghiburan atau peringatan,
Tetapi sering kali hanya sekedar menampakan diri, dimana penampakan itu memberikan makna dan arti istimewa dan perlu pengkajian seperlunya.

MA-PA-ILEK

MA-PA-ILEK adalah peristiwa yang terjadi dimana seseorang penting atau Tona’as atau Wali’an atau seseorang yang sangat dekat atau sangat istimewa dalam hidup atau seorang musuh atau lawan termasuk sobat dan kawan dekat atau seseorang musuh atau lawan termasuk sobat dan kawan dekat atau seseorang yang sudah meninggal menampakkan dirinya dalam mimpi seseorang, atau bayangan semu langsung dihadapan seseorang, peristiwa ini terjadi pada saat-saat penting dan istimewa atau kebetulan atau ulang tahun kelahiran atau ulang tahun  atau peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya termasuk peringatan meninggalnya.


*KU-MAWENG*

KU-MAWENG atau KAWIN adalah suatu hal yang sangat hakiki dan prinsipil dalam kehidupan.

Proses dan upacara ritual KU-MAWENG sangat hikmat dan sakral.

Pelaksanaan perkawinan dilakukan sesuai denga adat istiadat dan tradisi leluhur.

Perencanaan serta persiapan dan pelaksanaannya dilakukan dalam musyawarah keluarga besar dari kedua calon pengantin dengan melibatkan para Tona’as dan Wali’an serta Tua-Tua Adat.

Adapun pedoman serta aturan dan tata-laksananya ditetapkan sesuai kesepakatan dalam musyawarah antara kedua bela pihak keluarga calon pengantin,dengan berpedoman kepada aturan 
serta adat istiadat dan tradisi para leluhur.


SEMBILAN LANGKAH PERKAWINAN.

1. KU-MAWANG (BERGAUL)
   a. Kumaweng (bergaul) adalah saat-saat para remaja bergaul dan berkecimpung ditengah masya-
        rakat .
   b. Dalam pergaulan mereka saling  mengenal/mempelajari dan mengetahui  asal-usul dan keadaan 
        serta ikhwal seseorang 
  c. Pergaulan itu adalah perayaan ,pernikahan, pertemuan ,kematian , dll.
  d. Sementara ku-maweng  mulai ma-merit atau menaksir .
       cara menaksir bermacam-macam ,sesuai selera perjaka .

2.   MI’PIL (memilih jodoh)
      a. Mi’pil adalah saat-saat dimana sang perjaka mencari dan memilih jodoh (yang mencari dan me
          milih jodoh atau meminang  adalalh dari pihak lelaki).
      b. Jodoh (pasangan) dipilih dari antara gadis-gadis teman sepergaulan.
      c. Cara memilih bermacam-macam.
       
     d. Setelah menentukan pilihan sang perjaka menyuruh seorang teman (laki-laki atauwanita) untuk
          menyampaikan permintaan untuk bertunangan  kepada si gadis, kalau sang gadis setuju ia akan
          menyampaikan lewat si penghubung secara lisan atau surat.

3. KU-MA-SAMA’ (BERPACARAN)

     Ku-ma-sama’ atau kuma-le’os atau berpacaran setelah masa Mi’pil berlaku :
      - Bertandang ke rumah
      - Bersama-sama ke Gereja,ke pesta-pesta,  keacara muda mudi,  keramaian, ke kedukaan, dll.
      - Memadu cinta
      - Kalau sudah jodoh sang jejaka dan gadis mengikrar janji setia.

4. TU-MANTU (MEMINANG)
     a. Sang perjaka melapor pada orang tua
     b. Setelah orang tua setujuh dengan pilihan anaknya maka orang tua mengutus seseorang untuk 
          melakukan konfirmasi dengan si gadis.
     c. Kalau sang gadis sudah OK, maka orang tua mengirim utusan kepada orang tua sang gadis 
         untuk meminang.
     d. Bila disetujui orang tua sang gadis, ditentukan waktu untuk berembuk atau ME-PA’AR.

5. ME-PA’AR
     ME-PA’AR  adalah  perembukan  untuk musyawarah dan mupakat kekeluargaan antara dua 
      bela pihak keluarga gadis dan perjaka.

      Materi-materi yang dibicarakan adalah :
      a. Re-konfirmasi tentang kebenaran dan keabsahan bahwa mereka  benar-benar saling mencintai sepenuh hati dan tulus ikhlas dan sudah berpacaran..
      b. Menentukan syarat-syarat pertunangan dan perkawinan.
      c. Pengambilan keputusan tentang :
           - Hari Pertunangan
           - Ikatan pertunangan (tukar cincin)
           - Mas kawin
           - Hari peminangan
           - Penyerahan Mas Kawin
           - Hari perkawinan
           -  DLL.

6. TU-MURUK  (MENYERAHKAN MAS KAWIN)
      TU-MURUK adalah hari penyerahan mas kawin dari jejaka kepada gadis dan pertukaran cincin 
      Sebagai tanda ikatan.. Dari pihak keluarga jejaka menyerahkan mas kawin bersama-sama dengan kelengkapan 
      perkawinan kepada keluarga sang gadis.

      Mas Kawin (TU-TURUK) bermacam-macam bentuknya,antara lain rumah,kebun bersama 
      tanaman,ternak babi,sapi dan  kuda,emas dan perhiasan, kain , uang atau barang berharga lainya.

7. KU-MAWENG (MENIKAH)
     Hari perkawinan adalah puncak acara yang sangat bersejarah bagi kedua pengantin, karena pada 
      hari itu  perkawinan mereka diresmikan  oleh Tua-Tua Adat dengan disaksikan kaum keluarga,
       sanak saudara,kaum kerabat,kenalan dan handai tolan serta seluruh  isi Wanua.

8. MA-KA-WALI (MENGANTAR PENGANTIN)
     1. Pengantin wanita diantar oleh kaum keluarga kepada pengantin wanita kepada keluarga
          pengantin pria.
     2. Juga diantar perlengkapan-perlengkapan rumah tangga.
     3. Dll.

9. MA-MALE atau berumah tangga
     Ma-male adalah puncak perkawinan yaitu kedua pengantin menjadi suami istri dalalm ikatan 
      perkawinan yang sah.


*** LA’UN  artinya PERAWAN (gadis yang masih perawan).

*** Keperawanan dalam kehidupan masyarakat  Ka-senduk-an adalah suatu hal yang sangat hakiki 
         dan merupakan pra-syarat yang prinsipil sebelum melangkah kejenjang perkawinan.

*** Untuk membuktikan keperawanan pada malam pengantin digelar kain putih diatas pelaminan,
         apabila sesudah malam pertama ada tetesan darah diatas kain putih, hal itu membuktikan sang 
        pengantin wanita masih gadis perawan.

*** Jika tidak terdapat tetesan darah perawan, maka masalah ketidak -gadisan akan menjadi 
         masalah kekeluargaan yang berkepanjangan dan dapat menyebabkan perceraian, terkecuali 
        sang perjaka atau keluarga sang perjaka tidak mempermasalahkannya.

***Masalah keperawanan tidak dipersoalkan oleh pria yang menikahi wanita yang sudah pernah 
        kawin(janda).


AM-BALE-SA

AM-BALE-SA adalah kelanjutan acara setelah acara perhelatan perkawinan sebagai acara adat untuk mempersatukan kedua mempelai dalam persatuan dan kesatuan ikatan “suami istri yang telah menjadi satu “ atau ME KU’KUP-O.

Acara itu dipimpin oleh Wali’an Wanita,dengan acara sbb:

1. MOWEY
     Dipimpin oleh Wali’an , kedua pengantin bersama Tua-Tua Adat memuji dan menyembah Sang 
     Maha  Kuasa sambil berdoa mohon berkat,bimbingan serta perlindungan dan kekuatan  maupun
     kesehatan rohani dan jasmani untuk kedua pengantin baru dalam memasuki rumah tangga baru.

2. LU-MELE’
     LU-MELE’ artinya kedua pengantin membersihkan hati,pikiran,perasaan secararohani dan 
     jasmani maupun mandi bersama untuk mencuci diri  dipancuran yang airnya berasal dari sumber
     mata air murni.

3. TU-TURU’
     TU-TURU’ artinya petunjuk atau petuah dan nasihat dari Wali’an atau salah seorang Tua-Tua 
      adat  kepada kedua pengantin tentang kehidupan suami  istri  dan kehihupan berkeluarga.

4. TU-MU’TUL
     TU-MU’TUL artinya kedua pengantin  mempersiapkan diri secara mental dan fisik maupun 
      rohani dan jasmani serta  persiapan-persiapan  lainnya termasuk merapihkan serta mendandani
      diri , untuk memasuki malam pengantin.

5. SU-MAUNA
     SU-MAUNA artinya kedua pengantin berlaku seakan-akan menyibukkan diri atau berpura-pura 
      merapikan atau mengatur apa  saja yang ada,  tetapi dengan maksud dan tujuan sebagai bahasa
      isyarat agar kaum keluarga dan tamu segera pergi meninggalkan kedua pengantin sendirian.

6. ME-INCO’AN
     MI-INCO’AN artinya kedua pengantin rayu-merayu, bermanja -manjaan dan saling menarik perhatian.

7. ME-WINSO’’AN
     ME-WINSO’-AN artinya bercumbu-cumbuan dan bercinta-cintaan kedua pengantin,    saling
     rangkul merangkul, belai membelai, berkecup-kecupan meluapkan perasaan dan saling  merayu
    dan melepas rindu  dendam dan gundah gulana  hati, serta memadu cinta dan kasih sayang yang
     membangkitkan gairah serta rangsangan cinta, kasih dan sayang.

8. ME-KU’KUP
     ME-KU’KUP artinya kedua pengantin  menjadi satu daging satu hati,satu pikiran,satu ingatan satu perasaan,  menjadi satu dalam segala-galanya,  satu maksud, satu tujuan, satu arah, satu kemauan, dan satu diri, satu tubuh, satu jiwa,  sebagai mana layaknya suami istri,sebagai wujud nyata cinta dan perkawinan dalam arti sesungguhnya secara rohani dan jasmani, mental dan fisik, tenaga dan kekuatan, keinginan dan kemauan, perasaan dan emosi,  moral dan materi , kreasi dan daya cipta, semangat dan gairah, kecakapan dan ketrampilan, kepandaian dan kepinteran  serta segala galanya yang dimiliki oleh kedua insan pengantin menjadi satu dan tak terpisahkan.  

9. AM-BALE-SA
    AM-BALE-SA artinya kedua penganti menjadi suami istri dalam ikatan perkawinan nyata dalam satu kesatuan cinta kasih sayang , yang siap sedia menjalani hidup berkeluarga dan bermasyarakat.

AM-BALE-SA dapat diartikan sebagai suami istri dimana suami hanya memiliki satu orang isteri dan istri hanya memiliki satu orang suami (monogami).

Dalam masyarakat Kiowa tidak dikenal kebiasaan kawin cerai,sehingga perceraian hanya terjadi bila salah  seorang sudah meninggal dan yang masih hidup bisa menikah lagi.

Perceraian hanya terjadi karena sebab-sebab skandal atau pelanggaran salah seorang atau hal-hal tertentu yang menyebabkan  mereka tidak dapat hidup sebagai suami istri,tetapi dalam perselisihan keluarga sering  diusahakan pendekatan agat tidak terjadi perceraian.


PA-MALE-WERU

PA-MALE-WERU atau rumah tangga baru terbentuk setelah terjadinya perkawinan antara  seorang pria  dan wanita melalui suatu proses yang membawa mereka ke pelaminan dan menjadi suami istri yang sah.

Menurut adat kebiasaan dan tradisi  Ka-senduk-an Kiowa, sang istri  ikut dengan suami dan tinggal bersama-sama sebagai suami istri dirumah yang sudah disiapkan oleh orang tua sang suami, dilengkapi perabot dan keperluan rumah tangga seperlunya.

Disamping keperluan rumah tangga, pihak keluarga sang suami menyediakan juga perlengkapan dan kelengkapan untuk mencari nafkah bagi suami  istri yang baru memasuki rumah tangga baru  a.l :
Pedang, pisau, pacul, sekop, sapi, roda, atau modal dalam berbagai jenis dan bentuknya sesuai kemampuan keluarga sang suami.

Perlengkapan rumah tangga a.l . keperluan kamar tidur , perlengkapan dapur dan keperluan kecil lainya disediakan dan diantarkan oleh keluarga wanita (isteri) kerumah sang suami.

Dari dalam rumah itu mereka memulai pamale atau rumah tangga dengan segala suka duka romantika hidup.







*9. TAWOY-EN.*

TAWOY-EN artinya pekerjaan atau usaha atau karya untuk hidup baik hidup pribadi, hidup keluarga atau hidup masyarakat.

