Misteri Pu-purengkey-en e K I O W A
Sekapur sirih penyunting dan penyusun
“Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”
Maka-Petor !
Penyusunan “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa” (Si-sisil-en e Apo-Apo’ e Kiowa) ini, bersumber pada ceritera-ceritera berantai, yang dituturkan dari mulut kemulut secara turun-temurun dikalangan etnis Kiowa, yang masih tersimpan atau tercatat dalam ingatan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa
Pu-purengkey-en (ceritera berantai dari mulut kemulut sejenis legenda) ini, dikumpulkan dan disunting serta dirangkum, kemudian dituangkan dalam bentuk suatu tulisan berupa ceritera, yang ditulis apa adanya oleh penyunting/penyusun, berdasarkan ceritera lisan dari para penutur, maupun temuan-temuan dan rumusan “Sarasehan budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa”, yang didukung dengan bukti-bukti berupa peninggalan benda-benda dan prasasti serta situs-situs purbakala yang berada disekitar Wanua Ka-senduk-an Kiowa (Kiawa), yang merupakan saksi hidup sejarah masa lalu yang dapat memberikan inspirasi untuk mengungkapkan selubung misteri, yang menyelimuti “Pu-purengkey-en e Kiowa”.
Masukan-masukan dari berbagai pihak yang merupakan nara sumber yang layak dipercaya, terutama sekali warisan legenda serta ceritera-ceritera sejarah dan budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa dituturkan oleh “Tumu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian”, adalah merupakan literatur yang sangat berharga dan bernilai tinggi bagi penyusunan tulisan ini (Tulisan ini tidak didasarkan pada literatur tertulis diperpustakaan, oleh karena belum ada tulisan resmi yang menceriterakan tentang legenda atau pu-purengkey-en e Kiowa).
Almarhum Tumu-tutur Ute’ Rakian adalah penutur tua terakhir yang masih mendengar langsung dari para Pa-ma’tu’an serta para Wali’an dan Tona’as, maupun Te-terus-an serta para Ki’i-ki’i-ten im Banua Ka-senduk-an Kiowa yang hidup dengan tatanan hidup dan tata-cara serta aturan dan kaidah-kaidah hidup Ka-senduk-an, sesuai dengan adat istiadat nenek moyang dan para leluhur.
Walaupun sejak abad kesembilan belas masyarakat Ka-senduk-an Kiowa pada umumnya sudah memeluk agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik, namun sebagian dari antara mereka, masih ada yang menganut dan mempertahankan tradisi serta adat istiadat dan aliran kepercayaan leluhur, sehingga kehidupan rohani mereka tetap dipengaruhi oleh “aliran kepercayaan Ka-senduk-an dan pola hidup “Mem-pa’ando-an” Kiowa.
Menurut penuturan dari sisa-sisa penganut aliran kepercayaan dan tradisi serta adat istiadat leluhur inilah, Tumu-tutur Ute’ mendengarkan dan mempelajari serta memahami dan mengetahui, tentang banyak hal yang berkaitan tentang kehidupan religius, rohani dan jasmani serta hidup bermasyarakat, perekonomian, kesejahteraan, kepemimpinan, keamanan dan ketertiban, terutama tradisi dan adat istiadat, maupun kebudayaan leluhur etnis Kiowa.
Dari orang-orang tua dan pemerhati serta pengamat dan pencinta budaya Kiowa yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, diperoleh juga masukan-masukan berharga yang bernilai sejarah dan budaya yang tinggi, apalagi setelah ditingkatkannya usaha dan kegiatan O-oak-an in Aram e Kiowa (Lembaga Budaya Kiowa), maka pengembangan usaha penggalian dan pelestarian budaya Ka-senduk-an Kiowa, semakin lebih terarah dan semakin mantap.
O-oak-an in aram e Kiowa (Lembaga Budaya Kiowa) yang dipelopori oleh Tunu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian yang didampingi oleh Tumu-tutur Drs. Nico Palar bersama-sama dengan para pemerhati dan pengamat serta pencinta maupun tokoh-tokoh serta orang-orang yang pernah bergelut dan ikut dalam ritual-ritual budaya Ka-senduk-an Kiowa, a.l.Ukung Tua Jopie Worotitjan, Ukung Tua Hein Piri, Anthon Nayoan, Nayo Tumober, Adoloph Assa, Albert Salanti, Alex Worotitjan, Narsisus Talumantak, Gustaf Palar, Felix S. Kauanang SE, Drs. Wempie Worotitjan, Jantje A Polii, Ferry Salanti, Hans Worotitjan dll, menjadi sarana yang sangat bermanfaat bagi penggalian akar budaya Ka-senduk-an Kiowa
Dari antara nara sumber yang paling tua, Almarhum apo’ Klaas L. Sajow, yang dilahirkan dan dibesarkan di desa Kiawa (yang selalu disebutnya “Puser in Tana’ Ka-senduk-an”) dan setelah dewasa merantau (lumantak) untuk mencari nafkah di Minahasa Selatan. kemudian kawin dan menetap bahkan meninggal pada bulan Janunri 1996 dalam usia 100 tahun, didesa Kroit, kecamatan Motoling, telah memberikan partisipasi nyata berupa masukan tentang ceritera-ceritera “Puser in Tana’ purbakala” yang dibuktikannya juga dengan pusaka peninggalan milik para leluhur etnis Kiowa, yang sebelum beliau meninggal menjanjikan untuk mengembalikan pusaka itu ke Puser in Tana’, a.l. bendera (wirus im banua), panji peperangan (wirus tu-turu’ im balak e waraney), senjata (santi, wentir, tu-tura’), po-porong, dll, merupakan sumbangan tak ternilai pula untuk penggalian akar budaya Ka-senduk-anKiowa. Tumu-tutur Drs Nico Palar, yang sudah puluhan tahun mendampingi Tumu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian (almarhum), memiliki banyak perbendaharaan dan kumpulan ceritera dan catatan-catatan pribadi yang dikumpulkannya dari para penutur tua tentenag kebudayaan Ka-senduk-an Kiowa, sehingga sangat membantu usaha inventarisasi tentang data-data yang diperlukan.
Generasi muda pencinta serta pemerhati dan pengamat budaya, yang melibatkan diri secara aktip dan sukarela menggali, mempelajari, menelaah, meneliti, menelusuri peninggalan-peninggalan dan membuat dokumentasi untuk keperluan penyusunan tulisan serta melestarikan kultur budaya Ka-senduk-an Kiowa, antara lain :
Alex Salanti S.E., Julius Talumantak STH, Drs. Dantje Tumober, Dra Sientje Rondonuwu, Ir. Vivepri Lumanaw, Drs. Max Piri, Drs. Victory Palar, Olly Karinda SH, Grace Worotitjan S.E, Dra. Syane Karinda. Dra. Evelyn Kawung, Dra. Jane Karinda dll, adalah merupakan generasi muda penerus cita-cita leluhur etnis Kiowa.
Wujud nyata dari usaha penggalian kembali akar budaya Ka-senduk-an, yaitu pelaksanaan “Sarasehan Budaya Ka-senduk-an Kiowa” yang diprakarsai oleh para pencinta dan pemerhati serta pengamat budaya Kiowa, dengan maksud dan tujuan untuk menggali kembali akar budaya dan adat istiadat serta tradisi nenek moyang leluhur etnis Kiowa.
Sarasehan itu dilakukan sejak awal tahun 1992 sampai sekarang ini, sebagai realisasi pewujudan kesepakatan pemerhati seni budaya bahwa rahasia dan misteri “KASENDUKAN KIOWA” perlu digali setelah melihat “KAROT-KAROT” (GORESAN-GORESAN) pada batu-batu di sungai dan disekitar di WATU TU’US IM PA-PEPA’AR-AN ditepi sungai Ranowangko (dekat telaga Tona’as Wellem Rakian) pada 9 September 1991, dipimpin TUMU-TUTUR WANGKO’ UTE’ RAKIAN; yang pelaksanaannya dilakukan secara rutin dan berkala, termasuk pembentukan tim-tim kecil, tim penelitian dan pengembangan, tim verifikasi dan pengawasan, perumus dan penyusun naskah serta tim-tim khusus sesuai kebutuhan untuk keperluan perbaikan, pembetulan serta penyesuaian dengan data-data akurat baru yang ditemukan.
Untuk melengkapi data serta bukti-bukti pendukung, diadakan pula peninjauan dan penelitian lapangan di lokasi-lokasi peninggalan serta situs-situs purbakala disekitar Wanua Ka-senduk-an Kiowa, maupun wawancara dan dialog dengan para “tu’a-tu’a im banua” dan arang-orang yang dikenal sebagai pencinta serta pemerhati dan pengamat budaya.
Konfirmasi tentang kebenaran temuan-temuan dilapangan, maupun masukan serta ceritera dan penuturan seseorang, dilakukan dengan wawancara khusus serta tukar pikiran dan pendapat, maupun dialog dengan orang-orang yang sudah cukup berumur dan dianggap menguasai dan mengetahui seluk beluk dan adat istiadat serta tradisi budaya Ka-senduk-an, kemudian dilontarkan sebagai bahan diskusi dalam sarasehan, untuk kemudian dikaji dan diteliti kembali kebenaran dan keotentikannya, baru kemudian dimintakan untuk dirumuskan dan dibuatkan tulisan.
Kegiatan sarasehan serta studi kelompok khusus dan rapat-rapat tim kecil, maupun peninjauan dan penelitian lapangan, dilakukan sejak medio 1992 sampai tahun 1999, masih dilanjutkan dan berjalan terus menerus untuk memperoleh temuan-temuan yang lebih lengkap, untuk memperkaya khasana perbendaharaan budaya Ka-senduk-an Kiowa.
Sangat disesalkan karena masukan para peserta sarasehan dalam bentuk tulisan asli dari para peserta sarasehan, tentang apa yang mereka ketahui atau dengar atau lihat sendiri dari orang tua atau para leluhur, terutama juga resume dari hasil sarasehan, hampir semuanya sudah musnah dan tidak dapat diselamatkan, disebabkan oleh karena tergenang air akibat banjir besar yang melanda rumah tinggal penyususn, tempat arsip resumme hasil sarasehan disimpan. Banjir yang melanda kota Metropolitan Jakarta pada tanggal 10 sampai dengan 13 Februai 1996, telah menimpah juga rumah penyusun di daerah Green Ville Block T No 1 Jakarta, dimana banjir mencapai ketinggian kurang lebih 100 Centi Meter, sehingga almari serta filling cabinet yang terletak didalam kamar bagian bawah, tempat penyimpanan catatan dan tulisan-tulisan maupun casette tape recorder rekaman pembicaraan serta hasil wawancara dengan para tua-tua terutama Tumu-tutur Ute’ yang merupakan arsip resume sarasehan budaya Ka-senduk-an Kiowa, serta puluhan cassette tape recorder rekaman tersembunyi (tape recorderder disimpan dalam kantong) wawancara Ferry Salanti tentang akar seni budaya Kasendukan Kiowa, dengan Tumututur Ute’ Rakian, Anton Nayoan, Welem Rakian, Endie Ponamon, Markus Tinangon, Ansi Lumanaw, Andri Ponamon, Welem Lombok, Petrus Walukow, Alex Worotitjan, Ampel Karinda, Alis Karinda, Okta Pioh, Adoloph Assa, Nayo Tumober dan orang-orang lainnya yang diwawancarai diam-diam oleh Ferry Salanti, turut tergenang dan terendam air selama 4 hari, termasuk kumpulan “percakapan-percakapan “penyusu dengan para tua-tua Kiowa, termasuk ceritera-ceritera yang pernah “penyusun” dengar dengan tokoh-tokoh masyarakat, antara lain dengan almarhum Derek Silap ex Hukum Tua ketika beliau masih hidup, yang kebetulan pernah bertetangga dengan penyusun sekitar tahun 1962/1963, juga dengan Apo’ Melius Walukow ayah dari Tuwa’ Petrus Walukow sering menyaksikan beliau meramu obat-obatan , Apo’ Tertius Piri (dimana saya dan adik saya Yull sering dibawah oleh Ito’ Alex Worotitjan melihat-lihat ramuan obat-obatan), Almarhum Paspor Alphius Wowor, Almarhum Endie Rakian, Almarhum Alo Singon,, Nenek Dora Walukow, Amarhuma Buang Rimper, terutama juga Almarhum H.M Taulu dan Almarhum Tona’as Sokoman John Malonda, F.S Watuseke, budayawan-budayawan lainnya, terutama juga tante Rietje Rawung dan Oom Buyung pemiilik GEDUNG BUKU MANGUNI TOMOHON (Pengimpor buku terbesar di Indonesia Timur yang buku-buku pelajaran sekolah dan perguruan tinggi pada tahun 1950an masih banyak diterbitkan dan dicetak di Negeri Belanda, selain buku-buku yang sudah diterbitkan dan dicetak di Indonesia) pada tahun 1956-1958, dimana saya tinggal dan membantu mereka menjaga toko buku sambil bersekolah dan membaca buku-buku seni budaya, sejarah dan pengetahuan lainnya kalau tidak ada tamu/langganan, termasuk catatan yang saya rangkum dari ceritera yang pernah diceriterakan oleh Almarhum Yustus Worotitjan (tete’ sersan) dilapangan badminton, tentang desa Worotitjan (sekarang bernama Kapitu), sehingga rusak total dan hancur karena genangan air, yang tidak dapat diselamatkan oleh para pembantu rumah tangga yang menunggui rumah, termasuk Tante Yetje Assa dan sepupu penyusun Dra Siska Worotitjan tidak dapat menyelamatkan casette serta arsip sarasehan dan barang barang lainnya karena luapan air terjadi pada malam hari sedangkan mereka tidur dilantai atas dan nanti mengetahui rumah sudah digenangi air pada keesokan harinya. Namun masih beruntung karena masukan-masukan serta resume sarasehan yang penting-penting, secara garis besar telah dimasukkan oleh penyusun dalam disket/komputer .
Data-data dan bahan-bahan tulisan mengenai budaya Ka-senduk-an Kiowa yang masih tersisa dan tersimpan dalam disket/komputer itulah, yang menjadi bahan tulisan “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”.
Ceritera tentang desa Kiawa atau Ro’ong Kiowa (Wanua Ka-senduk-an Kiowa), ditemukan juga dalam beberapa literatur, yang ditulis dan diterbitkan pada zaman penjajahan kolonial Belanda, tetapi isinya sangat jauh menyimpang dari keadaan serta kenyataan sebenarnya.
Rupanya para ahli serta peneliti budaya dan penulis yang mengarang certtera tentang keadaan dan apa yang berhubungan dengan sejarah dan adat istiadat serta tradisi masyarakat Kiawa (Ka-senduk-an Kiowa), tidak mengetahui sama sekali atau tidak pernah melakukan penelitian serta pengamatan atau peninjauan lapangan, tetapi hanya mendengar dari para penutur pihak ketiga yang hanya mendengar dari pihak kedua (para petualang amatiran yang secara kebetulan, menjelajahi pedalaman “Wanua Kasendukan”), yang hanya mengetahui secara samar-samar tentang keadaan pusat budaya dan seni Kasendukan Kiowa (Kiawa). Para penulis tidak atau belum pernah berkunjung ke “pusat dan asal muasal budaya Kasendukan Kiowa, disebabkan karena saat itu sulit masuk ke “puser in tana”, karena kondisi alamnya yang masih terpencil dan sulit dikunjungi karena kondisi alam dan medannya yang masih ditumbuhi hutan lebat dan factor-faktor keengganan dari para peneliti/penulis untuk mengunjungi dan mengadakan ekspedisi didaerah pengungungan yang masih sangat terpencil saat itu; Apalagi ceritera rakyat tentang berkunjungnya Orang Kulit Putih (SE TOUW KULO’, yang diperkirakan terdampar di Pantai sekitar Tumpaan disekitar muara sungai Maruasey, lalu mereka para pelaut dan saudagar petualang yang didampingi misionaris mengembara kepegunungan dengan menyusuri sungai Maruasey, Nimanga dan sampai di hulu sungai Ranowangko dan masuk ke Wanua Kiowa, sebab di Wanua Kiowa ada tempat-tempat yang disebut TINO’TOKKAN SI CULO (tempat orang kulit putih dicincang, yang diperkirakan seorang PASTOR karena SI CULO’ yang dimaksud, dipanggil orang dengan sebutan dan panggilan “PADRE”), termasuk juga istilah-istilah sebutan CASTELA, SANTA CRUZ, TA’SIC ELA (TASIKELA) yang dijadikan nama beberapa lokasi perkebunan dan pemukiman di Wanua Kiowa, menandakan serta mengindikasikan bahwa pernah ada orang “kulit putih, yang pernah mampir bahkan bermukim di Wanua Kiowa, sambil membawa benih-benih tanaman cengkeh, coklat, pala, kopi, dan rempah-rempah serta tanaman lainnya, masih ada di Wanua Kiowa, termasuk juga kata-kata serta istilah-istilah seperti sapeo, kadera, kawayo, nyora, sinyo dll, masih digunakan oleh penduduk sampai sekarang..
Dalam usaha kami untuk mendpatkan data-data tertulis di Royal Institute of Linguistics and Anthropology,( Koninklijk Institut Voor Taal, Land, en Volkenkunde), KITLV, Reuvensplaats 2. P.O. Box 9515.2300 RA, Leiden, Holand, penyunting yang didampingi Po’ouw Jus Tumober, Po’ouw Martin van Broukhoven serta Yeyen Liemando, yang berulang-ulang berkunjung kelemaga tersebut, kami tidak atau mungkin belum menemukan, bukti adanya penelitian atau penelusuran secara langsung kelokasi situs-situs dan peningglan purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa oleh para ahli dan peneliti purbakala dari Belanda, tentang situs-situs purbakala serta akar budaya serta adapt istiadat dan aliran kepercayaan Kasendukan Kiowa, termasuk juga penelusuran kami, dalam literature yang kami pernah teliti bersama-sama di Bibliptheek van het Missiehuis der Missionarisen “Sacre Coeur” Bredaseweg 204, Tilburg Nederland.
(Terakhir kami dengar dari Pastor Renwarin dan ayahnya, yang pernah berkunjung ke La’un Dano, Kiowa, bahwa berkas-berkas di Tilburg sudah dibawa ke Pineleng, oleh seorang ahli dan peneliti seni dan budaya purbakala Mina Esa, asal Kakaskasen yaitu Pastor Renwarin di Seminari Tinggi Pineleng ).
Bukti-bukti bahwa peninjauan atau penelitian tentang adat istiadat serta tradisi dan budaya Kiowa tidak diteliti dan ditulis secara mendalam karena tidak tercatatnya dalam literatur tentang adanya situs-situs prbakala dan peninggalan pra sejarah di Wanua Kasendukan Kiowa:
Watu Maka-sio-siouw di La’un Dano
• Tu’us i Loweng e Apo’ Amut e We-wene.wo si Apo’ Tu’ur e Tuama,
• Pa-tumpeng-an La’un Dano Ma-wara’
• Toy-Touw Wangko’ Me-upus-an
• Toy-Touw Wiwing-an
• Toy Touw i Rorot an Sondek Aret,
• Toy-Touw lainnya yang tersebar dibeberapa tempat,
• Timbukar (waruga) yang berjumlah kurang lebih 300 buah pada zaman dahulu (yang tersebar mulai dari depan rumah Keluarga Pieter Walukow sampai di pekuburan disebelah barat desa Kiowa).
• Timbukar Sengkona Wowor (Warga termuda)
• Watu Tumo-towa, yang ada dibeberapa tempat,
• Watu Amian,(dibenarkan oleh seorang Jepang suami dari seorang dosen wanita di UNSRAT dan Mr HYODO Cs dari Japan Tobacco yang memasang mesin-mesin pabrik Rokok Kretek di kaki bukit PUSER IN TANA’,, yang pernah berkunjung ke WATU AMIAN
• Watu Pa-ta’di-an,
• Pa-peku’an,
• Pa-putung-an,
• Tombara’an.
• Pa-soring-an.
• Kentur Puser in Tana’
• Pa-ra’da-an i SOKOPE’ an Lengko’an. (PARADISO)
• dll.
Termasuk data-data atau bahan-bahan yang menceriterakan tentang :
• Angouw e Touw Asic Amian (Gua Orang Asing dari Utara ).
• Wo-leley.
• Kastela,
• Ta’sic-ela,
• Santana,
• Guantanamera
• Santa Cruz,
• Rio Grande,
• Tino’tok-an si Culo’
• San Salvador,
• San Padre,
• Ma-gho’gho’
• Ti-nincas-an,
• dan lain-lain situs serta peninggalan purbakala dan pra sejarah yang bertebaran di Wanua Kasendukan Kiowa. maupun obyek keramat dan bersejarah lainnya yang tersebar luas disekitar wanua Kiowa.
Hal-hal tersebut diatas menunjukkan dan membuktikan, bahwa penulis tentang hal ikhwal Wanua Kasendukan Kiowa (sekarang Kiawa) pada zaman itu, tidak memiliki pengetahuan tentang akar budaya Ka-senduk-an Kiowa, sehingga penulisannya jauh berbeda dengan keadaan serta realita dan peninggalan-peninggalan purbakala dan pra sejarah yang ada di Wanua Kasendukan Kiowa.
Bahkan terkesan bahwa penulisnya tidak melakukan peninjauan dan penelitian lapangan, apalagi berkomunikasi dan berdialog dengan para tua-tua adat Kiowa, bahkan mungkin tidak berkunjung langsung atau melakukan adaptasi atau pengenalan lingkungan untuk merasakan dan menyelami secara mendalam melalui pendekatan dan dialog langsung dari hati kehati apa yang diyakini, dipercayai serta dirasakan dan diketahui oleh masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, bahkan lebih dari itu, mungkin tidak mengetahui atau tidak pernah melihat situs-situs dan peninggalan purbakala didesa Kiawa.
“Misteri Pu-purebgkey-en e Kiowa” atau “Si-sisil-en e Apo-Apo’ e Kiowa”, yang diceriterakan oleh nenek moyang leluhur kepada orang tua sampai pada anak-cucu-cicit secara turun-temurun, memberikan gambaran sekilas, tentang keadaan dan kehidupan purbakala masyarakat Ka-senduk-an Kiowa sebagai turunan Apo’ Amut e We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuawa dibawah bimbingan dari Wali’an La’un Dano.
Kepada seluruh peserta Sarasehan Budaya Ka-senduk-an Kiowa, serta para nara-sumber, tumu-tutur-tumu-tutur, pemerhati dan pengamat serta pencinta budaya Kiowa serta pribadi-pribadi, yang pernah terlibat dalam penelusuran serta penyusunan tulisan ini, penyusun ingim menyampaikan penghargaan dalam ungkapan terima kasih serta permohonan maaf yang ikhlas, apabila namanya tidak atau belum tercatat secara tertulis dalam tulisan ini, bahkan lebih dari itu mohon dimaafkan pula apabila tulisan ini masih jauh atau kurang mengena .
Satu peristiwa aneh terjadi di Watu Tu’us I Loweng e Apo-Apo’ e Kiowa di Kentur La’un Dano, dimana pohon ‘TAWA’ANG” memperlihatkan sembilan helai daunya terikat’teranyam menjadi satu (siouw nga-lalay daung in Tawa’ang me-pules ma-muali esa nga-pules), walaupun dicoba untuk diuraikan atau dibuka anyaman/ikatannya, tetap kembali teranyam dan terikat secara alamiah, peristiwa ini terjadi selama beberapa bulan dan disaksikan oleh banyak sekali orang.
Peristiwa aneh dan ganjil yang terjadi berulang-ulang yaitu didalam menelusuri dan melakukan penelitian atas situs-situs peninggalan purbakala di kawasan Kiowa, secara tak disengaja, tanpa direncanakan atau diatur dan direkayasa, orang yang terkumpul selalu terdiri dari sembilan orang, hal ini dimulai pada tanggal 9 September 1993 di Sondek Aret (bekas tempat PA-PEPA’AR-AN E WALI’AN WO SE TONA’AS WO SE TETERUSAN IM BANUA KASENDUKAN dan sekaligus tinggal APO’ INA’ ROROT), dimana sembilan orang dibawah pimpinan Tona’as Wangko’ Ute’ Rakian menancapkan Watu Tundek Pa-li’us-an (sembilan orang yang terkumpul ini adalah secara kebetulan).
Khusus untuk Pendeta V. Rumondor serta Drs. Alex Rumondor, maupun Bapak Jan Menayang dan Drs. Lexy Rumengan MBA dari Yayasan Maka Wanua Jakarta, yang selalu mendorong kami untuk menerbitkan tulisan ini, tak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih.
Pada kesempatan khusus dalam Seminar Budaya Kasendukan Kiowa, yang diadakan di ruang pertemuan KIR MANDALA, yang dihadiri Profesor DR Lucky Sondakh serta DR Oscar Rompis Phd dan tokoh-tokoh budaya Mina Esa di Kiowa, diusulkan untuk mengadakan penelitian dan pengkajian tentang hubungan serta kaitan tentang WATU TIMBUKAR serta situs-situs purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa dengan WATU PINAWETENGAN di desa Pinabetengan dan WATU peninggalan DOTU-DOTU KANONANG dimana terdapat batu berbentuk meja dan tempat duduk disekeliling meja batu, yang ada didalam satu GUA didesa KANONANG.
Penelitian dan pengkajian yang dimaksud dikaitkan dengan ceritera dari Tumututur Wangko Ute’ Rakian dan Tumututur Drs Nico Palar selaku Ketua Umum Lembaga Budaya Kiowa, bahwa dari hasil penelitian seorang Profesor asal Jerman yang ahli purbakala, ditemukan bahwa WATU PINAWETENGAN dperkirakan sudah ada sekitar abad ke 7 sesudah Masehi (+- tahun 650); Sedangkan ada WATU TIMBUKAR dan WATU TUMOTOWA serta TOY TOUW di Wanua Kasendukan Kiowa yang jauh lebih tua, sebab diperkirakan dibuat pada abad ke 5 (lima) sebelum Masehi.
Dalam seminar tentang Budaya Kasendukan Kiowa pada tahun 1996 di ruang pertemuan KIR MANDALA, yang dihadiri oleh Bapak Kolonel Wim Tenges yang banyak mengetahui dan menguasai tentang akar Seni dan Budaya Mina Esa dengan timnya, terutama pula seorang ahli yang menerjemahkan Bahasa Tountemboan kedalam Bahasa Indonesia yaitu Prof A.B.G. Ratu, termasuk kakak beradik pemerhati ahli yang meneliti dan menelusuri Budaya Mina Esa yaitu Pendeta V Rumondor dan Drs Alex Rumondor (Dosen Universitas Indonesia), termasuk beberapa pemerhati Budaya Minahasa, serta masyarakat umum lainnya yang mengikuti seminar yang dimaksud.
Pertemuan itu dihadiri pula oleh Nyonya Rumondor yang sudah berusia 100 tahun (ibu kandung Pendeta V. Rumondor dan Drs Alex Rumondor) yang dalam percakapan banyak meneriterakan tentang ikatan hubungan kekeluargaan antara masayakat Sonder dan Kiawa, yang sangat erat persaudaraannya, hal mana terkait pula dengan pernyataan-pernyataan Tokoh masyaraka Sonder Bapak Jan Sendouw yang selalu mengeskan bahwa “orang Sonder aslinya berasala dari Kiowa. dan beberapa tokoh Budaya Mina-Esa, Wim Tenges menyatakan bahwa: dengan bukti bahwa adanya TIMBUKAR sebanyak lebih dari 300 buah belum termasuk yang sudah terbenam dalam tanah, dan adanya salah satu TIMBUKAR termudah dari Apo’ SENGKONA WOWOR, membuktikan bahwa Wanua Kiowa dahulu kala bermukim banyak KOLANO ( dalam arti bangsawan atau golongan ningrat, namun bukan berarti RAJA; sebab masyarakat Kasendukan Kiowa hanya mengenal WALI’AN dan TONA’AS sebagai PEMIMPIN atau KEPALA yang dipilih secara demokratis oleh seluruh lapisan masyarakat, dari antara CENDEKIAWAN dan TOKOH-TOKOH masyarakat yang sakti, memiliki ilmu dan pengetahuan serta pengalaman yang sangat luas, memiliki kepercayaan dan kredibilitas dan akuntabilitas serta bijaksana, cerdas, cakap pandai, berwibawa, panutan yang memiliki wibawa dan kemampuan serta dapat memimpin masyarakat, untuk bergotong royong dan bersama-sama dalam kebersamaan dan kerukunan serta kesatuan hati, pikiran dan perasaan untuk mencapai maksud dan tujuan umum, untuk, membangun masyarakat yang adil makmur dan sejahtera, rukun, tolong menolong, aman damai dan sentausa rohani dan jasmani), apalagi TIMBUKAR TERTUA umurnya lebih tua dari Watu Pinawetengan (hasil penelitian sorang Profesor dari Jerman, diperkirakan abad ke 5 sebelum Masehi sudah ada Timbukar di Kiowa, membuktikan pula bahwa Wanua Kiowa adalah WANUA paling Tua dibumi Kasendukan Kiowa).
Teristimewa kepada Tumu-tutur Drs. Nico Palar dan Ukung Tua Pieter Hein Piri serta Pendeta Julius Talumantak STH, yang secara aktip memberi masukan serta membantu melakukan koreksi dan perbaikan maupun penyempurnaan seperlunya, diucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.
Usaha pemerhati muda Alex Salanti SE serta rekan-rekannya, yang memprakarsai kegiatan-kegiatan napak tilas akar budaya Kiowa, lewat lintas alam serta usaha festival kesenian dan kebudayaan melalui “Ma’ando Maka-Petor”, sangat mendukung aktualisasi penyusunan tulisan ini.
Bagi Dr. Mieke Schouten, yang pernah bermukim di Tincep dan berlanglang buana keliling daerah Tountemboan, terutama di Wanua Kiowa, sebagai seorang expert yang melakukan penelitian bahasa dan budaya Tountemboan serta penulis buku-buku budaya a.l. Minahasa and Bolaang Mongondow, an annotated Bibliography 1800-1942 (The Hague - Martinus Nijhoff - 1981) dan sekarang mengajar di Departamento de Sociologia e Comunicacao Social, Universidade Da Beira Interior, Rua Marques d’Avila e Bolama, 6200 Covilha – Portugal.
Pada pertemuan dan perbincangan dengan penulis pada bulan Maret 1997 di kota Leiden, Negeri Belanda, DR. Mieke Schouten menyatakan bahwa : dalam penelitian lapangan selama berada di Minahasa, beliau menemukan bahasa dan budaya Tountemboan yang asli tersisa sekarang hanya terdapat didesa Kiawa (Kiowa), sedangkan di Tincep dan Sonder sudah dipengaruhi sedikit oleh bahasa Toumbulu sebab berdekatan dengan desa Sawangan dan Rambunan (yang berbahasa Toum-bulu’), yang sangat erat hubungan dalam pergaulan sehari-hari bahkan kawin-mawin, sehingga hubungan kekeluargaannya sangat dekat dan akrab, menyebabkan perkawinan dua bahasapun tak terelakkan. Bahasa Tountemboan di Kiowa masih dituturkan secara asli dalam pergaulan sehari-hari, dalam acara-acara khusus, kumpulan-kumpulan, yang masih diwarnai oleh bahasa dan adat istiadat dan prilaku serta budaya Tountemboan asli.
Beliau juga mengenal Tumu-tutur “Ute Marthin Luther Rakian almarhum serta Felix Rakian alm. serta anak-anak (bahkan ada tulisan tangan budaya Kiowa oleh alm Felix Rawung Rakian yang ada ditangan beliau), juga kenal dengan ex Ukung Tu’a Jopie Rondonuwu, Stans Raintung yang pernah menjamu beliau, Guru-guru sekolah-sekolah a.l. Encik Ross Kilisan dan murid-murid SD- RK yang pada waktu itu, terkenal dengan Maengketnya, Drs. Nico Palar dll. Kesan beliau tentang Kiawa cukup luar biasa, sebab katanya beliau juga suka mengikuti ibadah religius dalam KOLOM-KOLOM GEREJANI yang secara khas beribadah dengan bahasa doa dan kothbah serta nyanyian maka-tana’ Tountemboan, termasuk didalam kumpulan “ma’ando”( hal-hal tersebut diceriterakann belaiu kepada penyunting saat bertemu dengan beliau di Leiden Negeri Belanda).
DR. Mieke Schouten menyarankan agar “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”, sebaiknya ditulis apa adanya, sesuai dengan masukan daripada para Tumu-tutur maupun ceritera dan legenda yang beredar dan diceriterakan secara turun-temurun dikalangan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, supaya isi dari pada tulisan ini betul-betul ceritera dan tulisan asli Kiowa, untuk memelihara keaslian dan keotentikan legenda Kiowa.
Dari Dr. David Henley (Englishman beristerikan seorang Indonesia asli asal Solo, yang kenal dekat dengan budayawan F.S. Watuseke yang menjadi nara sumber beliau terkait survey dalam penulisan disertasi tentang akar sejarah dan budaya Timur khusunya budaya Minahasa, untuk memperoleh gelar Doktor di Sydney), yang diperkenalkan oleh Dr. Mieke Schouten pada bulan Maret 1977, penulis memperoleh saran dan petunjuk istimewa tentang penulisan budaya Minahasa. ( beliau adalah “Researcher”, yang juga banyak menulis buku, a.l Nationalism and Regionalism in a Colonial Context, Minahasa in the Dutch East Indies, Verhandlingen van het Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde, 1996 KITLV Press Leiden, sangat tertarik dengan tulisan Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa) .
Dalam pertemuan dan perbincangan antara penyusun/penulis dengan DR. MIEKE SCHOUTEN dan DR. DAVID HENLY (yang juga didampingi para ahli lainnya, disaksikan Po’ouw Jus Tumober, Po’ouw Martin van Broekhouven, Yeyen Liemando, di Royal Institute of Linguistics and Anthropology,( Koninklijk Institut Voor Taal, Land, en Volkenkunde), KITLV, Reuvensplaats 2. P.O. Box 9515.2300 RA, Leiden, Nederland, tempat beliau bekerja sebagai “researcher”, beliau-beliau menyarankan kepada penyusun , agar penulisan buku ini sebaiknya ditulis apa adanya, sesuai cerita dan legenda masyarakat Kiowa, tanpa dipengaruhi argumentasi dari orang-orang yang merasakan, memperaktekkan, bahkan merasakan serta mengalami langsung, apalagi mengerti dan menghayati akar budaya Wanua Kasendukan Kiowa, karena tidak pernah bersentuhan dengan akar budaya serta kehidupan sehari-hari, termasuk juga jangan disesuaikan atau diadaptasikan dengan tulisan lain.
Usulan dan saran beliau-beliau bertjuan supaya terpelihara otentisitas keaslian ceriteranya, termasuk juga disarankan pada kami, untuk tidak memperdedatkan keotentikan penulisan, sebab sumber ceriteranya kebanyakan ceritera dari mlut kemulut secara turun temurun, sehingga vasiasinya berbeda-beda cara penyajiannya, bahkan mungkin ada perkembangan serta perobahan versi yang berubah-ubah, sebab itu disarankan supaya tidak perlu mempermasalahkan kontroversi data dan sumber serta asal usul, gaya, versi, corak ceritera dan legenda, termasuk perbedaan pengertian dan pandangannya.