Pelaksanaan pekerjaan atau karya dan usaha dilakukan sesuai dengan adat istiadat dan tradisi nenek moyang berdasarkan paham pola hidup ‘MA’ANDO”, yang melakukan semua kegiatan dengan tahapan-tahapan :

1. MOWEY
    Mowey adalah upacara ritual berdoa dan memohon berkat, bimbingan, kekuatan,  kemampuan
    serta petunjuk dari Yang Maha Kuasa Amang Ka-suru-an Wangko’.

2. KU-MOMBA’
     KU-MOMBA’ artinya doa permohonan pencapaian cita-cita serta meyakinkan diri dan
     kelompok tentang tercapainya maksud dan tujuan usaha.

3. MUTUNG
    MUTUNG artinya “bernazar” serta menyatakan tekad keyakinan dan menegaskan bahwa usaha
    pasti berhasil  serta memperoleh kemenangan dan keuntungan yang bermanfaat dan mengusir
    segala malapetaka dan musibah serta menyumpahi  agar dijauhkan   dari  segala bencana serta
    tidak mendapat kerugian  atau kemalangan.

4. TU-MA’DI
     TU-MA’DI artinya “berikrar” dan memastikan bahwa segala keinginan dan kemauan pasti ber-
     hasil dan sukses.

5. RU-MAGES
    RU-MAGES artinya mempersembahkan korban bakaran sebagai ungkapan syukur dan terima 
    kasih kepada Sang Maha Kuasa.

6. MENANG
    MENAG artinya menyusun atau mendisain jenis dan bentuk  rencana kerja serta usaha maupun 
    tata laksana dan mekanisme  kerja dan peraturan pelaksanaan teknis serta operasional.

7. TU-MU’TUL
     TU-MU’TUL artinya membuat persiapan perlengkapan dan kelengkapan mental dan fisik serta 
      moral dan materi maupun sarana dan fasilitas serta keperluan pekerjaan dan usaha.

8. TU-MAWOY
    TU-MAWOY artinya bekerja atau berusaha atau berkarya untuk keperluan mencari nafkah dan 
     kebutuhan rohani serta jasmani, melalui pekerjaan atau usaha atau karya nyata, sesuai dengan 
     rencana kerja yang sudah didesign dan diatur.

9. LU-MENU’
    LU-MENU’ artinya membenahi atau melengkapi atau memantapkan serta mematangkan dan 
    menyelesaikan pekerjaan atau usaha.




*10. KA-KA-WASA-AN  A  LANGI’*

LIM-BAWA

LIM-BAWA arinya PERJANJIAN
LIM-BAWA adalah lambang perjanjian antara Amang Ka-suru-an Wangko’ dengan ciptaannya, yang diberikan Sang Maha Kuasa untuk menetapkan tentang hak dan kewajiban ciptaanNya.

LIM-BAWA (benang Raja) dipercayai sebagai pertanda dari Yang Maha Kuasa tentang batas-batas hubungan  dengan manusia dan ditempati oleh roh-roh dan jiwa-jiwa sehingga tidak boleh didekati.

ENDO

ENDO atau matahari adalah penguasa alam terang.

Pengaruh matahari dalam kehidupan mahluk di jagad raya ini sangat besar sekali bahkan memiliki kekuatan, gaya, tenaga  dan kekuasaan yang sangat menentukan  dialam dan jagad  raya ini.

Matahari dipuja karena cahayanya  memberikan penerangan dan energi atau kekuatan pada alam semesta.

Matahari dipuja pada saat terbitnya maupun pada saat terbenamnya, dengan ritus khusus yang lebih banyak menggunakan bahasa rahasia dan komat-kamit serta gerakan-gerakan magis.


SERAP

SERAP atau bulan adalah penguasa  alam gelap, yang memberikan cahaya untuk penerangan dimalam hari hanya pada saat-saat tertentu dan pada saat-saat tertentu bulan tidak mengeluarkan cahaya dimalam hari.

Bulan sebagai penguasa alam gelap dipuja-puja saat bercahaya diwaktu malam, pada saat terbitnya maupun disaat terbenamnya.

Terdapat juga pemujaan pada saat-saat :

a. Bulan purnama (serap purengkey),  bulan mati  (ka-rembeng-a),  perbani (ka-to’or-a).

KILAT

KILAT adalah cahaya api untuk mengingatkan manusia serta ciptaan lainnya, sebagai pertanda murka dan penghukuman akhir dalam lautan api bagi ciptaan yang melakukan pelanggaran dan kesalahan.

IRU’

IRU’ atau  BINTANG.

Bintang-bintang itu mempunyai pengaruh dalam kehidupan mahluk, manusia binatang maupun tumbuhan, pergerakan dan peredaran waktu dan zaman, cuaca dan musim.

Tow Pandey (orang pintar) ada yang memiliki keahlian astrologi (ilmu perbintangan) dan selalu memperhatikan gerak gerik bintang sepanjang masa.

Bintang-bintang dapat memberikan petunjuk tentangn hal-hal yang tidak dapat dipikirkan atau diterka oleh manusia.

Bintang-bintang itu dipuja dan dihormati oleh karena bintang itu dapat menceritakan dan mengungkapkan tentang nasib dan peruntungan maupun meramalkan apa yang akan terjadi kemudian.

BINTANG PA-NGUMAN  (MA-NGUMA, KU-MOLOKO/MIBIT, MUSEW, SU-MAWEL, TU-MAWOY, MUPUK)

PEREDARAN,PERGERAKAN DAN PERGESERAN SERTA MUNCULNYA BINTANG PADA WAKTU-WAKTU TERTENTU DISUATAU TEMPAT DAPAT MENUNJUKKAN MUSIM ATAU PANCAROBA.

Dari pengamatan para ahli bintang dapat diketahui saat-saat yang tepat untuk menaburkan benih, menanam, menyiangi dan memanen.

Arah angin akan berhembus, musim, perobahan iklim dan cuaca  dapat diketahui dari tanda-tanda bintang dilangit.

WIRU’ 

WIRU’  atau bintang pindah adalah merupakan pertanda baik apabila jatuh dari kiri kekanan dan pertanda buruk bila jatuh dari kanan kekiri.

Terangnya dan gelapnya cahaya bintang jatuh menjadi ukuran baik buruknya sesuatu yang dipertandakan.

Semakin terang cahaya bintang yang jatuh dari kiri ke kanan semakin besar kebaikan atau rejeki yang diperoleh.

Demikian pula semakin gelap cahaya yang jatuh dari kanan ke kiri, semakin buruk kemalangan yang akan menimpa seseorang.

Bagi wanita yang  berambut pendek dan tidak subur akan mengangkat rambutnya dengan harapan rambut akan lebih panjang dan lebih subur.

Ada pantangan untuk tidak menunjuk atau mengarahkan jari ke arah bintang jatuh karena apabila menunjuk atau mengarahkan jari ke arah bintang jatuh, maka jari akan putus atau cita-cita dan permohonan tidak terkabul.

MAKA-RAO

MAKA-RAO atau gerhana terjadi di siang hari dan malam hari.

MAKA-RAO SENDOT adalah gerhana yang terjadi di siang hari.

MAKA-RAO REIMBENG adalah gerhana yang terjadi dimalam hari.

MAKA-RAO SANGA-WIWI adalah gerhana sebagian.


MU-RENGKEY

MU-RENGKEY (Bulan Purnama) adalah saat untuk melakukan pemujaan dan memberikan persembahan kepada Sang Pencipta dan Roh-Roh.

Saat yang paling tepat untuk melakukan pemujaan dan penyembahan  adalah terutama pada saat bulan mulai menampakkan cahayanya waktu terbit.

Ada kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib yang menyertai cahaya bulan  saat baru terbit, akan memberikan berkah dan rezeki serta kesembuhan bagi yang sakit maupun kekuatan bagi yang lemah dan kesaktian bagi yang memerlukan serta berkat bagi yang meminta sesuai keperluan dan kebutuhannya masing-masing.

Pemujaan dan penyembahan pada bulan purnama dilakukan seluruh lapisan masyarakat ,bahkan disaat bulan purnama, muda-mudi dan anak-anak bersuka ria sambil menyanyi dan menari disaksikan oleh orang tua.

KA-RU-MEMBENG-A

KA-RU-MEMBENG-A (Bulan Mati) adalah saat yang tepat untuk memuliakan pekerjaan dan usaha termasuk bercocok tanam dan lain-lain.

Menurut kepercayaan, Ka-ru-membeng-a adalah pertanda bahwa semua musibah dan bencana serta kejahatan dan keburukan telah dihindarkan serta dimusnahkan oleh kuasa terang.

Saat itulah yang paling tepat untuk :
- memuliakan pelaksanaan pekerjaan dan usaha
- bercocok tanam dikebun
- orang - orang sakti membuat senjata dan alat-alat perang
- membuat azimat-azimat menjadi keramat dan bertuah
- meramu dan membuat obat-obatan agat menjadi mujarab
- melatih diri untuk menjadi kuat dan gagah perkasah serta kebal dan sakti.

KA-TO’ORA

KA-TO’ORA I SERAP terjadi sebelum bulan purnama dan sesudah bulan purnama.
Pada saat itu Apo-Apo (dewa-dewa) sering menampakkan diri,  terutama saat hujan rintik-rintik.


*11. TU’TU’US (TANDA-TANDA)*

SENDANG LEWO’

SENDANG LEWO’  atau hujan panas memberikan pertanda tentang akan meninggalnya seseorang serta menandakan usia seseorang yang akan meninggal : 
- MAMO’NDO           : anak kecil
- TE’TEL I ENDO     : anak muda
- ORAS   -                   : orang dewasa
- MA-WAWA’NDO   : lanjut usia


REGES SAMA’

REGES   SAMA’ (angin baik/bagus) adalah istilah untuk roh-roh halus yang sifatnya mau membantu dan menjaga manusia agar luput dari segala bahaya dan tidak dapat diganggu roh-roh jahat.

REGES LEWO’ (angin jahat) adalah istilah untuk roh-roh halus yang jahat dan dapat diketahui dari bau busuk apabila roh itu melewati atau berada di sekitar  manusia.

Roh roh itu dapat membawa bencana dan musibah atau penyakit pada manusia dan binatang atau tanaman.


REGES MA-NESEL

REGES MANESEL (Jiwa yang menyesal) adalah roh dari orang yang meninggal “belum pada saatnya” dan masih mengembara di dunia, karena jiwanya dianggap masih hidup.

WOW MANAM

WOW MANAM (bau wangi atau seperti bau bunga sedap malam) dipercaya sebagai bau dari roh-roh halus yang baik dan berkeliaran di waktu malam.

AMPOY

AMPOY artinya wabah sampar atau penyakit, yang disebabkan oleh roh-roh jahat atau akibat musibah dan bencana atau malapetaka.

MA-NGERO’

MA-NGERO’ atau goncangan (gempa bumi) menurut kepercayaan adalah disebabkan oleh perasaan geram dari Sang Maha Kuasa sehingga refleks gerakan tubuhnya menyebabkan getaran pada pijakan kakiNya.

Perasaan geram itu disebabkan karena melihat perbuatan maksiat dan dosa maupun pembunuhan, pencurian, penipuan, peperangan, pertentangan, perselisihan serta semua kejahatan yang dilakukan manusia.

Getaran goncangan itu merupakan tanda peringatan agar manusia bertobat dan merobah kelakuan dan tindak tanduknya agar sejalan dengan ajaran para leluhur yang diturunkan oleh Amang Ka-suru-an Wangko’ kepada mereka.

KUNTUNG LU-METOK

KUNTUNG LU-METOK atau gunung meletus, adalah pertanda amarah dan hukuman Sang Maha Kuasa atas segala dosa, perbuatan maksiat, perkosaan serta pembunuhan, pencurian, penipuan, penggelapan, perampasan hak, perselisihan, pertentangan, perkelahian, peperangan, dan semua kejahatan yang dilakukan  oleh manusia , karena mereka tidak mau bertobat  dan berobah kelakuan mereka.

Akibat letusan gunung itu , banyak korban nyawa berjatuhan sebagai  penghukuman, termasuk korban dan musnahnya tanaman, hewan, harta benda serta kebutuhan hidup manusia lainya.

SELENDUK

SELENDUK atau angin topan atau badai atau angin puyuh adalah hembusan nafas Sang Maha Kuasa  yang ingin memberikan ganjaran dan hukuman bagi para pendosa dan pejahat.

LU-MI-LINTER

LU-MI-LINTER adalah hantu atau makhluk halus yang menimbulkan perasaan takut, seram, panik, gerogi,  gemetar,  menggigil dan perasaan rendah diri atau tidak berharga serta tidak mampu melakukan apapun.


*12. MAKHLUK - MAKHLUK HALUS*.

LOLOK

LOLOK adalah makhluk kerdil yang memakai “tolu” (banyak kali bersembunyi diantara pohon-pohon “taki”), tidak kelihatan dan nampak oleh mata awam, kecuali orang “we-weren-an”, orang sakti dan para Wali’an atau Tona’as , tetapi dapat menculik anak-anak bahkan orang dewasa untuk dibawa ke suatu tempat untuk dikurung (orang yang lepas dari kurungan “Si Lolok” bisa jadi linglung).