Berulang-ulang beliau-beliau menyarankan supaya perbedaan pandangan dan pendapat orang lain, tidak perlu dipermasalahkan dan diperdebatkan atau dijadikan polemic, terutama pula jangan berusaha mempertemukan atau menyesuaikan dengan legenda dan ceritera-ceritera yang beredar atau berkembang dimasyarakat terutama pemikiran serta pendapat yang berbeda tentang seni budaya Minahasa, sebab tidak ada atau belum ada “bukti tertulis” yang ditemukan selaku rujukan pembuktian dan pembenaran atau penolakan, karena sangat sulit sekali mencari dan menemukan keaslian dan keotentikan sumber ceriteranya melalui prasasti atau peninggalan-peninggalan dan tulisan-tulisan purbakala dalam situs-situs pra sejarah purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa, tetapi lebih baik gunakan narasumber yaitu “orang-orang lanjut usia” dengan mengusahakan menyebutkan sebanyak mungkin para “penutur” yang kurang lebih pernah mendengar legenda “Kasendukan Kiowa” dari Tona’as-tona’as serta kakek nenek buyut yang pernah mendengar tentang legenda-legenda yang berasal dari ceritera dari mulut kemulut secara turun temurun sebagai nara sumbernya.
Tak lupa pula disampaikan terima kasih kepada Mr. Martin van Broekhouven (Suami dari Jetje Lamonge), Sekretaris Bond van Minahasa Nederland, juga Sdra. Jus Tumober (seorang putera kelahiran asli Kiowa), anak dari Pangukur August Tumober dan Pengurus Bond Minahasa di Belanda, yang dibesarkan dan menjadi dewasa di Kiowa, seorang pemerhati dan pencinta sejarah, budaya dan nilai-nilai seni Kasendukan Kiowa, yang banyak memberikan, masukan dan tambahan-tambahan CERITERA DAN LEGENDA tentang seni budaya dan sejarah dan tradisi masyarakat Kasendukan Kiowa (beliau sudah menetap selama kurang lebih 37 tahun di Nederland), yang kedua-duanya mendampingi dan membantu kami selama +- 3 bulan bolak-balik berkunjung ke beberapa pusat arsip budaya dan seni serta museum benda-benda purbakala yang tersimpan di museum-museum purbakala di Belanda dan pusat-pusat arsip serta bibliotik seni budaya dan sejarah “Wanua Kasendukan” di Nederland, kami haturkan banyak terima kasih.
Bantuan berupa kesediaan untuk koreksi dan pengetikan naskah oleh Dra. Veronica Yeyen Liemmando dan Dra. Siska Worotitjan, membantu pula kelancaran penyusunan tulisan ini.
Adanya tulisan tentang akar budaya maupun adat istiadat, serta seritera tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat Kiowa, maupun peninggalan-peninggalan dan situs-situs purbakala serta seni-budaya Ka-senduk-an Kiowa, teristimewa pula keadaan alam dan lingkungannya, menjadikan tulisan ini sebagai panduan pengetahuan tentang adat istiadat, kehidupan dan kebudayaan masyarakat Kiowa, maupun juga pengetahuan tentang wisata dan obyek wisata Kiowa.
Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kemungkinan banyak kekurangan dan kekeliruan, apalagi masih jauh dari harapan, selera dan keinginan yang dicita-citakan, karena masih jauh sekali dari bentuk dan mutu penyusunan serta penulisan dan penyajian yang memadai dan sempurna, sehingga membutuhkan uluran tangan untuk menambah atau memperbaiki serta penyempurnaannya.
Mohon maaf atas segala kekurangan, kekeliruan, kekilafan serta kesalahan atau hal-hal yang kurang tepat serta tidak sesuai dengan pandangan atau selera dan keinginan pembaca, oleh sebab itu kami sangat terbuka terhadap kritik, saran dan usul-usul perbaikan, bila ada temuan-temuan dalam tulisan ini, yang menyimpang, salah pengertian, atau keliru pengetikannya, bahkan berulang-ulang disebutkan dan lain-lain persoalan yang kurang berkenan dihati pembaca atau sulit dimengerti, seperti pepatah yang menyatakan bahwa : “Tak ada gading yang tidak ada retaknya”.
Tulisan ini, dipersembahkan sebagai warisan bagi generasi muda dan untuk masyarakat Ka-senduk-an Kiowa khususnya, teristimewa juga bagi Saudara-saudara atau keturunan yang masih berdarah atau titisan dotu-dotu yang berasal dari Wanua Ka-senduk-an atau Ma-lesung atau Mina-Esa (Minahasa), yang tersebar diseluruh penjuru dunia, bahkan lebih dari itu pula, teristimewa bagi bangsa dan negara Panca Sila yaitu Republik Indonesia tercinta, uuntuk memperkaya khasanah perbendaharaan budaya nasional warisan nenek moyang kepada anak cucunya.
Semoga tulisan ini bermanfaat pula bagi pengembangan dan pelestarian budaya bangsa dan negara Indonesia.
Wanua Ka-senduk-an Kiowa, 9 – 9 – 1999.
Paka-tu’an wo Paka-lowir-en kita im baya !
Maka-Petor !
Penyunting dan Penyusun,
Jantje Adrian Worotitjan.
Photo-photo :
1. Apo’ Amut e We-wene wo si Apo’ Tu’ur e Tuama,
2. Wali’an La’un Dano,
3. Wale Wangko’ I To’ar wo si Lumimu’ut,
4. Watu Amian
5. Kentur Puser In Tana’
6. To’ar Lumimu’ut,
7. Wali’an Rorort.
8. Toy Touw Wangko’
9. Toy Touw Wiwing-an
10. Toy Touw Simbel.
11. Toy Touw La-landang-an
12. Toy Touw Pa-woeong-en.
13. Benteng 2357
14. Gua Jepang
15. PA-RAD-I-SO (Pa-ra’da-an I SOKOPE’).
16. Panorama Lengko’an
17. Tu-mo-towa Sendang-an
18. Tu-mo-towa Uner
19. Tu-mo-towa Ta-licur-an.
20. Tu-mo-towa Amian
21. Tu-mo-towa Timu.
22. Timbukar Ure
23. Timbukar Weru
24. Pa-tumpeng-an La’un Dano Ma-wara’ (dua dimensi)
25. Rano Passo’
26. Watu Maka-sio-siouw,
27. Watu Tu’us i Loweng i Apo’ Amut e We-wene wo si Tu’ur e Tuama,
28. Apo’ Amut wo si Apo’ Tu’ur.
29. Wali’an La’un Dano,
30. Watu Ma-nembo,
31. Taman Getsemani,
32. Via dolo Rosa
33. Gua Madonna Maria,
34. Bukit Tabor,
35. Gereja GMIM,
36. Gereja Pantekosta,
37. Gereja KGPM
38. Gereja Gesba
39. Gereja Katolik,
40. Wesing/sosot,
41. Wolay,
42. Ka-luma’an,
43. Pa-sosop-an,
44. Pa-uru-an,
45. Watu Upus wo Lelo,
46. Pemandangan-Pemandangan Alam,
47. Pemandangan Rano Wangko’/ Gua Jepang
48. dll. Sepatah kata pakar :
49. Santi, Wentel, Tu-tura’
50. Alat Kesenian Tradisional.
Kenang-kenang-an abadi untuk:
Isteri tercinta Nontje Liesbeth Karinda,
Anak-anak dan cucu-cucu :
Eva Maria Vincentia & Kristian Ong
King Davy Silvester Pietross,
Meizy Lucy Imelda Rosaria,
Pingkan Rosemary Olivia
Mario Roberto (Alo’)
Rennee Clararosa (Ene’)
Teresa Rosalia
Gabriela (La’un)
Veronica Yeyen Liemmando
Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa
(Si-sisil-en e Apo-Apo’ im banua Kiowa)
Daftar Isi :
1. Pendahuluan.
2. Misteri “Pu-purengkey-en e Kiowa”
I. Etnis Kiowa.
II. Wanua Kiowa.
III. Aliran Kepercayaan Ka-senduk-an.
IV. Alam dan Lingkungan.
V. Sumber Penghidupan.
VI. Kebudayaan dan Kesenian.
VII. Legenda dan Sejarah.
VIII. Pengetahuan.
IX. Pola Hidup Ma’ando
3. Penutup.
Misteri Pu-prengkey-en e Kiowa
(Si-sisil-en e Apo-Apo’ im Banua Kiowa)
Pendahuluan.
1. Umum.
Misteri “Pu-purengkey-en e Kiowa” (Si-sisil-en e Apo- Apo’ im Banua Ka-senduk-an Kiowa) adalah ceritera ceritera yang masih tersimpan dan tercatat dalam ingatan sebagian masyarakat etnis Kiowa, “yang dituturkan secara lisan dari mulut kemulut , secara turun-temurun, dari para orang-orang tua kepada anak, cucu, cicit-nya secara berantai dan terus menerus.” Itulah sebabnya, rangkaian ceritera legenda dan sejarah masyarakat Ka-senduk-an Kiowa ini, disebut “pu-purengkey-en”.
Pu-purengkey-en ini diselimuti oleh misteri yang mengandung rahasia-rahasia kehidupan Ka-senduk-an, yang masih sulit diungkapkan secara mendalam pada saat sekarang ini.
Misteri kehidupan Ka-senduk-an ini, diselubungi oleh tabir rahasia mistik dan gaib yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Para penutur dan orang tua-tua menuturkan melalui pu-purengkey-en tentang :
1. Asal muasal leluhur dari para nenek moyang, termasuk kehidupan serta adat istiadat dan budaya, maupun tradisi leluhur “Etnis Kiowa”,
2. Asal usul WANUA KIOWA,
3. Misteri tentang mythos serta nilai-nilai magis dan mistik serta ritualitas dan spiritualitas yang menjadi inti sumber inspirasi “aliran kepercayaan Ka-senduk-an”, yang menjadi bagian kehidup-an budaya yang sangat hakiki dan mengakar dikalangan etnis Kiowa,
4. Alam dan lingkungan serta fauna dan flora sebagai harta karun, yang sangat mempengaruhi sumber penghidupan dan kehidupan masyarakatnya,
5. Sumber penghidupan, yang secara tradisional mewarnai kehidupan sehari-hari etnis Kiowa,
6. Kebudayaan dan kesenian, termasuk olah raga serta permainan tradisionil, terutama pula “pesta rakyat akbar”,
7. Legenda dan sejarah,
8. Pengetahuan,
9. Pola Hidup Ma-ando.
Pu-purengkey-en yang menceriterakan tentang tradisi dan kehidupan serta budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa pada zaman purbakala, adalah merupakan harta karun khazanah budaya Nusantara yang disimpan oleh Etnis Kiowa.
2. ETNIS KIOWA.
Etnis Kiowa adalah penduduk asli purbakala yang bermukin dan berdiam serta merupakan asal muasal Etnis Ka-senduk-an, yang dalam perkembangannya setelah menjadi “taranak-taranak” (rumpun-rumpun keluarga) besar yang berpencar mendiami tanah Ka-senduk-an, akhirnya berubah menjadi anak suku yang menjadi bagian dari masyarakat Ka-senduk-an, sehingga pu-purengkey-en yang menceriterakan tentang keadaan masyarakat Kiowa purba, erat kaitannya bahkan tak dapat dipisah-pisahkan dengan masyarakat Ka-senduk-an purbakala, yang dikenal pula dengan sebutan Ma-lesung, yang setelah terpisah-pisah dan terkotak-kotak dalam walak-walak, kemudian mengadakan re-uni di Watu Pina-weteng-an, sehingga walak-walak itu menjadi satu kembali dan dikenal dengan sebutan “SE-MINA-ESA” atau “NI-MA-ESA” yang lebih popular disebut MINA-ESA yang berarti “YANG BERSATU”, namun kemudian oleh bangsa asing (WALANDA/BELANDA) lebih mudah disebut (dilafalkan) dengan sebutan “MINAHASA”.
(perlu diketahui pula bahwa desa Kiawa I dan Kiawa II sekarang ini pada mulanya disebut Wanua (Ro’ong) “KIOWA” tetapi oleh bangsa Belanda dirubah menjadi KIAWA, seperti pula halnya Sonder yang dulunya bernama Songkel).
3. MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA
MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA yang merupakan “Serba Serbi Ceritera Rakyat Kiowa” ini, adalah suatu kumpulan tulisan yang bersumber dari ceritera dari mulut kemulut dan legenda, yang maksud penulisannya adalah terutama dimaksudkan untuk melestarikan dan mewariskan khasanah budaya Kiowa kepada masyarakat Kiawa dan generasi penerusnya, juga untuk dijadikan kekayaan perbendaharaan budaya suku bangsa Ka-senduk-an Ma-lesung Mina-esa
pada khususnya, serta bangsa Indonesia dan umat manusia pada umumnya.
Sebagai usaha untuk memperkenalkan dan mempromosikan kekayaan budaya sebagai salah satu potensi pariwisata yang dimiliki oleh desa Kiawa (RO’ONG KIOWA), maka buku “MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA ” atau “SERBA SERBI CERITERA RAKYAT KIOWA” ini, dimaksudkan pula sebagai buku panduan informasi dan panduan bagi para wisatawan untuk mengetahui tentang seluk beluk serta potensi pariwisata di Kawasan Wisata Kiowa.
4. POTENSI PARIWISATA.
“Bumi Ka-senduk-an” yang juga dikenal dengan sebutan “Ma-lesung” serta “Mina-esa” yang sekarang ini sudah di patenkan dengan sebutan “Minahasa”, adalah bagian dari wilayah NUSANTARA yang potensial serta kaya akan seni maupun budaya dan tradisi yang unik serta spesifik.
Keindahan alam dan lingkungan maupun aneka ragam dan jenis puspa serta satwa koleksi fauna dan flora Ka-senduk-an yang memiliki daya pikat serta pesona luar biasa dan memiliki keistimewaan serta ciri khas yang unik dan spesifik, sehingga sulit atau bahkan tidak dapat ditemukan didaerah lain, membuat keindahannya menambah dan memperkaya khazanah serta kekayaan alam dan potensi pariwisata yang dimiliki oleh daerah-daerah lain di bumi Nusantara Indonesia.
Khazanah budaya, seni dan keindahan alam Bumi Ka-senduk-an yang beraneka ragam dan memiliki ciri-ciri khas, dapat dipadukan dengan kebudayaan dan keindahan alam Indonesia lainnya, menambah maraknya perbendaharaan pariwisata Indonesia, untuk diperkenalkan kepada para wisatawan domestik maupun mancanegara, apalagi Bumi Ka-senduk-an adalah salah satu pintu gerbang utama kawasan Pasific dan Oceania.
Secara geografis strategis Wanua Ka-senduk-an Kiowa termasuk daerah tujuan wisata yang sangat ideal dan dapat dijadikan batu loncatan bagi pengembangan aliran masuknya turis mancanegara yang berasal dari kawasan Asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, Cina dan negara Jiran seperti Malaysia, Brunai, Singapore, Pilipina, bahkan dari Kawasan Oceania dan Australia maupun Pantai Barat Amerika Utara dan Amerika Selatan serta Eropa.
1. KAWASAN WISATA KIOWA.
Memperkenalkan kekayaan budaya dan keindahan alam serta lingkungan itu, erat kaitannya dengan kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang pariwisata. Kegiatan itu memerlukan usaha yang dapat menunjang pelaksanaan untuk menggali, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan dan potensi keindahan alam dan lingkungan Ka-senduk-an (Mina-esa), yang memiliki keunikian dan daya tarik tersendiri.
Salah satu obyek tujuan wisata di bumi Ka-senduk-an adalah “KAWASAN WISATA KIOWA” yang terletak didesa Kiawa dan sekitarnya, dengan keunikan tradisi dan budaya masyarakat (etnis) Kiowa-nya.
Desa Kiawa (Kiowa) adalah salah satu desa di Bumi Ka-senduk-an, yang memiliki banyak peninggalan budaya seni asli khas Ka-senduk-an (Mina-Esa) yang spesifik dan unik menarik karena ditunjang pula oleh lingkungan alam yang terpadu dengan agrowisata, wisata budaya dan lain-lain, sehingga membentuk wisata alam pengunungan yang sangat indah , antara lain :
(1). WISATA ALAM PEGUNUNGAN KIOWA.
Wisata Alam Pegunungan Kiowa menyuguhkan panorama dan beraneka ragam pemandangan alam pegunungan yang sangat indah yang dihiasi oleh aneka flora dan hutan tropis yang masih perawan yang dihuni bermacam-macam satwa langkah dengan sungai-sungai dan air terjun serta mata air yang mengeluarkan air segar dan air panas (hot spring) dengan kolam-kolam air panas untuk berendam, mandi uap, mandi lumpur serta pijat dan urut alamia atau mandi dengan kucuran air segar dingin dari pancuran alami, membuat suasana kehidupan zaman dahulu menjadi bagian kehidupan abad modern.
Wisata Alam Pegunungan Kiowa dihiasi pula antara lain, oleh :
- Gunung dan bukit serta lembah dengan hutan tropis yang sebagiannya masih perawan dan ditumbuhi beraneka tumbuhan serta tanaman asli Ka-senduk-an dan dihuni oleh satwa khas Ka-senduk-an, membuat lingkungannya asri alamia dan sangat indah serta sangat ideal sebagai tempat untuk berwisata tamasya alam termasuk bumi perkemahan, terutama wisata kebugaran rohani, kebugaran jasmani dan agrowisata .
- Tebing-tebing curam yang sangat indah menarik, menambah semarak keindahan alam pegunungannya dan sangat ideal pula untuk kegiatan olah raga panjat tebing.
- Sungai Sonder dan Rano Wangko yang bertemu di Delta Ta’upan Mengkong dan membentuk satu aliran Sungai yang dinamakan Sungai Nimanga cukup ideal untuk dijadikan pintu gerbang wisata penjelajahan menyusur dan mengarungi sungai atau tempat start kegiatan olah raga arung jeram menuju ke Sungai Maruasey sampai ditepi pantai.
- Panorama alam pegunungan PARADISO (disingkat oleh Team sarasehan dari sebutan PA-RA’DA-AN I SOKOPE’, untuk memudahkan penyebutan) yang erletak dipuncak gunung Lengko’an dengan aneka pemandangan yang sangat indah dan fantastis a.l Gunung Lokon dan sekitarnya di Utara, gunung Kalowatan (KLABAT) di Timur Laut, Danau Tondano dan sekitarnya diufuk timur, Danau Mala serta Gunung Soputan serta dataran Pina-weteng-an di Selatan, Gunung Lolombulan dan sekitarnya sayup-sayup kelihatan di Barat Daya, Gunung Tareran dan Pantai Amurang serta Pantai Tumpaan di Bagian Barat, menjadikan Paradiso sebagai sentra panorama alam yang sangat menarik dan indah sekali Burung Sokope’ adalah burung kecil (agak mirip dengan burung kiouw atau sejenisnya, tetapi warna bulu sayapnya merah menyala dicampur warna kuning keemasan, kalau berkicau bunyinya merdu sekali disebut an dinamakan SOKOPE’ sebab saat berkicau berbunyi seakan-akan menyebutkkan kata-kata yang melafalkan secara tidak jelas kata SOKOPE’ berulang-ulang, dan kalau bekicau ekornya bergerak naik turun, kalau muncul, tempat bertenggernya selalu dipohon durian dibelakang rumaha Guru Jumat Julius Rainung Wa’ani, SOKOPE’ bisa berkicau sehari penuh dari pagi sampai sore dan bisa beberapa hari berturut-turut, tetapi malam hari kembali ketempat tinggalnya yang tidak diketahui, setelah pohon durian dipotong tidak pernah munul lagi, burung SOKOPE’ hanya muncul bila ada peristiwa penting, pertama kali “penyunting” lihat bentuk fisik, badan dan dengar suaranya secara langsung, yaitu waktu KOLONEL HNV SUMUAL MEMROKLAMIRKAN PERMESTA singkatan PERJUANGAN SEMESTA pada 2 Maret 1957; dan pada saat gencatan senjata antara tentara PRRI/PERMESTA dengan Pemerintah Pusat di Malenos pada tahun 1961; kemudian saat pergantian pemerintahan dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto, kemudian peristiwa-peristiwa penting lainnya; burung SOKOPE’ adalah burung SAKTI yang di KERAMAT-kan seperti halnya burung MANGUNI, WARA’, TITICAK, KOKOCIK, KUOW, KEROK, SOPIT, ULAR HITAM, KALUMA’AN dll, yang dapat memberikan tanda-tanda tentang peristiwa luar biasa, antara lain, kenaikan pangkat dan kedudukan orang penting dalam pemerintahan atau intansi maupun lembaga apapun, termasuk keberhasilan atau suksesnya suatu usaha yang beraneka ragam, atau berkat anugerah bagi semua warga, disamping itu pula ada tanta-tanda istimewa yang disyaratkan).
(2). WISATA STUDI ALAM DAN LINGKUNGAN KIOWA
- Wisata Studi Alam dan Lingkungan Kiowa sangat dianjurkan bermanfaat bagi siswa dan mahasiswa untuk pengenalan dan penelitian tentang alam dan lingkungan, bahkan sekaligus dapat dijadikan pula sebagai atraksi dan rekreasi untuk kalangan siswa, mahasiswa, guru-guru, dosen, pemuda, pencinta alam dan lingkungan, maupun masyarakat umum, oleh karena alam dan lingkungan Ka-senduk-an Kiowa masih banyak yang perawan serta alamia dan asri . Hutan tropisnya ditumbuhi oleh berjenis-jenis tanaman dan tumbuhan, pohon-pohon, rumput, semak, bunga hutan khas bahkan langkah serta dihuni oleh satwa langkah a.l. Wesing, Sosot (Tarsius), Wolay, Kuse, Te’bung dan binatang berkantung maupun Ula’ Ka-luma’an dan lain-lain, dengan dataran, lembah, gunug, bukit serta jurang maupun sungai, air terjun, mata air tawar, air panas menciptakan pemandangan serta panorama alam dan lingkungan yang merupakan khasana kekayaan lingkungan dan alam pengunungan Kiowa.
(3). WISATA BUDAYA.
Peninggalan serta situs-situs purbakala seperti Tu’us I Loweng e Apo Amut e We-wene wo si Tu’ur e Tuama, Toy-Touw-Toy-Touw yang tersebar di banyak tempat, Watu Maka-sio-siouw, Timbukar-Timbukar, Watu Tumotowa, Pa-tumpeng-an La’un Dano Ma-wara’ dan lain-lain yang merupakan prasasti hidup, termasuk adat istiadat khas Kiowa, maupun budaya musik tradisional serta E-engken, Ma-engke, Ka-kantar-en dan lain-lain atraksi seni budaya yang khas Kiowa , menjadikan Kiowa sebagai obyek Wisata Budaya.
(4). AGRO WISATA.
Aneka usaha pertanian rakyat dengan budi daya tanaman hasil bumi yang beraneka ragam jenisnya menciptakan pemandangan indah mempesona tumbuhan dan tanaman yang dapat dijadikan obyek agro wisata Kiowa.
(5) ATRAKSI WISATA LAIN-LAIN.
a. LINTAS ALAM
Adanya lingkungan alam yang indah menarik memungkinkan adanya kegiatan Lintas Alam (Cross Country), napak tilas dan kegiatan olahraga kebugaran serta penelitian pengetahuan alam dan lingkungan yang dapat dilakukan untuk memupuk kesadaran untuk menjadi pencinta linkungan dan kelestarian alam.
b. BUMI PERKEMAHAN.
Tersedianya kawasan yang khas dan sarana maupun fasilitas perkemahan dihutan-hutan perawan maupun Camping Site khusus, membuat perkemahan sebagai suatu obyek wisata bagi pencinta kehidupan dialam terbuka.
c. PANJAT TEBING
Tebing-tebing batu alamiah sebagai tempat kegiatan olah raga Panjat Tebing, sangat memungkinkan pengembangan kegiatan olah raga Panjat Tebing.
d. ARUNG JERAM
Debit air yang cukup yang berasal dari pertemuan sungai Sonder, Rano Wangko’ dan sungai-sungai yang bertemu di sungai Ni-manga, membuat arus sungai yang sangat ideal untuk olah raga arung jeram, dimana para olah ragawan dapat sampai ke muara sungai Ma-rua-sey ditepi laut Sulawesi.
e. SEPEDA GUNUNG
Alam pengunungan yang berbukit-bukit serta aneka ragam bentuk permukaan tanah maupun lingkungannya dapat dijadikan arena olahrga “sepeda gunung” yang menarik.
f. LAYANG-LAYANG
Bukit Wa-wona dengan panorama serta datarannya yang sangat luas serta tiupan angin yang memadai , adalah lapangan olah raga atau atraksi pertunjukan layang-layang yang sangat tepat bagi pencinta layang-layang.
g. Lain-lain
Disamping atraksi dan olah raga tersebut diatas, masih banyak atraksi dan kegiatan olah raga maupun atraksi seni budaya yang dapat dikembangkan di kawasan wisata ini.
2. OBYEK WISATA SEKITAR KIOWA.
Berdekatan dengan Kawasan Wisata Kiowa, terdapat pula obyek-obyek wisata menarik disekelilingnya, yaitu :
a) Prasasti Ka-senduk-an Mina-esa sebagai peninggalan sejarah yang paling terkenal yaitu Watu Pina-Weteng-an dan situs-situs yang ada di Pinabetengan, Tompaso dan Langowan.
b) Sumber Air Panas dan Pemandian Ka-rimenga.
c) Wale Pape-ta’up-an Sonder.
d) Pemandian air sulphur Silo’am Leilem dan Lahendong.
e) Air Terjun Tincep dan Timbukar.
f) Panorama Lengkoan, Soputan serta Tareran.
g) Wisata Alam Pengunungan disekeliling Kawasan Wisata Kiowa, dengan keindahan alam dan ling kungan yang ditumbuhi aneka tanaman dan kehijauan dataran, lembah, jurang dan hutan tropis yang dihuni olah satwa khas Ka-senduk-an Mina-esa.
h) dll.
Kawasan Wisata Kiowa tidak dapat dipisah-pisahkan dengan TAMAN LAUT BUNAKEN yang memiliki keindahan pemandangan bawah laut yang tak ada duanya didunia, maupun SUAKA ALAM TANG-KO’KO’ dengan aneka tumbuhan dan satwa alam yang unik, termasuk pula DANAU TONDANO dan Kawasan Wisata Alam Pegunungan serta Wisata Pantai dan obyek-obyek wisata Bumi Ka-senduk-an lainnya, dengan kemajemukan keindahan yang mempesona, adalah merupakan rangkaian keindahan ciptaan Sang Maha Pencipta yang Maha Kuasa di Bumi Ka-senduk-an yang tidak ada taranya dan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
5. MAKSUD DAN TUJUAN.
(1). MAKSUD.
Tulisan “MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA” yang merupakan juga SERBA SERBI
CERITERA RAKYAT KIOWA ini disusun dan ditulis untuk maksud :
a) Menggali dan meneliti serta memahami tentang :
asal usul dan perkembangan etnis Kiowa.
kehidupan serta makna dan arti hidup, juga adat istiadat dan tradisi etnis Kiowa kebudayaan dan kesenian etnis Kiowa serta pola hidup “Ma’ando” masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
b) Mempelajari, menelaah, menelusuri dan meneliti serta menikmati :
Keindahan alam dan lingkungan Kiowa.
c) Memperkenalkan obyek-obyek wisata alam, budaya dan kesenian sebagai warisan budaya dan peninggalan-peninggalan/situs purbakala serta kekayaan alam Ka- senduk-an Kiowa.
d) Membantu program Pemerintah dalam menggalakkan dan mengembangkan serta mening-katkan usaha penggalian akar budaya, kesenian dan adat istiadat maupun tradisi bangsa.
(2). TUJUAN.
a. Mengembangkan dan melestarikan warisan budaya dan adat istiadat serta peninggalan lelu-hur masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, sebagai bagian dari Wanua Ka-senduk-an Maka-aruy-en, yaitu MA-LESUNG atau MINA-ESA yang sekarang disebut MINAHASA.
b. Mengembangkan dan meningkatkan potensi alam dan lingkungan dengan peninggalan serta situs-situs purbakala sebagai obyek wisata.
c. Mensukseskan kunjungan wisatawan manca negara, domestik dan lokal.
d. Memberikan informasi dan panduan tentang Kawasan Wisata Kiowa kepada Wisatawan.
e. Melalui tulisan ini tercipta pengembangan usaha yang dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Kiawa dan sekitarnya.
I. ETNIS KIOWA.
1. LELUHUR ETNIS KIOWA.
Ka-indo-indon-oka may kine, ya sapa oka en sisil an tu-mena in tu’ur im puser e Apo’ ta, ya wutu-wutul tiruw in e-enep-en, am pa’pa’an kine se Apo’ta, ya a monge n-amian wo may, sera kine ay wali may in lewu won sempa’ in ta’sic wo ay ruke may in deges amian ma’akar ang Ka-senduk-an.
Ya se Apo’ ta i-itu ya ruwa we-wene kine, ya e ngaran n-era in duwa, ya Inang Kuntel wo si Ina’ Kuntel, ya n ta’an ang ka-so-somoy-an sera pa-towan in “WALI’AN LA’UN DANO” si Inang Kuntel, wo si “AMUT E WE-WENE” si Ina’ Kuntel.
Ya se Apo’ ta i-itu ya ay paka-wali may in deges amian, su-make may an londey, si ay wali in sempak tu-meka’ may an tempok onge ing ka-tana’an Ka-senduk-an Maka-aruy-en.
An tu’ur ing kuntung Ka-lowat-an ya si Ina’ Kuntel si ma-ute-uter im buena, ya kuma’anak-ay si Tu’ur e Tuama.
Wo kine ang ka-so-somoy-an-ay, ya sera tu-mani’ im banua Kiowa ang Ka-senduk-an, me-wali-wali wo si Tu’ur e Tuama, wo sera mento’ am banua Kiowa.
(Al-kisah, ceritera tentang leluhur kita dipenuhi misteri dan tabir rahasia yang sangat luar biasa, karena konon leluhur kita berasal dari utara, konon mereka dibawa oleh arus dan gelombang lautan yang didorong oleh angin utara sampai tiba di tanah Ka-senduk-an.
Leluhur kita adalah dua orang wanita, nama mereka berdua , adalah Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel, yang kemudian mereka dipanggil “WALI’AN LA’UN DANO” untuk Inang Kuntel dan “AMUT E WE-WENE” untuk Ina’ Kuntel.
Leluhur kita dibawa kemari oleh angin utara, menaiki perahu, yang dibawa oleh ombak dan tiba diujung utara tanah Ka-senduk-an Maka- aruy-en.
Dikaki gunung Ka-lowat-an Ina’ Kuntel yang sedang membawa berkat anugerah (mengandung), melahirkan si “ TU’UR E TUAMA”.
Konon dibelakang hari mereka mendirikan negeri Kiowa di tanah Ka-senduk-an, bersama-sama dengan Tu’ur e Tuama, lalu mereka bermukim di negeri Kiowa)
Konon negeri Amian (Utara) asal leluhur etnis Kyowa, adalah suatu negeri yang indah dan kaya raya serta memiliki adat istiadat dan tradisi maupun budaya tinggi.
Pemimpin negeri Amian itu, disebut TONA’AS WANGKO’ IM BANUA AMIAN.
2. INANG KUNTEL DAN INA’ KUNTEL.
Dikisahkan pula, bahwa Tona’as Wangko’ im Banua Amian memiliki seorang putri yang sangat cantik dan sangat disayangi serta dicintai oleh keluarga.
Putri itu diasuh oleh seorang Inang Pengasuh, yang merawat, membesarkan, mendidik serta mengajar Sang Putri sejak kecil hingga dewasa, bahkan sampai akhir hayatnya.
Sang Putri dan Inang Pengasuh saling mencintai dan saling menyayangi, baik sebagai layaknya seorang ibu terhadap anak, demikian sebaliknya sebagai layaknya seorang anak kepada ibu.
Sang Putri dan Inang Pengasuh adalah dua orang wanita cantik dengan postur dan bentuk tubuh yang indah menawan dan menarik dengan raut dan paras muka yang elok, rupawan serta mempesona dan bermata agak sipit, tetapi manis menawan bila dipandang.
Karena bentuk mata kedua wanita cantik ini agak sipit, maka mereka berdua dikenal dengan julukan INANG KUNTEL dan INA’ KUNTEL.
*** INANG PENGASUH disebut INANG KUNTEL
*** SANG PUTERI disebut INA’ KUNTEL.
INANG KUNTEL dikenal pula dengan panggilan WALI’ AN LA’UN DANO atau INANG WANGKO’ atau INANG WAWA atau MAKA-EMA’ IN SOMPOI adalah seorang yang sakti yang alim, arif, adil dan bijaksana serta pintar dan memiliki kharisma memimpin dan membangun.
INANG KUNTEL adalah INANG PENGASUH yang mengasuh dan memelihara serta mendidik INA’ KUNTEL sejak kecil sampai dewasa, bahkan sampai akhir hidupnya.
INA’ KUNTEL yang dikenal dengan panggilan AMUT E WE-WENE , dan dikenal pula dengan sebutan INA’ LU-MI-LI’US atau INA’ RU-MU-RU’UT atau APO’ AMIAN adalah putri kaisar yang diasingkan bersama-sama Inang Kuntel.
3. TRAGEDI CINTA.
Alkisah, Sang Puteri ( Ina’ Kuntel) saling jatuh cinta dengan Hulubalang Besar atau Panglima Perang Kaisar ( ayah Sang Puteri) , yang memerintah negeri Amian.
Sang Puteri yang cantik dan Sang Hulubalang yang gagah perkasa, adalah pasangan yang ideal dan sangat serasi.
Mereka memadu cinta dari lubuk hati yang paling dalam, dengan perasaan saling mencintai, mengasihi dan menyayangi yang tak dapat dituturkan dengan kata-kata.
Hubungan cinta itu bertumbuh terus dan berkembang dari hari ke hari, menjadi suatu cinta yang bagaikan api membara didalam lubuk sanubari mereka.
Karena mereka saling mencintai dan saling mengasihi dengan begitu mendalam, mereka terlanjur melakukan hubungan intim sebagaimana layaknya suami istri, maka sang putri menjadi hamil sebelum menikah.
Kehamilan itu terjadi bukan karena dorongan nafsu atau birahi, tetapi disebabkan oleh wujud cinta yang tulus ikhlas serta murni dan suci.
Kedua insan itu sadar akan segala kekeliruan mereka, sehingga mereka menghadap orang tua dan para tua-tua adat serta pimpinan negeri, untuk minta maaf dan mohon ampun atas kesalahan mereka.
Sang Puteri dan Hulubalang berjanji serta bersumpah dihadapan orang tua dan tua-tua adat serta pimpinan negeri, untuk sehidup semati dan bersedia hidup bersama, dalam ikatan perkawinan yang sah, dengan segala macam cara dan pendekatan keluarga, bahkan kedua sejoli dengan memelas dan minta dikasihani serta diampuni, namun karena mereka telah berbuat aib yang memalukan orang tua maupun kalangan keluarga kerajaan yang sangat teguh memegang tradisi dan ketat dalam menjaga kehormatan dan nama baik serta martabat keluarga, maka orang tua dan tua-tua adat tetap tidak menyetujui dan merestui perkawinan mereka.
Sesuai tradisi dan ketentuan serta hukum adat yang berlaku pada waktu itu, mereka diperhadapkan kepada majelis adat untuk diajukan dalam sidang dewan adat.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan putusan majelis adat, sang puteri mencemarkan nama baik keluarga kerajaan dan Sang Hulubalang melanggar etika serta jarak dan batas pergaulan antara keluarga kerajaan dengan para pembantu kerajaan.
Disebabkan oleh karena Sang Puteri dan Sang Hulubalang sudah melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma serta kaidah-kaidah maupun etika dan moral serta tradisi leluhur, yang sangat menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik keluarga, maka mereka berdua dijatuhi hukuman adat, sesuai ketentuan yang berlaku.
4. DIUSIR DAN DIASINGKAN.
Keputusan musyawarah dan mupakat adat menyepakati hukuman untuk Sang Hulubalang dan Sang Puteri, yaitu:
(1). Hulubalang di jatuhi hukuman mati di pancung kepala sampai putus didepan umum.
(2). Sang Puteri dijatuhi hukuman, diusir dan dikucilkan dari lingkungan keluarga serta
diasingkan keluar negeri.
Sebagai seorang kesatria yang setia dan patuh pada adat istiadat serta abdi kaisar yang setia pada sumpah bhaktinya pada Kaisar dan sebagai seorang puteri Kaisar yang tunduk pada adat istiadat serta perintah orang tua, maka Sang Hulubalang Besar dan Puteri Kaisar dengan tegar menerima hukuman yang dijatuhkan pada mereka, namun kobaran cinta dalam lubuk hati keduanya tetap membara dan tak tergoyahkan.
Eksekusi pelaksanaan hukuman mati terhadap Sang Hulubalang langsung dilakukan pada saat di jatuhi hukuman disaksikan oleh kekasihnya tercinta Sang Puteri bersama seluruh lapisan masyarakat.
Sang Puteri segera menjalankan hukuman untuk dikucilkan dan di usir setelah eksekusi pelaksanaan hukuman terhadap Sang Hulubalang.
Ibunda dari Sang Puteri sangat mencintai anaknya, walaupun puterinya sudah membuat aib, sehingga ibunya memerintakan Inang Pengasuh Sang Puteri untuk mendampingi Sang Puteri diasingkan bersama-sama ketanah rantau.
Dilengkapi perahu besar bermuatan air dan makanan serta perlengkapan dan kebutuhan hidup secukupnya, dengan didampingi oleh Inang Pengasuhnya yang dengan setia menjaga dan memelihara serta merawat sang puteri sejak lahir dilepas untuk diasingkan oleh orang tua dan tua-tua adat.
Disaksikan oleh kaum keluarga dan para kerabat, Ibu Sang Puteri dengan linangan dan genangan air mata karena dipenuhi kepedihan hati seorang ibu kandung dan rasa iba serta kepedihan yang sangat mendalam melepas anaknya dengan berat hati untuk diasingkan.
Perahu yang ditumpangi oleh Sang Puteri dan Inang Pengasuhnya ditarik oleh laskar kerajaan sampai jauh di tengah lautan.
Dari kejauhan dengan penuh rasa iba dan rasa kasihan, sang ibu dan kaum keluarga serta masyarakat umum menyaksikan perahu Sang Puteri dilepas dan di biarkan ditengah laut luas, diombang -ambingkan oleh gelombang laut yang ganas menuju tanah perasingan.
Setelah lepas dari pandangan mata, mulailah mereka mengarungi laut lepas, dengan terpaan badai yang menggemaskan serta kabut tebal yang menyeramkan , maupun malapetaka yang selalu membayangi dan mewarnai petualangan mereka.
Sambaran petir dan kilat yang mengerikan maupun curahan hujan lebat membuat air menggelora serta menimbulkan kepanikan luar biasa.
Amukan ombak dan gelombang lautan yang ganas, membuat perahu mereka oleng terombang ambing, dihempas ombak kekiri dan kekanan, bahkan dibawah melambung tinggi keatas kemudian jatuh menukik kebawah.
Tiupan angin yang sangat kencang serta tarikan arus lautan yang sangat deras , membuat perahu mereka meluncur cepat, meninggalkan kampung halaman mereka dan menghantar mereka jauh dari tanah airnya.
Dibayangi oleh malapetaka dan mara bahaya yang sewaktu waktu dapat menimpa, mereka berdua pasrah menyerahkan nasib dan hidup mereka ditangan Sang Maha Kuasa.
5. TERDAMPAR DI TANAH PERASINGAN.
Perahu dari Amian ( sebelah utara) yang didorong oleh angin “amian” (angin utara), dibawa hanyut arus laut ke selatan, mengarungi samudera luas tanpa arah dan tujuan yang pasti.
Pada suatu malam yang sangat gelap gulita, perahu mereka yang melaju oleh dorangan angin “Amian” yang sangat kencang, diterpa pula oleh angin sakal dan badai samudra yang sangat dahsyat sehingga membentur suatu daratan.
Ternyata perahu mereka terdampar di Unjung Utara tanah perasingan Ka-senduk-an, karena hempasan ombak dan gelombang yang ganas.
6. WARA’ SANG PENOLONG.
Karena kelelahan akibat perjalanan jauh dan sangat mengerikan , mereka tertidur dengan sangat lelapnya diatas perahu yang sudah terdampar jauh di daratan.
Dalam tidurnya, Inang Kuntel bermimpi didatangi oleh seekor burung sakti bernama “WARA” yang memiliki suara dan bunyi yang sangat merdu serta kepintaran memberi tanda-tanda.
Burung “Wara” itu memberitahukan, bahwa dialah yang diutus oleh Amang Ka-su-ru-an untuk menjadi “penolong” mereka ditanah perasingan.
Burung “Wara” itu berjanji, akan memberi petunjuk pada mereka, tentang semua hal yang mereka perlukan, agar mereka dapat hidup bahagia di tanah perasingan.
Dia berpesan juga akan datang, apabila dibutuhkan atau dipanggil dengan “soring”, bahkan sewaktu-waktu akan datang sendiri bila disuruh oleh Amang Ka-su-ru-an.
Perantara yang menjadi saluran untuk penyampaian pesan- pesan atau petunjuk dari Amang Ka-su- ru- an kepada Inang Kuntel , adalah TU-ME-TELEW KOLANO E WARA’ (Raja Burung Wara’), melalui suara dan bunyi serta tanda – tanda.
Keesokan paginya, ketika bangun dari tidur, mereka langsung berdoa kepada Amang Ka-su-ru-an, mengucap syukur dan berterima kasih atas penyelenggaraan serta perlindungan sang Mahakuasa, yang sudah mengantar mereka dengan selamat di tanah perasingan.
Selesai berdoa dan mengucap syukur, mereka keluar dari perahu dan betapa terperanjatnya mereka melihat pemandangan yang sangat menakjubkan, suatu daratan yang sangat indah mempesona serta memberi rasa kedamaian dan ketentraman.
Untuk sementara Sang Puteri ( Ina ‘ Kuntel) dan Inang pengasuhnya (Inang Kuntel) tetap berdiam diatas perahu mereka.
Setelah kondisi dan kesehatan mereka pulih dan normal kembali, kedua wanita itu turun untuk pertama kalinya memijakan kakinya disekitar tempat terdamparnya perahu mereka.
Sambil memandang lautan luas dan alam lingkungan sekelilingnya, mereka berdua mengungkapkan pujian syukur dan terima kasih kepada Sang Maha Kuasa, yang sudah menuntun mereka dengan selamat diperasingan, walaupun melewati segala macam tantangan dan kesukaran maupun marabahaya.
Walaupun masih diliputi perasaan gunda gulana dan kesedihan karena kehilangan kekasih serta diusir oleh orang tua, namun berkat penghiburan serta bimbingan dari Inang pengasuhnya, maka Ina’ Kuntel berangsur -ansur mulai melupakan kesedihannya.
7. TANAH KA-SENDUK-AN.
Pada suatu hari, kedua wanita itu sepakat untuk mendaki gunung yang paling tinggi di tanah perasingan, karena ingin melihat keadaan dan situasi tanah perasingan.
Dipuncak gunung mereka memandangi panorama sekeliling tanah perasingan dengan pandangan kagum dan keheran-heranan, melihat begitu indahnya dan begitu kayanya serta mempesonanya, sehingga mereka merasa seakan -akan berada kembali di tanah tumpah darahnya.
Keindahan serta kekayaan alam dan lingkungan yang dihiasi gunung gemunung yang menjulang tinggi, dengan panorama alam yang sangat mengagumkan dan mempesona pandangan mata kedua wanita dari Amian itu, sehingga silau dan terbelalak.
Hutan yang menghijau dengan kerimbunan daun tumbuhan dan pohon-pohon yang begitu suburnya, yang dihuni satwa, hewan dan binatang yang begitu banyak sekali, menambah semarak lingkungan alamnya.
Mereka tidak puas dengan pemandangan dari puncak gunung, maka mereka melakukan penjelajahan yang lebih meluas dengan menelusuri bukit-bukit dan menuruni lereng-lereng serta mendaki gunung - gemunung, maupun menyusuri lembah dan dataran luas, sehingga mereka terperanjat dan terkagum - kagum melihat kenyataan di depan mata telanjang mereka.
Kesuburan tanahnya yang ditumbuhi tanaman hasil bumi dan buah-buahan serta dihiasi aneka puspa dengan berbagai ragam bentuk dan warna-warni yang begitu indah sekali, menambah keheranan dan kekaguman kedua wanita dari Amian itu.
Mata air dan sungai-sungai dengan air yang bersih dan bening yang mengalir dari pegunungan melalui daratan menuju kelaut membuat mereka makin terpesona dan lebih kagum lagi.
Hewan dan binatang serta burung - burung yang bergerombolan disani - sini, di hutan- hutan, maupun ikan di laut, di sungai dan dikolam serta danau yang melimpah ruah menambah keheranan mereka.
Melihat dan menyaksikan keindahan dan kekayaan alam dan lingkungan yang tak dapat dilukiskan dan digambarkan serta dijelaskan dengan kata-kata, tetapi memberi jaminan dan kepastian kemakmuran, kebahagian dan kesejahteraan serta ketentraman dan kesentosaan maupun kerukunan dan kedamaian, sehingga mereka menamakan tanah perasingan itu, TANA’ KA-SENDUK-AN yang berarti paradiso.
“K A – S E N D U K – A N”, berasal dari kata asal “S E N D U K” (huruf ‘e’ diartikulasikan dan dibaca e dari kata: ekologi, ‘sekertaris, Lembe’, ekonomi), yang berarti senang, makmur, ‘sejahtera’, rukkun dan damai, sedangkan KA-SENDUK-AN diartikan dengan dengan pengertian “SORGA” atau “PARADISO” tetapi dalam arti yang lebih dalam, atau dalam pengertian “SORGA dan PARADISO plus”.
Mereka yakin bahwa dari sumber alam dan lingkungan yang ada, mereka dapat memperoleh sumber penghidupan dan merasa pasti pula bahwa mereka akan hidup dengan rukun damai , makmur sejahtera, tentram dan sentosa, maka merekapun membuat kemah untuk kediaman di kaki gunung tertinggi yang belum didiami oleh manusia selain mahluk hidup yang ada disana.
Setelah berembuk dan mempertimbangkan segala-galanya mereka mengambil keputusan untuk menetap di bumi Tana’ Ka-senduk-an.
8. TRAUMA DAN KENANGAN.
Kenangan dan kerinduan kepada orang tua, terutama kesedihan yang sangat memilukan hati akibat kehilangan Sang Kekasih, dibuang dan diasingkan dari tanah tumpah darah, maupun pengalaman pahit serta kesedihan selama dilingkungan keluarga serta saat mengarungi samudra yang ganas menuju perasingan, masih selalu menghantui perasaan Ina’ Kuntel.
Akibat trauma dan kenangan itu, membuat Ina’ Kuntel sering tenggelam dalam linangan air mata sedih dan duka lara yang berkepanjangan.
Untuk menenangkan perasaan dan hati dari Ina’ Kuntel yang terluka, maka Inang Kuntel mengajak Ina’ Kuntel untuk ikut bersama-sama bertapa dipuncak gunung tertinggi di tanah perasingan.
Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel bertapa sambil bersemedi dan berdoa terus menerus, selama sembilan hari sembilan malam berturut-turut sambil berpuasa.
Dalam doa-doa mereka mohon petunjuk dan bimbingan serta kekuatan dan kesehatan maupun berkat-berkat yang mereka perlukan dari Sang Maha Kuasa untuk kelanjutan hidup mereka di tanah perasingan.
Melalui KOLANO E WARA’, sang “penolong”, mereka diberi petunjuk oleh Sang Maha Kuasa ( SI MA-KA-KA-WASA IM BAYA-WAYA), lewat tanda-tanda bunyi burung wara’, tentang apa yang mereka harus lakukan.
Kolano e wara’ memberi petunjuk, agar mereka bisa hidup tenteram dan bahagia di tanah perasingan serta memberikan nasihat agar Ina’ Kuntel harus melupakan semua trauma dan kenangan buruk masa lalu.
9. ADAPTASI DENGAN LINGKUNGAN.
Atas pertimbangan-pertimbangan adaptasi serta penyesuaian dengan lingkungan, terutama pula menghilangkan jejak serta melupakan trauma dan kenangan buruk yang dialami Ina’ Kuntel, maka Inang Kuntel mengambil kebijaksanaan :
1). Merubah bahasa ibu dengan bahasa baru.
2). Menyempurnakan tradisi budaya dan adat istiadat.
*** Mengganti bahasa ibu dengan bahasa baru, dimaksudkan supaya Ina’ Kuntel tidak terbawa oleh trauma ingatan pada kenangan masa lalu, bila menyebutkan kata-kata atau kalimat dalam bahasa ibu, melalui apa yang terkandung dalam jiwa dari pada kata atau kalimat dalam bahasa ibunya. Secara bertahap dan setapak demi setapak, Inang Kuntel serta Ina’ Kuntel mengganti dan merobah serta menciptakan kata-kata baru, maupun membentuk susunan kata-kata serta kalimat - kalimat dan tatabahasa yang berasal dari bahasa ibu, dengan menterjemahkan susunan kata-kata maupun kalimat dan tatabahasanya dalam bahasa baru yang mereka ciptakan.
Bahasa yang baru itu adalah rekayasa dan ciptaan mereka sendiri, walaupun tidak mengganti keseluruhannya.
Dalam waktu relatif singkat mereka sudah dapat membentuk kata-kata dan menyusunnya dalam bentuk kalimat, sehingga mereka sudah dapat menggunakan bahasa baru itu, sebagai bahasa komunikasi antara Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel.
*** Inang Kuntel yang memiliki banyak pengalaman dan menguasai adat istiadat serta budaya dan tradisi, maupun ilmu dan pengetahuan yang berasal dari para leluhur, memikirkan juga untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat.
Menimbang bahwa tradisi para leluhur mereka belum sempurna, maka Wali’an La’un Dano melakukan koreksi dan perbaikan serta “ perobahan” dan penyempurnaan seperlunya, untuk menyesuaikan dan mengadaptasikan serta mengembangkan dan memaduhkannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang berada di tanah perasingan, sehingga menjadi sesuai dengan situasi dan lingkungan yang ada.
*** Per paduan dan pengembangan tradisi dan adat istiadat serta ilmu pengetahuan leluhur denga situasi ditanah perasingan, menjadi suatu paham hidup baru, yang oleh Wali’an La’un Dano disebut A-ANDEY-AN IN TANA’ KA-SENDUK-AN.
*** “Tanah perasingan” itu, oleh Wali’an La’un Dano disebut pula TANA’ KA-SENDUK-AN.
*** Gunung tertinggi di tanah perasingan di sebutnya pula “ KA-LOWAT-AN”, karena banyak didiami ka-lowat-an.
10. KA-SENDUK-AN.
***Ka-senduk-an adalah suatu paham yang mengajarkan tentang kehidupan yang memberikan suasana kerukunan, kedamaian, ketentraman, kesentosaan, kesejahtraan, kemakmuran dan kebahagiaan rohani dan jasmani di “ka- yo’- ba’an” maupun di “rege-reges-an”.
Paham Ka-senduk-an ini ditingkatkan dan dikembangkan terus menerus oleh Inang Kuntel , dengan meminta petunjuk dari Amang Ka-su-ru-an.
Perantara yang menjadi saluran pesan dan petunjuk Amang Ka-su-ru-an kepada Inang Kuntel adalah TU-ME-TELEW “WARA”.
*** Inang Kuntel dipilih oleh Amang Ka-su-ru-an sebagai Wali’an Wangko’ in Tana’ Ka-senduk-an yang pertama.
*** Inang Kuntel diberi gelar Wali’an La’un Dano, karena ia berhasil melewati tantangan selama pelayaran mengarungi samudera luas bersama Ina’ Kuntel.
11. TU’UR E TUAMA
Dikaki gunung Ka-lowat-an Inang Kuntel (INANG PENGASUH) dan Ina’ Kuntel, membuat perlengkapan dan persediaan sebagai persiapan menghadapi kelahiran anak dalam kandungan Ina’ Kuntel.
Inang Kuntel dengan penuh rasa keibuan, membimbing dan memberikan petunjuk-petunjuk dan pelajaran kepada I na’ Kuntel agar menjadi seorang ibu yang sempurna, agar dapat melahirkan, membesarkan dan mendidik anaknya nanti sesuai dengan ajaran para leluhur.
Dalam pada itu anak dalam kandungan Sang Putri bertumbuh terus dan sementara itu pula INANG PENGASUH selalu mengajar dan memberi petunjuk serta bimbingan kepada Sang Putri untuk menhadapi kelahiran sang bayi dan kehidupan selanjutnya.
Setelah berselang beberapa waktu kemudian, pada saat tuminting in siow a si endo ka-siow, wo serap ka-siow, tibalah saatnya Sang Putri ( AMUT E WEWENE) bersalin dan melahirkan `”TO-YA’ANG TUAMA” ( ANAK LAKI-LAKI).
Anak laki-laki itu diberi nama TU’UR E TUAMA.
Persalinan dibimbing oleh INANG KUNTEL, yang memiliki juga pengetahuan sebagai biang (DUKUN BERANAK).
Dikemudian hari TU’UR E TUAMA dikenal pula sebagai TONA’AS WANGKO’ IM BANUA KASENDUKAN dan disebut pula denga nama AMA’ WANGKO yang dikenal juga sebagai APO’ WANGKO IM BANUA.
Anak Sang Putri bertumbuh dengan segar bugar, kuat dan perkasa serta sehat rohani dan jasmani dengan memiliki postur tubuh yang besar dan kekar dan berkarakter seorang pemimpin yang cakap, bijaksana serta sifat-sifat kesahtria yang gagah berani dan berwibawa.
Bila disimak kisah Sang Putri dari Amian yang melahirkan APO’ WANGKO sebelum menikah dapat di kaitkan dengan asal usul nama salah satu suku di Minahasa yang dikenal denga sebutan Tonsea’ atau Se Timou Sea’ yang merupakan salah satu turunan dari putri yang melahirkan sebelum menikah.
Ton-sea’ adalah tempat dimana APO’ WANGKO’ TU’UR E TUAMA dilahirkan oleh APO’ AMUT E WEWENE.
(Menurut kebiasaan di Minahasa, apabilah seorang gadis mengandung diluar nikah akan disebut “ai ca sea’” atau “ada tasala” atau “keliru/salah jalan” dan “laki-laki yang membuat sang gadis jadi hamil” disebut “si sumea si ma-nga-la’un” atau “ yang menyebabkan sigadis salah jalan”.
12. MENEMUKAN JODOH
Berhu bung sang putri tidak memiliki pasangan suami, maka untuk memperoleh keturunan, Inang Pengasuh merasa bahwa Sang Putri perlu menemukan jodoh seorang laki-laki.
Atas dasar pertimbangan dan kebijaksanaan serta petunjuk dari Inang Pengasuh mereka (INANG KUNTEL, INA’ KUNTEL dan TU’UR E TUAMA yang sudah remaja) meninggalkan tempat pemukiman sementara dimana “Anak laki-laki” dilahirkan di kaki gunung KA-LAWAT-AN menujuh arah selatan untuk menemukan calon suami bagi Sang Putri.
Sepanjang jalan yang ditempuh dan dilalui ( LI-NANGKOY-AN), mereka tak pernah menemukan seorang manusia atau seorang lelaki sehingga Sang Putri bersama anak dan Inang Pengasuh yang melewati lereng Gunung Lengko’an (ada juga yang menyebut dan menamakan Li-nangkoy-an e telu Apo’).
Setelah menuruni lereng gunung, mereka tiba di suatu dataran rendah di kaki gunung Lengko’an yang sangat indah dan subur yang dihuni banyak satwa dan ditumbuhi beraneka macam puspa.
Disekeliling tempat itu , terdapat juga banyak tumbuh-tumbuhan dan kayu-kayuan maupun bambu, aren serta simbel dan tewasen (palem dan rumbia), yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan rumah.
Disekitarnya terdapat juga banyak mata air yang merupakan sumber air untuk sungai - sungai yang sangat berguna untuk bercocok tanam di sawah dan di ladang.
Memperhatikan keindahan serta kekayaan alam dan linkungan tersebut, Inang Kuntel, Ina’ Kuntel dan Tu’ur e Tuama menganggap tempat itu sangat ideal untuk dijadikan tempat pemukiman, sehingga mereka memutuskan untuk menetap dan bermukim disitu.
13. BERMUKIM
Setelah berkeliling memjelajahi kaki gunung Lengko’an, mereka menemukan sebuah pohon LA’IDONG raksasa yang tingginya ma-atus-atus- depa (beratus ratus depa), dengan garis tengah pohon berukuran keres-en e ma-pulu-pulu’ touw ( dapat dipeluk oleh beberapa puluh orang).
Pohon La’idong bolong di bagian tengahnya, bolongnya serupa dengan gua berukuran keres-en e ma -pulu-pulu’ en touw, sehingga dapat dijadikan tempat kediaman .
Berhubung mereka belum ada kediaman , mereka bersepakat untuk memanfaatkan gua dalam pohon La-idong itu untuk dijadikan kediaman sementara.
Setelah dibenahi seperlunya dan diisi dengan perlengkapan seadanya, maka Sang Putri serta Anak dan Inang Pengasuhnya, menjadikan pohon itu sebagai tempat kediaman sementara sebelum mereka membangun rumah.
Di dalam pohon La’idong itu, Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel serta Tu’ur e Tuama, hidup bersama dalam suasana rukun dan damai serta bahagia dan sejahtera, sehingga mereka menamakan kediaman serta lingkungan sekitarnya dengan sebutan WANUA KIO-WA, yang diartikan sebagai “ tempat hidup bersama secara rukun damai dan sejahtera”.
Berdasarkan hal itu ada anggapan bahwa orang yang merintis dan mendirikan ( tu-mani’) dan pertama kali mendiami WANUA KIOWA atau desa yang sekarang bernama Kiawa adalah INANG KUNTEL, AMUT E WEWENE( Ina’ Kuntel) dan TU’UR E TUAMA, yang sekaligus dianggap juga merintis ( tu-mani’) TANAH KA-SENDUK-AN.
(Tempat yang konon pernah menjadi tempat bermukim puteri Tonaas Wangko bersama anak dan Inang Pengasuhnya ini secara kebetulan pernah dijadikan los/perkemahan tentara Jepang dan orang Cina Taiwan pada Perang Dunia II).
14. PETUNJUK DARI AMANG KA-SURU-AN
Diceritakan bahwa berhubung Sang Putri belum mendapatkan calon suami, maka Inang Pengasuh bersemedi dan berdoa terus menerus serta melakukan puasa dan pantang untuk menyucikan diri selama 9 hari berturut-turut untuk mohon petunjuk dari Amang Kasuruan agar Sang Putri mendapatkan suami supaya memperoleh ketutunan .
Pada hari ke sembilan Inang Pengasuh mendapat petunjuk melalui tenda-tanda burung Manguni dan memperoleh penglihatan tentang apa yang harus dilakukan.
Dalam penglihatan itu Inang Pengasuh mendapat petunjuk, bahwa apabila dalam keadaan sangat terpaksa, karena alasan sama sekali tidak ada laki-laki lain yang dapat di jadikan suami Sang Putri, maka atas dasar dan pertimbangan untuk kelangsungan hidup dan keturunan, Sang Puteri dapat dikawinkan dengan “anaknya sendiri, yaitu Tu’ur e Tuama”, tetapi harus melaksanakan dan memenuhi 9 syarat dan ketentuan yang sangat berat dan ketat , yang harus dilakukan dengan sempurna, tanpa kekeliruan atau kesalahan apapun.
SEMBILAN SYARAT PERKAWINAN AMUT E WE-WEWENE TU’UR E TUAMA :
Pertama : Selama sembilan hari berturut - turut menerima petunjuk , petuah, nasihat dan pelajaran tentang arti hidup dan keturunan dari Wali’an La’un Dano.
Kedua : Melakukan pemujaan dan doa berantai selama sembilan hari sembilan malam berturut -turut untuk menggumuli dan merenungkan tentang arti kehidupan dan keturunan serta permasalahan yang dihadapi dan mohon tuntunan serta bimbungan maupun petunjuk dari Amang Kasuruan didepan WATU MAKA-SIO-SIOUW di LA’UN DANO.
Ketiga : Mengelilingi KUNTUNG EMPUNG selama sembilan hari sembilan malam ber-
turut - turut dari arah berlawanan dimana AMUT E WEWENE membawah
sepotong TUIS dan TU’UR E TUAMA membawa SARAW sampai TUIS dan
SARAW sampai bertumbuh jadi sama panjang.
Keempat : Berdoa dan bersemedi sambil mengosongkan diri dan hati dari segala cobaan dan dosa serta kesalahan, selama sembilan hari berturut-turut untuk mendapatkan anugerah kemurnian dan kesucian serta kekuatan iman dari Yang Maha Kuasa.
Kelima : Masing - masing membawa sebuah batu ke puncak KENTUR PUSER IN TANA’, sebagai batu ujian dan bukti pengikat cinta kasih antara mereka dan tanda kekuatan sertakesatuan dan kemurnian cinta mereka.
Keenam : Melakukan puasa dan pantang serta berdoa dan melakukan pemujaan selama sembilan hari sembilan malam berturut - turut untuk memperkuat dan memperteguh serta mempererat ikatan tali kasih sayang dan cinta maupun tekad mereka menjadi suami isteri.
Ketujuh : BERNAZAR dan MENGIKRAR JANJI serta SUMPAH SETIA untuk saling mencintai seumur hidup, akan sehidup semati berdua, dibukit Kentur Puser in Tana’, didepan kedua batu yang mereka bawah masing-masing, yang dijadikan “WATU PA-TA’DI-AN”.
Kedelapan : Saling berpandangan dan saling menatap dari jarak sembilan langkah selama sembilan hari dan sembilan malam berturut-turut tanpa bersentuhan.
Kesembilan : Dikawinkan oleh WALI’AN LA’UN DANO di bukit KENTUR PUSER IN TANA pada jam ke sembilan , hari ke sembilan bulan kesembilan.
Dalam pelaksanaan sembilan syarat untuk perkawinan, ternyata bahwa semua syarat dan ketentuan dilaksanakan oleh Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama dengan sempurna.
Bukti terpenuhinya dan terkabulnya permintaan persetujuan Yang Maha Kuasa agar Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama menjadi suami istri yaitu TU’IS dan SARAW yang dibawa serta oleh keduanya telah bertumbuh dan menjadi sama panjang.
Setelah semua persyaratan perkawinan dilaksanakan dan dipenuhi, maka melalui suatu upacara yang sangat hikmat dan sakral AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA dikukuhkan menjadi suami istri dalam perkawinan sah oleh WALI’AN LA’UN DANO.
Sejak dipersatukan sebagai suami isteri dalam perkawinan oleh Wali’an La’un Dano , maka Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama hidup dengan rukun serta saling mencintai dan saling mengasihi serta saling menyayangi seumur hidup mereka.
Dari hasil perkawinan antara Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama, mereka memperoleh anak laki-laki dan perempuan yang banyak serta keturunan cucu, cece sampai cicit yang sangat banyak.
Dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan dan kewibawaan, Inang Wangko Wali’an La’un Dano mengajarkan dan mengatur kehidupan dan penghidupan serta pengetahuan maupun tata cara bermasyarakat kepada anak dan cucu-cece-cicit- dari Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama sesuai dengan adat istiadat dan tradisi leluhurnya yang dikembangkan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta keadaan alam dan lingkungan sekitar mereka bermukim.
Semua keturunan Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama hidup dengan rukun dan damai serta menikmati kesenangan hidup, maupun merasakan kebahagiaan dan kesentosaan karena anak cucu dan cece serta cicitnya diliputi oleh ketenteraman dan keadilan serta kemakmuran.
AKHIR HIDUP AMUT E WE -WENE , TU’UR E TUAMA DAN INANG KUNTEL.
Setelah lanjut usianya Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama meninggal dunia, dimakamkan diperkebunan La’un Dano, pusara mereka ditandai oleh sebuah nisan yang disebut :
“ PA - TU’USAN I LOWENG E “
APO’ E KIOWA
AMUT E WEWENE
WO SI
TU’UR E TUAMA
Inang Kuntel menghilang secara misterius dan tak diketahui kapan meninggal dan dimana dikuburkan.
Dari ungkapan - ungkapan dan penuturan serta cerita - cerita yang beraneka ragam tentang Walian La’un Dano, Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud sebagai :
INANG KUNTEL atau INANG WANKO’ atau INANG WAWA atau WALI’AN LA’UN DANO atau MAKAEMA’ IN SOMPOI dapat disamakan dengan legenda APO’ KAREMA.
INA’ KUNTEL atau INA’ AMIAN atau INA’ LUMILI’US atau INA’ RUMURU’UT, atau INA’ LUMUKUTO atau AMUT E WEWENE atau APO’ AMIAN dapat disamakan dengan legenda APO’ LUMIMU’UT.
TU’UR E TUAMA atau AMA’ WANGKO’ atau TONA’AS WANGKO IM BANUA KA-SENDUKA-N dapat disamakan dengan legenda APO’ TOAR.
II. WANUA KIOWA
ASAL USUL WANUA KIOWA
Konon misteri asal usul ceritera berdirinya WANUA KIOWA erat kaitannya dengan peristiwa tibanya WALI’AN LA’UN DANO bersama AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA di kaki gunung Lengko’an.
Saat mereka menemukan tempat (lesar) berdirinya sebatang pohon raksasa LA’IDONG ,adalah merupakan proses dimulainya pembentukan WANUA KIOWA.
1. TI - NANI’AN IM - BANUA KIOWA.
Pada waktu Wali’an La’un Dano serta Amut e We-wene dan Tu’ur e Tuama sepakat untuk bermukim pada “lesar” disekitar pohon La’idong, maka Wali’an La’un Dano minta petunjuk dari Amang Ka - suru - an , apakah lesar yang mereka temukan diperkenankan untuk dijadikan pemukiman atau tidak.
Permohonan petunjuk itu dilakukan dengan mendengarkan tanda - tanda melalui bunyi suara
lu - me - lempar (tu - me - telew) WARA’ :
SI - SISIL - EN AN DORO’ ING KE ERE “ LESAR “ TO’OR-AN IM BANUA WO-M BATU INDON “TUMO - TOWA” IM BANUA KIOWA.
Ririor in tumani’ im banua, si Wali’an La’un Dano wo si Apo’ Amut e Wewene wo si Apo’
Tu’ur e Tuama, me-rayo-rayo i ngaran i Amang Ka-suru-an, si Maka-kawasa ing ka-
wasa wasa im baya waya ang ka-yo’ba’an wo n o-omba’an, wo mowey, wo ma-ngale- ngaley,
wo ma winson, wo ma-nani torona i mere “ lesar “ to’or-an im banua wo-m batu indon
Tumo-towa, wo en tundek-an wo m pasek-an im batu “Tumo-towa” im banua Kiowa, siouw
oras wo siouw nga-wengi.
Ma-lekep-ako sera me-rayo-rayo wo ma-owey wo ma-ngale-ngaley, wo ma-winson, wo ma-nani, wo sera tu-mo’tol mema’ im peli’i asi endo ka-tare, ya sera mema’ peli’i tu’us ing ka-sale-sale’an wong ka-aruy-an in tu-mani’ in “ lesar weru “, ya m peli’i i-itu ya ay pokol era ko’ko’ kelang, tu’us ing ka-le’nas-an i nate era en tu-mani’ im-banua.
Maka-ema’ mako im peli’i sera, wo sera lu-minga wara’ lo’or, am-pa’pa’an in-ni’itu wo sera su-moring. Asi tu-minting maka-siouw a si wengi i-itu sowat-en-no en soring era “in tenge na i wara’ lowas maka-pitu kete maka-pitu ”, si’tuo si wara’ “ Lesar Weru “, si tenge-na i-itu ya ni’itu ya wi-nean-no may tu’us sera am bisa e lesar to’or-an im banua.
Asi wengi i-itu sera ay paka wali in tengena i wara mange asi esa lesar, wo asi lesar i-itu sera wean tu’us in tenge-na i wara’ lowas maka-pitu wo kete ma-kasa, sapa oka si lesar i-itu ya ro’ona to’oran im banua weru.
Mando may a si endo ka-ruwa, wo sera mema’ ka’ay peli’i, wo ku-mawus-ako i mema’ peli’i, tumo’tolo sera maras in lesar to’or-an im banua weru.
Ka-telu-an ngando luminga ka’ay “in tenge na i wara’ lowas makapat wo ke’ke’ makapat” sera, si’tuo en tu’us I wara’ I Tumo-towa, wo i paka-wali mange i tenge-na i wara’ i-itu an-do’kos i songkel atau Sonder wo sera ma-ilek im batu wangun pa-ema’an Tumo-towa.
A si endo ka-telu sera, mema’ ka’ay peli’i, wo ku-mawus ako in iitu wo enet-en erao ka’ay i mutul wo maler sapa si tu’tulen an tu-moro in tulir-an in tu-mo-towa.
Maka wutul-ako wo maka-aler-ako in i-itu sera wo sera ka’ay luminga wara, sumoring o sera wo sowaten “ in tenge na i wara’ lowas makapat wo ke’ke’ makasa”, ya “si’tuo tu’us i wara’ in do’nao indon em batu Tumo-towa. Asi wengi ke’ i-itu sera i paka-wali in tenge-na i-wara’ mange asi esa watu ro’ona ema’an Tumo-towa an tembir in doyongan Ro’kos i Songkel (ro’kos i Sonder), wo tu’usan era in tawa’ang e maka-li’cir si watu i-itu.