Lolok hanya dapat dilihat dan dikenal oleh orang sakti dan orang pintar serta berilmu.

Hanya orang sakti dan pintar berilmu yang dapat membebaskan atau  melepaskan orang dari tahanan para lolok.

WUNI

WUNI adalah makhluk halus yang tinggal didalam LIM-BAWA (benang raja) yang hanya dapat dilihat oleh orang sakti dan tidak dapat dilihat sembarang orang , kecuali ditunjukkan oleh orang sakti dan orang yang memiliki keistimewaan atau memenuhi syarat tertentu.

WUNI adalah apo-apo (dewa-dewa) yang sewaktu-sewaktu dapat mmenjelma menjadi manusia atau merasuk seseorang.

WUNI  seringkali menampakkan diri pada saat hujan rintik-rintik  di saat matahari lagi bercahaya atau di saat terang bulan  atau  bulan mati dan bulan purnama terutama saat maka-rao.

LULU

LULU adalah musafir halus, yang mondar-mandir mengelilingi  ka-yo’ba’an melanglang buana siang dan malam.

Orang-orang yang terpengaruhi oleh si Lulu, akan dibawa melanglang buana tanpa arah dan tujuan, kalau bernasib baik akan dikembalikan, tetapi kalau bernasib sial akan berkeliling dunia terus menerus sampai  akhir hayatnya.

PON-TIANA

Pon-tiana adalah kuntilanak jelmaan orang (wanita) yang hamil dan meninggal sebelum melahirkan dengan bentuk manusia, tetapi bagian dadanya bolong dan tidak berkaki, meninggal karena  hamil.

MA-MO’POK

MA-MO’POK adalah “Roh jahat” berbentuk manusia berdada bolong.sering mengganggu dan menakut nakuti orang yang dalam perjalanan atau tempat-tempat tertentu.

LU’UK

LU’UK adalah julukan bagi seseorang atau binatang perusak  atau pembawa bencana dan musibah.

LONGI’

LONGI’ adalah julukan bagi orang yang mementingkan diri sendiri (kikir)
Dapat juga diartikan sebagai julukan untuk binatang  TU-MO-TONGKO’ (SILUMAN) sejenis binatang melata yang sangat besar dan panjang yang suka merampas atau mencuri  sesuatu daengan cara meremuk-remuk sampai hancur kemudian ditinggalkan sementara untuk dibuat membusuk  lalu didatangi lagi untuk disantap.

*13. UPACARA-UPACARA RITUAL*.

RU-MAGES

RUMAGES artinya mempersembahkan korban sebagai ungkapan pemujaan, pujian dan syukur terima kasih kepada Sang Maha Kuasa.

Upacara ritual persembahan ini diisi juga dengan doa-doa permohonan berkat rahmat serta bimbingan dan perlindungan Sang Maha Kuasa.

Doa-doa permohonan disampaikan demi terkabulnya permintaan :
- berkat dan rahmat serta kekuatan dan kesehatan rohani dan jasmani.

- keberuntungan dan rezeki,

- petunjuk serta bimbingan dari Sang Maha Kuasa,

- perlindungan agar tidak ditimpah bala sampar dan penyakit atau musibah serta bencana dan malapetaka, dll.

PA-RAGES-AN

PA-RAGES-AN adalah tempat pengorbanan untuk menyampaikan syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa (Amang Ka-suru-an) atas segala berkat dan anugerah serta memohon kekuatan - kekuatan  gaib, kesaktian , kekebalan , kekuatan, keberanian, kesuksesan, kebahagiaan, terkabulnya permohonan doa, dll dan terima kasih atas segala berkat dan rakmat yang diberikan  kepada manusia, dan juga termpat untuk menyampaikan persembahan dan korban untuk Amang Ka-suru-an dan   arwah leluhur/nenek moyang.

Di tempat persembahan ini  dilakukan upacara pembakaran korban benatang  (babi, sapi, atau anjing, dll) yang kemudian sebagiannya bisa disisihkan untukdimakan bersama hidangan  dan minuman dengan menyisihkan OMPER atau WELET (sesajen) untuk Amang Ka-suru-an dan para arwah  leluhur/nenek moyang.

Dalam keadaan istimewa, seluruh korban bakaran untuk persembahan dibakar seluruhnya sampai habis dimakan api dan menjadi debu semuanya.




OMPER 

“Omper” termasuk juga “Welet” adalah sesajen yang di persembahkan untuk Amang Ka-suru-an dan para leluhur serta roh-roh halus.

MOMPER  termasuk MELET artinya mempersembahkan sesajen.

Tempat pemberian sesajen disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan dilakukan di mezbah batu besar yang disebut PA-OMPER-AN atau PA-WELET-AN .

SU-MORING 

SU-MORING  artinya memanggil burung atau binatang sakti untuk memberikan tanda, petunjuk dan saran melalui bunyi dan tanda-tanda.

PA-SORING-AN
Pasoringan adalah tempat yang keramat dan biasanya di daerah atau tempat yang sunyi, senyap biasanya karena semak belukar dan pohon  beringin atau pohon-pohon serta bambu yang rimbun dan lebat sekali daunya di dekat mata air,  sungai atau dibukit yang berhutan lebat.

Tempat itu merupakan tempat Wali’an dan Tona’as untuk mendengar bunyi burung keramat, meminta petunjuk dan tanda-tanda melalui bunyi burung  WARA’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya.

Wali’an atau Tona’as Sakti memimpin upacara memanggil atau penjemputan burung Wara’ atau binatang atau makhluk lainnya,  untuk mendengarkan bunyi dan tanda-tanda serta petunjuk , akan berkunjung ke tempat yang dipercayai  sebagai tempat  Pa-soring-an  lengkap dengan azimat-azimat  dan benda-benda keramat serta bendera atau perlengkapan lainnya ,termasuk sesajen  untuk Amang Ka-suru-an dan Apo - Apo’.

Sang Wali’an atau Tona’as meniup suling untuk memanggil burung  Wara’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya , tiupan suling dapat terjadi hanya sekali saja , bila burung Wara’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya,  segera datang atau segera memberikan jawaban melalui tanda - tanda  dan petunjuk yang disampaikan dalam bentuk bunyi  yang suaranya disesuaikan  dengan permintaan serta jawaban yang akan diberikan .

Bila belum ada jawaban, tiupan suling bisa dilakukan berulang - ulang,  kalau ada jawaban, tiupan suling dihentikan. Sering kali  juga terjadi bahwa tiupan suling panggilan  tidak dijawab , hal itu menandakan bahwa Amang Ka-suru-an  dan/atau Apo - Apo’ tidak berkenan atau tidak menyetujui panggilan itu.

Lokasi Pa-soring-an yang terkenal dinamakan TOM-BARA-AN yaitu di hulu sungai Rano-wangko’ disebelah timur sebuah batu besar yang berbentuk meja makan besar,  sedangkan ditempat - tempat keramat lainnya dijadikan  juga tempat Pa-soring-an. 


TU-MONDONG artinya menjemput, atau pergi memanggil kembali.

PA-TONDONG-AN

PA-TONDONG-AN adalah tempat penjemputan sesuatu atau jiwa-jiwa atau tubuh dari seseorang.

Konon  ada banyak tempat keramat yang terlarang termasuk pohon - pohon , batu- batu atau benda -benda tertentu yang tidak dapat disentuh atau dilewati pada saat-saat tertentu.

Dalam hal-hal tertentu apa bila seseorang  jatuh sakit, ada anggapan  disebabkan karena rohnya terganggu  roh-roh  halus di suatu tempat yang terlarang  karena melewati atau menyentuh sesuatu benda keramat  atau terlarang  yang menyebabkan  jiwa dari benda itu marah  dan menahan atau menyandera jiwa dan memintah tebusan.

Wali’an Sakti akan memimpin upacara Tu-mondong dengan berkunjung ketempat yang dianggap atau di percayai  sebagai tempat penahanan  atau penyanderaan jiwa dari si penderita sakit .

Untuk mengembalikan  jiwa orang itu perlu mengundang / menjemput kembali jiwanya dengan  doa-doa dan mantera- mantera  serta mempersembahkan  korban dan sesajen berupa  hidangan makanan dan minuman  “upe’”  dan to-waku’ ( tembakau).

Sesajen  yang dibawa untuk  disajikan  kepada Amang Ka-suru-an dan/atau Apo’-Apo’ adalah nasi bungkus dan telur atau makanan  serta minuman tertentu yang istimewa serta pakaian dari oreang yang sakit yang diletakkan berdampingan.

Wali’an dan Tona’as memohon kesembuhan dengan menyebut dan memanggil berulang-ulang nama dari si sakit,dengan memohon kepada yang menahan atau penyandera untuk berbelas kasihan, sambil menjanjikan tebusan.

Jawaban tentang tekabulnya atau ditolaknya permohonan kesembuhan akan diberikan oleh burung Wara’ atau binatang/makhluk keramat lainnya,  dalam bentuk bunyi suara dan tanda yang beraneka ragam nadanya sesuai pesan berita yang menjadi jawaban.

Pada saat itu sesajen berupa nasi dan telur atau penganan dan minuman boleh dimakan  secara bersama- sama .

Tempat penjemputan jiwa  yang disandera atau ditahan itu disebut PA-TONDONG-AN.



KU-MEWIT

KU-MEWIT artinya berbisik, memberikan pesan atau petunjuk dan saran.

PA-KEWIT-AN adalah batu keramat yang mengeluarkan suara bisikan pesan-pesan ajaib bagi seseorang yang bernasib mujur  mendengarkan keberuntungan serta terkabulnya permohonan berkat  atau jodoh dalam bentuk bisikan - bisikan yang hanya dimengerti oleh orang yang memperoleh keberuntungan.

Itulah sebabnya tempat itu dinamakan  Pa-kewit-an yang berarti tempat pembisikakn yang terletak di Ti-nincas-an.

LU-MINGA

LU-MINGA artinya mendengar bunyi dan tanda atau pesan atau petunjuk dan saran.


PA-LINGA-AN

PA-LINGA-AN adalah tempat keramat untuk mendegarkan pesan - pesan dan  petunjuk serta saran - saran khusus serta istimewa dan rahasia dari Amang Ka-suru-an dan/atau Apo’ - Apo’  atau dari yang Maha Kuasa,  melalui tanda - tanda dan bunyi burung Wara’ atau binatang serta makhluk sakti/keramat  lainnya.

Pa-linga-an terletak dibeberapa tempat khusus dan keramat.

Yang dapat mendengar dan melihat serta  mengerti tanda - tanda dan bunyi burung ditempat  khusus  ini  hanya orang atau para Tona’as dan para Wali’an serta orang -orang sakti tertentu.

Disamping tempat - tempat khusus, tanda - tanda dan bunyi burung  dan binatang sakti dapat didengar  dimana -mana oleh setiap orang yang memiliki pengetahuan tentang tanda -tanda dan bunyi.

LU-MI’US

Berkumpulnya kembali untuk bersatu kembali yang sudah bercerai  berai.

PA-LI’US-AN  ditandai dengan batu.


PUTUNG 

PUTUNG artinya “nazar”  sumpah atau janji.

MUTUNG berarti  bernazar  atau menyumpahi atau menjanjikan .

Sumpah atau janji dan nazar itu dapat  bersifat nazar dan permohonan keberuntungan, tetapi dapat juga berupa kutukan atau hukuman.


PA-PUTUNG-AN

PA-PUTUNG-AN adalah tempat Tona’as bersumpah dan berjanji atau bernazar atau mendoakan.

a. Maksud - maksud Baik :

Untuk memperoleh keberanian, kekuatan serta kesaktian maupun keberuntungan dan keberhasilan  sesuatu usaha , maka Tona’as akan bersumpah dan berjanji kepada Aamang Ka-suru-an , sambil berkomat- kamit  dengan mantera dan berteriak - teriak memohon petunjuk serta meminta agar doa - doaniya dikabulkan.

b. Menyumpahi , memaki atau menghukum serta mengutuk orang  :
Apabila ada orang jahat yang perlu disumpahi , maka Tonaas akan  berkomat-kamit dengan mantera dan berteriak  - teriak memaki dan mengutuk serta menyumpahi orang  itu agar diberi penghukuman yang adil dan setimpal dengan  perbuatannya.

PEKU’
PEKU’ artinya lumpuh atau kurung atau tahan atau sandera.

Meku’ dimaksudkan  melumpuhkan atau mengurung dan menahan  serta menyandera seseorang atau jiwa atau sesuatu.



PA-PEKU’AN

PA-PEKU’AN adalah tempat untuk melumpuhkan atau mengurung dan menahan serta menyandera.

PA-PEKU’AN  sangat angker dan menyeramkan serta menakutkan.

Para penjahat itu ditangkap oleh para Wali’an dan Tona’as dengan kekuatan mistik dan gaib.