A si endo ka-epat, mangeo wutul-en wo aler-an era si watu indon Tumo-towa. Si watu ti-nu’us-san era, ya wutul-wutul “Wangun wo Lo’or wo Keter” pa indon watu “Tumo - towa”.
Pokey-an era si i-itu, “sapaka ko, ya watu, sinisir e apo-apo ma-muali Tumotowa wo Tundek im banua ami”
Ma-endo may asi endo ka-lima sera mema-ka’ay pelii’ an tumoro i ma-sale-sale’ wineano watu Tumo-towa.
Ma-wengi ka’ay may sera sumoring , wo luminga wara’, sowaten “in tengena i wara’ kic ma-kasa” tu’us in ro’nao sera maler im pak-kasa se-tawoyen an tumoro im batu indon Tu-motowa.
Ma-endo may asi endo ka-enem, sera ya mindo-o roko’ pa-solong-an i saput im batu indon Tumo-towa,wo mange era saput-en in doko’ si watu iitu, wo sera mema’ka’ay peli’i.
Asi wengina kumi’it -ay , ku-mukuk-o si co’kok reindang in tumawi mando, lingan era en “tenge-na ing kukuk i co’kok reindang i-itu” ya “kukuk maka-sio--siouw”,wo i paka-wali in tengena asi lesar to’oran in Tumo-towa sera.
Ma-endo may asi endo ka-pitu sera wo sera mema’ peli’i, wo sera ku-mali in usew-an in Tumo-towa im banua Kiowa.
May i mawengi miyo sera ma’ali siouw rere tono am pa-soring-an wo luminga ka’ay wara’ wo sowaten “in tenge na i wara’ lowaas makapat ke’ke’ makapat wo kete makasa”, sanga tenge i wara’ i lentu’ era rere tono, wo i pumpun era ang kure’ , se rere ma tela’uw mange era i pasek a maka-li’cir si watu indon Tumo-towa, ni’indo po-keter im batu Tumo-towa, wo “se lentu’ ni dere tono ay pumpun ang kure’ pa’lin ange am bale, en iitu ya i usew oka ang karapi in Tumo-towa, sa tu-mani’ o im banua”.
Mando na may asi endo ka-walu, sera mema’ peli’i wo sera am batu indon Tumo-towa, wo yindo era ka’ay roko’ reindang wo i solong era am batu indon Tumo-towa, tanu ay saput im batu indon Tumo-towa.
Ru-mayo wo mowey wo ma-ngaley asi Amang Ka-suru-an, wo sera ka’ay minson wo nu-mani eng kina-ki’tan-o e makere o watu indon Tumo-towa.
Asi wengina miyo’ iitu, sumoring-o sera wo sowaten “in tenge-na i wara’ i manguni maka-sio-siouw”, tu’us i maka leke-lekep-o wo ni-maka lenu-lenu’ o waya n tu-mena i watu Tumo-towa i’itu.
A si endo ka-siouw mema’ ka’ay peli’i sera am batu indon Tumu-towa, wo sera ru-mayo i ngaran i Amang Ka-suru-an, wo ka’ay mowey, wo ma-ngaley ka-aruy-an, ka-elur-an, ka-lo’or-an, ka-keter-an, wo sera ka’ay minson wo nu-mani i paka wengi-wengi.
E ni malekep-o en ta’ar e ma’tua, ya sera mento’oka ka’ay endo sama’ e musew in Tumo-towa won Tumani’im banua Kiowa.
SI-SISIL-EN ING KE TANI’ IM BANUA KIOWA, YA TANU SI ANIYO’:
1) Tu-mo’tol im ba-wangun-en an-tu-moro in lesar weru ento’an nera, ya si Wali’an La’un Dano me-wali-wali wo se Amut e We-wene wo si Tu’ur E Tuama, ya mowey-o karu’ asi Amang Ka-su-ru-an si Kuma-kawasa-ing ka-kawasa-an im baya-waya ang ka-yo’ba’an won o-omba’an.
Ku-mawus-ako i-mowey, si Wali’an La’un Dano, ya su-moring wara’, a miyo’ m batu MA-KA-SIO-SIOUW an La’un Dano.
Wo karu’ si Wali’an La’un Dano sowat-en i wara’ in tenge-na “ mangun-i ma-ka siouw i’itu ya karu’ re’en tu’us in do’na-o sera tu-mani’wo mangun im banua ento’an era. En ta’an mande kine ki-na-en-an-o, ya sera musti lumekep se tu-turu’ wo se a’ator-en an-tumena im pa-perenta i Ca-sur-an, tanu we-weer era asi Ca-suru-an.
Tanu tu’us in da-rayo era a si Empung Wailan sera tu-ma’an litag an talun wo sera su-mepa
“siouw asu in talun” tu’tul-en mma-muali ra-rages-en.
Ka-tare-tare pokol-en era en siouw ro’kos e asu wo i cali era an-darem in tana’, ma-muali
tu’us ing ka-le’nas-an wong ka-aruy-an wong ka-wangun-an wong ka-elur-an im banua
weru wangun-en era.
Ku-marua, indon era en “siouw ate e asu” wo siwon era akar i ma-roro’ wo siwon era wo
i y-omper era me-wali-wali in tu’tu’ wene’ ing ka-tana’an ni-empar, tu’us i n-upus era asi
Amang Wangko’ an de-reges-an.
Ku-matelu, sera ru-mages i n-owak e siouw asu i-itu, ma-muali tanu ra-rayo era an tu-
moro ing ki-na-en-an-o em pa-gile-ngilek-en era asi Amang Ka-suru-an.
Ku-mawus ako i-ni’itu sera mema’ peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali, tanu tu’us ing ka-
Sale-sale’an wong ka-esa-an i nate wom pa-wasa-wasa-n wom pa-ngimba-ngimbali-an era
an tu-moro im ba-wa-ngun-en wanua weru.
En tico’o ti-nu’tul era, ya keli reka’na pa’pa’an ayo ma-esa en sera’ si-niwo, a-wean pongkor,
kosey, pilek, peret won sapa-sapa ka-rapi in tu’tu’ ta’pe’ keli, ni-nono waya, wo lekep-en
ka’ay mi-yo’ i n-elep-en upe’ weru.
2) As endo ku-mi’it-ay si Wali’an La’un Dano lu-minga tenge “kukuk i co’ko’ laka’ reindang Ma-ka-sio-siow”, tu’us lo’or ani sera, am-pa’pa’an si co’ko’ laka’ reindang ya ma-tu’us kine karu’ ing ka-keter-an im pa-ngile-ngilek-en era in tulir-an im banua weru.
Am pa’pa’an i ni’itu wo sera ka’ay ca ma-ento-ento’ ma’ngale-ngaley, ma-ngilek-ngilek kamang wo keter wo ka-sama’an en tumani’ im banua.
Tanu tu’us ing ka-sale’an era, wo sera tu-mangka’ “siouw sapi ing ku’ung” , tu’tul-en era ka’ay se-siouw tu’a i-itu, ma-muali ra-rages an-tu-moro ing ka-keter-an im-banua weru.
Ro’kos e siouw sapi, pi-nokol era tanu pu’is, wo i cali era an-darem in tana’, ma-muali tanu tu’us ing ka-keter-an im banua weru.
Siouw ate e sapi ay cesot era, wo siwon ema’an o-omper ka-rapi in-siouw nga-empar tu’tu’.
E nowa’na e siouw sapi, i rages era tanu we-we’e wo we-weer era asi Amang Ka-suru-an.
Ma-lekep-ako sera ru-mages, wo sera mema’ ka’ay peli’i, wo me-rengkom me-wali-wali.
3) Mando may sera ma-ngale-ngaley ka’ay a si Amang Ka-suru-an. Ma-lekep-ako e ni’tu ya sia tu-mongkey siow ngatuur wulu’ud, ya m bulu’ud i-itu ti-nongkey wo pinokol-na, ta’an ra’ca ma-pake sondang, en ta’an a-salo pi-na-lentu’ wo pi-na-pi’as na ing kama ay pa-ka tu’ur-tu-ur wo pi-na-ka tempo-tempok, ya sesiouw nga tempok wulu’ud i’itu ya ni-ema’ kine karu’ wo-woley .
Ma-ka indo mako in siouw wo-wo-ley wulu’ud, ya sia ma-ngilek ka’ay keter wo peli’i imbo-woley siouw asi Amang Ka-suru-an.
Ma-lekep ako i ni’itu, ya sia mindo may im bulu’ud esa sia wo i pa paso-pasot na ma-ka-siouw an siouw weren-na deges, akar ing ku-mawus se siouw wo-woley, woma-lekep ako ema-paso-pasot se siouw wo-woley, ya sia ka’ay ru-mayo i ngaran i Ka-suru-an,wo lentu-lentu’un na ka-ay siouw nga lentu’ em pa-ka-sa im bo-woley.
Mayo i-ma-wengi-o, si Wali’an La’un Dano su-moring-o ka’ay “Wara’” wengi, wo tu-tuminting-o ma-ka-siouw im bengi, sia lu-minga in tenge-na in so-sowat i tu-me-telew wara’, sanga tenge, i karot na ka’ay sanga karot nam bo-woley.
Pa-ka-sa in tenge na i tu-me-telew wara’ ya” pitu nga-atus” kine, ya en-tenge na i wara’ yakeli-an kemu-na wo reka’na, ku-mi’it ing keli tu-tu-ru’ wo ta’ar ay pa we’e i AmangKasuruan.
Am pa’pa’an en tenge na i wara’ pitu nga-atus, ane eng karot am bo-woley ya pitu nga-atus ka’ay, wo se siouw wo-woley i’itu ya lentu’en na ka’ay pitu nga-atus nga-lentu’, wo i-ema’era waya se pitu nga-tu’us nga-lentu’ im bo-woley wulu’ud.
Si ‘tuo si tu’us im pa wutul-en-o e Apo-apo’ en lesar weru, ane sera tu-mo’tolo maras in dukut woo se ka-kayun wo ku-me’is se sincela’ ma-kala-kala’ an lesar.
Ku-mawus ako i-ni’itu, wo sera mema’ ka’ay ra-rages, tanu ra-rayo asi Ca-suru-an.
Ra-rages i-itu, ya “siouw rusa” si-nicop era im be-wentir.
“Siouw ro’kos e rusa i-itu, pi-nokol era ka’ay, wo i cali era an-darem in tana’, ma-muali tanu po-lekep in ta’ar.
Ate e siouw rusa ay cesot era wo siwon ma-muali o-omper ka-rapi in siouw nga-empar tu’tu’ tanu we-we’e a se an de-reges-an.
Owa’na e siouw rusa i-rages era asi Amang Ka-suru-an.
Ma-lekep ako e ni’itu, wo sera ka’ay mema’ peli’i wo me-rengkom me-wali-wali.
4) Ma-endo may si Wali’an La’un Dano su-moring ka’ay wara’ i n-endo, maka telu nga-atus kine. Sowat-en-o i wara’ siya maka pitu nga-atus ka’ay tenge na, tu’us i ni-maka leke-lekep-o kine karu’ wo ki-na-ki’it-an-o karu’ em pa-ngile-ngilek-en era.
Ma-endo may sera tu-mangka’ siouw kuse wo i rages era, tanu ma-muali tu’us wo me’e
ma-ka-pulu-pulu’ sama’ a si Amang Ka-suru-an am-pa’an li-linga-na sa-lalu em pa-
ngilek-en era.
Siouw ro’kos e “kuse”, pi-nokol era wo i cali era an-darem in tana’, tanu tu’us ing ki-na-ki’
it-an-o em-pa-ngile-ngilek-en era.
E nate e siouw kuse, ni-indo era wo siwon ma-muali omper won siouw tu’utu’ ni-empar.
Pa-kasa in nowa’na e “siouw kuse” i rages era waya asi Amang Ka-suru-an.
Maka rages ako sera, wo ka’ay mema’ peli’i wo me-rengkom ka’ay me-wali-wali.
5) Ma-wengi na mio’, sera lu-minga ka’ay in tenge-na i wara’ “lowas ma-kapat wo ke’ke’ ma-kapat” ka’ay, ya e ni’tu ya tu’us i-ma-ka-lenu’ o en lesar ento’an nera.
Wo ma-endo-may mindo-o siouw “wolay” tanu si-na’ket-an im pu’is, ma-tu’us kine ing ka-sama’an”, ya se wolay ya pi-nokol e-ra en do’kos wo i ti’is e-ra e- nenda’ a nowak e wolay me-wali-wali akar i ma-ka-ti’i-ti’is waya e nenda’ sisi-nempung era an siouw takoy im po’po’ wangker.
Ya e nenda’ si-nempung an-takoy, ya ay pe’pes e-ra lu-mendong in lesar ento’an-era.
Siouw ro’kos e wolay, i cali era an-darem in tana’ , po-tu’us ing ka-aruy-an im banua.
Siouw ate e wolay, si-niwo era ma-muali welet wo i-omper era me-wali-wali in siouw empar tu’tu, we-welet ase an de-reges-an.
Siouw owa’na e wolay i rages era asi Amang Ka-suru-an Wangko’
Ku-mawus ako i ni’itu sera mema’ ka’ay peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali.
6) Wo ma-wengi-na ka’ay su-moring ka’ay sia, wo sowat-en i wara’ in “lowas ma-kapat, wo-kete’ ma-kasa”, tu’us i ma-ka-lutu-lutu’ o em pa-ngile-ngilek-en nera an-tu-moro in lesar weru ento’an-era.
Asi ma-mo’ndo may, sera mindo ka’ay siouw wio’o songkay, ya se siouw wio’o sonkay i’itu ya i rages era me-wali-wali akar i ma-ka’pu waya.
Ro’kos e siouw Wio’o Songkay i cali era ka’ay an darem in tana’
Ate e siouw Wio’o songkay, si-niwo era ma-muali omper ka-rapi in siouw empar tu’tu’.
Pa-kasa se siouw owa’na e wio’o songkay i rages era an-tu-moro in da-rayo wo we-weer asi
Amang Ka-suru-an.
Ma-lekep ako en du-mages, sera mema’ peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali.
7) Maya’o mange pira nga-tinting sera lu-minga tenge-na en ta’an si tenge na “ im wara’ tu-mo-towa”, ya re’ipe’ ay pa-pa-linga, ane su-moring-e’ ka’ay sia asi endo ka-siouw, tu-minting ka-ka-siouw, wo sowat-en i wara’ in tenge : LOWAS MA-KAPAT WO KE’KE’ MA-KASA, si ‘tuo si WARA’ IN TU-MO-TOWA.
Si wara’itu, ya karu’ si ma tu’us in do’na-o sera tu-mo’tol mangun im banua, wo ro’ona
o angen em batu indon Tumo-towa.
Ma-ka-linga mako im wara’ i tu-mo-towa, wo sera ka’ay ru-mayo i ngaran i Amang
Ka-suru-an, am-pa’pa’an ke-na-ki’itan-o waya eng ka-sale’an era an-tumena in lesar
ento’an era.
Wo’ndo-wo’ndo pe’ keli sera, mange-o mindo im batu tu-mo-towa an tembir im pa-lemboyan in dano Ro’kos i Songkel.
Ya si watu tu-mo-towa i’itu ya siouw nga lepet im pa-lara ing kama e touw, ya e ni’itu ya
pute ing kalambot in telu nga siku ing kama.
Tu’us ing ka-eman-an era, sera ka’ay mindo ra-rages siouwKa-lowat-an.
Ro’kos e siouw ka-wayo i cali era ka’ay an darem in tana’, tu’us kine ing ka-lo’or-an im banua wangun-en era.
E n-ate e siouw ka-wayo si-niwo ma-muali welet ka-rapi in siouw ngmpar tu’tu’ wene’.
Ra-rages ni-ema era ya siouw owa’na e ka-wayo, pa-tu’us-an ing ka-upus-an wong ka-eman-an era asi Empung Wa’ilan Wangko’.
Ku-mawus ako in du-mages, sera mema’ peli’i wo ru-mengkom ka’ay me-wali-wali.
8) Ku-mi’it i ni’itu , sera ku-me’il kali-an ma-ka-siouw in sicu-na ing kama tundek-an im batu Tu-mo-towa.
Ma-ka-endo-may sera tu-mangka’ siouw tu’a, wo se siouw tu’a i’itu ya pokol-en era en do’kos,wo e nenda’ era ay pa-pe’pes wo ay pa-rames era ka’ay ma-ka-lendong in lesar ento’an era.
Wo sera mindo-o kure’ wangker telu nga sicu eng karangka’ wo saput-en nera in laka reindang, wo em ba’-ba’na wi-na’kes in laka wuring, ya si kure’ ya’na ya pumpun-an in siouw ro’kos e tu’a, mayo eng kure’ pi-numpun-an se siouw ro’kos s tu’a, ya i loweng era asi ki-nali-an ki-ne’il era, wo awu-an nera, telu nga sicu.
Mayo karu’ em batu Tu-mo-towa ya i pumpun-era asi ki-nali-an i’itu, ay wawo an-dangka’in li-noweng-an ing kure’ pi-numpun-an in siouw ro’kos e tu’a tanu sawel im pu’is ku-ma’pa si-na’ket-an im pu’is, tu’us ing ka-keter-an wong ka wa-rani-an.
Wo ku-mawus-ako i ni’itu sera ku-me’il ka’ay kali-an ma-ka-re’kos in tundek-an im batu Tu-mo-towa, ya si ki-nali-an i’itu, ya pumpun-an karu’ se-siouw wo-woley wulu’ud li-nentu’o pitu nga-tus , ya se siouw wo-woley linteu’o pitu nga-atus i’itu ya, ki-narot-an in tenge pitu nga-atus i wara’ ay loweng asi ki-nali-an i’itu, se lentu’ i’itu ya tu’us ing ka-aruy-an, kalo’or-an, wong ka-elur-an wo im pakasa se kamang kekelian pa-wa’bar-ay i Amang Ka-suru-an ase Touw mento’ am banua tani’en.
Maka usew ako im batu Tu-mo-towa sera, wo i kali era ka’ay miyo’ an tembir im batu Tumo-towa eng kure’ pinumpun-an in lentu’ rere tono tu’us in tenge-na lowas makapat wo ke’ke’ makapat wo kete makasa, tanu po-lawang se ma’tate in lewo’ wo ng ka-wangkur-an.
Ma-lekep ako waya se tawoy-en ni’itu, ya e nowak e “tu’a”a ya i rages era, tanu kine me’emaka-pulu-pulu’ sama’ am-pa’pa’an im be-we’e wong kamang ay we’e i Amang Ka-suru-an a ni sera, wo tanu ka’aypo-lekep in ta’ar wong ka-ki’itan era am pa-eman-en wong ka-sama’an im banua weru, we-we’e i Empung Wa’ilan Wangko, si Amang Ka-suru-an ni-mema’ im baya-waya.
Mayo en siouw ate e tu’a si-niwo era wo i-omper ka-rapi in siouw tu’tu’ ni-empar.
Pa-kasa i n-owak e siouw tu’a, i rages era waya, tanu ra-rayo wo we-we’e maka pulu-pulu’ sama asi mema’ im baya waya.
Maka’pu mako en da-rages-an, wo sera ka’ay mema’ peli’i, wo ru-mengkom me-wali-wali.
A si wengi i’itu ka’ay sia su-moring wo luminga in so-sowat i wara’ , ya karu “ kic ma-ka-sio-siouw”.
Ya en tenge so-sowat i’itu ya ma-tu’us karu’ kine, ya si tu-mo-towa wo se pu’is ku-ma’pa sawel im pu’is wo se welet wo se pa-kasa i rages ku-ma’pa i cali wo i loweng an tundek-an in tu-mo-towa, y a keter keli wo uli-ulit keter.
Wo karu’ sera minson, im bi-winson-en pa winson ing an-tu-moro ing ka-wangun-an wong ka-ka-wasa-ka-wasa-an wong ka-upu-upus-an i Amang Ka-suru-an.
Wi-winson-en ni’itu ya ni-ema’ era siouw nga-tinting, ni-ema’ men-san-sawel-an.
9) Ku-musi’ i ni’itu ya si Wa-li’an La’un Dano su-moring ka’ay wo sowat-en i wara’ in tenge “mangun-i ma-ka- sio-siouw”
Tenge na i wara’ “ mangun-i ma-ka sio-siouw”, ya e ni’tu ya si tu’us lu-mo’o-lo’or wo
lu-meke-lekep wo lu-me’na-le’nas am pa-kasa-kasa se tu’us pa we’e i wara’.
Tu-mo’tol adi-endo i’itu, ya i pasek-o miyo’ i Wali’an La’un Dano e ngaran im banua ya’na ya pa-tu’ulen im BANUA KIOWA, ku-mi’it in-ay-ngaran era asi tampa pi-na-ento’an era ka-tare asi kayu La’idong.
Si-endo itu ka’ay, sera ru-me’ba “siouw wawi ka lo’bo-lo’boy-na” i rages.
Ro’kos e siouw wawi lo’boy i-itu i cali era ka’ay an darem in tana’, tanu tu’tu’us i ma-ka leke-lekep-o em pa-ngimba-ngimbali-an wo m pa-ngale-ngaley-en era asi Amang Ka-suru-an Wangko’.
Ate na e siouw wawi lo’boy si niwo era ma-muali omper ka-rapi in siouw tu’tu’ ni-empar.
Owa’na e siouw wawi lo’boy i rages era an-tu-moro i me’e maka pulu-pulu’ sama’ wo ra-rayo asi Amanh Ka-suru-an Wangko’.
Le-lekep in i-itu sera mema’ peli’i wangker, wo ru-mengkom me-wali-wali, pa-kasa ing ka-kan-en wo n e-elep-en ki-na’ka’pu era waya.
Wo sera ka’ay mowey wo minson wo nu-mani, ma-rayo-rayo i ngaran i mema’ im baya, wo se waya-waya we-we’e-Na ani sera.
Kusi-kusi’ im baya waya, sera ka’ay me’e ma-ka-pulu-pulu’sama’ asi Amang Ka-suru-an.
Si’tu en tu’us sapa ka em banua Kiowa anio’ ya ma-ka lenu-lenu’o wo ma-ka le-ke-lekep-o en cu-mi’it in ta’ar e Apo’-Apo’ wo lu-mebe-lebe si Amang Ka-suru-an.
Wo sera su-make an licur e ka-wayo wo me-li’ci-li’cir akar i maka-siouw ng-purengkey im banua paka-tani’in pe weru ang-ka-rapi i me-ngere-ngeret, ma-sale-sale’ waya me-rayo-rayo i ngaran i Amang Ka-suru-an Wangko’.
TAM-BISA E MA-TU’TUL IN TU-MO-TOWA TA-NI’TU KA’AY MA’TU’TUL IN TOY TOUW.
Misteri berdirinya Wanua Kiowa tercermin pada hubungan Wali’an La’un Dano dengan Kolane e Wara’ sebagai penghubung yang di utus oleh Amang Kasuruan sebagai penolong manusia pertama di Tana’ Ka -senduk-an.
Secara de facto, sejarah berdirinya WANUA KIOWA mulai di perhitungkan sejak WALI’AN LA’UN DANO , AMUT e WEWENE dan TU’UR e TUAMA untuk pertama kalinya mendiami dan menamakan “ GUA BESAR di dalam pohon raksasa LA’IDONG bersama seluruh alam lingkungan sekitarnya” dengan sebutan nama :
WANUA K I O W A .
Sebutan nama W A N U A K I O W A , adalah pemberian WALI’AN LA’UN DANO.
WANUA KIOWA berarti “ TEMPAT HIDUP BERSAMA SECARA RUKUN DAMAI, AMAN SENTOSA DAN SEJAHTERA.”
WANUA KIOWA didirikan oleh WALI’AN LA’UN DANO bersama AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA.
*** Berdirinya WANUA KIOWA ditandai dan dibuktikan dengan beberapa TOY-TOUW dan TU-MO-TOWA yang bertebaran disekeliling Wanua Kiowa antara lainnya di Pa-wowong-en, R’kos i Songkel dan disekitar LA-LANDANG-AN (sekarang dikenal dengan perkebunan Kurungan dan Simbel) disebelah Timur, sondek Aret membentang ke barat sampai di Pa-raran-en.
*** Pada mulanya La-landang-an digunakan dan diperuntukkan untuk di jadikan sebagai tempat penghukuman dan kurungan (PI-NEKU’AN) bagi Roh-roh Jahat maupun Para Penjahat yang dijadikan sebagai tumbal berdirinya Wanua Kiowa oleh Wali’an La’un Dano.
*** Konon menurut ceritera ada sembilan (SIOUW) TOY TOUW dan SIOUW TUMO-TOWA yang ditempatkan mulai dari unjung timur sampai di unjung barat Ambar Wanua Kiowa, namun yang tersisa hanya beberapa buah.
*** TOY TOUW dan TUMO-TOWA yang pertama dibuat dan ditanam langsung oleh WALI’AN LA’UN DANO terletak di La’idong.
*** Penempatan Siouw Toy Touw dilakukan secara bertahap dengan perhitungan setiap tahap selama maka-sio-siouw atau SIOUW NGA-TA’UN LU-MEPET MA-KA-SIOUW WO LU-MEPET SIOUW (kurang lebih 9 x 9 tahun x 9 tahap).
*** Tahapan penempatan Toy Touw, dilakukan sesuai dengan perkiraan bahwa seorang manusia mencapai sebutan sebagai PURU’NA IN TOUW pada usia 81 tahun.
*** Pentahapan penempatan Toy Touw dimaksudkan juga sebagai pertanda tingkatan sembilan generasi besar Kiowa atau SIOUW NGA-LEPET TA-RANAK WANGKO’ ING KA-SENDUK-AN KIOWA.
*** Sebagai tancapan dan batu dasar berdirinya Wanua Kiowa ,dibuatlah ‘TUNDEK’ won ‘SENDI’ im Banua (Pancangan dan batu dasar Pemukiman), yaitu WATU-TU-MO-TOWA SENDANG-AN diunjung sebelah timur WANUA dan WATU TU-MO-TOWA TA-LICUR-AN diunjung sebelah barat Wanua.
Penempatan dua batu Tu-mo-towa diunjung Timur dan Barat pemukiman, mengikuti arah terbitnya dan terbenamnya Matahari.
*** TAWA’ANG PO-TEIR ditanam ditengah-tengah dan didelapan penjuru mata angi pemukiman.
TAWA’ANG PO-TEIR adalah pelindung atau pemagar supaya terhindar dari serangan marabahaya atau malapetaka dan musibah.
2. MASYARAKAT KA-SENDUK-AN KIOWA.
Paham hidup Ka-senduk-an yang dianut masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, adalah suatu paham kehidupan yang percaya tentang kebahagian , baik didunia yang fana (KA-YO’BA’AN) maupun di alam yang baka (O-OMBA’AN).
Ka-senduk-an berarti kehidupan yang rukun dan damai, tenteram, dan sentosa, adil makmur dan sejahtera, bahagia rohani dan jasmani.
Paham Ka-senduk-an itu diajarkan oleh Wali’an La’un Dano, kepada masyarakat Ka-senduk-an.
Para pemukim yang pertama-tama mendiami Wanua Kiowa, adalah “orang-orang yang hidup bersama, secara rukun dan damai”, sesuai dengan “paham hidup Ka-senduk-an.”
Menurut para penutur tua bila diartikan secara mendalam dan luas, makna kata “Kio-wa” yang terdiri dari dua suku kata, memiliki pengertian yang sama dengan “hidup bersama, rukun damai” (konon kata Kiowa berasal dari dua suku kata dari suatu bahasa tua, yang konon diperkirakan kemungkinan besar berasal dari bahasa Jepang, yang oleh para leluhur dikenal dengan sebutan negeri Amian).
*Pada tahun 1991 dua orang teknisi Jepang (karyawan pabrik mesin rokok JAPAN TOBACCO dari Tokyo yang meng-instal/merakit mesin Pabrik Rokok Kretek KIR “MANDALA” yang dibeli dari JAPAN TOBACCO, menjelaskan bahwa dalam bahasa Jepang “KYO-WA” berarti “hidup bersama, rukun dan damai).
Paham hidup Ka-senduk-an, adalah suatu paham yang mengajarkan tentang kebahagiaan rohani dan jasmani.
Dalam semangat kebersamaan dan rasa solidaritas serta kekeluargaan, mereka membentuk suatu komunitas Masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
Komunitas masyarakat yang pertama itu, adalah keturunan dari TA-RANAK I APO’ AMUT E WEWENE WO SI APO’ TU’UR E TUAMA, yang dipimpin langsung oleh WALI’AN LA’UN DANO.
Untuk membentuk suatu masyarakat yang hidup dengan paham Ka-senduk-an , Wali’an La’un Dano, memberikan contoh dan teladan, dengan mengajarkan kepada masyarakat, tentang adat istiadat, tradisi serta norma-norma dan kaidah-kaidah kehidupan Ka-senduk-an.
Dibawah bimbingan, binaan, didikkan dan ajaran dari Wali’an La’un Dano, masyarakat Ka-senduk-an Kiowa mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang luas tentang kehidupan Ma-ando.
Ma-palus adalah paham yang mengajarkan tentang kehidupan yang berazaskan kekeluargaan, kebersamaan dan solidaritas.
Ilmu dan pengetahuan tentang kehidupan Ma-ando disebut “TICOY-NA IN TO-TOUW-AN MA-ANDO” yang berarti “Pola Hidup Ma-ando”, yang bersumber dari filosofi pemikiran luas tentang arti kata “ANDO”, yang secara harafiah berarti “KEBERSAMAAN atau SOLIDARITAS”.
“MEM-PA-ANDO-AN” memiliki arti kata dan pengertian yang sangat dalam dan luas, sebab apabila kata ini digunakan sebagai perumpamaan atau kiasan, maka artinya dapat diterjemahkan dalam pengertian yang sangat luas dan dalam isi dan maknanya, yaitu :
“ MEM-BEM-BEAN”
yang berarti
“SALING MEMBERI DAN SALING MENERIMA”
“Saling memberi dan saling menerima” dapat dikembangkan lagi dengan pengertian, saling menolong (men-tun-tulung-an), saling membantu (men-sen-sembong-an), saling mencintai (meng-geng-genang-an), saling mengasihi (me-upu-upus-an), saling menyayangi , saling menopang (men-ton-tombol-an), men-tan-tawang-an, ma-sawa-sawang-an, ma-le’o-le’os-an, saling kerjasama, saling percaya (ma-ema-eman-an), dll. Sehingga dengan dasar saling memberi dan saling menerima serta pengertian luas, maka masyarakat Ka-senduk-an dapat hidup dalam iklim “kebersamaan” atau “solidaritas” atau “gotong royong” yaitu”MA-ANDO”.
Masyarakatnya hidup rukun, aman, damai dan sentosa serta berbudi luhur, berkpribadian, berakhlak serta berprilaku sopan santun, tertata rapih dan teratur.
Mereka bekerja dengan penuh semangat, bergairah, rajin, ulet, tabah, tekun, sabar, telaten, trampil, cekatan serta penuh kesungguhan, keyakinan dan tanggung jawab untuk keperluan serta kebutuhan kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup keluarganya.
Dalam suka dan duka, susah dan senang mereka hidup dalam kebersamaan serta tolong menolong dalam melakukan apa saja yang perlu dikerjakan bersama .
Masyarakatnya sangat menjunjung tinggi norma-norma hidup MA-ANDO sesuai ajaran leluhurnya.
Mereka membangun dan membuat saluran irigasi, jalan -jalan serta mendirikan bangunan-bangunan dan mengolah kebun bersama-sama serta mengelola usaha-usaha kemasyarakatan secara Ma-ando.
Perkebunan dan mata pencaharian lainnya dikelola dan dikerjakan secara bersama-sama dengan semangat ringan sama di jinjing dan berat sama dipikul sesuai dengan prinsip ma-palus mem-palus-an yang berarti saling menumpahkan/menuangkan/membagikan, sebagai salah satu bagian ajaran dari paham Ma’ando).
Hutan dirombak bersama-sama untuk dibuat kebun ladang, tanah yang memiliki persediaan air cukup diolah untuk dijadikan sawah.
*** Timbukar (Waruga) sebagai pekuburan dan tempat menyimpan pusaka dibangun disebelah
barat pemukiman .
*** Itulah sebabnya, sudah menjadi kebiasaan, apabilah seseorang meninggal dunia, disebut dengan istilah “PA-AKOM”, walaupun nantinya akan dikebumikan disebelah timur.
*** Perkebunan terletak juga dibagian barat pemukiman, karena hamparan dataran dan lembah luas yang memiliki banyak daerah aliran sungai dengan air berlimpah-limpah membujur dari timur ke barat dan dari utara ke selatan dibagian barat pemukiman, sedangkan bagian timurnya dibentengi oleh gunung Lengko’an dan Wa-wona.
*** Itulah pula sebabnya, menjadi kebiasaan masyarakat Kiowa, kalau mau mencari pekerjaan atau sumber penghasilan untuk keperluan hidup, biasanya disebut MA-NGERE KA-AKOAN, karena sumber penghidupan berada di sebelah barat.
*** Apabila tidak memperoleh hasil disebut EYPE’ WANA KI-NA-ICO-AN artinya belum ada hasil yang akan dibawa ke timur yaitu pemukiman.
*** Kalau tidak ada atau belum ada pekerjaan dikatakan EYPE’ WANA atau CA-WANA KA-AKO-AN.
Kegiatan keagamaan dan kesenian serta olah raga dilaksanakan sesuai dengan tradisi dan adat istiadat para leluhur.
Kemakmuran dan kesentosaan makin bertambah-tambah dari hari kehari, meliputi kehidupan dari para turunan Apo’ AMUT e Wewene dan TU’UR e TUAMA yang dipimpin oleh WALI’AN LA’UN DANO.
Perluasan pemukiman memacu perluasan perkebunan dan pertanian kedaerah sekitarnya untuk memenuhi keperluan lahan perkebunan dan pertanian masyarakatnya.
Bertambah luasnya lahan perkebunan dan pertanian menambah penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Hasil pertanian dan perkebunan meningkat terus dari hari kehari, dimana padi , jagung, umbi-ubian, sayaur- mayur, rempah-rempah dan hasil bumi lainnya melimpah ruah.
Kerajinan tangan serta pertukangan, pandai besi, ketrampilan dan keahlian khusus, menghasilkan para tukang dan ahli-ahli membangun rumah, membuat kerajinan tangan seperti periuk, alat dapur dan perlengkapan rumah tangga, persenjataan dan lain-lain.
Ketrampilan untuk membentuk dan mengukir maupun menggambar dikembangkan terus, menghasilkan patung-patung serta ukiran maupun lukisan yang digunakan sebagai hiasan dirumah maupun ditempat yang diperlukan.
Kesejahteraan masyarakat makin hari makin mapan, karena pengaturan dan pelaksanaan pola hidup ma-ando Ka-senduk-an di jalankan dengan sebaik-baiknya.
Barter dan pertukaran barang antara penduduk dan masyarakat makin hari makin ramai, karena masing-masing penduduk memiliki kebebasan untuk mengelola serta menanam atau melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta ketrampilannya, sehingga produksi yang dihasilkan berbeda-beda dan beraneka ragam serta jenisnya.
Apabila salah seorang membutuhkan sesuatu yang tidak dimilikinya, maka cukup dengan menukarkan barang yang ada padanya dengan yang dimiliki oleh orang lain secara mupakat.
Sarana dan fasilitas untuk kepentingan umum disiapkan sesuai kebutuhan masyarakat.
Konon masyarakat Ka-senduk-an Kiowa sudah terbentuk saat Wali’an La’un Dano menghilang secara misterius serta Amut e wewene dan Tu’ur e Tuama wafat pada usia “ma-atus-atus ta’un, am pa’pa’an sera karu ki-namang i Ca-suru-an, ane karu’ pi-naka lowi-lowir eng ka-touw-an era”(beratus-ratus tahun , karena mereka diberi usia dan hidup yang panjang sekali).
3. PEMEKARAN PEMUKIMAN
Sepeninggalnya Apo’ AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA serta WALI’AN LA’UN DANO, kehidupa di Wanua Kiowa tetap berada dalam suasana kehidupan yang rukun damai, makmur, sejahtera dan tenteram sentosa.
Kehidupan rohani dan jasmani dipenuhi kabahagiaan karena semua keperluan hidup tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam sekitar dan diperoleh dengan mudah.
Perkembangan dan kemajuan diseluruh sektor kehidupan berkembang dengan pesat, sehingga mereka dapat menikmati kelimpahan dan kepuasan dalam segala-galanya.
Berbarengan dengan perkembangan dan kemajuan yang dicapai masyarakat, ledakan pertumbuhan penduduk tak dapat dibendung, karena kawin mawin terus menerus dari hari kehari antara masyarakat Ka-senduk-an Wanua Kiowa, menyebabkan populasi penduduk makin berlipat ganda.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan itu, populasi turunan AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA berkembang dengan drastis sekali dan bertambah banyak terus menerus dari hari kehari, sehingga keadaan pemukiman makin hari makin sempit dan padat.
Areal pemukiman makin hari makin sempit dan tidak cukup luas lagi untuk ditempati oleh penduduk yang sudah begitu banyak.
Masyarakat memerlukan lahan yang cukup serta memadai dan seimbang dengan jumlah penduduk yang ada untuk pemukiman maupun lokasi pembangunan sarana dan fasilitas pendukung, termasuk bangunan serta lapangan tempat berkumpul dan tempat pelaksanaan pesta rakyat.
Mempertimbangkan kemungkinan ledakan penduduk dimasa mendatang, timbulah ide-ide baru untuk menambah dan memperluas lokasi pemukiman.
Atas dasar musyawarah dan mupakat para Wali’an dan Tona’as serta Tua-Tua, disepakati bahwa perluasan pemukiman diarahkan ke sebelah barat bagian pemukiman pertama, yaitu:
1. Sekitar hutan LANA.
Hutan Lana menjadi pilihan pertama, karena lokasi itu cukup ideal, sebab keadaan tanahnya cukup datar dan luas serta dikelilingi oleh sungai dan sumber air yang cukup banyak.
Lana adalah sejenis tumbuhan atau pohon yang mengandung geta yang gatal baik kayunya maupun daunnya.
**** ( Itulah sebabnya hutan itu dikenal dengan sebutan T A L U N L A N A).
2. Daerah bagian timut WATU TU-MO-TOWA TA-LICUR-AN.
Disepakati pula untuk melakukan pemekaran dan menambah serta memperluas lokasi pemukiman kearah barat, sampai di WATU TU-MO-TOWA.
Sebelum perombakan hutan, diadakan upacara ritual yang dipimpin Wali’an Wangko’ im Banua Kiowa, untuk mohon berkat serta kekuatan dan petunjuk maupun perlindungan bagi seluruh lapisan masyarakat dan tempat pemukiman.
Setelah diadakan upacara-upacara tradisional sesuai ajaran para leluhur , dilakukan perluasan lokasi pemukiman, mulai dari hutan LANA sampai di WATU TU-MO-TOWA TA-”LICUR”-AN.
Dengan perluasan pemukiman itu, maka WANUA KIOWA sekarang membentang luas dari timur ke barat, mulai dari bagian timur Talun Lana dibawah kaki gungung Lengko’an sampai di sebelah timur Watu Tu-mo-towa yang tidak berjauhan dengan Teka’an i Songkel dan Li’cir La’un Dano, membujur dari utara keselatan dari Royong-an Ro’kos I Songkel sampai Rano Wangko’.
Mereka bergotong royong menebang hutan yang banyak di tumbuhi LANA dan menata lokasi pemukiman secara rapih dan teratur, sesuai dengan prinsip/paham “ pola hidup MA-ANDO “.
Setelah penataan pemukiman yang sudah diperluas ke hutan Lana sampai di Watu Tumo-Towa Ta-licur-an, maka secara “ma-palus” mereka membuat rumah dan dapur, menggunakan tiang kayu kowal serta kayu wasian, dinding kulit pohon wanga serta atap daun simbel dan tewasen atau na’kel, terutama juga dari bahan bambu melulu yang dibangun secara artistik dan indah.
3. LANA DAN TUMO-TOWA
Dari hari kehari perkembangan dan kemajuan Wanua Kiowa makin bertambah, sehingga mempengaruhi kegiatan terutama pula petugas dan personil serta pemimpin spiritual , pemerintahan dan bidang-bidang kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Kegiatan-kegiatan rutin kemasyarakatan serta upacara ritual dan spiritual yang tak putus-putusnya, menimbulkan kesibukan dan kepadatan acara serta kegiatan para Tona’as, Wali’an, maupun Teterusan dan Ki’iten-Ki’iten im Banua Kiowa.
Karena kesibukan serta kepadatan acara itu, maka masyarakat merasakan kekurangan pelayanan, yang disebabkan oleh kurangnya serta terbatasnya aparat pelaksana dan pimpinan.
Perencanaan dan pengaturan rencana kerja serta pekerjaan maupun tugas dan realisasi pelaksanaannya diatur sesuai dengan prinsip-prinsip MA-ANDO.
*** Memperhatikan pertumbuhan dan pertambahan populasi penduduk yang makin hari makin banyak,serta mempertimbangkan adanya kesulitan jangkauan komunikasi dan koordinasi serta pengawasan dalam pengelolaan pemerintahaan yang areal lokasi pemukiman sudah terlalu luas, maka untuk melancarkan serta menciptakan kemudahan pengelolaan roda pemerintahan dan kepemimpinan masyarakat Ma-ando Ka-senduk-an Kyowa, atas dasar musyawarah dan mupakat bersama para Tua-tua Adat dan Ki’iten im Banua Kiowa diambil kebijaksanaan dan keputusan untuk membagi WANUA KIOWA dalam RUA RO’ONG.
*** WANUA KIOWA dibagi menjadi RUA RO’ONG, yaitu RO’ONG LANA dan RO’ONG TUMO-TOWA.
Itulah asal usul RO’ONG LANA dan RO’ONG TUMO-TOWA.
*** Walaupun sudah diperluas dan dimekarkan menjadi dua, Ro’ong Lana dan Tu-mo-towa, namun nama WANUA KIOWA tetap dipertahankan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk seluruh lokasi pemukiman.
*** Status Wanua Kiowa, diubah menjadi pusat komunitas dan kegiatan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa dan mengkordinir seluruh aktivitas kepemimpinan dan pemerintahaan serta kegiatan kegiatan masyarakat di Ro’ong Lana dan Ro’ong Tumo-towa.
*** Ro’ong Lana dan Ro’ong Tumo-towa menjadi wilayah sendiri-sendiri yang memiliki struktur pemerintahaan dan kepemimpinan serta kegiatan usaha masing-masing secara sendiri-sendiri tetapi tetap tunduk dan dibawah koordinasi para To’naas dan Wali’an Wanua Kiowa.
4. DINAMIKA KEMAJUAN
Setelah dimekarkannya WANUA KIOWA menjadi RO’ONG LANA dan RO’ONG TUMO-TOWA, komunikasi dan hubungan kekeluargaan serta persaudaraan sebagai warga masyarakat Ka-senduk-an Kyowa tetap berjalan seperti sediakala.
Kerukunan, kedamaian, ketenteraman dan kesentosaan tetap mewarnai kehidupan serta persatuan dan kesatuan keluarga masyarakat Ka-senduk-an Kiowa di kedua Ro’ong Lana dan Tumo-towa.
Penerapan dan pelaksanaan tradisi leluhur serta petunjuk maupun petuah dan aturan-aturan serta pola hidup MA’ANDO yang berazazkan kebersamaan dan solidaritas serta gotong royong yang diajarkan oleh WALI’AN LA’UN DANO memberikan hasil yang sangat berdaya guna dan bermanfaat, menyenangkan dan memuaskan bagi seluruh sektor kehidupan masyarakat turunan AMUT e WEWENE dan TU’UR e TUAMA.
Penghidupan masyarakanya dari hari kehari berkembang dan meningkat terus sesuai dengan penghasilan yang mereka peroleh dari kerja ulet, tekun, semangat keras dan rajin.
Pengalaman hidup mereka menjadikan mereka secara bertahap mengalami dan merasakan serta memahami arti dan tujuan hidup, sehingga mereka menjadikan pengalaman itu sebagai dasar pengetahuan yang menjadi pedoman bagi mereka dalam menjalani hidup, hal itulah yang merupakan inspirasi “ dinamika kemajuan berpikir dan pengembangan kreasi serta motivasi, dalam mengikuti perkembangan zaman.”
Keperluan dan kebutuhan hidup rohani dan jasmani selalu terpenuhi.
Upacara ritual religius dilakukan dengan khusyuk, hikmat semarak dan sakral.
Hasil bumi, pertanian dan peternakan melimpah ruah dan melebihi kebutuhan hidup sehari-hari.
Hasil hutan dan binatang buruan maupun ikan-ikan di sungai-sungai dan telaga tak terhitung banyaknya.
Ma-ka-pulu’-pulu’ sama’ dan pesta rakyat akbar yang menampilkan atraksi-atraksi kesenian olah raga dan perlombaan serta pertandingan dalam bermacam bentuk dan ragamnya seni budaya tradisional dilakukan dengan sangat meriah.
Pergaulan dan hubungan antar penduduk WANUA KIOWA mulai berobah sesuai perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh situasi dan keadaan yang didorong oleh kemajuan berpikir serta kepentingan keinginan dan pendapat yang beraneka ragam.
Kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam berbagai macam bentuknya menyebabkan perobahan pola berpikir dan gaya hidup serta selera masyarakat WANUA KIOWA menjadi berkembang lebih maju dan dinamis.
5. A-MICO-NA WO SE A-MAKO-NA
Dinamika perkembangan dan kemajuan WANUA KIOWA dalam seluruh sektor kegiatan hidup dan bermasyarakat, bertumbuh secara drastis.
Perkembangan dan kemajuan itu didukung oleh munculnya tokoh-tokoh yang berjiwa dan berpikiran dinamis, yang dibentuk oleh perkembangan situasi dan kondisi kemajuan peng hidupan serta pengetahuan dasar yang sudah ditanamkan para leluhur yang ditempah pula oleh pengalaman serta peristiwa-peristiwa dan tantangan ditengah pergumulan hidup sehari-hari yang penuh keaneka ragaman dan variasi, membuat masyarakatnya semakin maju dalam berkreasi dan berpikir untuk kemajuan masyarakat.
Pengalaman hidup sehari-hari membuat para tokoh-tokoh masyarakat menjadi pemimpin yang handal dan profesional sesuai bidang dan kemampuannya masing-masing.
Namun kemajuan yang membentuk orang-orang menjadi pinter, kaya, berpengaruh dan berkuasa serta disegani, menciptakan kesombongan dikalangan tertentu, terutama dikalangan orang-orang yang ambisi pribadinya tinggi serta tergila-gila pada kekuasaan, mabuk hormat dan pujian.
Perkembangan dan perobahan pola hidup masyarakat WANUA KIOWA itu, menimbulkan perasaan sombong dan angkuh dikalangan tertentu, bahkan persaingan merebut pamor dan pengaruh serta simpati masyarakat antara satu dengan yang lain menjadi-jadi, sifat manusiawi ini sangat mempengaruhi tatanan masyarakat yang saat itu mulai menapak kemajuan bepikir dan berkreasi.
Orang-orang yang merasa terpandang , lebih kuat, lebih berkuasa dan lebih pandai, ingin melakukan dominasi dan pengendalian segala kegiatan dalam masyarakat, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat dan keinginan antara pihak-pihak yang bersaing.
Akibat persaingan dan perebutan pengaruh dikalangan masyarakat, maka ambisi pribadi serta keinginan mengutamakan dan memaksakan kehendak sendiri, menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran yang bertentangan dengan hukum adat maupun kebiasaan , maupun tindakan-tindakan yang mulai tidak terkontrol dan terarah, karena sudah lari dari ajaran para leluhur.
Adanya perbedaan paham dan keinginan yang sudah menimbulkan pertentangan terbuka dan terselubung, sangat memprihatinkan para Tua-tua Adat, sehingga mereka mengupayakan usaha untuk membuat pihak-pihak yang berselisih untuk rujuk kembali, namun pihak-pihak yang berselisih sulit dipertemukan dan seringkali tidak konsisten dengan kesepakatan bersama yang sudah di capai.
Pelanggaran kesepakatan itu memicu dan memperuncing perbedaan pendapat dan keinginan masing-masing pihak.
Sangat disayangkan bahwa yang menjadi korban pertentangan adalah kalangan masyarakat kecil.
Pemimpin-pemimpin yang terlibat dalam pertentangan tidak terang-terangan menonjolkan diri, karena takut kehilangan muka ditengah percaturan dan perebutan pengaruh serta kekuasaan.
Pemimpin-pemimpin itu hanya menggunakan oknum-oknum yang suka diperalat untuk melakukan intrik, intimidasi bahkan teror yang meresahkan masyarakat.
Perselisihan dan pertentangan itu bagaikan api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa membakar persatuan dan kesatuan masyarakat.
Usaha-usaha Tua-tua Adat mempertemukan yang berselisih sering gagal, karena adanya ambisi dan kepentingan - kepentingan pribadi dari orang-orang yang bersaing.
Masyarakat Ro’ong Lana dan Tumo-towa, pada hakekatnya masih terikat dalam persekutuan ikatan persatuan dan kesatuan masyarakat Wanua Kiowa.
Ikatan kekeluargaan serta hubungan tali persaudaraan masyarakat Lana dan Tumo-towa , dikalangan masyarakat masih hidup dan terpelihara rapih, namun dikalangan penguasa tertentu serta kalangan oportunis sengaja dikaburkan.
Perebutan pengaruh dan pamor dikalangan orang ambisius menyebabkan retaknya hubungan kekeluargaan dan persaudaraan dikalangan masyarakat.
Akibat kompetisi tidak sehat antara pentolan-pentolan ambisius baik di Ro’ong Lana dan Tu-mo-towa, yang menyebabkan perbedaan pendapat dan pertentangan yang berkepanjangan , menimbulkan dua blok besar dikalangan masyarakat Kiowa.
Masyarakat Lana yang berada disebelah timur oleh sementara pihak diajak menjadi satu blok dan masyarakat disebelah Barat oleh sekelompok masyarakat diajak pula membentuk satu komunitas atau blok, sehingga timbulah dua blok besar yang menamakan dirinya :
A-MICO-NA atau BLOK TIMUR yaitu yang bermukim di pemukiman pertama diunjung timur dan sekitar hutan lana menamakan diri Walak “ LANA” sesuai dengan nama Ro’ong Lana.
A-MAKO-NA atau BLOK BARAT yaitu yang bermukim disebelah bagian barat perkebunan Lana sampai di Watu TUMO-TOWA, menamakan diri Walak TUMO-TOWA , sesuai dengan nama Ro’ong TUMO-TOWA.
( Seharusnya istilah A-MICO-NA dan A-MAKO-NA tidak muncul atau tidak ada sama sekali apabila seluruh lapisan masyarakat tetap kompak dan bersatu).
*** Pada hakekatnya timbulnya blok-blok serta kelompok-kelompok dalam masyarakat itu, merupakan dinamika suatu masyarakat yang sudah berkembang maju , namun ada sisi positip dan sisi negatip yang sangat bertentangan, sehingga dinamika dalam peri kehidupan masyarakat itu, mengandung nilai-nilai yang bermuatan perbedaan dalam tanggapan dan penafsiran nya oleh pihak-pihak yang terlibat dalam dinamika kemajuan itu, sesuai dengan kepentingan dan jalan pemikirannya.
*** Itulah yang menjadi sebab musabab kerenggangan yang berkembang menjadi keretakan yang menjurus kearah perpecahan antara masyarakat Wanua Kyowa yang berdiam disebelah timur dan sebelah barat.
Adanya penyimpangan-penyimpangan dari prinsip-prinsip persatuan dan kesatuan dan kesatuan masyarakat WANUA KYOWA, menyebabkan masyarakat tidak tenteram dan kacau balau sehingga menyebabkan kehidupan yang tidak teratur.
Kesombongan dan keangkuhan mewarnai kehidupan masyarakat tertentu yang sudah mapan.
Intrik dan intimidasi untuk memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kyowa mulai merajalela di sebabkan oleh ambisi dan kepentingan pribadi.
Pamer dan penonjolan pribadi mulai berkembang menjadi suatu mode unjuk kekuasaan, kekuatan dan kemampuan.
Polemik dan kontradiksi akibat perbedaan pendapat, keinginan serta tujuan, makin memperuncing perselisihan dan pertentangan.
Pamer kemampuan dan harga diri yang berlebihan makin menonjol, sehingga menciptakan kesenjangan antara yang terpandang dengan yang tidak terpandang.
Suasana keangkuhan dan kesombongan yang mewabah dikalangan ambisius dan oportunis yang mencari kesempatan untuk mengeruk keuntungan pribadi melalui cara mengail di air keruh dalam suasana konflik dan pertentangan antara beberapa kelompok, mempertajam perbedaan paham dan perseteruan.
Masing-masing ingin menonjolkan kemampuan dan kelebihan serta kepintaran, sehingga makin memperlebar jurang pemisah antara masing-masing kelompok.
Konflik terbuka tak terelakkan lagi, perselisihan dan pertentangan mulut mulai mengarah pada pertentangan fisik.
Dalam perebutan seorang gadis cantik sering terjadi pertengkaran mulut yang akhirnya menjurus pada perkelahian.
Disaat itu mulai banyak orang yang melakukan perbuatan maksiat, pesta pora yang berlebihan, mabuk-mabukan dan kejahatan-kejahatan lainnya.
Pertentangan yang disebabkan oleh selisih paham dan beda pendapat dapat menimbulkan perkelahian antar pribadi.
Perkelahian antar pribadi dapat berkembang menjadi perkelahian antar kelompok besar dan kecil, bahkan antar walak.
Adanya perkelahian itu sering menimbulkan pertumpahan darah, bahkan sekali-kali menyebabkan korban jiwa.
Apalagi perbantahan dikalangan elit politik yang ambisius dan hanya mengutamakan kepentingan pribadi, tidak dapat menghindarkan pertentangan karana sering menghasut perseteruan yang sering menimbulkan perkelahian.
Puncak perselisihan itu, berakibat terpecahnya persatuan dan kesatuan antara masyarakat WANUA KYOWA.
Keretakan dan perpecahan dikalangan masyarakat sebenarnya didalangi oleh oknum-oknum ambisius dan oportunis, karena pada hakekatnya sebagian besar masyarakat tidak menginginkan pemisahan, namun kekuatan pengaruh blok-blok yang sudah terbentuk ditengah masyarakat lebih kuat mengendalikan suasana.
Akibat ketidak satuan bahasa dan keinginan akahirnya blok-blok yang sudah ada memicu munculnya kerenggangan yang berkembang menjadi keretakan bahkan perpecahan dikalangan masyarakat WANUA KYOWA.
6. WABAH SAMPAR
Setelah perpecahan itu. perkembangan serta hal-hal baru makin menjadi-jadi, kehidupan masyarakat makin hari makin semrawut, perseteruan, persaingan dan perebutan pengaruh serta kekuasaan makin menonjol kepermukaan.
Kedengkian dan iri hati, berkecamuk dimana-mana, karena ketidak senangan melihat kemajuan yang dicapai oleh salah seorang anggota masyarakat atau kelompok tertentu.
Masing-masing berlomba-lomba mengejar kekayaan dan harta benda untuk dapat menyaingi orang lain, karena tidak mau dianggap lebih rendah derajat dan martabatnya.
Kepintaran, keahlian, ketrampilan serta kemampuan pengetahuan seseorang, terutama kekayaan dan harta benda, kekuatan serta pengaruh, sekarang mulai dijadikan takaran dan ukuran untuk menilai kemampuan dan kelebihan seseorang.
Segala cara dan kesempatan untuk menumpuk harta dan kekayaan dilakukan, baik dengan persaingan sehat maupun cara-cara yang agak bersifat kurang dijiwai oleh rasa persaudaraan dan kekeluargaan atau sebagai sesama warga masyarakat Kyowa.
Praktek-praktek ma-palus sebagai salah satu bagian atau bentuk kerja-sama berdasarkan paham/pola hidup “ma’ando”, masih tetap dilasanakan , tetapi sudah terpilah - pilah dalam kelompok dan blok-blok yang lebih kecil, tidak seperti pada awal penerapan Pola Hidup Ma’ando, dimana seluruh lalpisan masyarakat terlibat dalam satu kesatuan untuk melaksanakan semua pekerjaan bersama.
Walaupun sudah terpisah-pisah, tetapi kemakmuran masih tetap dinikmati masyarakat, bahkan lebih berkembang lagi karena adanya usaha untuk bersaing dalam menumpuk harta dan kekayaan, sehingga semua pihak saling berlomba dan bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan.
Roda perekonomian semakin maju sebab akibat kompetisi untuk menonjolkan kelebihan dan kemampuan, maka pemimpin-pemimpin dari walak Lana dan walak Tumo-towa yang sudah terpisah kepemimpinannya menganjurkan dan mengajak warganya agar supaya bekerja lebih ulet dan lebih keras supaya tidak disaingi dan dikalahkan oleh salah satu blok lainnya. Pada hakekatnya, kompetisi dan persaingan ini ada segi positipnya, tetapi sayangnya banyak juga segi negatip yang ditumbulkannya.
Kepemimpinan dan pemerintahaan Ro’ong Lana dan Ro’ong Tumo-towa, masih saling berhubungan, walaupun ada pribadi-pribadi yang lebih mengutamakan kepentingan pamor dan pengaruh pribadi untuk merebut kendali dan kekuasaan.
Cara hidup liar dan tidak terarah serta pesta pora yang gila-gilaan dan mabuk-mabukan mengakibatkan kehidupan tidak teratur yang mengganggu kesehatan yang berkembang menjadi penyakit serta wabah sampar terutama penyakit gatal-gatal yang berjangkit dikalangan masyarakat.
Oleh sementara orang timbulnya wabah sampar dan penyakit itu dianggap sebagai hukuman dari Amang Ka-suru-an dan Apo’-Apo’.
Masyarakat LANA dan TUMO-TOWA diliputi perasaan takut, panik dan menyesal atas perbuatan-perbuatan mereka yang menyebabkan angkara murka dari Empung Wailan Ka-suru-an Wangko’ dan APO’-APO’.
Mereka berembuk dan bermusyawarah untuk mengatasi masalah dan kesulitan yang mereka hadapi serta bersepakat untuk mengadakan pertemuan antara Tua-Tua Adat dan Ki’iten-ki’iten im Banua Lana dan Tumo-towa.
Masing-masing pihak menyadari kelemahan, kekurangan serta kekeliruan dan kesalahan yang dilakukan di masa-masa yang lalu, sehingga mereka bersepakat dan bertekad untuk merobah segala-galanya dan mengadakan rekonsiliasi dan rujuk secara utuh.
Untuk menghindari pertentangan yang berlarut-larut, maka Tua-Tua Adat yang melihat situasi yang kurang menguntungkan keutuhan persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kyowa, mengambil inisiatip untuk mempertemukan kedua kelompok yang berseteru.
Dalam pertemuan yang diselenggarakan sebagai forum musyawarah dan mupakat kekeluargaan, masing-masing pihak tetap mempertahankan keutuhan persatuan, namun dibalik itu ada pihak-pihak yang terlalu ambisius.
Kesepakatan-kesepakatan yang disetujui kedua pihak dalam musyawarah dan mupakat bersama, berjalan tersendat-sendat karena masing-masing pihak tidak konsisten melaksanakan isi kesepakatan bersama.
Kehidupan masyarakat belum normal seperti sediakala, perbuatan maksiat serta pelanggaran kaidah-kaidah dan norma-norma kehidupan yang sudah diajarkan para leluhur, masih tetap dilanggar , sehingga adanya perselisihan dan perseteruan antara pihak-pihak yang bersaing masih sangat menonjol.
Bala sampar belum dapat diatasi, sakit penyakit berjangkit dari satu orang kepada yang lainnya kemudian menjalar keseluruh lapisan masyarakat makin menjadi-jadi.
Keadaan perekonomian mulai lumpuh karena tenaga kerja untuk pengelolaan kebun dan usaha-usaha lainnya, sudah semakin berkurang disebabkan banyak dari antara mereka yang menderita sakit.
Perkebunan dan pertanian serta usaha-usaha lainnya banyak yang terbengkalai, tidak terurus serta tidak terawat, sehingga hasilnya sangat menurun, bahkan ada yang tidak menghasilkan.
Penderitaan penyakit yang luar biasa yang dibarengi dengan musim paceklik menambah kesusahaan yang diderita masyarakat .
Peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena yang berkecamuk ditengah masyarakat itulah yang menyadarkan mereka untuk bersatu kembali, kembali kepada ajaran leluhur.
Para Tona’as,Wali’an, Teterusan serta Ki’iten-ki’iten im Banua Kiowa, baik yang ada di Ro’ong Lana maupun di Ro’ong Tumo-towa berkumpul dan berembuk, masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan musyawarah dan mupakat akbar demi terciptanya kembali kerukunan dan kedamaian.
Pihak-pihak yang berseteru rujuk kembali, perbedaan dan perselisihan dihilangkan, rekonsiliasi dan perdamaina di tegakkan.
Sejak saat itu masyarakat Lana da Tumo-towa, kembali bersatu utuh dalam ikatan persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
Memperhatikan situasi dan kondisi serta keadaan kehidupan terutama pengaruh wabah sampar dan penyakit yang melanda masyarakat, maka tua-tua negeri mengambil kebijaksanaan mengusulkan kepada masyarakat untuk mencari jalan keluar dari persoalan yang mereka hadapi, terutama menghindari penyakit yang sudah menimbulkan banyak korban jiwa.
Hasil kesepakatan yang diambil oleh seluruh lapisanmasyarakat, untuk sementara waktu mereka harus mengungsi dulu ketempat yang lebih aman dan diharapkan jauh dari jangkauan wabah sampar dan penyakit, supaya para Wali’an dan Tona’as im banua Kiowa dapat “tu-mu’tul” (melakukan penyucian dan pembersihan) perkampungan Kiowa dari segala macam penyakit dan musibah atau malapetaka lainnya yang menimpah Wanua Kiowa.
Disepakati bahwa untuk sementara waktu masyarakat LANA dan TUMO-TOWA akan mengungsi ke TI-NINCAS-AN dekat perkebunan LA’UN DANO disekitar KENTUR MA-NEMBO.
7. MENGUNGSI KE TI-NINCAS-AN
Masyarakat Ro’ong Lana dan Tumo-towa yang sudah kembali bersatu secara utuh sebagai masyarakat Wanua Kiowa, yang sudah bersepakat untuk mengungsi ke Ti-nincas-an , saling bahu membahu dan tolong - menolong dalam mengemasi barang serta perlengkapan untuk mengungsi.
PENGUNGSIAN TI-NINCAS-AN.
Pengungsian TI-NINCAS-AN tersedia banyak tumbuh-tumbuhan, umbi-umbian serta buah - buahan dan binatang buruan yang dapat dijadikan makanan serta banyak terdapat air untuk keperluan sawah dan dikelilingi bukit-bukit yang membentengi para pengungsi sehingga mereka bisa hidup aman dan sentosa di tempat itu.
Pengungsian Ti-nincas-an meliputi perkebunan La’un Dano, Pisok, Ti-nincas-an, Nu’yung, dan Ma-go’go’.
Menyadari kekeliruan serta pelanggaran dan penyimpangan yang mereka lakukan di pemukiman Lana bertentangan dengan tradisi serta adat istiadat dan peraturan hidup yang diwariskan oleh nenek moyang, mereka sangat menyesal dan bertekad serta berjanji untuk bertobat dan berobah kelakuan mereka untuk hidup baru di pengungsian.
Sejak saat itu mereka kembali hidup sesuai dengan peraturan dan adat istiadat serta yang diajarkan oleh Wali’an La’un Dano dan nenek moyang mereka Apo’ Amut e We-wene serta Apo’ Tu’ur e Tuama, sehingga kemakmuran dan kebahagiaan serta ketenteraman dan kesentosaan meliputi kehidupan mereka kembali.
Daerah termpat pentungsian ini, sekarang dikenal dengan nama “TI-NINCAS-AN”(Asal kata “tincas”yang artinya lari atau mengungsi.
Ti-nincas-an dapat diartikan sebagai (Tempat pelarian atau pengungsian atau penyingkiran”, suatu tempat yang aman dari gangguan keamanan serta cocok untuk tempat pemukiman sementara maupun sebagai tempat pengungsian dan persembunyian).
Di Ti-nincas-an mereka bermukim selama bertahun-tahun tetapi berhubung kesehatan para pengungsi sudah pulih dan perkembangan populasi turunan Sang Putri makin hari makin banyak,merekapun sepakat untuk mencari tempat bermukim yang baru dan lebih luas karena turunan mereka dari hari kehari makin banyak.
8. BERPENCAR KEDELAPAN PENJURU MATA ANGIN.
Pemukim yang menetap di Ti-nincas-an menginginkan agar mereka mencari tempat pemukiman baru dan berpencar di beberapa tempat diseluruh penjuruh mata angin Tana’ Ka-senduk-an.
Keinginan berpencar ketempat lain disebabkan oleh karena ada sebagian dari mereka yang enggan atau takut kembali ke Ro’ong Lana dan Tumo-towa, yang pernah dilanda wabah sampar dan penyakit yang sangat mengerikan serta masih segar dalam ingatan dan menghantui terus perasaan mereka.
Mereka bersepakat mengirim utusan kedelapan penjuru mata angin tana’ Ka-senduk-an, bahkan ada yang merantau jauh kenegeri seberang (su-mengkot) untuk mengadakan peninjauan dan survey.
Para utusan menemukan banyak tempat-tempat yang mereka anggap memungkinkan serta layak dan memenuhi syarat untuk dijadikan selaku pemukiman..
Utusan-utusan itu kembali membawa berita masing-masing tentang keadaan tempat-tempat yang ditinjau dan disurvey oleh mereka.
Para Tona’as dan para Wali’an maupun Tua-tua Adat serta para Ki’iten im banua Kiowa, mengadakan musyawarah dan mupakat dengan seluruh lapisan masyarakat.
Kesimpulan dari musyawrah dan mupakat kekeluargaan menyepakati penyebaran pemukiman kemana-mana , tetapi tetap memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
Para pengungsi diberi kebebasan memilih kemana mereka akan bermukim sesuai dengan tempat-tempat yang diinginkannya, termasuk juga yang ingin kembali ke Ro’ong Lana atau Tumo-towa apabila mereka menginginkannya.
Mulai saat itu, turunan e Amut e Wewene wo si Tu’ur e Tuama ter-pencar-pencar kedelapan penjuru mata angin Ka-senduk-an.
Pada kenyataannya, untuk sementara waktu, pemukiman Lana dan Tumo-towa ditinggalkan sementara dan menjadi kosong, karena belum ada yang kembali kesana.
9. KINA-WANGKO’AN.
Dalam perjalanan kearah selatan salah satu utusan menemukan tempat diantara Gunung Soputan dan Gunung Empung, yang menurut pendapat serta pengamatan mereka sangat cocok untuk dijadikan pemukiman.
Tempat itu ditawarkan kepada masyarakat pengungsi dan ada sebagian yang ingin pindah kepemukiman itu.
Para Wali’an dan Tona’as Kiowa, yang berasal dari Ti-nincas-an yang berpindah kepemukiman di antara Gunung Soputan dan Gunung Empung, mendirikan (tu-mani’) pemukiman baru, yang kemudian mereka namakan KINA-WANGKO’AN ( Kemudian dan sekarang ini disebut KA-WANGKO’AN).
Situasi dan kondisi alam serta kekayaan alam dan lingkungan sekitarnya, memungkinkan masyarakat pemukim ditempat itu yang berasal dari Ti-nincas-an bertumbuh dan berkembang menjadi komunitas masyarakat yang besar,maju,makmur dan sejahtera ditempat pemukiman baru itu.
Di tempat pemukiman baru itu, kehidupan mereka berkembang dengan pesat dan makmur sekali, karena memiliki areal perkebunan dan perburuan yang memiliki satwa banyak, memiliki air yang cukup untuk persawahan serta ladang yang luas dan subur untuk bercocok tanam, sehingga mereka bertumbuh dan berkembang maju dalam hal penghidupan dan kegiatan kemasyarakatan serta usaha apapun, itulah asal usulnya, sehingga wanua itu dinamakan “KINA-WANGKO’AN”.
Namun cobaan masih tetap mengganggu terus ketentraman dan kebahagiaan hidup turunan Sang Putri yang sudah lama sekali bermukim di Kina-wangko’an, oleh karena Gunung Soput-an meletus secara dahsyat sekali.
Gunung Soput-an terkenal angker karena sering meletus dan meyemburkan batu yang keapi-apian, maupun lumpur panas yang mengerikan.
Batu-batuan serta lumpur pijar itu keluar dari “soput” atau saluran apabila penyumbat dibuka oleh Amang Ka-suru-an (sebagai hukuman apabila manusia berbuat dosa/kejahatan).
Letusan gungung itu menyemburkan batu-batu dan debu panas yang menimbuni dan memusnakan tanaman serta menimbulkan korban jiwa manusia dan hewan peliharaan.
Rumah-rumah kediaman dan benda apapun disekitar pemukiman Kina-wangko’an dan sekitarnya hancur berantakan bahkan ada yang menjadi rata dengan tanah.
Bencana alam akibat letusan gunung yang berulang-ulang dan berjalan selama berbulan-bulan itu, menyebabkan timbulnya kelaparan dan bala sampar serta penderitaan serta kesengsaraan.
Situasi itu menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta kepanikan yang mendalam sehingga penduduk Kina-wangko’an , melarikan diri keberbagai penjuru, termasuk salah satu kelompok yang mengungsi kembali ke Ti-nincas-an.