Kekuatan dan kesaktian para Tona’as atau Wali’an dapat membawa secara gaib penjahat- penjahat ke  “Pa-peku’an”  antara lain di jurang dalam atau tempat khusus  dan tak bisa keluar dari sana.

Penangkapan misterius ini hanya dapat dilihat oleh orang sakti atau yang mimiliki kemampuan untuk itu , sedangkan orang sembarangan tidak dapat melihatnya.

SU-MUNGKUL
SU-MUNGKUL adalah upacara penjemputan :
- untuk pahlawan yang kembali dari medan perang
- untuk seseorang  kelana atau pengembara
- untuk tamu agung
- untuk perantau.


****
WE’TENG
WE’TENG adalah ungkapan perasaan dan gerakan yang menunjukkan rasa dendam, benci, marah, dan nazar untuk mengalahkan atau memenangkan  sesuatu atau seseorang.


*TEMPAT - TEMPAT KERAMAT.*

PELI’
Peli’ artinya keramat

KA-PELI’AN
Ka-peli’an adalah tempat keramat atau kawasan sakral yang sunyi, tenang, hening, teduh dan penuh kenikmatan.

Biasanya Ka-peli’-an terletak di sekitar pohon beringin atau pohon - pohon raksasa yang lebat dan rimbun daun - daunnya atau di hutan - hutan yang besar atau batu - batu besar , serta jurang - jurang dan bukit - bukit  tertentu atau ditepi sungai atau air terjun.

Ka-peli’an dipercayai sebagai tempat  berdiam roh- roh dan jiwa - jiwa serta makhluk - makhluk halus.

Karena tempat itu sunyi dan henig orang-orang enggan pergi ke tempat itu bila tidak didampingi oleh Tona’as-tona’as dan Wali’an - wali’an, sebab suasana keheningannya kelihatan seakan - akan sepi dan senyap serta angker dan menyeramkan, walaupun sebenarnya tidak seperti yang dilihat secara lahiriah.

Bila masuk ke Ka-peli’an dengan maksud dan  itikad baik, maka orang akan merasakan  ketenangan dan kedamaian serta kebahagiaan sekaligus menjadi berani dan bersemangat serta diliputi suasana sakral dan perasaan kekudusan.


ROROT 

ROROT adalah Wali’an wanita yang sangat sakti dan di kenal juga dengan panggilan MAMARIMBING.
Wali’an  Rorot adalah penjaga dari tempat keramat PALI’USAN yang menurut cerita  tidak pernah mati, tetapi setelah berumur 900 tahun Walian ini pergi mengembara  ke seluruh  dunia dan sampai sekarang belum pernah kembali.
Wali’an Rorot terkenal sebagai pemimpin ritual serta memiliki banyak pengetahuan dan keahlian, sehingga menjadi tempat  bertanya dan berguru yang sangat disegani dan dihormati.


PA-TA’DI-AN.

PA-TA’DI-AN adalah tempat ‘BERIKRAR”.

Pa-ta’di-an terletak di Kentur “PUSER IN TANA’”, disana ada WATU PA-TA’DI-AN dimana APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA mengikrar janji setia sehidup semati, saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, ditempat mana mereka diikat dalam tali perkawinan oleh WALI’AN LA’UN DANO.

Pa-ta’di-an  juga menjadi tempat berikrar dan bernazar untuk segala macam maksud tujuan serta kebutuhan apapun sesuai kebutuhan dan manfaat maupun kegunaannya.


*15. BENDA - BENDA SAKTI DAN PELINDUNG ATAU PENJAGA DIRI.*


PO-LOINDONG

PO-LOINDONG atau pelindung adalah ajimat yang digunakan oleh orang - orang sakti untuk memberikan semangat dan kekuatan serta keberanian maupun kekebalan serta keahlian untuk menghadapi sesuatu.

Po-loindong dibawa - bawa dalam perjalanan atau perantauan atau dalam perjuangan  serta pertempuran, tetapi ada aturannya.


PO-RI’DIR

PO-RI’DIR adalah alat pelindung atau penangkal atau dinding penyekat yang merupakan perisai keramat yang dapat menyebabkan seseorang tidak terlihat atau hilang dari pandangan lawan atau musuhnya dalam keadaan apapun.

RI’DIR berarti dinding, sehingga pori’dir dapat diartikan sebagai alat yang menghilangkan atau menyembunyikan seseorang atau benda dari pandangan orang atau musuh dan lawan.

Penggunaan Po-ri’dir tergantung keinginan dan maksud si pemakai :

1. Bagi orang baik atau kesatria pori’dir digunakan untuk :
    - Berperang, memancung kepala musuh yang bersalah.
 -Menghilangkan jejak atau menyembunyikan  diri dari orang jahat atau orang yang berniat
   tidak  baik.

2. Bagi orang jahat atau pencuri digunakan untuk :
     - Mencuri atau membuat kejahatan atau maksud tidak baik.
     - Menipu orang (daun atau kertas bisa terlihat seperti uang).

*Catatan : - Seharusnya pori’dir digunakan hanya untuk hal-hal yang baik, tetapi ada yang me-
                      nyalahgunakannya untuk hal- hal yang jahat.
                    - Apabila penyalahgunaan Pori’dir diketahui oleh si pemberi, maka si pemakai akan 
                       dihukum.

SOMPOY

SOMPOY adalah kantung wasiat keramat yang dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan jimat - jimat dan barang - barang keramat dan berkhasiat serta bertuah dan sakti.

Benda - benda keramat dan sakti yang disimpan dalam SOMPOY antara lain batu - batu dari angkasa, batu dari langit yang dibawa oleh kilat, termasuk barang - barang berharga seperti permata zamrud dan berlian, dll.

Kesaktian Sompoy antara lain dapat dimasuki barang yang jauh lebih besar daripada besarnya  ukuran Sompoy, sehingga tidak dapat dilihat orang, termasuk juga benda - benda yang diberikan atau diturunkan oleh Apo’ - Apo’ serta dotu - dotu yang sakti, misalnya  benda-benda sakti, keramat dan bertuah,  akar, daun, ramuan obat-obatan yang mujarab dan berkhaziat,  rotan, pasir emas,  batu - batuan, tulang - belulang,  tanah ,  dll, yang kesemuanya bertuah.

Pemujaan dan perawatan terhadap sompoi dan isinya, dilakukan menurut petunjuk apo - apo yang bersangkutan dengan barang atau benda keramat, yang dilakukan setiap waktu tertentu dengan memberikan pengorbanan berupa sesajen atau korban - korban binatang atau emas, perak, besi- besian serta kemenyan (kamania).


*16. BENDA ATAU ALAT  KHUSUS*

PO-SALE’

Po-sale’ adalah semacam  guna -guna yang memiliki kekuatan daya pikat luar biasa sehingga dapat membuat seseorang tertarik dan tergila- gila kepada yang memiliki po-sale’.

Guna - guna itu dibuat oleh dukun, menggunakan banyak jenis sarana dan cara sesuai kegunaan dan manfaat atau keperluan,  antara lain :
- Bila seseorang menginginkan seorang gadis cantik, tetapi sulit melakukan pendekatan atau gadisnya tidak suka, maka sang perjaka akan memanfaatkan  Po-sale’ untuk menaklukan sang gadis.

- Perjaka akan menggunakan dukun sebagai perantara atau meminta Po-sale’ pada dukun.

- Dukun akan berusaha mendapatkan sembilan potongan rambut masing - masing dari perjaka terutama dari sang gadis.

- Rambut keduanya dianyam bersama dan diberi mantera serta dimasukkan dalam sepotong  “wulu’ud” kemudian disiram dengan  minyak cinta yang berasal dari bunga yang hanya bertumbuh ditengah hutan lebat.

- Setelah sembilan hari sembilan malam didoakan oleh dukun, maka potongan  wulu’ud berisi rambut yang telah disiram dengan minyak cinta dikirim secara rahasia kerumah si  gadis dengan diam-diam (melalui ilmu kesaktian dari si dukun).

- Tindakan selanjutnya dari sang pria ialah melakukan  pendekatan yang di jamin pasti menghasilkan perkawinan.

PO-KI’IT.

Po-ki’it adalah benda / barang yang dapat membuat seseorang  tergila- gila dan mau ikut dengan seseorang (semacam guna - guna).

- Guna - guna ini digunakan oleh seseorang atau kelompok agar dapat pengikut banyak atau  bahkan digunakan  sebagai senjata agar musuh dan lawan mengikuti selera dari yang menggunakan Po-ki’it itu.

PO-RICA

Po-rica adalah benda / barang untuk membuat seseorang membenci atau mendendam atau sentimen dan merasa jijik seta memuakkan luar biasa kepada orang yang diinginkan oleh orang yang memiliki Porica.

- Digunakan sebagai senjata untuk bersaing atau menyingkirkan saingan atau musuh atau lawan. dengan cara membuat  seseorang  membenci atau mendendam orang yang dikehendaki oleh yang empunya  Po-rica.

- Cara yang digunakan dukun antara lain : mengambil tanda jejak atau sidik jari orang yang akan dibuat merasa jijik atau membenci.

PO-LAWANG

Po-lawang adalah alat penangkal atau obat atau senjata untuk melawan penyakit atau guna - guna serta racun bencana atau malapetaka dan musibah. 

LE-LEME’

Le-leme’ adalah obat penyembuh penyakit  atau benda yang dapat menawarkan hati orang yang lagi marah atau melemahkan pembawaan dan prilaku seseorang.

LAKA

Laka adalah selendang keramat berwarna merah darah.

Konon Laka berasal dari khayangan dan dikirim oleh Apo’-Apo’ melalui burung Wara’ atau binatang/makhluk keramat lainnya.

Laka melambangkan kesaktian, kebijaksanaan , kecakapan ,  keuletan, keberanian, kekuatan, kekebalan, kesatriaan, kepahlawanan, kejujuran, kebenaran dan keadilan.

Laka dianugrahkan  oleh Apo’ - Apo’ kepada para orang - orang  pilihan  a.l. Wali’an, Tona’as, Ki’iten, Tua-tua Adat, Tokoh - tokoh Masyarakat, Teterusan. Waraney  (ksatria), pemimpin, maupun orang - orang yang dianggap pantas untuk menerima LAKA.

Laka dianugerahkan  dalam bentuk selendang , ikat kepala, ikat pinggang, ikat leher, dll.

Khasiat LAKA luar biasa, sebab manfaatnya bermacam-macam a.l. :
- menjadi perisai, tameng dan penangkis serangan,
- menghindarkan segala musibah dan malapetaka,
- menangkal segala macam marah bahaya dan bencana,
- memusnahkan dan menghancurkan musuh dan lawan,
- mengusir setan dan musuh - musuh jahat,
- memberi keberanian, kekuatan dan kekebalan,
- membuat orang jadi bijaksana, cakap dan profesional,
- menjadikan orang disegani, berwibawa dan dicintai,
- menyembuhkan segala macam penyakit, 
- dan lain - lain.

WENTEL

Wentel yang dikenal pula dengan pokos - pokos adalah benda - benda sakti yang memiliki kekuatan magis serta dapat memberikan semangat, keberanian,  kekuatan, kesaktian, kekebalan, kecakapan, ketrampilan, kepandaian dan hal-hal yang diperlukan oleh  yang memakainya.

a. TU’UR IM BENTEL (INDUK AZIMAT)

Orang sakti dan pengembara serta perantau bila bepergian, selamanya membawa   barang- barang sakti (azimat).

Azimat yang dibawa serta biasanya dimasukan dalam “sompoy kecil atau ikat pinggang atau tongkat kecil atau wadah khusus  untuk azimat”.

Azimat itu berkhasiat untuk melindungi keselamatan pemegangnya bahkan dapat membantu pencapaian maksud dan tujuan perjalanan.

b. WENTEL ME-PANGA

Wentel me-panga adalah azimat bercabang yang memiliki banyak kesaktian dan serba guna.

Biasanya wentel  Me-panga digunakan oleh para Teterusan dan Waraney - Waraney serta pengembara dan perantau.

Azimat itu diberikan oleh Tua’na (dukun sakti) atau Tona’as - Tona’as dan Wali’an - Wali’an.

Azimat itu dapat berbentuk  sompoi atau ikat pinggang berisi batu - batu keramat dari angkasa dan ada juga yang menerima ikat lengan dan kaki, bahkan ada yang menerima wirus atau baju laka serta azimat - azimat keramat lainnya.

Perawatan dan pemujaan dan perawatan azimat - azimat ada bermacama - macam dan harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dan cara - cara yang diajarkan oleh si pemberi azimat.

Sebelum dan sesudah menerima azimat si calon pemakai azimat harus memenuhi syarat - syarat dan pantangan - pantangan tertentu.

JENIS - JENIS WENTEL :

Selain wentel tu’ur dan wentel me-panga ada jenis- jenis wentel lainnya, a.l :

E-EMPET 
E-empet adalah ikat pinggang yang terbuat dari kulit atau tali atau wirus, yang bermanfaat untuk melindungi atau menjaga diri.