10. KEMBALI KEPEMUKIMAN KIOWA.
Sekelompok pengungsi yang berasal dari Kina-wangko’an (yang pada mulanya berasal dari Ti-nincas-an), yang melarikan diri dari bahaya letusan gunung Soput-an dan mengungsi kembali di Ti-nincas-an, dipimpin oleh orang-orang tua yang pernah mendengar cerita nenek moyang mereka, tentang Ti-nincas-an sebagai tempat yang dianggap aman untuk dijadikan tempat pengungsian.
(Para leluhur dan nenek moyang dari para pengungsi di Ti-nincas-an, yang berasal dari wanua
Kina-wangko’an, yang pada mulanya asli berasal dari Wanua Kiowa, sebab mereka adalah bagian dari warga Wanua Kiowa yang bermukim di Ro’ong Lana dan Tu-mo-towa yang mengungsi ke Ti-nincas-an saat wabah sampar melanda kedua pemukiman itu, tetapi tidak kembali ke Lana dan Tu-mo-towa, melainkan pindah ke Kina-wangko’an adalah tetap merupakan bagian dari turunan asli dari Apo’ Amut e We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuama).
Setelah mengungsi beberapa bulan di Ti-nincas-an, mereka merasa agak aman, sehingga mereka keluar dari Ti-nincas-an dan beralih ke arah Timur, pada suatu tempat disekitar MA-NEMBO yang sekarang dikenal dengan MA-WALE (Nim-awale).
(NIMA-WALE artinya bekas PEMUKIMAN atau PERUMAHAN, tempat ini sekarang telah menjadi perkebunan rakyat dan disebut MA-WALE).
Para pengungsi yang berasal dari Kina-wangko’an yang bermukim di Ma-wale membuat rumah dan membuka ladang serta membuat sawah untuk bercocok tanam.
Sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, para pengungsi melakukan perburuan , serta mencari lahan atau tempat bercocok tanam dan berkebun didaerah sekitar lainnya.
Dalam pengembaraan untuk berburu di bagian utara pemukiman mereka menemukan sarang dari burung-burung SONGKEL dalam jumlah yang sangat banyak dan disekitar tempat itu terdapat pula lahan pertanian yang cukup subur untuk dijadikan ladang dan sawah serta peternakan ikan karena banyak mata air yang berguna untuk pengairan.
(Karena daerah itu terdapat banyak burung SONGKEL, mereka menamakan tempat itu dengan nama PERKEBUNAN SONGKEL).
Melihat situasi dan kondisi daerah itu sangat cocok untuk perkebunan dan banyak di temukan satwa yang beraneka ragam, membuat para pengungsi merasa sangat tertarik untuk datang berulang ulang ketempat itu, baik untuk berburu dan bahkan mulai bercocok tanam di daerah itu, bahkan membuat lawi (dangau) sebagai tempat untuk berteduh dan beristirahat atau menginap bila mereka tidak kembali ke Ma-wale.
Kehidupan para pengungsi dari hari kehari makin baik dan mulai beradaptasi lagi dengan lingkungan baru dan sekitarnya.
Pertanian dan perkebunan dikembangkan terus menerus dan memberikan hasil yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Pertambahan anggota keluarga selama dipengungsian membuat komunitas pengungsi makin besar.
Perasaan ingin kembali kekampung halaman Kina-wangko’an di kaki gunung Soput-an dan berpindah ke perkebunan Songkel serta keinginan menetap bagi sebagian pengungsi mewarnai pendapat dan keinginan pengungsi.
Ditengah-tengah situasi dan keadaan serta perkembangan hidup para pengungsi, yang mulai rindu kembali ke Kina-wangko’an setelah bermukim sekian lama di Ni-mawale, para pemukim mengalami bencana alam luar biasa, karena pemukiman mereka di Nima-wale ditimpah jatuhnya watu TULUS (batu dari langit) atau batu-batu meteor.
Batu meteor yang jatuh pada lima lokasi di Nim-awale, jatuh juga di perkebunan - perkebunan lain yang meninggalkan bekas lobang-lobang (wileng).
Akibat jatuhnya batu-batu meteor itu, rumah-rumah serta mahluk (manusia serta binatang) dan tanaman - tanaman terbakar oleh api yang berasal dari pijaran WATU TULUS.
Mahluk dan tumbuhan yang selamat dari bencana alam adalah mahluk yang sedang berada di luar pemukiman dan tumbuhan yang berada jauh dari kebun atau lokasi Nimawale.
Pemukim yang luput dari bencana alam tersebut takut kembali ke Nima-wale lalu berusaha mencari pemukiman baru dan sebagian membuka pemukiman baru di sebelah Timur Nima-wale.
Dari antara korban bencana batu meteor yang berasal dari kaki gunung Soput-an yang melihat kegiatan gunung api Soput-an sudah meredah , banyak juga yang sudah rindu akan kampung halamannya,sehingga sebagian dari mereka ada yang kembali ke Kina-wangko’an di kaki gunung Soput-an untuk melihat keadaan kampungnya.
Karena merasa bahwa kegiatan letusan gunung Soputan sudah berhenti dan sudah aman, mereka ingin pulang dan menetap kembali ke Ka-wangko’an, karena itu ada sebagian dari antara mereka yang kembali dan bermukim terus disana.
11. SONGKEL.
Dari antara sisa korban yang ditimpah oleh jatuhnya batu meteor, ada pula sebagian yang mau pindah ketempat yang banyak dihuni burung Songkel.
Mereka sudah terbiasa mengunjungi tempat itu dan menyenangi tempat itu dan ingin pula bermukim disana.
Penduduk yang berasal dari Ni-ma-wale yang kemudian beralih ke utara di namakan ORANG SONGKEL ( SE SONGKEL) yang sekarang lebih dikenal dengan nama Sonder.
Dari antara sisa korban batu meteor ada pula yang ingin mengembara bahkan merantau jauh keseberang lautan, sehingga turunan Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama tersebar luas di delapan penjuru mata angin.
*** Sebagian pengungsi yang sudah betah di sekitar NIMAWALE berembuk dan bermusyawarah untuk mengambil sikap yang bijaksana karena dari antara mereka ada yang berada pada posisi bimbang dan ragu-ragu serta serba salah untuk melakukan pilihan tempat dimana mereka akan bermukim secara tetap.
*** “Sikap mereka berada diantara mau dan tidak mau dan bimbang serta ragu-ragu dan serba salah” untuk kembali ke Ki-nawangko’an atau mau dan tidak mau ke Sonder, dianggap plin-plan oleh pihak lain.
Pihak-pihak yang ingin pindah, mengejek dan mengolok-olok pihak yang ragu-ragu dengan ucapan :
I CI’IT IN SI-SISILEN E MA’TUA KITA IM -BAYA ANG “KIOWA” WAYA WO, EN TA’AN SE MA-TELA’UW RA’ICA KUMI’IT I CITA IN TA-REPE’YA SERA YA PA-KUA IN “CA KIO-KIOWA” TA’AN RA’ICA PUTE WON A-ANGEN IM PA KUA ING “KIO-WA”.
(menurut cerita leluhur , kita semua berasal dari “Kio-wa” dulu, tetapi yang tertinggal tidak mengikuti kita sekarang, mereka itulah yang disebut “Ragu-ragu”, tetapi tidak sama arti kata “Kio-wa).”
Perasaan bimbang untuk pindah ketempat lain, terutama disebabkan oleh karena mereka mengetahui bahwa asal usul nenek moyang dan leluhur mereka berasal dari Wanua Kiowa, apalagi situasi dan kondisi serta keadaan sekitar Nimawale sudah memenuhi syarat selaku lokasi pemukiman yang dilengkapi sarana pertanian dan perkebunan apalagi mereka sudah terbiasa dan menyenangi lingkungan serta keadaan pemukiman sementara bersepakat untuk menetap di sana.
Sebab itu, setelah mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya dan sebijaksana-bijaksananya berdasarkan musyawarah dan mupakat, mereka mengambil keputusan untuk tetap mencari pemukiman baru disekitar NIMA-WA-LE.
Walau mereka di olok-olok sebagai orang yang bimbang dan ragu-ragu,namun ketetapan hati dan keinginan untuk menetap disekitar Nima-wale sudah menjadi kebulatan tekad mereka, karena daerah itu adalah juga pemukiman nenek moyang mereka sebelumnya.
Perpindahaan kembali pemukiman Kiowa dipimpin oleh sembilan Wali’an Wangko’ dan Tona’as Wangko’, yaitu Apo’ Lu-manaw, Apo’ Palar, Apo’ Topo-rundeng, Apo’ Wale-wangko’, Apo’ Keintjem, Apo’ Ma-nginda-an, Apo’ Po-namon, Apo’ Wa-lukow dan Apo’ Piri’ yang didampingi oleh Wali’an-wali’an serta Tona’as-tona’as dan Ki’I-Ki’it-en, Pa-selan im banua serta Pa-siri-siri’en, wo se Touw Pandey im banua dan Teterusan maupun Waraney-waraney yang sakti dan gagah perkasa.
Dengan melakukan upacara ritual, meditasi dan puasa serta melakukan pemujaan kepada Sang Mahakuasa, para Tona’as dan Wali’an serta Te-terus-an yang sakti dan perkasa berdoa,dan meminta petunjuk tentang lokasi yang akan didiami dan nama pemukiman yang mereka pilih sebagai tempat pemukiman.
Khusus untuk mengusir bencana serta musibah dan malapetaka atau marabahaya yang pernah melanda pemukiman Lana dan Tumo-towa dahulu, maka para Wali’an memimpin upacara selama sembilan hari sembilan malam berturut-turut dengan berdoa dan berpuasa serta melakukan prosesi upacara ritual dan sakral yang dilakukan khusus untuk keperluan istimewa itu.
Setelah selesai melakukan upacara-upacara ritual mereka diberi petunjuk melalui tanda-tanda dan bunyi suara burung Wara’ yang memberikan pedoman dan arah tempat yang cocok dan pantas untuk dijadikan pemukiman baru serta nama pemukiman baru.
*** Tempat yang terpilih sebagai lokasi pemukiman baru adalah kembali kepemukiman lama LANA dan TUMO-TOWA dahulu yang sudah ditinggalkan, yaitu disebelah timur pemukiman NIMA-WALE.
*** Sesuai petunjuk dan tanda-tanda dan bunyi burung Wara’, maka diketahuilah bahwa nama yang diinginkan oleh EMPUNG WA’ILAN AMANG KA-SURU-AN SI KU-MA-KAWASA ING KA-YO’BA’AN WON O-OBA’AN, wo se Apo’-apo’ im banua lu-mangkoy-o (malaekat-malaekat), adalah nama lama atau nama pertama yaitu nama asli WANUA KIOWA.
*** Nama Lana dan Tumo-towa tidak dipakai lagi, sebab nama dan ro’ong itu sudah ditinggalkan orang, apalagi nama itu hanya digunakan sebagai penunjuk batas dari RO’ONG (DESA) serta ruang lingkup pemerintahaan serta kepemimpinan, akan tetapi mereka tetap satu dalam ikatan WANUA KIOWA.
*** Apalagi pemukim yang sekarang, sudah menjadi kumpulan komunitas masyarakat turunan dotu-dotu yang berasal dari Walak Lana dan Tumo-towa sebagai bagian Wanua Kiowa, yang sebelumnya sudah terpencar-pencar kedelapan penjuru angin, tetapi sebagiannya kembali lagi ke wanua Kiowa .
*** Para pemukim kembali yang sudah bersatu kembali, dalam sikap, tindakan dan keinginan serta tekad memilih untuk menggunakan kembali nama WANUA KIOWA, sebagai nama pemberian pertama kali oleh Wali’an LA’UN DANO serta APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA atas pemukiman yang mereka dirikan.
*** Jadi walaupun sebagian besar masyarakat Wanua Kiowa sudah berpencar ke delapan penjuru mata angin Tana’ Ka-senduk-an Maka-aruy-en, termasuk yang kembali ke kaki gunung Soput-an dan yang pindah ke Ro’ong Songkel serta pemukiman-pemukiman lainnya, masyarakat Wanua Kiowa tetap berada dalam satu ikatan tali persaudaraan dan kekeluargaan.
*** (Pada dasarnya dengan memilih lokasi itu para pemukim itu kembali kepemukiman nenek moyang mereka dahulu , sehingga pengaruh itu juga menggambarkan sifat orang Kiawa yang terlalu cinta tempat asal atau tanah tumpah darah, karena sejauh-jauh mereka merantau pasti akan kembali kekampung walaupun hanya menjenguk keluarga.)
Petunjuk tentang pemindahan lokasi pemukiman dan pemberian nama pemukiman baru dibawa kedalam musyawarah dan mupakat akbar.
Berdasarkan kesepakatan-kesepakatan dalam musyawarah dan mupakat akbar masyarakat Kyowa, bertempat di “WATU PA-LI’US-AN” yang terletak sondek Aret, diputuskan bahwa :
1. Lokasi pemukiman baru yang dipilih adalah lokasi yang terbentang diantara bagian barat pohon raksasa LA’IDONG dan bagian timur pemukiman NI-MAWA-LE.
2. Nama pemukiman dikembalikan kepada nama asal atau nama pertama yaitu : WANUA KIOWA (nama asli yang diberikan oleh Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut e We-wene dan Tu’ur e Tuama.)
Setelah adanya musyawarah dan mupakat akbar itu, maka dilakukanlah tata cara dan adat istiadat serta upacara menurut kebudayaan asli KA-SENDUK-AN, untuk pembukaan kembali pemukiman dan pengembalian nama Wanua Kiowa, dibawah pimpinan para Tona’as dan Wali’an serta Tua-tua Adat yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pelaksanaan tata cara dan adat istiadat itu dilakukan melalui bermacam-macam upacara termasuk ru-mages serta tari-tarian puji-pujian dan doa-doa untuk mengusir bencana mauupun permohonanan berkar serta bimbingan dan perlindungan dari Yang Mahakuasa.
*** Sebagai tanda kembalinya masyarakat Ka-senduk-an ke pemukiman WANUA KIOWA, maka para Tona’as menancapkan lagi sebuah Batu Penjuru yang disebut “WATU TUMO-TOWA” (ma-muali tanu tundek im-banua wi-nangun weru) dibagian barat Wanua Kiowa.
Selesai rehabilitasi dan pembangunan kembali Wanua Kiowa , dan peresmian kembali nama asli WANUA KIOWA, maka diadakanlah acara MA-KA-PULU-PULU’ dengan penuh kemuliaan dan semarak kemeriahan pesta akbar rakyat Wanua Kiowa selama sembilan hari sembilan malam.
Itulah asal usul Wanua Kiowa atau Ro’ong Kiowa yang sekarang, sebagai kelanjutan dari Wanua Kiowa yang didirikan oleh Wali’an La’un Dano serta Apo’ Ina’ Amut e We-wene dan Apo’ Ama’ Tu’ur e Tuama, yang kemudian di zaman pemerintahan Belanda dirubah menjadi KIAWA oleh Kolonial, seperti halnya Ro’ong Songkel dirubah oleh mereka menjadi Sonder.
Bedakan kata :
1. KIOWA, sebutan dan tulisan asli yang seharunya dipakai untuk KIAWA yang
dipakai sekarang ini.
2. KIAWA, nama Kiowa yang dirobah oleh Belanda.
3. KYOWA, suatu kata yang artinya “bimbang atau ragu-ragu atau serba salah atau seakan akan (umpama: ca-kyo-kyowa), jadi bukan sebutan dan tulisan untuk menyebutkan nama Ro’ong Kiowa.
Asal - usul istilah Kyowa menurut arti kata maupun kata dapat ditemukan didalam :
1. Bahasa Toun-temboan, kata KIOWA berarti, “HIDUP BAHAGIA DAN SEJAHTERA BERSAMA-SAMA SECARA RUKUN AMAN DAN DAMAI SENTOSA”.
2. Sedangkan tulisan “K Y O W A” berarti SERBA SALAH atau RAGU-RAGU, tidak sama artinya dengan tulisan “K I O W A”.
Bahasa Jepang , terdapat pula kata Kiowa.
Huruf Kanji :
Kio = bersama, Wa = damai; jadi kata Kiowa dapat diartikan hidup bersama secara damai.
(Dituturkan oleh Mr. X suami seorang Dosen UNSRAT rekan Dra Sientje Rondonuwu pada Taun 1992 yang memperbaiki letak danmembersihkan situs WATU AMIAN dan Mr. Hyodo dari expert Japan Tobacco pada tahun 1993, menegaskan bahwa di Sondek Aret diperkirakan ada Kuburan orang AMIAN (Jepang???), karena batunya menghadap arah kiblat UTARA = AMIAN.
3. Kata Kiowa pun merupakan nama salah satu suku yang menjadi penduduk asli yang mendiami benua Amerika.
Apakah Kiowa berasal dari salah satu daerah/negeri tersebut,atau karena kebetulan,tetapi dari ceritera mulut ke mulut sejak dahulu, banyak yang menduga bahwa nama itu mungkin diberikan oleh puteri Tona’as Wangko’ Im Banua Amian yang pernah tinggal di La’idong yang berasal dari Amian (Jepang).
Ditempat itu pula dengan “si Ina’ Kuntel” dari Amian (Utara) pernah merasakan dan memperoleh kedamaian serta ketenangan karena hidup bersama dengan suaminya dengan bahagia, walaupun pada mulanya diliputi kebimbangan dan tantangan karena sulit memperoleh jodoh.
Dikisahkan juga bahwa puteri Tona’as Wangko’ dari Amian itu membawa adat istiadat, seni budaya dan tata cara serta kebiasaan dan tradisi leluhurnya.
Apabila cara bertani dan menyemaikan benih serta bercocok tanam padi dan “tolu” penutup kepala serta rumah bambu, adalah mirip-mirip kebiasaan orang Jepang, maka hal itu memberikan kesan tentang profil dan kebiasaan orang KA-SENDUK-AN yang kulturnya ada persamaan dengan tradisi yang mirip-mirip dengan kebiasaan orang Jepang.
Apalagi adanya WATU AMIAN dan kuburan-kuburan dekat PALI’USAN di sondek Aret, yang menurut cerita adalah kuburan para utusan TONA’AS WANGKO’ IM BANUA AMIAN dan IBUNDA dari INA’KUNTEL. maka hal itu memberikan petunjuk bahwa gadis yang bermukim di Lai’idong itu adalah Puteri Kaisar Jepang yang membawa budaya Jepang ke Minahasa, sehingga kata Kiowa yang kemudian berubah menjadi Kiawa kemungkinan berasal dari bahasa Jepang ada hubungannya juga.
Catatan :
Menurut .Profesor ahli purbakala seorang expert dari Jerman, desa Kiawa adalah desa tertua di Minahasa, terbukti dari benda yang di temukan dalam batu Tim-bukar yang sudah berusia kurang lebih sebelum 15 abad yang lalu, bahkan yang tertua sebelum abad Masehi (terbukti dari barang-barang peninggalan yang pernah ada didalamnya, yang sudah banyak diambil orang).
Prof. MIEKE SCHOUTEN menyatakan bahwa bahasa asli Tountemboan hanya ada di Kiawa, sedangkan didaerah lainnya sudah terkontaminasi.
PROSES TERBENTUKNYA WANUA KIOWA
======================================
INANG KUNTEL + INA’ KUNTEL
TANA’ MA-KA-ARUY-EN
KA-SENDUK-AN
INANG KUNTEL + INA’ KUNTEL + TU’UR E TUAMA
LA’IDONG
WANUA KIOWA
LANA + TU-MO-TOWA
TI-NINCAS-AN
DELAPAN PENJURU MATA ANGIN KA-SENDUK-AN
KI-NA-WANGKO’AN
TI-NINCAS-AN
MA-WALE
KINA-WANGKO’AN + MARENG ANG KIOWA + SONGKEL
K I O W A
K I A W A
12. KIOWA (KIAWA) SELAYANG PANDANG
A. ETNIS KIOWA (KIAWA)
*** Etnis Kiowa adalah sekelompok “ orang yang hidup bersama secara rukun dan damai sejahtera”, di pemukiman yang dikenal dengan sebutan PUSER IN TANA’ KA-SENDUK-AN KIOWA, yang merupakan turunan DOTU TU’UR E TUAMA dan AMUT E WE-WENE.***
Menurut asal usulnya orang (etnis) Kiowa atau Kiawa adalah turunan Apo’ Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama yang pertama kali mendiami Wanua Kiowa.
Masyarakat Ka-senduk-an yang berasal dari Wanua Kiowa yang menyebar kedelapan penjuru mata angin tanah Ka-senduk-an sudah berkembang menjadi besar sekali populasinya, sehingga menjadi suatu bangsa yang berpengaruh serta memiliki kepintaran, kemajuan dalam bidang budaya, pengetahuan , ekonomi serta kekuatan pertahanannya, bahkan sudah memiliki bahasa dan aksen yang agak berbeda walaupun masih memiliki kemiripan, tetapi pada dasarnya tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi dasar-dasar dan prinsip-prinsip serta ciri-ciri dan kekhasan adat istiadat budaya dan keyakinan Ka-senduk-an.
Akibat kemajuan yang dimiliki, timbullah persaingan dan pertentangan antara kelompok -kelompok tertentu, sehingga menyebabkan perselisihan yang menyebabkan peperangan antar kelompok, dimana kelompok yang satu ingin melebarkan sayap kekuasaannya dengan saling merebut pengaruh bahkan wilayah kekuasaan antara satu dengan yang lain.
Peperangan antar kelompok menimbulkan korban jiwa, harta, dan bencana lainnya.
Tokoh-tokoh yang tidak menginginkan perpecahan antara masyarakat Ka-senduk-an mengambil prakasa untuk mempersatukan kembali masyarakat yang sudah terpecah bela.
Salah satu kesepakatan yang di hasilkan adalah pembagian wilayah sesuai dengan domisili anak-anak suku Ka-senduk-an yang sudah menciptakan dan memiliki bahasa sendiri-sendiri.
Setelah pembagian tana’ Ka-senduk-an dalam musyawarah dan mupakat kekeluargaan yang diselenggarakan di tempat bersejarah Watu Pina-weteng-an, dimana nama Ka-senduk-an berobah sebutannya menjadi Mi-naesa, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Minahasa ( oleh kolonial Belanda) , maka etnis Kiowa dimasukan sebagai bagian anak suku Tuon-tembo-an.
Namun secara etnis, kultur, budaya, bahasa dan hubungan kekeluargaan etnis Kiowa lebih dekat dengan rumpun Sumonder dan Ku-ma-wangko’an, Tuma-reran serta rumpun-rumpun Toun-tembo-an dan sekitarnya.
Rumpun Su-monder dan Ku-ma-wangko’an serta Tuma-reran erat kaitannya dengan etnis Kiowa, dibuktikan dengan nama “TA-RANAK” atau marga/ keluarga (famili name) dari etnis Sonder dan Ka-wangko’an serta Ta-reran sebagian besar sama, hal mana membuktikan bahwa etnis-etnis tersebut berasal dari Kiowa, tetapi bukan berarti bahwa, turunan dotu Amu t e We-wene serta Tu’ur e Tuama yang sudah tersebar dan terpencar-pencar didelapan penjuru angin Wanua Ka-senduk-an (Ma-lesung) , bahkan ada yang sudah lu-mantak atau su-mengkot lu-mangkoy in ta’sic wangker am pa-nangkey-an, tidak terkait dengan rumpun ini, melainkan kesemuanya adalah satu turunan darah titisan Apo’ Amut dan Apo’ Tu’ur.
Namun ditinjau dari sisi aksen/dialek bahasa maupun kultur dan adat istiadat serta pembagian harta warisan nenek moyang , saat ini kelihatannya etnis Kiowa lebih dekat sekali dengan etnis Sonder karena banyak orang Sonder memiliki tanah atau kebun didalam wilayah kepolisian Kiawa, demikian pula sebaliknya banyak orang Kiawa memiliki tanah dan kebun didalam wilayah kepolisian Sonder,yang kesemuannya berasal dari pembagian budel warisan dotu yang sama marga.
Hubungan darah maupun kekeluargaan antara etnis Kiowa dan Sonder dibuktikan pula dengan penuturan dari orang tua-tua dikedua desa Kiawa dan Sonder yang sampai sekarang selalu dan tetap mengakui serta menyatakan bahwa orang Songkel (orang Sonder) berasal dari satu desa (wanua) yaitu Kiowa dan yang dimaksud dengan Songkel sebenarnya adalah Kiowa, dengan pengertian bahwa dulunya Kiowa dan Songkel adalah satu Wanua, (walaupun juga masyarakat Kuma-wangko’an dan Tuma-reran pun berasal dari Kiowa termasuk anak-anak suku yang sudah tersebar diseluruh kawasan Ka-senduk-an Maka-aruy-en), dengan kesimpulan bahwa rumpun ini adalah rumpun yang tetap menetap di Wanua yang didirikan pertama kali, oleh Wali’an La’un Dano dan Apo’ Amut serta Apo’ Tu’ur.
Apabila dalam pembagian walak atau wilayah di zaman dahulu kala Kiowa termasuk walak Songkel, kemudian pada zaman penjajahan Belanda termasuk onder district Sonder dan sesudah kemerdekaan R.I tetap termasuk Kecamatan Sonder sampai tahun 1960.
Disebabkan oleh satu dan lain hal pada zaman pergolakan PERMESTA, maka desa Kiawa pada tahun 1960 dipindahkan kedalam Wilayah Kecamatan Kawangkoan sampai sekarang.
B. PUSER IN TANA’
Secara geografis, RO’ONG KIOWA (Kiawa) terletak di kaki Gunung Lengkoan dan membujur dari timur ke barat serta di apit oleh sungai, sebelah utara sungai SONDER dan sebelah selatan sungai RANO WANGKO’ dan sebelah barat ALAM LA’UN DANO dan sebelah Timur GUNUNG LENGKO’AN dan berada di antara dua bendar yaitu Sonder dan Kawangkoan.
*** Bila memperhatikan peta tanah Minahasa dan ditarik garis lurus dari timur ke barat atau dari utara ke selatan , maka secara geografis desa Kiawa berada di tengah-tengah tanah Minahasa sehingga Kiawa disebut PUSER IN TANA’.
Nama dan sebutan PUSER IN TANA’ sangat familiar dan populer dikalangan GENERASI TUA KIOWA, sehingga mereka jarang menyebutkan nama atau sebutan KIOWA, namun yang mereka masksudkan dengan PUSER IN TANA’ adalah KIOWA.
*** (.......SAYOW kelahiran asli dan dibesarkan di Kiowa yang meninggal awal Januari 1996 dalam usia 100 tahun, tetap menggunakan istilah PUSER IN TANA’ untuk Kiowa dalam percakapan dengan LEMBAGA BUDAYA KIOWA di KROIT pada bulan NOPEMBER 1996, beliau masih menyimpan bendera dan keris pusaka masyarakat PUSER IN TANA’).
Kata orang tua-tua, desa Kiawa tidak berkembang jadi besar seperti bendar Sonder dan Kawangkoan, karena desa Kiawa diapit oleh dua sungai serta di batasi oleh gunung serta jurang terjal debelah barat, sehingga ada kesan terpagar atau tertutup.
13. ANAK SUKU TOUN-TEMBO-AN
Etnis yang menduduki Desa (KIAWA) adalah bagian dari rumpun anak suku TOUN-TEMBO-AN, sebagai salah satu anak suku yang merupakan bagian dari suku MINA-ESA yang ikut serta dalam pembagian TANAH KA-SENDUK-AN MINA-ESA (MINA-HASA) yang disebut juga “MA-LESUNG”, yang didirikan oleh Wali’an Inang Wangko’ La’un Dano serta Apo’ Ina’ Amut e We-wene dan Apo’ Ama’ Tu’ur E Tuama, yang dikenal juga dengan sebutan Karema. Lumi-mu’ut dan To’ar.
Musyawarah dan mupakat kekeluargaan antara anak-anak suku Minahasa diadakan setelalh populasi turunan Apo’ Amut E We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuama ( To’ar Lumimuut) berkembang menjadi banyak dan sudah terpencar diseluruh kawasan Bumi Ka-senduk-an (Minahasa).
Anak suku Minahasa yang ikut serta dalam musyawarah dan mupakat itu adalah :
Ton-sea’, Toum-bulu’ , Tom-batu. Toun-tembo-an, Tou-lour, Tom-bariri, Ton-sawang, Po-nosak-an dan Bantik dan beberapa anak suku kecil lainnya.
Pelaksanaan musyawarah dan mupakat itu dilakukan di tempat bersejarah bernama WATU PINA-WETENG-AN di kaki gunung Soput-an.
Etnis Kiowa sebagai salah satu rumpun anak suku Toun-tembo-an ikut serta dan berpartisipasi juga dalam musyawarah dan mupakat tersebut.
Hasil musyawarah dan mupakat itu menetapkan beberapa keputusan a.l. :
Pernyataan kebulatan tekad bahwa turunan Apo’ AMUT E WE-WENE dan TU’UR E TUAMA (To’ar Lumi-mu’ut) selalu terikat dalam persatuan dan kesatuan keluarga dan tetap “ bersatu” (itulah asal usul istilah MINA-ESA yangberarti BERSATU).
Pengembangan dan peningkatan pelaksanaan pola hidup MA’ANDO dan MAPALUS sebagai warisan APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA (Apo’ To’ar Lumimu’ut ).
Pembagian wilayah Minahasa kepada anak-anak suku turunan APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA ( Apo’ To’ar Lumimu’ut).
Dari ketujuh anak suku Minahasa itu, anak suku Toun-tembo-an mendapatkan wilaya dibagian tengah dan selatan yang sudah ditempati oleh rumpun-rumpun anak suku Toun-tembo-an.
Sejak saat musyawarah dan mupakat di Watu Pina-weteng-an nama-nama ketujuh anak suku Minahasa makin dikenal dan populer, apalagi anak suku Toun-tembo-an yang pada saat itu bertindak selaku tuan rumah karena kebetulan Watu Pina-weteng-an terletak diwilayah yang di tempati anak suku Toun-tembo-an.
Anak suku Minahasa ini disebut TOUN-TEMBO-AN atau TON-TEMBO-AN karena pada mulanya paling banyak dari antara mereka bermukim di pegungungan, walaupun ada juga sebagian yang bermukim ditepi pantai.
Asal usul nama TOUN - TEMBO- AN berasal dari dua kata yaitu “TOUW” yang berarti “ORANG” dan “TEMBO-AN” yang berarti “Tempat tinggi” , dimana orang dapat melihat dan memandang ke bawah dan sekitarnya, sehingga kata “TOUN-TEMBO-AN” dapat diartikan “ORANG DI TEMPAT TINGGI”.
Pada zaman dahulu anak suku TOUN-TEMBOAN suka juga berdiam di tempat yang tinggi,baik di rumah panggung dan gua-gua alam atau buatan dilereng gunung atau di tebing-tebing atau diatas pohon-pohon raksasa dengan menggali lobang (kume’il kali) atau membolongi kay (ru-mangow ing kayu) untuk keperluan tempat tinggal atau bolong karena kerusakan alamiah atau kerat binatang yang disebut Rangow.
Bertempat tinggalnya anal suku ini ditempat-tempat yang spesifik tersebut karena alasan keamanan terutama menghindari gangguan orang jahat dan serangan biatang buas ( sehingga saat ini ada desa/bendar bernama Tondangow dan Langouw-an yang berasal dari kata Rangouw atau lobang atau gua), atau desa yang bernama Ki-nali atau Kali.
Anak suku yang dikenal dengan PA-KASA-AN TOUN-TEMBO-AN dikenal juga dengan sebutan orang TOM-PA-KUWA, dan ada pula yang menyebutnya TOM-PA-KOWA.
Artinya TOM-PA-KUWA dan TOM-PA-KOWA :
1. TOM-PAKUWA terdiri dari dua suku kata :
Tom = Orang;
Kuwa = bilang = sebut
Pa-kuwa = terbilang, yang disebut-sebut;
Sehingga kata TOM-PA-KUWA dapat diartikan :
“ ORANG YANG TERBILANG” atau “ ORANG TERKENAL”
2. TOM-PA-KOWA terdiri dari dua suku kata :
Tom = orang ;
Kowa = lomba ;
Pa-kowa dapat diartikan yang dilombakan karena memiliki keterampilan/keahlian dan kemampuan untuk berlomba.
Karena memiliki kemampuan dan keahlian berlomba anak suku ini selalu diutus kebarisan depan dalam perlombaan atau perjuangan, sihingga TOM-PA-KOWA dapat di artikan “PELOMBA”.
(anak suku ini memang terkenal gemar bertanding dan melakukan perlombaan kuda, sapi dan binatang-binatang lainnya.)
Jadi dapat disimpulkan bahwa orang Toun-tembo-an atau orang Tom-pakuwa atau orang Tom-pa-kowa adalah “ orang di tempat tinggi dan terkenal yang di tempatkan dibarisan depan”.
Anak suku ini mendiami daerah sekitar pegunungan Soput-an,Lengko’an, Ta-reraN, dan membentang sampai ke pegunungan Lolom-bulan, Wulur ma’atus dan Sinon sayang.
Anak sukuk Ton-tembo-an sekarang terbagi-bagi sesuai dengan lokasi pemukiman masing masing yang sekarang di kenal denga rumpun-rumpun orang :
SONDER (Su-monder),KAWANGKOAN (Kuma-wangko’-an), TOMPASO(Tumom-paso’), LANGOUW-AN (Lu-mangouw-an , TOMBASIAN (Tumom-basi-an), TA-RERAN (Tuma-reran), TUMPA’AN(Tu-mumpa-an),AMURANG (U-wuran), MOTOLING, TOM-PASO’ WERU ( Kolonisasi), MODO-INDING, TENGA serta POIGAR.
Anak suku Toun-tembo-an ini mewarisi adat istiadat dan budaya asli Ka-senduk-an yang sekarang dikenal dengan sebutan MINAHASA , tetapi mimiliki ciri khas bahasa dan dialek serta karakter yang unik dan agak berbeda dengan dasar filosofi hidup Ma-palus yang merupakakn warisan agung APO’ AMUT E WE-WENE dan TU’UR E TUAMA ( Apo’ To’ar Lumimu’ut) dan Wali’an LA’UN DANO (Ka-rema).
ETNIS KIOWA adalah sebagian dari rumpun yang berada diantara anak suku TOUN-TEMBO-AN.
III. ALIRAN KEPERCAYAAN KASENDUKAN
1. ALIRAN KEPERCAYAAN KA-SENDUK-AN.
Aliran kepercayaan yang dianut masyarakat Kiowa adalah suatu aliran kepercayaan yang bersumber pada ajaran tentang Ka-senduk-an yang diwariskan oleh Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama.
Aliran kepercayaan Ka-senduk-an mengajarkan tentang kebahagiaan sejati didunia yang fana (ka-yo’ba’an) dan dialam baka (o’oba’an) .
Misteri legenda,mythos, magis, mistik, ritualisme dan tradisi leluhur serta hal-hal luar biasa, yang dianggap aneh atau memiliki kasiat serta kekuatan dikalangan masyarakat Kiowa purba adalah sumber inspirasi spiritualisme Ka-senduk-an.
1. MYTHOS.
Mythos tentang seseorang sakti yang gagah perkasa yang dapat mengalahkan binatang raksasa yang buas, atau seseorang pinter yang dapat membuat keanehan atau sihir atau tenung dan lain-lain, atau sesuatu peristiwa atau kejadian, yang aneh atau luar biasa dan sering terjadi dialam luas maupun angkasa raya, sangat mempengaruhi semangat hidup spiritualitas masyarakat.
Demikian pula mythos tentang ceritera-ceritera orang sakti, kesatria dan perkasa serta orang-orang pintar, terutama juga alam dan lingkungan serta peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang luar biasa, maupun keanehan alam dan keperkasaan serta kedahsyatan kuasa dan kekuatan alam seperti kilat, guntur, gerhana dan pikiran masyarakat , menjadi suatu kepercayaan yang diyakini bernilai magis dan mistik, sehingga dijadikan mythos oleh masyarakat Kiowa.
2. MAGIS dan GAIB.
Magis dan gaib adalah pengaruh keadaan dan peristiwa-peristiwa serta kejadian-kejadian yang dialami atau dilakukan orang sakti atau seseorang yang sulit dipecahkan atau dijelaskan dengan kata-kata biasa oleh orang awam.
Contoh : Pisau berdiri tegak lurus atau berputar-putar diatas piring porselen.
3. MISTIK
Mistik yaitu inti yang terpendam dalam kepercayaan atau suatu hal yang sangat hakiki dalam pengalaman hidup kesukmaan, yang tidak dapat dijelaskan atau dirumuskan dalam suatu ajaran , karena hanya dapat dirasakan oleh orang yang merasakannya atau mengalaminya.
Contoh : Orang kesurupan.
4. TRADISI LELUHUR.
Tradisi leluhur yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Kiowa yang berakar pada ajaran serta peninggalan Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama selaku manusia pertama di Wanua Kiowa.
5. RITUALISME.
Ritualisme sebagai wujud ungkapan nilai-nilai magis dan mistik dijadikan sebagai sarana untuk merealisasikan ungkapan perasaan dan pemujaan.
6. SPIRITUALISME.
Spiritualisme Ka-senduk-an dibentuk oleh legenda, mythos,magis, mistik, tradisi dan ritual yang didominasi oleh kepercayaan akan hal-hal yang magis dan mistik serta legenda-legenda yang ada, terutama tradisi para leluhur.
Mythos tentang kepercayaan dan keyakinan, bahwa semua yang ada di jagad raya bernyawa dan memiliki kekuatan sakti serta nilai-nilai magis dan mistik, termasuk kepercayaan bahwa semua ciptaan memiliki roh dan jiwa serta kehidupan, adalah inti sumber inspirasi pemikiran dan pembentukan ritualitas dan spiritualitas atau aliran kepercayaan Ka-senduk-an.
Kepercayaan itu akhirnya menjadi suatu tradisi yang bertumbuh dan berkembang terus, sehingga menjadi suatu aliran kepercayaan atau spiritualisme Ka-senduk-an yang menjadi keyakinan dari masyarakat Wanua Kiowa.
2. KA - SENDUK - AN.
Ka-senduk-an adalah kehidupan dan tempat yang penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman, kesentosaan, kemakmuran, kesejahteraan, kerukunan, kedamaian dan suka cita atau Paradiso, suatu tempat yang tak mengenal penderitaan dan kesengsaraan serta tidak pernah mengalami kesedihan, penderitaan, penyakit, kesusahan, musibah, malapetaka, kecelakaan, duka cita dan tangisan air mata , baik dialam baka maupun didunia yang fana.
Kehidupan di alam baka Ka-senduk-an :
Ka-senduk-an diartikan juga sebagai komunitas dari manusia yang sudah mencapai tingkar kesempurnaan hidup dan menikmati kebahagiaan serta sukacita yang kekal setelah mengalami reinkarnasi atau kehidupan baru di Ka-senduk-an.
Kehidupan didunia fana Ka-senduk-an :
Masyarakat Ka-senduk-an adalah masyarakat yang sudah mencapai sasaran maksud dan tujuan dari pada pola hidup Ma-ando, yaitu masyarakat yang sudah menjalankan dan hidup dalam suasana serta menikmati :
• Keadilan, kearifan, dan kebijaksanaan serta kesempurnaan,
• Kebahagiaan , kesenangan, kegembiraan rohani dan jasmani,
• Kemakmuran, kesejahteraan moril dan materil,
• Kerukunan , kedamaian keamanan dan kesentosaan.
***kata “SENDUK berarti : Adil ,bahagia, senang, gembira, sejahtera, makmur, rukun, damai, aman dan sentosa. (huruf e dalam kata “senduk” disini dibaca serperti huruf e dalam kata enak, ekor, ember, embel-embel dll).
*** Bedakan dengan kata “SENDU’” dalam kata “se-sendu’-an yang berarti “menanggis tersedu sedan. (Huru e dalam kata sendu’ disini dibaca seperti huruf e dalam kata empat, elang, enggan dll.)
*** Perbedaan arti kata ditentukan oleh bunyi lafal huruf “e” dan tekanan tanda hamza dalam kata senduk dan sendu’.
Misteri magis dan mistik yang menjiwai kehidupan dan semangat aliran kepercayaan masyarakat Ka-senduk-an, adalah suatu misteri yang diselubungi tabir rahasia spiritualisme.
Walaupun dizaman modern sekarang ini kehidupan spiritualisme Ka-senduk-an sudah mengalami polusi dan seakan-akan sudah ditinggalkan oleh sebagian besar penganutnya, namun secara tersamar misteri nilai-nilai magis dan mistik Ka-senduk-an masih tercermin dalam peri kehidupan sebagian masyarakat yang masih mempertahankan aliran kepercayaan Ka-senduk-an didalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-contoh praktis dalam kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat Kiowa, yaitu :
1. Tidur, kepala harus disebelah Timur atau Selatan.
2. Bambu atau kayu yang dipancangkan ketanah harus pangkal dari kayu atau bambu.
3. Ritualitas kematian a.l. : tu-mu’un , lu-ma’lu , dll .
4. Dll.
Spiritualisme Ka-senduk-an dijiwai oleh nilai-nilai magis dan mistik, yang diwarnai pengaruh alam dan lingkungan serta aliran kepercayaan maupun keyakinan para leluhur Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut e We-wene dan Tu’ur e Tuama.
Kehidupan masyarakat Kiowa yang selalu terkait dengan nilai-nilai magis, mistik, ritual dan spiritual/upacara-upacara tradisional yang mengakar pada budaya Ka-senduk-an pada zaman dahulu, adalah ciri khas kehidupan sehari-hari masyarakat Kiowa yang masih menganut aliran kepercayaan Ka-senduk-an sekarang ini.
Apapun tindakan dan kegiatan yang menyangkut kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai magis, spiritual dan ritual.
(Walaupun masyarakat Kiowa saat ini sepenuhnya sudah memeluk agama Kristen, tetapi ciri khas kehidupan spiritual aliran kepercayaan Kasendukan masih tetap mengakar dalam kehidupan sehari-hari.)
3. MISTERI MAGIS DAN MISTIK KA-SENDUK-AN.
(1). KA-SURU-AN
Ka-suru-an (asal kata suru) yang berarti ASAL MUASAL TURUNAN.
Asal muasal turunan itu adalah SUMBER KEHIDUPAN.
Sumber kehidupan adalah SANG MAHA KUASA dan SANG MAHA PENCIPTA.
KA-SURU-AN dapat diartikan sebagai ASAL MUASAL DAN SUMBER SEGALA MAHLUK, CIPTAAN, HIDUP, KUASA, KEMULIAAN, KEAGUNGAN, KESEMPURNAAN, GAYA, TENAGA, KEKUATAN, MAUPUN SEGALA-GALA YANG KELIHATAN DAN TAK KELIHATAN SERTA KETURUNANNYA.
WANGKO’ berarti AGUNG, SEMPURNA atau MAHA BESAR dan MAHA MULIA.
KA-SURU-AN WANGKO’ berarti ALLAH YANG AGUNG DAN MAHA BESAR SERTA MAHA MULIA, ASAL MUASAL SEGALA HIDUP, KUASA, KEKUATAN, DAYA DAN TENAGA, PIKIRAN ,KREASI, REKAYASA, ILMU, PENGETAHUAN DAN KEPANDAIAN, CIPTAAN SERTA MAKHLUK-MAKHLUK, DAN ASAL SEGALA-SEGALA YANG ADA DISELURUH JAGAD RAYA DAN ALAM SEMESTA.
KA-SURU-AN dikenal juga dengan panggilan EMPUNG atau WA’ILAN.
*** Pada prinsipnya MASYARAKAT KA-SENDUK-AN adalah PENGANUT ALIRAN MONO-THEISME, yaitu percaya kepada AMANG KA-SURU-AN (SATU-SATUNYA ALLAH YANG ESA.
ORANG KA-SENDUK-AN hanya mengenal AMANG KA-SURU-AN ( tidak ada sebutan “ Inang Ka-suru-an atau sebutan lain, selain Amang Ka-suru-an).
*** Amang Ka-suru-an memiliki utusan atau suruhan yaitu APO’-APO’ (MALAEKAT-MALAEKAT) sebagai penghubung antara Ka-suru-an dengan CiptaanNya (Apo-Apo’ adalah orang-orang yang dulunya didunia hidup sesuai dengan ajaran paham Ka-senduk-an, hidup suci, arif, bijaksana, adil, benar dan jujur, sehingga setelah meninggal dan kembali kealam baka manjadi APO-APO’ IN O-OBA’AN (MALAEKAT), yang seringkali diutua oleh Amang Ka-suru-an ke dalam ka-yo’ba’an, bahkan untuk sementara waktu menjelma menjadi manusia lagi (re-inkarnasi), atau masuk dalam sukma dan jiwa serta tubuh jasmani, orang-orang pinter atau orang-orang tertentu.
*** Utusan atau penghubung atau perantara adalah “LU-LU’DU’AN IN KA-SENDUK-AN”, yang disebut juga “ APO’-APO’ IN O-OBA’AN”, atau malaikat - malaikat yaitu Apo’- Apo’ atau ciptaan lainnya “yang sudah berada dan tinggal di Ka-senduk-an in O-oba’an” sebagai pahala atas segala amal bhaktinya serta pengabdiannya kepada ajaran serta kehendak Amang Ka-suru-an dan sesama makhluk hidup selama berada di “ka-yo’ba’an”.
*** Sebutan Amang Ka-suru-an membuktikan bahwa hanya ada satu Ka-suru-an, sebab tidak ada sebutan “Inang Ka-suru-an”.
*** Wanua Ka-senduk-an Kiowa hanya mengenal istilah AMANG KA-SURU-AN, tidak pernah mengenal istilah Inang Ka-suru-an atau ka-suru-an lainnya, sebagai bukti bahwa kepercayaan asli masyarakat Ka-senduk-an Kiowa adalah MONOTEISME, bukan polyteisme.
*** Kalau ada dibeberapa anak suku mengenal istilah ka-suru-an lainnya, maka ka-suru-an - kasuruan itu adalah ka-suru-an-ka-suru-an atau ilah-ilah yang dibentuk atau diciptakan sendiri oleh orang - orang yang menginginkannya dan tidak sama dengan AMANG KA-SURU-AN yang dimaksudkan dalam kepercayaan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
*** Nama atau sebutan lain untuk Ka-suru-an adalah Empung atau Wa’ilan dan tidak disebut berulang-ulang seperti Empung-Empung atau Wa’ilan - Wa’ilan.
*** Walaupun berkesan animisme , karena kepercayaan bahwa semua benda atau ciptaan memiliki jiwa serta kekuatan dan pengaruh, tetapi yang diyakini sebagai Sang Maha Kuasa dan Maha Pencipta hanya satu, yaitu Amang Ka-suru-an.
*** Kepercayaan tentang penjelmaan mewarnai keyakinan ada kehidupan baru sesudah kematian.
*** Spiritualisme masyarakat Ka-senduk-an diliputi oleh tabir misteri yang penuh rahasia.
(2). LE’NAS
LE’NAS adalah yang KUDUS, MULIA, AGUNG, TANPA CELA, TANPA NODA ATAU SEMPURNA.
LE’NAS dimaksudkan pula sebagai ungkapan untuk KA-SURU-AN, yang disebut si “LU-ME’NA-LE’NAS”.
(3). SIOUW TI-TIMBOY-AN ING KA-TOUW-AN
I. KA -TOUW-AN (HIDUP) :
• Ka-touw-an ka-ure-ure ( hidup kekal)
• Ka-touw-an ca-wana ka-siwak-an (hidup tak terbatas)
• Ka- touw-an su-miwak (hidup terbatas)
II. KA-WASA (KUASA) :
1. Ka-wasa i mu’kur wo si lungus wo si aseng :
a) KA-WASA I MU’KUR (kuasa roh) :
mu’kur ka-ure-ure (roh kekal)
mu’kur ca-wana ka-siwak-an (roh terbatas)
mu’kur ma-siwak (roh yang dapat mati).
b) ka-wasa i lungus (jiwa)
c) ka-wasa i aseng (nyawa)
1. KA-WASA I A’AS (akal budi) :
e’endam (indera)
a’awon (karsa)
re-reka-en (kreasi)
2. KA-WASA I A’ATA’( GAYA) :
e’eter (kemampuan)
keter (kekuatan)
e’eter (tenaga)
III. E’EMA’AN (CIPTAAN) :
pa-pe’ilek-en (kelihatan)
touw, aloa, ti-nanem (manusia, binatang, tumbuhan).
tana’, rano, langi, roar, ka-yo’ba’an (tanah, air, langit, alam, jagad raya.)
.a-apa-an ( benda, zat , dll.)
ca-pa-pe’ilek-en (tak kelihatan)
reges (angin)
eges (udara)
oras (musim)
pa-reka--rekan (semu)
wuni (mahluk halus)
eli’ (benda-benda magis)
limbawa (fata morgana)
IV. PA-EMAN-EN (KEPERCAYAAN)
e’eman-en (keyakinan)
a’aram-en (tradisi)
u’utur-en ( legenda)
V. SI-SIGIL-EN (ANALISA)
o’owon (mythos)
u’us (logos)
I-ile’en (realita)
VI. U’SI Y-EN (AJARAN)
aram (budaya)
re-reka’en (rekayasa)
a’andey-an (ilmu)
e’eilek-en (pengetahuan)
tu-turu’en (pendidikan)
ukung (hukum) :
a’ator-en (aturan)
adat (etika)
e-eri-en (moralitas)
VII. RE-RE’NAS-EN (KEBIJAKSANAAN)
e-eren-an (jeli)
re-reka-an (kreatip)
e’ero’an (dinamis)
VIII. MA-ANDO (SOLIDARITAS/KEBERSAMAAN)
ticoy ing to-touw-an (pola hidup)
ki’i-ki’t-an (kepemimpinan)
i’ico-an won u’uwa’an (usaha dan produksi)
mem-palus-an
men-sen-sembong-an
men-san-sawang-an
men-sun-sule-an
men-tun-tulung-an
mem-pom-popo-an
mem-pom-pokey-an
men-sun-suli’an
men-ton-tolic-an
mem-bem-bean
me-upu-upus-an
me-lelo-lelo-an
men-tan-ta’ney-an
mem-pam-pa’ando-an
me-lupu-lupu-an
mem-bem-berot-an
me-san-sakey-an
mem-bum-buleng-an
men-tenteng-tenteng-an
mem-bim-bio-an
me-aki-akin-an
mem-bom-boko’an
mem-bam-bali-an
men-tun-turu’an
meng-genang-genang-an
me-aru-aruy-an
men-san-sale’an
men-ton-to’or-an
mem-bem-beteng-an
dll.
IX. KA-SENDUK-AN (PARADISO)
ka-aruy-an (kemakmuran)
tu-tumbi’an (keadilan)
ka-elur-an (kebahagiaan) :
aler (aman)
aruy (damai)
elur (sentosa)
(4). KA-TOUW-AN MAKA SIO-SIOUW (MAKA TELU LU-MEPET SIOUW)
I. KA-WASA ME-NO-NOUW (KUASA YANG HIDUP) :
• a’ata’ wo e’enter (gaya dan tenaga)
• keter (kekuatan)
• e’eter (kemampuan)
II. LEMBOY ING TO-TOUW-AN (SUMBER HIDUP) :
• mu’kur (roh)
• lungus (jiwa)
• aseng (nyawa)
III. ROAR ME-NO-NOUW (ALAM YANG HIDUP) :
• tana’ (tanah)
• rano (air)
• o’oba’an (jagad raya)
IV. A’APA ME-NO-NOUW (MAHLUK YANG HIDUP) :
• touw (manusia )
• aloa wong kayu won dukut (binatang dan kayu serta rumput)
• atu (benda)
V. TO-TOUW-AN (HIDUP) :
• e’endam (indera)
• a’awon win e’ema’
• a-awoy-en (tindakan)
VI. SUSIY IN TO-TOUW-AN (AJARAN HIDUP) :
• aram (budaya)
• a’andey-an won e’eilek-an (ilmu dan pengetahuan)
• ka-aruy-an (kemakmuran).
VII. TU’UR IN A’ASAN IN TO-TOUW-AN (DASAR PEMIKIRAN HIDUP)
• o’owon (mythos)
• u’us (logos)
• a’adan (realita).
VIII. TICOY IN TA-TAWOY ADAN ME-NO-NOUW (WUJUD KARYA NYATA HIDUP) :
• pa-male aruy (keluarga bahagia)
• me-ro’ong elur (masyarakat damai sentosa)
• ka-senduk-an (paradiso)
IX. KA-SENDUK-AN (PARADISO)
(4). KA-WASA- ME-NO-NOUW (KUASA YANG HIDUP) :
Ka-wasa me-no-nouw a se touw wo se me-no-nouw ang ka-yo’ba’an im pa-ka-sa, ni-ema’ i Ma-ka-ka-wasa im baya waya, si ni mema’ im baya-waya, si’tu-o se pa-ka-sa se ni-ema’ ma-kere ka-wasa wo e’eter , ta’an i pa’ki’it ing ka-sa-le’an i Ka-suru-an, si sey si wean lebe keli, wo si sey em bean na pira, ya karu’ se touw ya wi-nean-na im baya-waya se ka-wasa wo e’eter , ku-mi’it ing ka-toro-an nera, lu-mebe may ase me-no-nouw wali-na.
Kuasa yang hidup pada manusia serta mahluk hidup seluruhnya di alam raya, dilakukan oleh Sang Maha Kuasa yang menciptakan segala-galanya, sehingga semua ciptaan memperoleh kuasa dan kemampuan, tetapi sesuai dengan keinginan dari Ka-suru-an sendiri, kepada siapa yang diberikan lebih banyak dan kepada yang diberikan terbatas, tetapi kepada manusia diberikannya segala kuasa dan kemampuan yang di butuhkannya, melebihi ciptaan lainnya.
Ka-wasa me-no-nouw ay we’e i Maka-ka-wasa, si ni mema’ im baya-waya , si’tu sera ro’ona :
ma-pikir, ma-ta’ney, ma-pendam, ma-ta’u, ma-ilek, ma-nuwu’, ma-linga, ma-wouw, ma-epe’, ma-ero’, ma-kili’, ma-polo, ma-kan, ma-so-moy, ma-pi’pi’, ma-wenang, ma-tawoy, ma-ema’ ma-wangun, wo pa-ka-sa se ro’ona ema’an wo tawoy-en era.
(Kuasa yang hidup yang diberikan oleh Ka-suru-an, yang menjadikan segala-galanya, sehingga mereka dapat :
berpikir, mengingat, merasakan, mengetahui, melihat, berbicara, mendengar, mencium, mencicipi, bergerak, tidur, sadar, buang air besar dan kecil, merencanakan, bekerja, menciptakan, membangun dan segala yang dapat dibuat serta dikerjakan oleh mereka).
1. Ka-wa-sa me-no-nouw ang ka-yo’ba’an ya e ni’itu si ti-no’tol-an ing ka-touw-an.
( Kuasa yang hidup dialam raya ini adalah asal muasal kehidupan).
2. A-ari’i in le-lemboy-an ing ka-wa-sa , awean telu, ya e ni’itu ya :
(Pada dasarnya ada tiga jenis sumber kuasa, yaitu:)
a) a’ata won e’eter (gaya dan tenaga)
b) keter (kekuatan)
c) e’enter (kemampuan)
3. Ticoy in ka-wasa me-no-nouw itu ya telu karu’ ya e ni’itu ya:
(Sifat kuasa yang hidup ada tiga jenis yaitu) :
ka-wasa me-no-nouw ka-ure-ure, am-pa’pa’an ca-wana ti-no’tol-an, wo ray’ca wana ka-akar-an, ya i Sia-o si pa-towan ta ing Ka-suru-an.
(Kuasa yang kekal , sebab tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, Dialah yang kita sebut Ka-suru-an.)
ka-wasa me-no-nouw ca-ma’akar, ka-wasa me-no-nouw ca-wana ka-ka’pu-an, am-pa’pa‘an a-wean tino’tol-an, wo ca-wana ka’akar-an, ya i Sia-o si pa-kuwa i Lungus.
( Kuasa yang hidup tidak terbatas, karena ada permulaan, tetapi tidak ada kesudahannya Dialah yang disebut Lungus.)
ka-wasa me-no-nouw ma-akar, tanu in : a-seng won e’eter.
( Kuasa hidup yang terbatas seperti contoh: nyawa dan kemampuan)
Ticoy-na i Ka-suru-an ya ma-ka-ure-ure, ampa’ pa’an Sia ca-wana ti-no’tol-an, wo ka’ay cawana ka-akar-an, wo ka’ay em-pa-kasa in a’ata won e’eter ya ay Sia waya-waya wo may. wo em pa-kasa i ni-ema’na ya e ni’itu ya punya na waya, ane Sia pa-kuwa in Ma-ka-ka-wasa Wangko-wangko’ im baya-waya.
( Ka-suru-an memiliki sifat kekal, karena Dia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahannya, apalagi segala gaya dan tenaga berasal dari Dia, dan semua ciptaanNya adalah milikNya, jadi Dia disebut Sang Maha Kuasa.)
A’apa-an wo se pa-ka-sa se a nuntep ing ka-yo’ba’an wi-nean i Ka-suru-an ka-wasa, ya en ta’an awean supu-na, maki’it in ra’ra-ran-en wo en pa-towa-an, won a’ata won e’eter won e’enter si ay-tamber i Ka-suru-an.
(Makhluk dan seluruh isi alam raya diberikan kuasa oleh Ka-suru-an, tetapi ada batas-
batasnya sesuai dengan tingkat dan status serta gaya dan tenaga serta kemampuan yang diberikan oleh Ka-suru-an).
Ka-wasa me-no-nouw i’itu ma-we’e ka-touw-an wo ma-ator wo ma-akin im pa-ka-sa in ta-tawoy-en e e’ema’an wo se a’apan wong ka-yo’ba’an.
(Kuasa yang hidup memberikan hidup dan mengatur serta mengendalikan segala kegiatan dari ciptaan dan mahluk hidup serta isi alam semesta).
Si Ka-suru-an, ya Sia ya, Ka-ka-wasa, Ma-ta’ta’u, U’upus-en, Le’lelon, Lu-mo’o lo’or,
Wa-wangko’ wo Le’le’nas.
(Ka-suru-an itu adalah Mahakuasa, Mahatahu, Maha Pengasih, Maha Penyayang,
Maha Baik, Maha Agung, dan Maha Mulia.)
Apo’ Mangko-Wangko’ ya i siya si Ka-suru-an si ca-wana eng ka-pute wo ca-wana eng ka-sawel.
( Sang Maha Agung itu adalah Ka-suru-an, adalah Asal Muasal yang tidak ada taranya dan tidak ada gantinya)
Apo’ Wangko’ Lu-Lu’du’an ya i sera se touw tu-mela’uw-o karu’ing Ka-yo’ba’an, wo ni-angkay yo i Amang Ka-suru-an Mange ang Ka-senduk-an an dangka’ in de-reges-an, ya sera ma-muali Ma’apo-apo’ se-touw ang Ka-yo’ba’an. Se Apo’-Apo’ Wangko’ i ya’na, rai-ca pute si “Apo’ Mangko- Wangko’ (Ka-suru-an)”.
(“LU-LU’DU’AN AN DE-REGES-AN atau “UTUSAN DARI KHAYANGAN”, dapat disamakan dengan “Malaikat” atau yang oleh penganut aliran kepercayaan lain disebut “dewa” yang “bisa menjelma atau re-inkarnasi atau masuk dalam sukma manusia yang masih hidup didunia”, adalah manusia yand sudah meninggalkan dunia fana, dan diangkat oleh Allah sebagai pelindung atau pengayom manusia yang masih ada di dunia. Malaikat atau dewa-dewa itu tidak sama dengan Ka-suru-an).
(5). LEMBOY IN TO-TOUW-AN (SUMBER HIDUP)
1. Lemboy in to-touw-an ya e ni’itu ya lemboy im pa-ka-sa se me-no-nouw, se may asi lemboy ing ka-wasa wo-n to-touw-an (sumber hidup adalah sumber dari segala yang hidup, yang berasal dari sumber kuasa dan hidup).
2. Lemboy in to-touw-an, ya telu karu’ le-lemboy-an :
(sumber hidup terdiri dari 3 unsur sumber :)
a. Mu’kur (roh)
b. Lungus (jiwa)
c. A-seng (nyawa)
3. Icoy-na in lemboy in to-touw-an awe-an telu icoy :
(sifat sumber hidup ada 3 macam)
a) i’icoy-en i mu’kur ka-ure-ure
(sifat roh itu kekal)
b) i’icoy-en i lungus ca-wana ka-akaran
(sifat jiwa itu tidak terbatas)
c) i’icoy-en i-aseng ma’akar pa’’pa’an se touw ma-langkoy ke’ wo ro’ona ka’ay ma-pate.
(sifat nyawa itu terbatas karena manusia berlalu dan bisa mati)
• ma’akar ya e ni’itu ya ma-ki’it ing ka-sale’an i Ka-suru-an wo ma-ki’it ka’ay in tu-tumbi’an an-tu-mena in ta-tawoy-en lo’or ku-ma’pa tawoy-en lewo’ ni-ema e-esa wo sei-esa.
• ca ma’akar ya e ni’itu ya ma-ki’it ing ka-sale’an i Ka-suru-an wo ma-ki’it ing ka’ay in tu-tumbi’an an-tumena in ta-tawoy-en lo’or ku-ma’pa tawoy-en lewo’ ni ema’ i-esa wo si-esa.
• (tak terbatas, tergantung pada keinginan Ka-suru-an dan terutama juga tergantung pada perbuatan baik atau jahat seseorang, jadi sesuai dengan timbangan perbuatan baik dan buruk yang dilakukan seseorang).
4. Sa-paka em bi-witu won i’icoy in lemboy in to-touw-an a nuntep e telu lemboy to-touw-an ni’itu, ya tanu se anio :
(Adapun keberadaan dan sifat sumber hidup dalam ketiga unsur sumber hidup itu adalah :
a) Mu’kur i-itu ya sia ni ma-esa wo me-no-nouw ang-karapi i Ka-suru-an ane en icoy na pute waya ca-wana ka’akar-an.
(Roh itu bersatu dan hidup bersama-sama dengan Ka-suru-an sehingga sifatnya sama-sama tak berkesudahan).
b) Lungus i’itu ya siya ni-maesa wo se-touw me-no-nouw wo se lu-mangkoy-o, se ma-muali- “apo-apo’” a mange en de-reges-an wo ka’ay me-no-nouw a se e’ema’an walina.
(Jiwa itu bersatu dan hidup dengan manusia yan hidup serta yang sudah meninggal dan sudah menjadi dewa (malaikat) di alam baka dan juga hidup diantara ciptaan lainnya.)
Lungus i’itu ya en ticoy-na ca-ma’akar, ta’an ambisa e nento’an na, ya e ni’itu ay tanu i ci’it in e’ema’an na, sa lo’or ya siya mento’ oka ang Ka-senduk-an , ta’an sa siya keli eng ka-lewo’an ni-ema’ an tu-tuw-na i me--no-nouw, ya e siya mento’ oka ang ka-susa’an an tampa “ka-RI-COKO-an” (neraka).
(Jiwa itu sifatnya tak berkesudahan, tetapi dimana ia berdiam, ditentukan oleh perbuatannya, kalau baik ia akan hidup didalam Paradiso, tetapi kalau hidupnya terlalu jahat akan hidup dalam kesusahan atau neraka.)
c) Aseng i’itu ya me-no-nouw ase touw wo se e’ema’an wali-na, en ticoy-na ya tanu se ani- yo’:
(Nyawa itu hidup dalam diri manusia dan ciptaan lainnya, sifatnya adalah sbb):
a) ca-ma’akar sa “I-casale’ “ i Ka-suru-an.
( tak berkesudahan kalau di ingini oleh Ka-suru-an).
b) ma’akar am-pa’pa’an e naseng na ro’ona ke’ indon i Ka-suru-an ku-mi’it ing ka-sale’an Na, wo ku-mi’it im pi-na-ema’na lo’or ku-ma’pa lewo’, aseng I-itu ma-ento’ a se sapa-sapa tanu se touw, aloa, anem won atu, wo se a-apa-an walina.
(terbatas karena nyawa dapat dicabut Ka-suru-an sesuai kehendakNya serta sesuai perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya, nyawa itu berdiam didalam mahluk atau apa saja seperti manusia, binatang, tumbuhan , batu dan lain-lain).
dan benda.)
d) Lemboy to-touw-an i’itu pa-we’e a se ca-sale’ i Ka-suru-an.
(Sumber hidup itu diberikan kepada siapa yang dikehendaki oleh Ka-suru-an).
5. Mu’ukur i’itu ma-ka-ure-ure, wo me-nouw a si Ka-suru-an wo se touw :
(Roh itu kekal dan hidup dalam pribadi Ka-suru-an dan manusia).
a) Mu’kur si ma-ka-ticoy ka ure-ure, am-pakasa-kasa ni-ma’esa wo me-no-nouw a nuntep i Ka-suru-an am-pa’pa’an si Ka-suru-an Mangko-Wangko’.
(Roh yang kekal itu, secara utuh bersekutu dan hidup dalam pribadi Ka-suru-an, sebab Ka-suru-an itu adalah “YANG MAHA-AGUNG.)
b) Mu’kur i’itu ay-we’e ka’ay i Ka-suru-an a se touw am-pa’pa’an “ayca-sale’na”, en ta’an “raica ay we’e na ase e’ema ‘an wali-na.
(Roh itu di berikan juga kepada manusia karena Ia berkenan, tetapi tidak diberikan kepada ciptaan lainnya.)
Mu’kur i’itu pa-we’e i Ca-suru-an a se touw le’nas wo ma-sale’ wo lu-melo in untep-an i Mu’kur itu.
Roh itu diberikan Ka-suru-an kepada orang yang kudus dan ingin serta merindukan untuk didiami oleh Roh itu.
Mu’kur a se touw ro’ona ka’ay indon i Ca-suru-an , ku-mi’it ing ka-sale’an Na, en ta’an si mu’kur itu indon- Na sa si touw wi-nean mu’kur i’itu mema’ o ing ka-mesea’an wong ka-lewo’an si ra’yo toro wean a’am-pung-an.
Roh didalam tubuh manusia dapat diambil kembali oleh Ka-suru-an, menurut keinginanNya, tetapi tentunya orang yang sudah menerima Roh itu sudah membuat kesalahan dan dosa besar sehingga tidak diampuni.
6. Lungus ay-we’e i Ca-suru-an a se touw wo se e’ema’an wa-lina, wo ro’ona ku-mi’it ing ka-sale’a i touw wine-an ku-ma'pa ni-untep-an i lungus itu.
(Jiwa itu diberikan Ka-suru-an kepada manusia dan ciptaan lainnya, dan dapat mengikuti keinginan orang yang diberi atau menerima jiwa itu.
Sa si touw ni-untep-an i lungus lo’or em pa-ema’an ang ka-yo’ba’an, si lungus itu ma-kere oka ka-aruy-an ang Ka-senduk-an.
(Apabila orang yang ditempati jiwa baik kehidupannya di dunia yang fana, maka jiwanya juga akan beroleh bahagia di Ka-senduk-an.)
Sa si touw ni-untep-an i lungus keli ka-lewo’an ku-ma’pa ka-sea’an ang ka-yo’ba’an, ya siya ka’ay em mampoy ing kalewoan wong ka-sea’an i touw pe-ne-no-nouw-an na ang ka-yo’ba’an, ya wuleng-en na oka an tampa tiruw ing ka-susa’an si pa-tu’ul-en “RI-RI-COKO-AN” (NERAKA).
(Kalau orang yangdidiami jiwa banyak kejahatandan dosa didunia fana, maka jiwa itulah yang akan menanggung kesalahan dan dosa dari pada orang yang didiaminya di dunia, dan akan ditanggung oleh jiwa itu di tempat penuh penderitaan yaitu neraka).
7. A-seng ay-we’e i Ca-suru-an a se touw wo se e’ema’an walina, en ta’an ka-wisa ro’ona indon Na kuma’pa indon e touw kuma’pa indon e e’ma’an wa-lina, tanu kine sa a n oras na o im pe-ki-wareng, ku-ma’pa pi-nate e touw, ang ku-ma’pa ti-nena in-ampoy, ku-ma’pa ka’ay ay ca wangkur am-pa’pa’an ti-nena in atu.
(Nyawa diberikan oleh Ka-suru-an kepada manusia dan ciptaan lainnya, tetapi dapat diambil sewaktu-waktu olehnya atau oleh orang atau ciptaan lainnya, seperti kalau sudah saatnya kembali kepada Dia, atau dibunuh orang atau terkena penyakit, atau terkena musibah atau akibat ditimpa sesuatu benda).
8. Mu’kur wo lungus wo A-seng ay tantu way em bine-an i Ca-suru-an.
( Roh, Jiwa dan Nyawa telah ditentukan kepada siapa di berikan oleh Ka-suru-an).
a) Se touw wine-an i Ca-suru-an pa-ka-sa im Mu’kur wo lungus wo aseng pa-ka-sa ampa’pa’an se-touw pa-upus-upus ke i Ca-suru-an.
(Roh, Jiwa dan Nyawa kesemuanya diberikan Kasuruan kepada manusia, karena manusia, sangat dicintai oleh Ka-suru-an.
Si Mu’kur ay-we’e may ma-akin ing ka-touw-an ang ka-senduk-an a si lungus, wo si Lungus ay we’e may ma-akin ing ka-touw-an i Aseng wo e N aseng ay-we’e may tu-mouw ing ka-touw-an i owak.
(Roh diberikan untuk membimbing kehidupan rohani daripada Jiwa dan Jiwa diberikan untuk membimbing kehidupan Nyawa dan nyawa diberikan untuk menghidupi kehidupan jasmani).