Penggunaan  e-empet dilakukan dengan menghentakkan kaki sebanyak tiga kali atau sembilan kali dengan menyebut nama Amang Kasuruan dan Apo’ yang menjadi sumber kekuatan.

WA-WA’KES
Wa-wa’kes adalah ikat lengan atau kaki  atau pinggang yang bermanfaat serta berkhasiat untuk mengikat seseorang terutama musuh dan lawan berkelahi.  Wa-wa’kes ini akan mengikat orang secara misterius dan gaib serta tak kelihatan, sehingga musuh atau lawan tidak dapat bergerak. 

P0-TOKOL

Po-tokol adalah azimat yang digunakan untuk berkelahi,  memukul, menempeleng, mendorong, memiting, menendang dengan kaki dan tangan serta jurus-jurus dan teknik dan gaya untuk berkelahi, bertempur dan membela diri.

KIRIS
Kiris adalah pisau belati sebagai penjaga diri dan rumah.

KARAY PELI’
Karay  adalah baju keramat tahan bacokan dan tusukan bahan  tahan senjata dan  peluruh.

PONDOS PELI’ 
Pondos peli’ adalah rotan keramat yang dapat  dilakukan selaku penjaga diri, menyembuhkan orang sakit (dengan mecelupkan rotan dalam air  dengan menyebutkan nama Amang Kasuruan, lalu airnya diminumkan kepada si sakit) dan dapat pula dijadikan cemeti untuk mengusir roh-roh jahat dan orang jahat atau musuh.

SAPUT I KOLOMBI’
Saput i kolombi’ adalah kulit siput air tawar yang digunakan selaku azimat untuk menarik perhatian wanita atau lawan.

ZINZIM
Zinzim adalah cincin keramat yang digunakan sebagai alat  untuk menyembuhkan orang sakit serta menawarkan racun dengan mencelupkannya dalam air, kemudian airnya dipancarkan atau di percikan kepada si sakit atau racun.

WIRUS REINDANG
Wirus reindang adalah selempang merah darah, yang digunakan sebagai azimat dam pembawa keberanian.

KE-KEWIT
Ke-kewit atau bisikan mantera , untuk memanggil roh - roh pelindung  dan penjaga manusia, serta mantera yang digunakan untuk merobah atau membentuk sesuatu serta menyembuhkan penyakit, mengusir roh - roh jahat dan melindungi diri dari marah bahaya.

WATU TULUS
Watu tulus adalah batu keramat yang berasal dari angkasa  yang ditemukan di jurang, ngarai, gua alam,  puncak gunung atau ditengah hutan atau dari dasar sungai atau danau atau laut yang dalam atau dari  perut binatang buas atau burung mombo dan binatang/makhluk keramat lainnya, berguna serta mujarab untuk menyembuhkan penyakit maupun menawarkan racun serta mengusir roh - roh jahat, terutama juga memberikan khaziat, kesaktian, keberanian, kekebalan, kepintaran serta kegunaan lainnya bagi yang mendapatkannya dari Wali’an, Tona’as, Apo’ , Dotu, orang pinter/sakti dan keramat. 

TANA’ MATUA
Tana’ matua adalah tanah dari kuburan orang tua yang digunakan untuk menjaga keluarga.

ENDA’ I ASU WO SI TU’A  WO SI ULA’ WURING
Enda’ i asu wo si tu’a wo si ula’ wuring adalah darah dari anjing dan anoa serta ular hitam yang dicampur bersama- sama , lalu diminum untuk mendapatkan  keberanian, kekuatan dan kekebalan serta kesaktian , sisa darah dikeringkan dalam kain laka, lalu irisan kecil (wirus) kain itu dibawa kemana - mana.

WU’UK I SICEP
Wu’uk i sicep adalah bulu burung rajawali yang digunakan untuk terbang atau menyembunyikan diri atau menghilang atau menyamar atau menyusup serta menerobos atau menembus benteng musuh atau lawan atau menyerobot masuk pertahanan atau melewati penjagaan yang ketat tanpa diketahui orang lain.


*ALAT - ALAT PERANG*

WENGKOW
Wengkow adalah senjata genggam yang terbuat dari kayu hitam, akel atau wanga yang berbentuk tongkat kecil (diki - diki) yang deberi kesaktian oleh pembuatnya atau melalui Tona’as.

WEKA’
Weka’ (tongkat) adalah tongkat bertuah yang biasanya dipakai oleh pemimpin atau orang - orang yang membutuhkannya, weka’ ini dapat berubah menjadi ular bertuah dan sakti.

TU-TURA’

Tu-tura’ atau Tumbak (tombak) atau lawang adalah senjata bertuah dengan mata tombak dari besi dan pegangan dari kayu hitam atau tombak yang keseluruhannya terbuat dari kayu hitam, wulu’ud atau wanga dan akel serta saraw yang digunakan dalam perkelahian, pertempuran (ada yang beracun dan tidak beracun).

KELUNG
Kelung adalah perisai (pelindung) yang dipergunakan dalam  perang atau perkelahian.
Kelung  memiliki kesatian dan bertuah,  karena disamping bisa melindungi diri, boleh juga berfungsi sebagai senjata oleh karena kelung itu bertuah.

KIRIS
Kiris adalah benda bertuah dan memiliki kekuatan yang dan kegunaan serta kemampuan yang berbeda - beda a.l. :

1. Pengusir bencana dan bahaya.

2. Menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan serta kekuatan.

3. Pembawa berita  dan rahasia - rahasia.

4. Penyingkir orang jahat dan setan - setan.

5.Memiliki kekuatan dan kekuasaan yang dapat menimbulkan hujan, tanah, dingin, api, kilat,
   guntur, dan topan, dll.

6. Senjata sakti bertuah untuk membela diri dan membunuh musuh dan lawan berkelahi.


SANTI
Santi adalah pedang bertuah yang memiliki kesaktian dan keampuhan luar biasa untuk mengalahkan musuh bahkan dengan  pancaran cahayanya dapat membuat musuh kocar kacir, kacau balau, cukup dengan sentakan dari pemiliknya, sehingga musuh lari terbiri-birit dan tunggang langgang dan pontang panting atau melompat - lompat seperti orang gila yang kesurupan roh jahat.

RERE TONO
Rere tono adalah lidi berwarna hitam arang yang berasal dari pelepah daun aren.

Rere tono dapat dibentuk dan dibuat alat atau senjata sakti dan bertuah serta ampuh dan berbisa,
Oleh Mpu sakti rere tono dibuat anak sumpit atau anak panah atau jarum bertuah dan berbisa yang dapat menyembuhkan penyakit dan mengusir bala dan malapetaka bahkan membunuh musuh.

SIMBEL
Simbel atau daun palem digunakan oleh orang sakti sebagai sayap untuk terbang dan melayang di udara, sekaligus digunakan juga sebagai  payung dan tempat berteduh disaat hujan atau terik matahari dan  dimanfaatkan juga sebagai tameng untuk menahan serta menghancurkan bala dan racun atau peluru.


KORO’BAR 
Koro’bar adalah sejenis pelepah pelepah pohob Wanga oleh orang sakti sebagai londey atau kano atau perahu untuk mengarungi sungai atau danau atau lautan . 

RIO
Rio adalah sejenis pohon yang digunakan sebagai pasak, yang memiliki keampuhan  kekebalan dan daya tangkal serta penahan yang luar biasa, seringkalai digunakan untuk menghancurkan  kekuatan, keberanian dan kekebalan seseorang atau musuh, cukup dengan menyentakkannya, bahkan kalau dipukulkan kebadan musuh langsung tewas seketika.

Daun rio juga digunakan untuk obat dan penghilang panas.

WEKA’ WURING
Weka’ wuring adalah tongkat hitam keramat yang terbuat dari  kayu hitam (ebony) atau kulit bagian keras dari pohon aren.

Orang sakti selalu menggunakan tongkat hitam selalu karena sakti, bertuah dan ampuh.

Kesaktian Weka’ wuring terletak pada keampuhan dan kekuatan mistik selaku senjata pamungkas dan pelindung  serta penolong bagi pemegangnya.

Keistimewaan lain dari Weka’ wuring adalah sewaktu - waktu dapat menjelma sebagai ular hitam sakti yang sangat berbisa dan siap mematikan mush.

SE-SENGON
Se-sengon adalah bambu keramat yang diisi ramuan obat - obatan atau racun yang ditiupkan kepada orang sakit atau musuh untuk menyembuhkan orang sakit atau membunuh musuh.

SE’BUNG
Se’bung adalah terompet yang terbuat dari SIPUT atau bambu atau kayu.
Digunakan sebagai alat musik magis atau sinyal atau pemanggil.

PUPUS.
Pupus adalah penusuk yang terbuat dari lidi, bambu, rotan, kayu, saraw, duri , besi, dan lain - lain.
bentuk dan besarnya berbeda - beda.

Pupus digunakan untuk menusuk ikan atau keperluan lainnya termasuk dapat dibuat sebagai senjata sakti penusuk musuh.

PE-PETIC
Pe-petic adalah senjata yang terbuat dari bambu dan sejenis yang dapat melontarkan peluruh kearah lawan.

WA-WANTING
Wa-wanting atau ali - ali adalah pelontar batu yang terbuat dari Pa-parut  (pelepah buah kelapa atau pinang) dengan peluru dari batu , yang digunakan sebagai senjata.

MEROM
Merom terbuat dari merom, digunakan sebagai penyulut api, terutama digunakan juga sebagai alat sinyal atau kode didalam peperangan pada waktu malam.


***

*17. POSO (PANTANGAN)*

Poso atau pantangan diberlakukan bagi siapa saja yang memegang wentel atau azimat sesuai ketentuan dan petunjuk Apo - Apo, dotu - dotu, Tona’as dan Wali’an yang memberikan azimat.

Pantangan - pantangan atau poso ini ada tingkatan - tingkatannya, ada yang berlaku sebelum mendapatkan  azimat dan ada yang berlaku sesudah mendapat azimat.
Secara umum pantangan atau poso itu , a.l :
a. Telu Poso Ni-maesa
     1. Dilarang berzinah
     2. Dilarang mencuri
     3. Dilarang berdusta.

b. Tidak boleh memukul lebih dulu atau memotong lebih dulu atau menikam atau menyerang dalam 
     perkelahian.

c. Tidak boleh lewat tali jemuran pakaian atau tirisan.

d. Tidak boleh mundur selama selagi dalam pertempuran 

e. Tidak boleh makan bahan - bahan rewung dan kapitu

f. Tidak boleh pakai baju terbalik

g. Tidak boleh membunuh orang yang tidak bersalah.

h. Tidak boleh main sex.

i. Tidak boleh minum bele-beles

j. Tidak boleh memotong pisang.

k. Tidak boleh makan  ulang dan teli’cir (jalan mundur)

l.  Tidak boleh kawin selama 9 tahun  (berlaku bagi orang yang belum kawin)

m. Tidak boleh menaruh atau menyimpan jimat dalam lemari atau dibawah tapak kaki.

n. Hanya  makan sayur mayur. 

Selain pantangan - pantangan tersebut di atas masih banyak pantangan - pantangan sesuai dengan keperluannya.


PERAWATAN

Perawatan dan pemujaan serta pengurusan benda - benda keramat dan sakti atau azimat dilakukan dengan membakar kemenyan bahkan memberikan sesajen serta membersikan azimat dan melakukan  meditasi serta berpuasa dan berpantang sesuai petunjuk.

Jika ajimat tidak diurus maka kekuatan gaib dan khasiat ajimat akan hilang.

Kalau tidak merawat atau lupa atau tidak bawa azimat (khusus benda yang bisa dibawa - bawa, sebab ada juga azimat yang tidak perlu  atau tidak dapat di bawa - bawa), maka sipemilik azimat akan merasa rendah diri, kecil, panik, was-was, takut dan lemah.                      

MANFAAT.

Manfaat apabila azimat dibawa-bawa, si pemilik akan merasa kuat, berani, besar, percaya diri, hebat dan berwibawa.

MA-WA’KES
Ma-wa’kes adalah larangan mengikat sesuatu atau memintal bagi sang suami bila istrinya sedang hamil.

KU-MELANG
Ku-melang artinya membuat perjalanan, sedangkan kata itu dalam konteks ini digunakan juga sebagai kiasan untuk kata “berburu”.

Ada kepercayaan bahwa kata berburu  (ma-ngasu) sebaiknya tidak digunakan  oleh orang atau keluarga yang berniat untuk pergi berburu, karena ada anggapan bahwa binatang memiliki pendengaran tajam dari jarak jauh, sehingga bila kata berburu itu didengar oleh mereka, maka binatang - binatang itu akan lari menjauhi para pemburu.

Apabila seseorang berniat untuk pergi berburu, ada pantangan dan larangan tertentu yang harus dilaksanakan supaya memperoleh kemujuran a.l. :
- pantangan mendekati sang isteri  selama “siouw nga-tinting” (sembilan jam  sebelum berangkat,
- tidak menyapu dihalaman,
- tidak melakukan hal - hal yang bertentangan dengan tradisi dan adat istiadat.

MELUR (TUMU’TUL)
Melur adalah persembahan untuk mendamaikan dewa - dewa dengan masyarakat atau si sakit.

Persembahan dilakukan ditempat dewa - dewa menahan atau menyandera si sakit, bukan di Pa-rages-an.

MA-MATA’
Ma-mata’ adalah larangan untuk sembarangan melakukan sesuatu atau melewati  atau melewati perkebunan a.l. :
- larangan membawa bahan - bahan mentah melewati tanaman yang sedang mengeluarkan buah padi dll.
- larangan memotong kayu atau bermacam - macam bahan jika sang bulan kelihatan diwaktu siang.

PO-POSAN-AN
Po-posan-an adalah pantangan  (berpuasa) untuk suatu usaha mendekatkan atau menghubungkan orang - orang sakti dengan dewa - dewa yang di puja.

***

* 18. SANKSI DAN HUKUMAN*

KUMBIT-EN
Kumbit-en artinya dicubit,  merupakan hukuman atas pelanggaran atau sanksi atas kesalahan a.l:
- tidak percaya kepada  AMANG KA-SURU-AN, APO-APO’, DOTU-DOTU DAN TETE -TETE
- tidak manghabiskan makanan (kumbiten in tu’tuk sa raica maka’pu in tu’tuk am piring).

PE’DISEN
Pe’disen artinya dihukum atau dibikin tobat atau dibikin kapok karena membuat kesalahan atau pelanggaran a.l:
- tidak mengerjakan tugas yang diberikan orang tua atau atasan
- tidak percaya atau ragu - ragu terhadap AMANG KA-SURU-AN, APO-APO’, DOTU- DOTU  TETE-TETE.

***
*19. BAHASA HALUS*

TENTU
Tentu (tu-mentu, ti-nentu-an) adalah pertanda dari cecak atau binatang lainnya kepada seseorang tentang sesuatu atau apa yang bakal terjadi.

WA’AR
Wa’ar artinya izin
Ma wa’ar ange artinya minta izin atau permisi dulu. 
Bila seseorang pergi ke pancuran untuk menimba air atau bermaksud untuk mandi atau mencuci, sebelum tiba di pancuran, orang itu harus “ma’ar” atau mendehem.

Mendehem adalah bahasa isyarat halus untuk minta izin atau permisi, yang sudah dimengeri oleh orang yang sudah mendahului bahwa ada seseorang mau datang, sehingga apabila ia sedang mandi telanjang , dia akan segera memberikan isyarat atau pemberi tahuan supaya bersabar dulu sambil berpakaian agat tidak membuat suatu yang memalukan.

Permintaan izin atau permisi itu terutama juga untuk meminta izin kepada roh- roh halus yangmenjaga pancuran atau tempat tertentu agar ia diizinkan lewat atau masuk.

PO-POKEY
Po-pokey artinya peringatan.
Po-pokey diartikan juga sebagai tanda untuk mengingatkan sesuatu, yang dilakukan oleh roh - roh halus melalui tanda - tanda atau bunyi burung dan binatang, atau melalui mimpi atau gerakan -gerakan dibagian badan tertentu.

Contoh, apabila seseorang dalam mimpi didatangi atau dibayangi atau berjumpah dengan ibunya, maka hal itu sebagai pertanda bahwa ada permintaan khusus atau istimewa dari ibunya untuk melakukan sesuatu , antara lain bila kebetulan munculnya sang Ibu dalam mimpi pada peringatan ulang tahun kematian yang ketiga dari ibunya, mungkin ibunya menginginkan agar ia didoakan atau dibersihkan pusaranya, atau minta diberikan sesajen dan lain - lain.


***
*20. SARANA DAN PEMBERI TANDA - TANDA*

WARA’
Wara’ adalah burung keramat dan sakti.
Burung ini adalah pembawa kabar, petunjuk dan tanda - tanda bagi manusia.

Kabar atau petunjuk dan tanda - tanda itu diberikan oleh Wara’ baik secara spontan atau lewat permohonan atau panggilan orang - orang sakti.

Su-moring adalah memanggil burung Wara’ untuk  memberikan kabar berita dan tanda serta petunjuk dan saran.

Pemanggilan dilakukan oleh para Tona’as atau Wali’an dan orang - orang sakti dengan menggunakan SORING (suling keramat) yang dilakukan ditempat - tempat khusus yang disebut Pa-soringan.

Panggilan dengan suling dijawab oleh Wara’ apabila panggilan dikabulkan oleh Apo - Apo (dewa - dewa.)

Bila berkenan Wara’ dapat datang sendiri dan bertengger di atas tongkat  yang ditancapkan di atas tanah.

Jawaban itu diberikan dalam bentuk bunyi yang masing-masing sesuai dengan pesan - pesan dan tanda - tanda yang pada garis besarnya  terdiri dari tiga pesan yaitu :
1. Kabar gembira  - bunyi kic
2. Kabar buruk     - bunyi ku-mokok
3. Kabar peringatan  - bunyi mangolo’

Bunyi suara Wara’ dalam jarak dekat kedengarannya tidak jelas, tetapi dari kejauhan bahkan keras dan jelas sekali serta sangat merdu.

SOKOPE’
Sokope’ adalah burung keramat dan sakti, serta mimiliki kemampuan khusus  untuk memberikan pertanda tentang hal - hal dan masalah yang menyangkut  peristiwa - peristiwa besar dalam  wanua atau negara serta orang  - orang besar (pemimpin dan tokoh besar)

SOKOPE DAPAT MEMBERIKAN KABAR BERITA DAN TANDA YANG PASTI DAN AKURAT TENTANG SUATU HAL ATAU PERISTIWA A.L:
- musibah atau bencana besar yang sangat dashyat akan menimpah wanua atau negara.
- kenaikan pangkat
- pergeseran kepemimpinan
- meninggalnya seorang tokoh besar dalam tingkatan paling atas
- timbulnya suatu peperangan besar
-  perebutan kekuasaan
- dan lain - lain hal serta peristiwa paling besar.

Penampakan burung Sokope’ sangat jarang sekali.
Munculnya burung Sokope’ terjadi 9 tahun sekali atau 18, 27, 45 tahun, bahkan 99 tahun.

Dalam keadaan sangat istimewa dan khusus serta darurat, burung SOKOPE’ dapat muncul tiba-tiba dan sewaktu-waktu sesuai keadaan, keperluan berita penting istimewa dan mendadak.

Bentuk badan burung Sokope’ kecil dengan warna merah dan kuning.
Bunyi suara burung Sokope’ sangat merdu, bila dalam jarak dekat  kedengaran lembut dan tidak keras, tetapi dari kejauhan terdengar jelas dan keras.

SUME-SENDOT
Sume-sendot atau kunang - kunang adalah petunjuk jalan dan arah serta pembimbing bagi pengembara.

KIOS RARA’ 
Kios rara’ adalah burung kecil berwarna ke abu - abuan dengan jengot berwarna merah darah.

Burung ini memiliki keunikan karena burung ini dapat memberikan kabar dan petunjuk dari Apo-Apo (dewa) khusus di waktu siang.

Burung Kios rara’ digunakan oleh orang sakti sebagai perantara untuk memperoleh kabar atau petunjuk , dengan cara memasang keranjang (sori) yang diisi jagung kuning dan nasi putih disebelah kanan dan disisi kiri diisi pisang  (punti mas rintek) yang sudah dikupas.
Dengan mantera dan bahasa rahasia orang sakti memanggil Kios rara’.
Bila  di kabulkan oleh Apo-apo maka Kios rara’ akan bertengger diatas sori dan akan makan di sisi kanan dan di sisi kiri yang merupakan bahwa permohonan  dikabulkan oleh Apo - Apo.

KO-KOCI’
Kokoci adalah burung malam, yang memberikan pertanda yang bermacam - macam bentuknya sesuai  dengan pesan - pesan atau tanda - tanda melalui irama, suara dan bunyi dari pada Kokoci.

Orang - orang sakti dapat membedakan tanda - tanda bunyi Kokoci :
a. Pertanda bahaya pencurian atau penodongan, atau penganiayaan
b. Pertanda hujan dan panas
c. Luput dari bahaya
d. Menunjukkan orang jahat
e. Dan lain - lain sesuai dengan bunyi Kokoci’.

Kadang – kadang  Kokoci, berbunyi diwaktu siang dalam hal - hal yang sangat luar biasa.

SOPIT
Sopit atau cecak adalah pemberi tanda (ma-tentu) bagi manusia.
Apabila pembicaraan atau maksud dan tujuan baik atau benar, sopit akan memberikan persetujuan  lewat bunyi.
Tanda  tanda yang diberikan oleh sopit memiliki banyak ragam nya sesuai dengan irama dan tekanan suaranya.

BURUNG KE’KE’
Burung ke’ke’ adalah burung yang membunyikan bermacam -macam suara ketawa.
Apabila ketawa riang hal itu menandakan kabar suka cita.
Apabila ketawa mengejek, hal itu menandakan kabar duka cita atau kesialan.
Apabila ketawa terkekeh -kekeh hal itu menandakan kesukaan besar.

KU’KUR
Burung Ku’kur adalah pembawa pesan - pesan rahasia dari Apo’ - Apo’ atau dewa -dewa yang hanya dapat didengar oleh orang sakti dan orang pintar.

KEROK 
Kerok adalah burung yang dapat memberikan tanda tentang keadaan cuaca (hujan).

TI-TICAK
Ti-ticak adalah burung yang dapat menjalankan fungsi yang terbatas dari fungsi Wara’ dalam hal-hal tertentu, memberi tanda - tanda bagi peristiwa atau keadaan tertentu diwaktu siang.

KO-KOAK
Ko-koak (burung Gagak)  adalah burung yang memberikan pertanda tertentu  sebagai perantara dari Apo’- Apo’  atau dewa - dewa.

KA-LIMPO’PO-ANKa-limpo’po-an (kupu-kupu) dapat memberikan petunjuk kepada tuan rumah tentang kedatangan tamu apabila kupu-kupu terbang bolak-balik dan hinggap di dalam rumah.

TERIOY
Terioy adalah burung yang dapat memberikan tanda kematian seseorang.

WA’AN I ASU
Apabila anjing bersin setelah orang melangkahkan  kaki, hal itu menandakan  bahwa orang harus segera berangkat karena ada sesuatu hal yang baik atau rejeki sedang menanti.
Apa bila anjing bersin sebelum orang melangkahkan kaki, itu pertanda larangan  sehingga apabila memaksakan  diri berjalan atau berangkat akan menemui kesialan atau kecelakaan.

MEONG MA-INAMO
Apabila kucing duduk pada kedua kaki belakang sambil menggosok mukanya dengan salah satu kaki depan (seakan akan mencuci muka) hal ini menandakan ada tamu dari jauh yang sedang mempersiapkan diri untuk berkunjung ke rumah.
Dari mana arah tamunya datang dapat diketahui dari arah kucing itu menghadap saat mencuci muka.

MEONG MA-NGEONG
Apabila terdengar kucing mengeong dan meraung-raung siang dan malam baik dilakukan oleh salah satu atau beberapa kucing secara bersahut - sahutan dibawah kolong rumah atau dipekarangan, hal itu sebagai  pertanda bahwa ada seseorang keluarga atau teman dekat yang akan meninggal.

SERIT (KOMONG)
Semacam kumbang kecil, - pemberi kabar diwaktu siang.
Jika serit berbunyi , menandakan ada tamu untuk orang yang bersangkutan.
Pertemuan dengan tamu itu, berlaku pada hari itu juga. Jika sedang berjalan, maka tamu itu ditemukan di tengah  perjalanan.
Tamu yang bermaksud baik atau jahat, diberitahukan oleh kumbang kecil itu dari tempatnya.

TETE’ LENGKA’
Tete’ lengka’ atau laba - laba adalah sejenis serangga besar yang dapat memberikan pertanda tentang peruntungan atau rejeki.
Apabila melihat Tete’ lengka’ bertelur, hal itu pertanda  ada rejeki dan besarnya rejeki itu tergantung besar kecilnya telur Tete lengka’.

KO’KO (MA-PEKOK)
Ayam berkotek tidak pada waktunya baik siang atau malam yaitu karena tidak terganggu oleh manusia atau  binatang buas sesudah ayam bertelur atau anak ayam jatuh dari pohon tempat hinggap di waktu malam menandakan  kejadian yang sial atau suatu kecelakaan yang akan terjadi.
Menafsirkank kabar ayam bekotek, jantan atau betina sendiri - sendiri atau bersambut - sambutan adalah menurut keahlian masing - masing.

Kokok ayam menandakan juga air pasang dilaut.

MA-NGIPI SAMA’
Apabila bermimpi orang mati, memetik buah ranum/masak, memegang kotoran/cirit manusia, hal itu pertanda akan dapat rejeki atau keuntungan.