Sa se touw mate, e naseng ma-la’la’us ku-mesot, tu-mela’uw wo tu-mincas, en ta’an si mu’kur wo si lungus ku-mi’it me-wali-wali mange ang Ka-senduk-an sa le’nas nang Ka-yo’ba’an, ta’an sa lewo’ nang Ka-yo’ba’an si mu’kur tu-mincas wo si lungus mange kine an lesar tiruw ing ka-susa’an muleng im pi-na-ema’ i touw lewo’ am-pa’pa’an si touw itu rai-ca ma-upus si lungus-na.
(Apabila manusia mati, maka nyawanya langsung keluar, tetapi roh dan jiwa ikut bersama-sama ke Ka-senduk-an bila ia baik didunia, tetapi kalau ia jahat didunia, roh akan memisahkan diri dan jiwa akan menanggung dosa ditempat yang penuh siksaan dan penderitaan karena orangnya tidak menyayangi jiwanya selama masih didunia.)
b) Se e’ema’an wa-lina, a-salo wi nean Lungus wo A-seng en ta’an ra’ica wi-nean mu’kur.
( ciptaann lainnya hanya diberikan jiwa dan nyawa, tetapi ciptaan lainnya tidak diberikan Roh).
Sa se e’ma’an wa-lina mate, si lungus wo e n aseng na ma-la’la’us tu-mincas wo ma-ka’ka’pu miyo ta-ni’tu.
(Kalau ciptaan lain mati, maka jiwa dan nyawanya langsung meninggalkan dan hilang begitu saja.
(6). ROAR WANGKER ME-NO-NOUW (ALAM RAYA YANG HIDUP).
1. Roar wangker me-no-nouw ya ni-ema’ i Ka-suru-an ang-ka-toro-an in ra-rangka’an wong ka-wangko’an i ngaran-Na.
(Alam raya yang hidup diciptakan oleh Ka-suru-an untuk kebesaran ke-mulia-an-Nya.)
2. Roar wangko’ a niyo’ ma-ka-tulung a-se telu tu-tulung-an :
Alam raya ini terdiri dari 3 unsur :
(1). Tana’ (Tanah)
(2). Rano (Air)
(3). Omba’an (Jagad raya).
3. Pa-ka-sa se a-nuntep in a yom-ba’an a wean aseng.
4. Roar anio’ ya ni-ema’ ku-mi’it ing ka-sale’an i ni mema’ i ni’itu ang-ka-toro-an ing ka-aruy-an e ni ema’na.
(Alam raya ini diciptakan menurut keinginan penciptaNya untuk kebahagiaan ciptaanNya).
Icoy in ayom-ba’an maki’it in sapa eng ka-sale’an i ni-mema’ ing ayom-ba’an ang-ka-toro-an e ni-ema’Na.
(sifat alam raya mengikuti apa yang dikehendaki penciptanya untuk kepentingan ciptaanNya).
5. Roar me-no-nouw anio’ le-lekep ing ka-touw-an e e’ma’an ru-mangka-rangka’ wo lu-mo’o-lo’or.
(Alam raya yang hidup ini adalah untuk melengkapi kehidupan dari mahluk yangpaling mulia)
6. Tana’ ma-touw in ti-nanem se keli toro-na a se touw im baya, wo ka’ay ke-keli-an ka-sia’an an-darem wo nam-bawo in tana’ , wo an dangka’ in o-omba’an an-toro-na ing ka-touw-an e touw.
(Tanah menghidupkan tumbuhan yang banyak gunanya bagi manusia dan juga banyak kekayaan didalam maupun diatas tanah serta dijagad raya yang diperuntukkan bagi kehidupan manusia.)
8. Rano ma-we’e ka-touw-an a se pa-ka-sa in ni-ema’ i ni mema’ im-baya-waya.
(Air memberikan kehidupan kepada semua ciptaan yang diciptakan oleh pencipta segala-galanya).
9. E’eges-an wom pa-ka-sa se a-nuntep-na ni-ema’ an-toro-na e touw wo se e’ema’an wa-lina.
(Jagad raya dan segala isinya dibuat untuk semua manusia dan ciptaan lainnya).
7. A’APA’AN ME-NO-NOUW WO A’ATUN (MAHLUK HIDUP DAN BENDA-BENDA).
1. Pa-ka-sa se a’apa’an me-no-nouw won a’atun ma’akar-ke’.
(Semua mahluk hidup dan benda-benda ada jiwa dan nyawa.)
Lungus won aseng e a’apa’an wo se a’atun ma’akar-ke’.
( Jiwa dan nyawa mahluk dan benda-benda terbatas.)
2. Touw ya karu’ re’en a’apa’an ru-mangka-rangka’ wo lu-mo’o-lo’or :
Manusia adalah mahluk yang paling mulia):
a) Se touw ka-tare-tare ang Ka-senduk-an ya si Inang Kuntel wo si Ina’ Kuntel.
(Manusia pertama-tama di Ka-senduk-an adalah Inang Kuntel dan ina’ Kuntel.
b) Si inang Kuntel ya siya si me-wawa wo ma’akin si Ina Kuntel, tu’mo’tol in to-ya’ang-e’ akal si Ina’ Kuntel ma-kere to-ya’ang.
(Inang Kuntel adalah Inang Pengasuh dan pembimbing dari Ina’ Kuntel sejak kecil sampai memperoleh anak.)
c) Ana’ i Inang Kuntel ka-tare, ya e ngaran-a ya karu’re’en Tu’ur e Tuama.
(Anak dari Ina’ Kuntel yang pertama bernama Tu’ur e Tuama.)
d) Cu-mi’it in tu-turu’ i Wailan Wangko’ wo se Apo-Apo’ an de-reges-an asi Inang Kuntel, ya karu’ si Ina’ Kuntel Amut e We-wene ro’ona kine ku-maweng wo si Tu’ur e Tuama, am-pa’pa’an raica wana tuama wa-lina ang Ka-senduk-an , en-ta’an sera musti lu-mangkoy ing keli a’ator-an won tu-turu’ i Amang Ka-suru-an wo se Apo-Apo’ an de-reges-an.
(Mengikuti petunuk dari Wailan Wangko’ dan Apo-Apo’ di alam baka kepada Inang Kuntel, bahwa Ina’ Kuntel dapat dikawinkan dengan Tu’ur e Tuama , berhubung di Ka-senduk-an tidak ada sama sekali seorang laki-lakipun, tetapi harus melalui syarat-syarat dan banyak petunjuk dari Wailan Wangko’ dan Apo-Apo’ di alam baka).
3. Icoy e a’apa’an me-no-nouw wo se a’atun mem-bam-bali-na-an wo ma-akar-ke’.
(Sifat mahluk hidup dan benda-benda berbeda-beda dan terbatas.)
Ka-wa-lina-an in icoy in a’apa’an me-no-nouw wo se a’atun ,an-tu-mena in e’eter, keter won e’enter.
(Perbedaan sifat mahluk dan benda-benda, terletak pada gaya, kekuatan dan kemampuan.)
4. A’apa’an won a’atun wi-nean lungus wo aseng ka-rapi in e’eter, keter won e’enter, ta’an se touw ay lebe mange am-pa’pa’an wi-nean ka’ay “mu’kur”.
(mahluk dan benda-benda diberikan jiwa dan nyawa serta gaya, kekuatan dan kemampuan tetapi manusia diberi kelebihan yaitu mu’kur atau roh.)
5. Aloa won anem won atu wo se-pa-ka-sa se e’ema’an wa-li-na, ya ni-ema’ an an-tu-moro ing ka-toro-an ne touw.
(Binatang, tumbuhan, benda-benda serta semua ciptaan lainya, diciptakan untuk keperluan manusia.)
6. Pa-ka-sa se a’apa’an wo sea’ atun wo se e’ema’an wa-lina ya ni-ema’ men-sun-sule-an wo men-ten-teir-ran wo men-ton-touw-an, am-pa’pa’an sa si-esa an-doro’ era’ ma-ka’pu, tantu mange may ing keli wo mange may im pa-nesel-an a se endo-endo me-nga-ngay.
(Semua mahluk dan benda-benda serta ciptaan lainnya diciptakan untuk saling mendukung, sa-ling memelihara, saling menghidupkan, sebab apabila salah satu dari antara mereka punah atau habis, pasti akan menimbulkan permasalahan besar dan menimbulkan penyesalan dimasa mendatang.)
8. KA-WASA WONG KAMANG E TOUW (KUASA DAN TALENTA MANUSIA).
1. Se touw wi-nean i Ca-suru-an ka-wasa lu-mebe may a se e’ema’an wa-lina, am-pa’pa’an se touw wi-nean kamang am-pa-ka-sa ing ka-toro-an nera wo ka’ay pa-upu-upus keli wo ay-esa-esa may i Ca-suru-an.
(Manusia diberikan oleh Ka-suru-an kuasa melebihi ciptaan lainnya, karena manusia diberikan berkat dan talenta yang berguna bagi mereka dan juga sangat dicintai dan diistimewakan olehNya.)
2. Ka-wasa wong kamang ay we’e i Ca-suru-an a se touw, ya karu’ tanu se ka-wasa wo kamang antu-mena i ma-pikir, ma-pendam, ma-epe’,ma-ra’da, ma-linga, ma-pa’an, ma-sigil, wo se ka-wasa-ka-wasa ro’ona pa-paken nera an-tu-moro ing ka-touw-an nera wo ro’ona ka’ay pa-paken ang-ka-toro-an in ru-mayo i ngaran i ni mema’ im baya-waya.
(Kuasa dan berkat serta talenta yang diberikan Ka-suru-an kepada manusia antara lain kuasa dan berkat serta talenta untuk berpikir, merasakan, mencicipi, mencium, melihat, mendengar, menelaah, menguji, menimbang dan semua kuasa yang mereka dapat gunakan untuk kehidupan serta berguna juga untuk dijadikan saran untuk memuliakan nama dari pencipta segala-galanya.)
3. Am-pa’pa’an se touw wi-nean ka-wasa lu-mebe may a se e’ma’an wa-lina, si’tu-o sera wi- nean ka’ay ka-wasa ma-wutul ku-ma’pa ma-era, ku-ma’pa su-mawel in sapa-sapa se pendam-en nera wo ke-ilek-an era ra’ica men-so-lawit-an wong ka-sale’an i Ca-suru-an.
(Karena manusia diberikan kuasa melebihi ciptaan lain, maka manusia diberikan juga kuasa untuk memperbaiki, memindahkan, merobah apa saja yang mereka rasa dan tahu tidak bertentangan dengan kehendak dari Ka-suru-an.)
4. Kamang wo ka-wasa wangko’ ay-we’e i Ca-suru-an ase touw ya karu’ tanu se ro’ona ma-pake se pa-ka-sa-ka-sa ing ka-sia-sia’an am-bawo wo an-darem in tana’ wong ka-yo’ba’an wo roar won e’eges-an ang-ka-toro-an ing ka-touw-an nera.
(Berkat dan talenta besar yang diberikan Ka-suru-an kepada manusia adalah berkat dan kuasa besar untuk memanfaatkan dan menggunakan semua kekayaan diatas dan didalam tanah serta bumi dan alam maupun jagad raya, untuk keperluan hidup mereka.)
(9). KA-TOUW-AN (HIDUP).
1. Ka-touw-an ya e ni’itu ya tu’us ing ka-wasa wong e’eter won e’enter wangko’ i Ca-suru-an si raica ca-kua in doma’ , am-pa’pa’an Sia ro’ona mema’ si sapa ke’ si ica-sale’Na wo sapa si pikir-en Na awean toro-na ing ka-lo’o-lo’or-an im baya waya.
(Hidup itu adalah bukti atau manifestasi dari Kuasa serta gaya dan tenaga serta kekuatan dan kemampuan luar biasa dari Ka-suru-an yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, karena Ia dapat melakukan apa saja yang dipikirkanNya bermanfaat bagi kebaikan segala-galanya).
2. Eteng in to-touw-an awean telu, ya e ni’itu ya :
• oak (fisik)
• e’endam (indera)
• a’awon wo e’ema’ (karsa dan kreasi).
Icoy in e’eteng-en i’itu ya ma-akar-ke’karu’.
(sifat unsur-unsur itu terbatas).
• oak ya punya im pa-ka-sa se ni-ema’
• e’endam lekep punya-ke’ e touw
• e’endam raica lekep punya e e’ema’an walina
• a’awon wo e’ema’ lekep punya ke’ e touw
• a’awon wo e’ema’ raica lekep punya e e’ema’ an wa-lina.
fisik dimiliki oleh semua mahluk ciptaan
indera lengkap dimiliki manusia
indera tidak lengkap dimiliki ciptaan lain
karsa dan kreasi lengkap dimiliki manusia
karsa dan kreasi tidak lengkap dimiliki ciptaan lain.)
3. TI-TIMBOY-AN ING KA-TOUW-AN (PRINSIP HIDUP).
Ti timboy-en ing ka-touw-an ya e ni’itu ya ti-timboy-en e a’apa’an ni-ema’ i Ca-suru-an ya e ni’itu ya:
. E’eman-an
. ka-wutul-an
. ka-le’nas-an
(Prinsip hidup adalah pegangan mahlukl ciptaan dari Ka-suru-an, yaitu :
. keyakinan
. kebenaran
. kesempurnaan).
2. Icoy in ti-timboy-an ing ka-touw-an i’itu ya ro’ona ma’akes ro’ona ka’ay ra’ica ma’akes,
am-pa’pa-an se ni-ema’ ya wi-nean karu’ ka-loas-an.
(Sifat prinsip hidup itu dapat mengikat dan tidak mengikat, karena ciptaan diberikan
kebebasan).
3. E’eman-en ya am-pa’pa’an in e’endam e touw an tu-mena in ka-ka-wasa-an, e’ter e’enter
wo se-sapa-sapa se ma-muali ang ka-yo’ba’an kuma’pa an roar kuma’pa an e’eges-an won
se tu’us-tu’us ang-ka-wali-an in sapa-sapa se ka-la’mer-en kuma’pa ka-bingon se ma-mua-
li an de’kos era.
(Keyakinan dan iman ditimbulkan oleh perasaan manusia terhadap kekuasaan, tenaga
dan kemampuan dan apa saja yang terjadi di bumi, dialam dan jagad raya serta oleh
bukti-bukti apa saja yang menyeramkan, heran dan ajaib yang terjadi disekitar
mereka).
4. Ka-wutul-en ya e ni’itu ya se pa’wa’won wo se pa’ngangen e touw an tu-moro i ma’mbambo ing ka-le’nas-an, ane sapa si pa’ngangen i pa’waya’ ang ka-rapi ing ka- wutul-an.
(Kebenaran adalah apa yang di inginkan dan dicapai oleh manusia untuk mencapai
kesempurnaan , jadi apa yang dilakukan atau apa yang diinginkan dijalankan dengan
prinsip kebenaran).
5. Ka-le’nas-an ya eni’itu ya ka-touw-an am-bisa se touw ro’ona mendam ing ka-elur-an
wong ka-aruy-an ya e ni’itu si pa-kuwa in Ka-senduk-an.
(Kesempurnaan itu adalah kehidupan dimana manusia dapat merasakan ketenteraman
dan kebahagiaan yang disebut Ka-senduk-an).
(7). A’AS-AN ING KA-TOUW-AN (PEMIKIRAN HIDUP):
1. Ri’i in pa’a’asan ing ka-touw-an e touw ya ni’itu ya :
(1). o’owon
(2). u’us
(3). a’adan
(Dasar pemikiran hidup manusia adalah :
(1). mythos
(2). logos
(3). realita
2. O’owon ya e ni’itu ya ku-kuwa wo se pu-pu-rengkey-en te’-te’louw-en e ma’tua, an tu-me na se ma-mualia,wo se pi-nendam,wo se ni-epe’an nera a se endo-endo lumangkoy, ma-ka lebe-lebe se ka-la’meren, wo se ka-bingon, wo se raica ka-wuka’an i nga’as, wo se pa-ka se ma-muali en ta’an raica toro wo’on ma-untep ang nga’as.
(Mythos adalah ceritera dan penuturan peninggalan leluhur serta apa yang pernah terjadi dan mereka rasakan serta alami dalam kehidupan sehari-hari pada waktu-waktu yang sudah berlalu, terlebih-lebih peristiwa yang seram menakutkan, mengherankan dan tidak dapat di ungkapkan oleh pikiran serta semua kejadian yang tidak masuk akal).
3. Ri’i in pa’a’asan pa nga’nga’an i pa-ki’it in e’enter won icoy wong ka’apa’an i i’itu.
(Dasar pemikiran dicernakan sesuai dengan kemampuan dan sifat dan keadaan sesuatu).
(8). SU-SUSIY-EN ING KA-TOUW-AN (AJARAN HIDUP).
1. Su-susiy-en ing ka-touw-an ya e ni’itu ya ari’i in tam-bisa em ma’ka’ange im pa’ngangen
wom pa’wa’won.
(ajaran hidup adalah dasar atau pedoman tentang bagaimana cara mencapai maksud dan tujuan).
2. Awean telu ari’i in su-siy-en , ya e ni’itu ya :
(1). e’eman-en won a’aram-en
(2). a’andey-an wo e’eilek-an
(3). a’awon won e’ema’
(Ada tiga dasar ajaran, yaitu:
(1). kepercayaan dan kebudayaan
(2). ilmu dan pengetahuan
(3). karsa dan kreasi.)
3. Su-susiy-en ing ka-touw-an i’itu ya ma-gero’ wo entur wo men-tun-tulus-an ma-ki’it in
a’ada’an wom pa-waya’-an in-endo.
(ajaran hidup itu dinamis dan fleksibel serta berkaitan terus menerus mengikuti situasi
dan perkembangan zaman).
(9). KA-SENDUK-AN (PARADISO).
SIOUW TA’AR WANGKO’
1. ME-UPU-UPUS-AN ANG KA-UPUS-AN
MA-UPU-UPUS-AN ANG KA-UPUS-AN YA KARU’ SI ESA WO SI ESA MA-UPU-UPUS-AN WAYA AM-PA’PA’AN SA ME-UPU-UPUS-AN WAYA PA-KASA WAYA MA-KA PENDAM ING KA-ARUY-AN WONG KA LO’OR-AN WO KA’AY RA’ICA WANA KA-TOKOL ANE KINE KITA MUSTI ME-WALI-WALI ANG KA-UPUS-AN
2. ME-ARU-ARUY-AN ANG KA-ARUY-AN
ME-ARU-ARUY-AN ANG KA-ARUY-AN YA E N A-ANGEN I NI’ITU YA SE TOUW IM PA-
KASA PUSIK MENG-A-ARUY-AN SI ESA WO SI ESA SI’TU MA-MENDAM ING KA-
ARUY-AN WAYA.
3. ME-ELU-ELUR-AN ANG KA-ELUR-AN YA E N A-ANGEN NA SE-TOUW IM PA-KASA
PUSI’ NA
ME-ELU-ELUR SI ESA WO SI ESA SI’TU RO’ONA MEMA’ ING KA-ELUR-AN IM BAYA-
WAYA.
4. ME-LESE-SEN-AN ANG KA-TA-LESEN-AN
MA-LESE-LESEN-AN ANG KA-TA-LESEN-AN E N ANGEN NA YA PA-KASA SE TOUW PUSI’ NA ME-LESE-LESEN-AN SI ESA MA-SARU IN TAWOY-EN WON I’ICOAN KU-MA’PA MA-SARU-SARU ING KA-SUSA-AN WON SAPA-SAPA SE PA-SARU-SARUN SI’ITU NDO’NA
MA-MUALI TA-LESEN AM-PA’PA’AN ING KA-TA-LESEN-AN.
5. MEN- SAN-SAMA’ ANG KA-SAMA’AN
MEN-SAN-SAMA’ ANG KA-SAMA’AN YA E N ANGEN NA YA SE TOUW RUSI’ (MUSTI) MEN-SAN
SAN-SAMA’ ASI ESA WO SI ‘TU RO’ONA MANGUN ING KA-KAMA-AN IM BAYA-WAYA.
6. ME-LO’O’LO’OR ANG KA-LO’OR-AN
ME-LO’O’LO’OR ANG KA-LO’OR-AN YA EM PA’NGANGEN NA YA SE TOUW IM PA-KA-SA PUSI’ NA ME-LO’O-LO’OR-AN SI ESA WO SI ESA SI’TU RO’NA KU-METEP ING KA-LO’-OR-AN
7. ME-EME-EME’ ANG KA-EME’AN
ME-EME-EME’ ANG KA-EME’AN YA E N ANGEN NA YA SE TOUW RUSI’ (MUSTI) MA-EME-EME’
A SE KA-KELE TOUW SI’TU MA-MENDAM ING KA-EME’AN.
8. MA-SIGIL
MA-SIGI-SIGIL WO MA-RETI-RETI ANG KA-RETI-AN
9. MEM-BETI-WETI ANG KA-WETI-AN
MEM-BETI-WETI-AN ANG KA-ETI’AN YA E NARTI NA RUSI’ MA-WETI-WETI SI’TU RO’ONA
MENDAM ING KA-WETI-AN.
E N E S
ENES YA KA-PANDEY-AN WO KE-KEILEK-AN MA-MUALI TI-TIMBOY-EN E TONA’AS WO SE TE-TERUS-AN WO SE KI’I-KI’ITEN WO SE TOUW MA-SALE’ AWEAN TI-TIMBOY-EN.
ENES IITU SU-SUSUY-EN E MA’TUA ANG KA-PENES-AN, MA-KAILEK-O IN E ENES-EN, YA RO’NA OKA TAWOY-EN IN ESA-ESA.
E-ENES-EN IITU YA WANGKER KELI ENG KA-TORO-AN-A.
SA MA-KEILEK-O IN E-ENES-EN,YA RO’ONA MA-MUALI KI’I-KI’ITEN AKAR I MA-MUALI TONA’AS KU-MA’PA WALI’AN KUMA’PA TE-TERUS-AN.
YA N TA’AN SA MA-SALE’ MA-KAILEK IN E-ENES-EN, YA MUSIY SU MAMA-SAMA’.
U-USIY-EN IN E-ENES-EN YA KARU’ :
- PA-KASA IN SAPA-SAPA SE AN-OWAK AWEAN TU-TULUS-AN WO SI LUNGUS WO SI MU’KUR.
- PA-KASA SE TOUW MA-KA-PUNYA TICOY IN-OWAK WON TICOY IN LUNGUS WO N TICOY I MU’KUR.
- TU-TUMBI’AN WONG KA-ESA-AN E RUA TICOY IITU RO’ONA KA-ANGE-AN LU-MANGKOY IN A-ASAR-AN I LUNGUS WO SI MU’KUR.
- OWAK E TOUW AWEAN TICOY ING KA-WASA, KE-KE-ILEK-AN WO AM BITU.
- TICOY I LUNGUS WO SI MU’KUR KU-MA-WASA IM BAYA WAYA WO ME-ENA-ENA’ AM PA-KASA IN OAR.
- A-APA-AN AN-TUMENA ING KA-SIYA’AN KU-MA’PA SAPA-SAPA KE’ YA A-MIYO’NA WAYA IM A-ANGEN WONG KA-PANDEY-AN WO SI LUNGUS WO SI MU’KUR.
- E-ENES-EN YA MA-KA SAPUT WAYA SE A-APA-AN SE AWEAN PE-TULUS-AN WO N OWAK WO N OAR IM BIRU’ WO N DE-REGES-AN.
- E-ENES-AN YA MA-TOY-TOY I N ESA PE-KU’KUP-AN IN OAR IN OWAK WON OAR IM BIRU’ WO N DE-REGES-AN.
- A-ANGEN KA-SOMOY-AN YA KARU’ AN-TUMENA ING KA-SENDUK-AN I LUNGUS WO SI MU’KUR.
- E-ENES-AN RA’ICA WANA TU-TULUS-AN ASI KA-SUSA-AN ANG KA-SOMOY-AN.
SU-SUSIY AN-DORO’ IN E-ENES-EN
- E-ERO’EN IN OWAK MA-WE’E USIY AN TU-MENA IN A-ASAR-AN IN ASENG-AN,A-ASAR-EN I MAKA TURUS,............MA-WE’E KA-PANDEY-AN IN OWAK ESA-SA.
- A-ATOR-AN ING KA-ALER-AN WONG KA-POPO-AN, TE-TEIR-AN WO MA-PERENTA IN NO’AT E-ENDAM IM PO’OT,RA’DAK,RO’KOS,KECEY,KAMA WOM-BAYA-WAYA AN OWAK,MA-AWES KU-MA’PA MA-INA’ IM BAYA WAYA’AN IN ENDA’,MA-EMA’ IM BEREN KU-MA’PA IN LUNTENG RUMEINDANG TU-TUMAREPE’AN KE’ MAY,TU-MA-REINTENG IN SAPA-SAPA WO MERO’ KU-MA’PA TU-MEMBUR KU-MA’PA RU-MANO KU-MA’PA RU-MEGES KU-MA’PA MAKA’PU TU-MAREPE’AN KE’MAY.
- RO’ONA MUPUS KU-MA’PA TU-MOPOK IN OWAK KU-MA’PA AMO AN SANGA WIWI AKAR AN SANGA WIWI, TA’AN RA’ICA MENDA’ WO ME-KU’KUP KA’AY SA EM PUPUS KI-NEMBUT-O WO MA-LA’LA’US MA-EMA’.
- MAYA’ AN API,KU-MA’PA TU-MELEW,KU-MA’PA LU-MOTIC ASI KUNTUNG ESA MANGE ASI KUNTUNG ESA.
- A-ATOR-EN WON WA-WALI-AN ING E-ETER WON TICOY.
- KU-MESOT ING KETER AN UNTEP IN OWAK ME’DEL IN API KU-MA’PA MENTO’ IN-URAN, KU-MA’PA’ SELENDUK.
- PA-UNTEP-AN I LUNGUS E TOUW WALINA KU-MA’PA MU’KUR , MANGE AM BISA WISA,
- E-EMA’AN KU-MA’PA O-OWON KU-MA’PA O-OMBA’AN IN IRU’, WO SE RELI’ WO SE LE-LEMA’AN (METAFISIKA , GAIB, MISTIK.)
- KA-WASA AN DE REGES-AN.
- KU-MESOT KU-MA’PA KU-MA’PU IN SAKIT E TOUW A-SALO RURA’AN.
- LELE’EN I WALI’AN WO SE TONA’AS.
TU-TU’US A SE TOUW :
TENGE-NA E TOUW, E-ELEW WO SE ALOA WO SE A-APAN
WARA’ LO’OR
WARA’ LEWO
TI-TICAK
SUME-SENDOT
WIRU’
SOPIT
KO’KOK
E-ELEW
ALOA
A-APAN
WA’AN
SEKOL
ULA’
REGES
URAN
SENDANG
SERAP
ENDO
E-ERO’EN
SEMPAK
POSOK-EN I SAPA-SAPA
NUWU’ E MAKA-TANA’
MINDO API RICET-AN.
WOUW-A MARISA KOKOAK TI-NUNU
TU-MAWOY PELI’I, MA-PA-KUKUK SI CO’KO
WARA’ MAKA-PITU NGATUS
KE’KE’MAKASA, WESARAN IM BALE.
SOPIT ME-NE’CEK-NE’CEK :
Tu’us su-sungkul se ru-a’du an tu-mu’tul i n ari’i wo sendi im bale, ku-ma’pa wa-wangun-en sapa-sapa-ke’ , wo ka’ay mouw wo lu-mingouw (meneliti) im-baya-waya se tu’tulen an tu-moro im ba-wangun-en.
KA-LIMPO’PO’AN ME-NGURI-NGURI AM PA-NA’PA’
Awean sakey ku-ma’pa ta’ar an tayang wo may.
LOWAS MA-KAPAT WO KE’KE’ MA-KASA.
Tu’us im bara’ in sendi wo a-ri’i i m ba-wangun-en.
RO’KO PA-SOLONG-EN
SA-PAKA KO YA WATU TA’AN KO INDON AMI PE’TUMO-TOWA
SUMO’KA’AD MAKA-SIOW
LU-MEAK MAKA-SIOW
LENTU’ IM BULU’UD I PA-KI’IT IN TENGE-NA I WARA’
LENTU’NA IN DERE TONO I PA-KI’IT IN TENGE-NA I WARA’
LOWAS MAKA-PAT
Tenge-na i wara’ tu’us in do’na tumo’toi maras,
LOWAS MAKA-PAT KE’KE’ MAKA-PAT
SANGAKAY KULO’ SANGAKAY WURING,ROKO’,SAMPURI
SI WARA’ MANGUNI MAKA-SIOUW
MANGUNI MAKA-SIO-SIOUW
KUKUK I CO’KOK REINDANG MAKA-SIO-SIOUW
LOWAS MAKA-PAT, KE’KE’ MAKA-PAT, KETE MAKA-SA
TENGE-NA I WARA KU-MOKOK WO RU-MOYONG.
KIC MAKA-SIOUW
KIC MAKA-SA
SU-MORING OT OT
KIC
MELET
MOMPER
PASIL
SIOUW KOPAT-AN E TOUW
1. TOYA’ANG (0 SAMPAI 9 TAHUN)
2. ME-LONSING (10 SAMPAI 18 TAHUN)
3. WO’BAS (19 SAMPAI 27 TAHUN)
4. KA-LENTER-A (28 SAMPAI 36 TAHUN)
5. KA-WATA’NA (37 SAMPAI 45 TAHUN)
6. KA-KETER-A (46 SAMPAI 54 TAHUN)
7. TUA’NA (55 SAMPAI 63 TAHUN)
8. TA’AS-A (64 SAMPAI 72 TAHUN)
9. PURU’NA (73 SAMPAI 81 TAHUN)
*** USIA atau UMUR 82 TAHUN KEATAS LANGSUNG DISEBUT “APO”
APO-APO’ adalah “DOTU-DOTU” atau “EYANG” yang paling dituakan dalam TA-RANAK.
*** U-UDU’AN E SIOUW KOPAT-AN E TOUW.
SANGA KOPAT ME’E SIOUW U-UDU’AN ANE PA-KASA SE U-UDU’AN YA KARU’ WALU NGA-PULU TU-ME-LA’UW ESA TOUW WAYA.
SE APO’-APO LU-MUKUT AN U-UDU’AN TANU SAWEL IN TA-RANAK I NESA WO ESA TA-RANAK.
UTUSAN DARI SEMBILAN TINGKATAN USIA.
SETIAP TINGKATAN USIA MENGUTUS SEMBILAN ORANG SEHINGGA JUMLAH SELURUH UTUSAN ADALAH DELAPAN PULUH SATU (81) ORANG.
APO-APO’ DUDUK DALAM U-UDU’AN SELAKU DOTU DARI TA-RANAK MASING-MASING.
UTUSAN ini terhimpun dalam suatu O’OAK-AN E U-UDU’AN yang berfungsi selaku utusan atau perwakilan generasi dalam upacara-upacara ritual dan spiritual atau upacara atau acara istimewa dan khusus yang mengharuskan pengiriman utusan atau wakil-wakil dari masing-masing tingkatan umur atau generasi untuk mengikuti upacara atau acara yang dimaksud.
SIOUW PA-KURU-KURU-AN WO PA-SIRI-SIRI’EN
SIOUW PA-KURU-KURU-AN WO PA-SIRI-SIRI’EN YA E NI’ITU YA TANU TU-TURU’ A SE TOUW SI SEY SE PA-KURU-KURU-AN WO SI SEY SE PA-SIRI-SIRI’EN.
SIOUW PA-KURU-KURU-AN WO SIOUW PA-SIRI-SIRI’EN adalah petunjuk pada manusia tentang siapa-siapa yang patut disembah dan siapa yang patut dihormati.
1. AMANG KA-SURU-AN
AMANG KA-SURU-AN YA I SIA-O NI MEMA’ IM BAYA WAYA. WO ANI-SIA WAYA-WAYA
WO EN TO-TOUW-AN WONG KA-TOUW-AN.
AMANG KA-SURU-AN adalah Sang Pencipta dan asal muasal segala ciptaan dan kehidupan.
2. APO-APO’ AN DE-REGES-AN
APO-APO’ AN DE-REGES-AN YA TOUW LO’OR AY PEKI WARENG-O MANGE AN DE-
REGES-AN WO MALUY MA-MUALI “UNI” KU-MA’PA “WUNI” ANG KA-SENDUK-AN.
APO-APO’ AN DE-REGES adalah manusia yang baik selama didunia yang fana yang telah ber
pulang kealam baka dan menjelma manjadi dewa-dewa atau malaekat di Ka-senduk-an.
3. APO-APO’ ANG KA-YO’BA’AN.
APO-APO’ ANG KA- YO’BA’AN YA SERA O SE DOTU-DOTU TU’UR WO TUWA’ IN TA-
RANAK SE ME-NO-NOUW PE’ ANG KA-YO’BA’AN.
APO-APO’ ANG KA-YO’BA’AN itu adalah DOTU-DOTU atau EYANG-EYANG yang masih
hidup dalam dunia yang fana.
4. PA-SELAN IM BANUA
PA-SELAN IM BANUA YA I SERA SE PA-MA’TU’AN (asal kata “MATU’”) IM BANUA SE MA
KA PUNYA E-ELI’EN,A-ANDEY-EN,KA-PANDEY-AN WO KA-LEBE-AN WA-LINA,SI TAM-
PA PA-LUKUT-AN E TU’A -TU’A IN TA-RANAK WO SE TOUW PA-ARAP-EN AWEAN E-EN-
TER KU-MA’PA SE RO’NA WEAN TI-TIMBOY-EN WO LU-LUKUT-AN I’ITU.
PA-SELAN IM BANUA itu adalah yang di-”tua”kan atau yang dianggap “pembesar atau tokoh”
dalam negeri yang memiliki kesaktian,keahlian dan kepandaian serta kelebihan - kelebihan lainya,
yang biasanya diduduki oleh para Tua-tua in Ta-ranak (marga) dan/atau yang dianggap mampu
atau pantas untuk jabatan atau kedudukan yang dimaksud.
5. MA’TUWA
MA’TUWA YA KARU’ SI INANG WO SI AMANG KU-MA’PA SE INA’ WO SE AMA’ IN
TA-RANAK.
MA’TUWA itu adalah ibu dan ayah kandung atau nenek dan tetek atau yang dituahkan dalam
ta-ranak.
6. WALI’AN
WALI’AN YA KARU’ RE’EN SERA SSE TOUW ELI’ KI’I-KI’ITEN IM PA-EMAN-EN, SE MA
WALI-WALI IN SAPA-SAPA KE NAN TU-MENA ING KA-EMAN-AN ASI AMANG KA-SURU-
AN.
WALI’AN (biasanya & kebanyakan “WANITA”, dalam hal-hal tertentu seorang “PRIA”, adalah orang sakti pemimpin spiritual dan kepercayaan, ritual pengobatan dan penyembuhan dan sekaligus dapat bertindak dan merangkap jabatan PEMIMPIN PEMERINTAHAN, yang membimbing segala hal yang berkenaan dengan kepercayaan kepada Amang Ka-suru-an serta mengatur jalannya RODA PEMERINTAHAN dan merupakan panggilan kehormatan tertinggi.