MA-NGIPI LEWO’
Apabila seseorang bermimpi mengenakan pakaian kawin, atau hanyut di sungai, atau mimpi mandi diari keruh, atau menangkap ikan, atau melihat perahu di tengah badai dan gelombang besar, hal itu adalah pertanda akan mendapat penyakit atau cobaan.
Apabila bermimpi melihat pembantaian babi, atau pesta- pesta  hal itu pertanda akan ada kematian keluarga atau teman dekat. 
Apabila bermimpi orang mati hihup kembali  hal itu menandakan  kesialan atau musibah atau penyakit.
Apabila  bermimpi menangkap burung, hal ini menandakan ada seseorang anggota keluarga yang hamil  diluar nikah.


KI-NE’KET I CAWOK

a. LULANG (KASUT)
Kasut digigit tikus, menandakan akan adanya percobaan atau kesialan bahkan menandakan pula ada seseorang  keluarga dekat yang akan meninggal, tetapi melalui mantera-mantera kejadian  ini dapat di tangkal.

b. KARAI KINE’KET
Jika ada pakaian dalam lemari atau sedang digantung di dalam lemari digigit tikus, ini menandakan adanya kematian anggota keluarga (sanak saudara atau kenalan dekat).
Kejadian yang akan berlaku ini tak dapat ditangkal.

PE-LUWA’ I ASU
Pe-luwa’ i asu atau muntah anjing menandakan hal  buruk yang bisa terjadi dilingkungan  keluarga.
Apa bila anjing muntah di dalam rumah berarti ada keluarga dekat yang akan meninggal.
Kalau anjing muntah di halaman rumah ada keluarga yang akan meninggal.

KO’KOR I ASU
Ko’kor i asu atau lobang yang dicakar anjing pertanda ada kedukaan yang dapat menimpah keluarga.

KUTU IN SAKIT
Kutu in sakit atau kutu penyakit adalah pertanda akan ada kedukaan dilingkungan keluarga.
Tanda - tandanya ialah bila kepala seseorang atau bebrapa orang didalam keluarga dipenuhi  banyak kutu, maka itu perntanda ada keluarga dekat yang akan meninggal.

KAMA ME-TA’UP
Apabila pada waktu makan, dengan tidak disengaja   dua tangan bertemu untuk memegang pinggan ikan/nasi atau cerek. 
Kejadian itu menandakan ada orang datang dan tak akan lama kemudian orang yang datang itu akan tiba.

DAN LAIN - LAIN :

PA-WULENG-AN
Pa-wuleng-an atau tandu adalah kursi kehormatan yang dipakai untuk mengarak Tona’as danb Wali’an serta Ki’iten- ki’iten dan orang - orang tua atau yang dituakan.




*22.SARANA RITUAL”*

PA -LUKUT-AN
Pa-lukut-an adalah istilah untuk orang sakti yang memiliki talenta  istimewa, bahkan dipilih oleh Amang Ka-suru-an, Roh-roh serta Jiwa- jiwa dan para Apo’-apo’ yang sudah hidup di Ka-senduk-an , untuk dijadikan sebagai terminal  perantara, medium atau tempat perhentian atau berdiam sementara serta sarana komunikasi  untuk penyaluran dan penyampaian  pesan - pesan dan petunjuk serta perintah atau maksud - maksud tertentu dari  Amang Ka-suru-an, Roh - roh, Jiwa – jiwa serta para Apo’ - Apo’.
Orang - orang yang menjadi terminal komunikasi antara Amang Ka-suruan, Roh-Roh dan Apo’- apo’  dengan manusia adalah para Wali’an , Tona’as atau orang sakti yang terpilih atau memiliki talenta sebagai PA-LUKUT-AN (tempat untuk duduk atau berdiam).
Biasanya kedatangan Amang Ka-suru-an,  Roh-roh atau Jiwa -jiwa atau Apo’- apo’ adalah secara spontan atau tiba - tiba tanpa ada tanda - tanda atau pemberitahuan sebelumnya , tetapi seringkali  juga dipanggil  oleh para Wali’an  atau Tona’as apabila ada sesuatu hal yang sangat penting atau sangat mendesak untuk segera diselesaikan .
Pemanggilan  Amang Ka-suru-an, Roh - roh dan Jiwa-jiwa atau Apo’- apo’ dilakukan dengan upacara ritual sesuai dengan kebiasaan dan adat istiadat para leluhur.
Amang Ka-suru-an, Roh- roh atau Jiwa- jiwa atau Apo’-apo’ yang datang lu-mukut pada orang sakti akan masuk secara gaib dalam sukma dari si pa-lukut-an.
Setelahl masuk dan merasuk jiwa dan sukma si pal-ukut-an , maka si pa-lukut-an pun memperlihatkan hal- hal yang aneh karena kesurupan , sambil melompat- melompat  atau menari -menari atau berlenggang  lenggok  serta gemetaran , ia komat kamit  dan mulai berkata- kata dalam bahasa yang hanya dimengerti oleh orang sakti atau orang pintar.
Pesan serta petunjuk yang disampaikan dalam bahasa rahasia atau bahasa isyarat diterjemahkan  oleh orang sakti atau orang pintar yang mengerti serta tahu menerjemahkan.

Dalam keadaan istimewa, bahasa yang keluar dari mulut Pa-lukut-an, dapat dimengerti oleh semua orang.


PA-TEKA’AN
Pa-teka’an adalah istilah untuk orang sakti yang didatangi  oleh Amang Ka-suru-an,  Roh -roh atau Jiwa-jiwa serta Apo’-apo’ yang seakan - akan hinggap atau mampir dan menggunakan orang yang dihinggapi sebagai perantara  untuk menyampaikan maksud kepada yang dituju (sifatnya hampir sama dengan pa-lukut-an, tetapi  bedanya terletak pada waktu dan frekwensi terjadinya “‘teka’an” itu tidak  tetap dan “teka’an”  itu dapat berlaku pada siapa saja yamg mau didatangi oleh Amang Ka-suru-an,  Roh-roh atau Jiwa-jiwa atau Apo’-apo.
Bahasa yang biasanya digunakan  oleh Amang Ka-suru-an, Roh -roh atau Jiwa-jiwa  serta Apo’-apo’ yang “tumeka’” adalah bahasa yang dapat dimengerti  oleh semua orang. 
PA-TEKA’AN secara harafia artinya (tempat berhinggap).

KI-NE’KEP
Artinya “dipeluk” dan diartikan juga  kedatangan atau kesurupan makluk halus  atau roh atau jiwa dari seseorang  yang sudah meniggal.
Mahluk halus atau roh atau jiwa yang datang itu  masuk kepada siapapun yang ingin didatangi atau dipegang atau di peluk oleh roh atau jiwa itu, walaupun yang bersangkutan tidak menginginkannya.
Adapun makhluk halus atau roh atau jiwa yang masuk dalam tubuh orang yang didatangi, biasanya ingin menyampaikan keinginan atau keluhan atau perhatian atau pelalyanan, bahkan permintaan balas dendam, atau sesajen, serta perlakuan istimewa bagi arwah atau pusaranya.

MEDIUM
Medium adalah upacara ritual untuk mengundang arwah atau jiwa yang sudah meninggal.
Perlengkapan yang harus disediakan a.l. tepung, lilin, kemenyan, sirih, pinang, sesajen, koro’bar, dll.

MA-UBAT
Ma-ubat adalah panggilan untuk dukun yang dapat menyembuhkan penyakit luar dalam.


MA-ALAB
Ma-alab adalah sebutan untuk dukun yang ahli menyingkirkan atau menghilangkan  gangguan roh-roh jahat, dengan cara mengambil racun atau penyakit yang dikirim dalam tubuh manusia oleh roh jahat dengan cara-cara mistik dan gaib, maupun gerakan-gerakan dan sentuhan jamahan yang aneh serta komat-kamit bahasa rahasia.

MA-LEME’
Ma-leme’ adalah orang yang memiliki keahlian untuk mengobati penyakit  rohani dan jasmani, lahir dan bathin, pengobatan dilakukan dengan tindakan serta gerakan-gerakan ritual, mistik dan gaib, maupun mantera dan komat kamit dengan bahasa rahasia .

MA-URU
Ma-uru adalah sebutan untuk ahli pijat tradisional yang dapat menyembuhkan sakit keseleo, pata tulang , sakit otot dll.
Dengan cara memijat sambil menggunakan minyak khusus untuk urut dan pijat.

MA-ANGKAY
Ma-angkay adalah dukun yang ahli menyingkirkan dan menghilangkan penyakit atau racun yang dikirim  orang didalam tubuh manusia atau rumah serta tempat tertentu termasuk kebun, peralatan atau benda apapun , dengan cara mistik dan gaib.

PA-SA’KET-AN
Pa-sa’ket-an artinya “kiasan” , pelampiasan atau perbuatan seakan - akan melakukan sesuatu yang sebenarnya, tetapi sebenarnya hanya sebagai ungkapan, kiasan  atau pelampiasan.
Contoh :
Bila seseorang digigit oleh ular berbisa “ka-luma’an” dibagian tangannya, maka seharusnya tangannya harus dipotong supaya racun tidak menjalar kebagian tubuh lainnya, tetapi dengan melakukan “su-ma-ket” mengambil sepotong  kayu atau bambu, lalu bambu atau kayu tersebut  dipotong seakan-akan tangan yang dipotong dengan menggunakan mantera atau bahasa doa rahasia yang khusus digunakan  untuk su-ma’ket, maka racun tidak akan menjalar kebagian tubuh yang lain. 
Bambu dan kayu yang digunakan disebut “si-na’ket-an”, dijadikan “pa-sa’ket-an”.

TA-WA’ANG
Ta-wa’ang adalah sejenis tanaman yang digunakan sebagai sipat tanah atau kebun atau halaman.
Menurut kepercayaan orang Kiowa , ta-wa’ang digunakan oleh Tu’ur e Tuama, sebagai tanda ikatan cinta kasih dengan Amut  e We-wene.

SARAW 
Saraw adalah sejenis tanaman yang batangnya menyerupai rotan dan dapat digunakan sebagai anak panah atau tombak karena batangnya sangat keras dan alot (lanut) apabila sudah tua.
Orang Kyowa percaya  bahwa saraw digunakan oleh Amut e We-wene sebagai tanda  ikatan cinta  dan kasih dengan Tu’ur  e Tuama.

MA-TENGA’
Ma-tenga’ atau makan sirih pinang adalah adat kebiasaan leluhur yang dijadikan sebagai pelengkap dalam suatu acara menjamu seorang tamu,  pesta,  kenduri dan acara ritual maupun adat.

TENGA’
Tenga’ atau pinang adalah pelengkap keperluan upacara ritual dan digunakan juga oleh dukun sebagai bagian sesajen.

LALAY
LALAY sejenis tumbuhan dengan buah untuk keperluan TU-MENGA’ serta keperluan ritual dan obat-obatan.

KO-RO’BAR
Ko-ro’bar adalah pelepah mudah daun  pinang yang digunakan sebagai bahan untuk upacara ritual, bahkan sebagai londey atau kano (perahu) untuk berlayar disungai, danau dan lautan.
Ko-ro’bar juga digunakan sebagai pembungkus atau dijadikan sarung  untuk keperluan  pengisian obat atau makanan dll.


APU
Apu adalah sejenis kapur putih yang dibuat dari bia atau kerang dan digunakan  sebagai  bahan obat-obatan serta keperluan untuk upacara ritual.

KERI’IT
Keri’it atau jahe ada dua jenis:  yaitu KERI’IT REINDANG dan KERI’IT KULO’.
- Keri’it  digunakan untuk obat  dan rempah-rempah, wangi-wangian serta keperluan   ritual.
- Keri’it kulo’ digunakan pula untuk  keperluan dan kebutuhan lainnya, antara lain obat batuk.

SUKUR
Sukur sejenis jahe yang digunakan untuk obat terutama sebagai penangkal angin jahat atau pengusir racun dan penyakit apapun, antara lain obat perut, keperluan ritual dll.

WOWANG
Wowang atau bawang putih digunakan untuk obat-obatan, bau-bauan dan keperluan ritual.

SOLO
Solo atau minyak dibuat dari santan  kelapa atau beberapa jenis  buah atau  tanaman yang mengeluarkan minyak .

Solo digunakan untuk obat-obatan, lampu penerangan, minyak goreng, masakan dan keperluan ritual dan kebutuhan lainnya.

RANO
Rano atau air digunakan untuk diminum baik untuk pelepas dahaga, juga untuk obat penyembuh penyakit, kebersihan, mandi, masakan, keperluan ritual dan kebutuhan lainnya.

RU’I
Ru’i atau tulang binatang apapun dijadikan ramuan obat dan keperluan ritual.

AMUT
Amut atau akar tanaman, pohon atau rumput dijadikan  “pa-kerut-en” untuk ramuan obat dan keperluan ritual.

TE-TEMBUR
Te-tembut atau kemenyan dijadikan pengusir jin atau setan serta roh-roh jahat dan keperluan ritual.

SA’KETA
Sa’keta dijadikan penangkal racun, menghancurkan dan melenyapkan kekebalan musuh hanya dengan sentakan, pemagar halaman supaya tidak dimasuki iblis atau roh jahat, dijadikan obat untuk bermacam-macam penyakit  serta pa-sa’ket-an  serta kebutuhan lainnya termasuk ritual

TURI
Turi dijadikan pelembab dan obat untuk orang yang baru bersalin serta keperluan ritual.

PONDANG
Pondang dijadikan rempah-rempah serta bahan obat serta keperluan ritual.

LALAI-NA WELAR
Lalai-na welar dijadikan obat panas dan penyakit lainnya serta keperluan ritual.

KA-LUNTAY
Ka-luntay dijadikan obat serta pengusir ular dan roh-roh jahat, serta keperluan ritual.

SEREWUNG
Serewung dijadikan obat kuat dan penyembuh penyakit-penyakit tertentu serta keperluan ritual.

TUNDAG
Tundag dijadikan rempah - rempah  serta sayur dan keperluan ritual.

KU-KURU
Ku-kuru dijadikan rempah-rempah serta obat, wangi-wangian dan keperluan ritual (ku-kuru kulo’ wo ku-kuru reindang).

SALIMBATA’
Salimbata’ dijadikan rempah - rempah serta obat batuk, wangi-wangian dan keperluan ritual.

KUTU IN SAKIT
Kutu in sakit  adalah pertanda bahwa ada keluarga sangat dekat akan meninggal.
Seseorang dalam rumah dapat dipenuhi kutu-kutu dirambut sebagai pertanda atau alamat buruk  tentang adanya kedukaan.

PE-LUWA’ I ASU
Apabilall seekor anjing muntah didepan pintu, itu pertanda ada orang yang akan sakit keras atau meninggal  didalam lingkungan keluarga. 

TOYA’ANG MA-TUWENG
Apabila seseorang anak suka  berjongkok  sambil melihat diantara kaki kearah belakang, itu adalah pertanda ibunya akan hamil  lagi dan ia akan memperoleh adik lagi.

TA’AR WO A’ATOR-EN WO PE-PE’DIS

TIYO’O MA-EMA’ ING KA-WENDU-AN I CAKELE TOUW,  SA RA’ICA MA-SALE’ MA-KERE KA-WENDU-AN, AM-PA’PA’AN SI “WE-WENDU MA-PENDAM ING KA-WENDU-AN” SA-LALU ME-MENDA-MENDAM ING KA-WENDU-AN  E TOUW, TAMBISA ENG KA-WENDU-AN  NI-EMA ASI CAKELE TOUW, TA-NI’TU KA’AY EN SAWEL ING KA-WENDUA-AN PENDAM-EN  I MA-EMA’ ING KA-WENDU-AN E TOUW.

TIYO’O MA-EMA’ ING KA-SUSA-AN I CAKELE TOUW, SA RA’ICA MA-SALE MA-MENDAM ING KA-SUSA-AN, AM-PA’PA’AN SI “TU-ME-TEIR ING KA-SUSA-AN” MA-WERI-WERIT SE TOUW LEWO’ E NATE, SA KA-SICOP-AN NA PASTI WEAN NA KA-SUSA-AN TANU ING KE SUSA NA SE KA-KELE-NA TOUW KU-MA’PA I LEBE NA PE’MAY AN NI-EMA’ NA ASE TOUW.

TIYO’O MA-EMA’ ING KA-SAKIT-AN E KA-KELE-TOUW SA CA MA-SALE SAKIT-EN I CA-KELE TOUW, AM-PA’PA’AN SI “PO-LAWANG ING KA-SAKIT-AN” MA-WAYA-WAYA’ SA-LALU ME’RERE SE MA-ANGE MAY ING KA-SAKIT-AN WO MA-UKUNG SE TOUW TANI’TU,  TANU I NI-EMA’NA.

TIYO’O MA-INDO IM PA-NGASENG-AN E TOUW SA RA’ICA MA-SALE’ INDO-AN I N ASENG, AM-PA’PA’AN EM-PA-NGASENG-AN PA-KA-TEIR-AN I MA-WE’E IM PA-NGASENG-AN, WO KA’AY PA-KA-LINGAN-NA ENDO WOM BENGI, ANE SE TOUW MA-INDO I N ASENG E KA-KELE, INDON OKA E N ASENG NA I SAWEL I NASENG NINDO NA.

Jangan mencabut nafas sesama,kalau tidak ingin nafas sendiri dicabut, sebab nafas kehidupan dijaga oleh “pemberi nafas kehidupan”, apalagi hanya dia yang dapat mencabut nafas seseorang, begitu pula siang malam dia mendengarkan nafas masing-masing, siapa yang mengambil nafas seseorang, maka nafasnya diambil untuk menggantikan nafas yang diambilnya.

TIYO’O MA-INDO IM PUNYA E MA-KA PUNYA, SA RA’ICA MA-SALE INDO-AN ING KA-PUNYA-AN , AM-PA’PA’AN “AWEAN SI MA-TEI-TEIR ING KA-PUNYA-AN” MA-RA’DA ENDO WOM BENGI, SA ILEK-EN NA SI ESA TOUW MINDO IM PUNYA E TOUW WA-LINA  YA SI TOUW I’ITU ARES-EN NA, TAM-BISA ENG KA-KELI I NINDO-NA , TANI’TU KA-AY E NINDON TANU SA-SAWEL I NINDO NA, EN TA’AN SA PERLU I LEPE-LEPET NA E NINDO NA TANU AY UKUNG ING KA-ME-SEA’AN NA I MINDO IM PUNYA E MA-KA PUNYA.

TIYO’O MA-LEWO’ IM PUNYA E MA-KA-PUNYA, SA RA’ICA MA-SALE LEWO’ON E TOUW ENG KA-PUNYA-AN , AM-PA’PA’AN AM-BITU SI “MA-KA TEIR ING KA-WANGUN-AN IM BAYA WAYA SI’TU RA’ICA MA-LEWO’” SIYA SI MA-UKUNG SE MA-LEWO’ IN SAPA-SAPA.

TIYO’O MA-ENEP’ IM PUNYA E MA-KA-PUNYA , SA RA’ICA MA-SALE’ ENEP-AN ING KA-PUNYA-AN I NESA, AM-PA’PA’AN “SI E’ENEP-AN YA MA-KA TEIR WO MA-KA RA’DA IM-BAYA-WAYA. SA SI ESA TOUW MENEP IM PUNYA E MA-KA PUNYA, SIYA ENEP-AN OKA KA’AY E WA-LINA TANU ING KA-KELI I NAY ENEP NA.

TIYO’O MA-EMA’ ING KA-WANGKUR-AN E TOUW, SA RA’ICA MA-SALE ICA-WANGKUR, AM-PA’PA’AN SI APO’ MA-”URUS” ING KA-WANGKUR-AN TELEW WEREN, MANDE YE-NENEP RO’ONA KE-ILEK-AN NA SA SI ESA TOUW MANGKUR SE KA-KELE-NA, YA SYA UKUNG-EN NOKA TANU I NIEMA’ NA ASE KA-KALE-NA.

TIYO’O MA-TOWO WO MA-PELE’ SA RA’ICA MA-SALE’ TOWA-AN WO PELE’AN , AM-PA’PA’AN SI APO’ MA URUS ING KA-TOWO-AN  WONG KA-PELE’AN MA-NGARTI WO MA-KE-ILEK SAPA SI ULIT WO SI WUTUL WO SAPA SI TOWO WO SAPA SI PELE’. SA SI ESA TOUW TU-MOWO, YA SIYA ARES-EN TANU ING KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN IN TO-TOWO-NA.

TIYO’O MA-AKAL WO MA-BODOK SE TOUW, SA RA’ICA MA-SALE’ AKAL-EN WO BODOK-EN  E TOUW, AM-PA’PA’AN SI APO’ MA-URUS ING KA-AKAL-AN WONG KA-BODOK-AN SA-LALU MA-KA RA’DA SE TOUW LEWO MA-AKAL WO MA-BODOK SE KA-KELE. SA PE’ILEK-AN NA AWEAN MA-AKAL KU-MA’PA MA-BODOK YA SIYA WEAN NA PA-MENDAM-EN TANU I NEMA’NA ASE TOUW WA-LINA.

TIYO’O MA-TOANG SE KA-KELE SA RA’ICA MA-SALE’ TOANG-EN, AM-PA’PA’AN SI-APO’ MA-URUS IN TOANG MUKUNG SE TOANG TANU IN TI-NOANG NA ASE WA-LINA .

TIYO’O MA-SAWA-SAWA’ SA RA’ICA MA-SALE’ SAWA’AN E TOUW, AM PA’PA’AN SI APO’ MA-URUS IN SAWA’ MUKUNG SI SAWA’ TANU ING  KA-ME-SEA’AN NA.

TIYO’O MA-SEA’ SE WE-WENE SA RA’ICA MA-SALE  CA-SEA’ AM-PA’PA’AN SI APO’ SEA’ MUKUNG SI SU-MEA’ SI KA-KELE TANU ING KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN NA.

TIYO’O MA-LICOKO SE TOUW SA RA’ICA MA-SALE’ LICOKON, AM-PA’PA’AN SI APO’ LICOKO MUKUNG SE MA-LICOKO TANU ING KA-WANGKER ING KA-MESEA’AN NA.


TIYO’O MA-LEPOK SE KA-KELE SA RA’ICA MA-SALE’ CA-LEPOK, AM-PA’PA’AN SI APO’  LEPOK MUKUNG SI MA-LEPOK SE KA-KELE TANU ING  KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN NA.

MA-RA’DU-RA’DU
TIYO’O MA-RA’DU-RA’DU MA-SARU IM PA-SARUN SA RA’ICA MA-SALE  ICA-RA’DU, AM-PA’PA’AN SI APO’ RA’DU MA-UKUNG SE TOUW RA’DU

MA-IZING SE MA’TUA  WO SE  KA-KELE
MA-IZI-IZING ANGE SE MA’TUWA WO SE KA-KELE, SA MA-SALE IM  PA-IZING-EN, AM-PA’PA’AN SI APO’ IZING RA’CA  MA-SALE’ SE RA’ICA MA-IZING.


WA’AR
WA’AR adalah permohonan izin secara halus dengan mendehem 

SU-MOMOY
Su-momoy adalah bahasa halus untuk buang air besar.

TU-MIYA’ PORAK KU-MA’PA UTER
Tu-miya’ porak ku-ma’pa uter adalah bahasa halus atau kiasan untuk buang air besar dan air kecil. 

ME’ILONG WO MI’PI’
Me’ilong wo mi’pi adalah bahasa kasar yang sama dengan berak dan kencing.

TIYO’O MA-KELAR AM-BISA-WISA  atau jangan buang lendir dimana-mana karena tidak sopan dan tidak sehat.

TIYO’O MA-RURA’ AM-BISA-WISA artinya jangan buang ludah dimana saja sebab tidak sopan dan tidak sehat.

MA-LELE’

KA-PELI’AN

TIYO’O MA-SERA’ SE MEONG IM BALE
Dimaksudkan jangan makan kucing rumah sebab kucing berguna untuk menangkap tikus. 

AN SOMOY IM BALE
Adalah istilah halus untuk WC, atau tempat buang air besar/kecil  dekat kali atau sungai atau tempat yang dibuat khusus untuk keperluan itu. 

WELLI adalah cairan yang sudah mengering dan berbau busuk. 

SETANG 
SETANG adalah iblis atau jin.

LAIN - LAIN.

KAROT  I NENDA’
Karot i nenda  im bua’na ing kama adalah bersumpah dengan  goresan  darah yang berasal dari jari tangan, yang dilakukan untuk menyatakan kesungguhan serta sumpah dan janji setia serta ikatan persaudaraan yang tidak dapat dibatalkan. 

MEDIUM

MERAMAL ATAU NUJUM

MAYA’ AM BAWO IN  NAPI
Maya’ am bawo in napi adalah berjalan diatas bara api atau benda panas  tanpa mengalami luka bakar atau hangus  atau cidera.


TA’UN

“TA’UN”  artinya “TAHUN”

Satu tahun (sanga ta’un) terdiri dari 13 (tiga belas)  bulan (sanga pulu’ tu-mela’uw telu  nga- serap}.

SATU BULAN (sanga serap) terdiri dari 27 hari (sanga serap pute won dua nga-pulu’ tu-mela’uw pitu  ngando).

Satu tahun sama dengan 351 hari  ( sanga ta’un pute won telu nga-atus wo lima nga-pulu’  tu-mela’uw esa  ngando).

Perhitungan jumlah hari didasarkan pada rata-rata kurang lebih adanya cahaya bulan, mulai dari bulan baru sampai bulan mati.




MAKA-PETOR.

WANUA KA-SENDUK-AN KYOWA,

LA’UN DANO,  9-9-1999.

Jantje Adrian Worotitjan
TONG KIOWA

Geen opmerkingen: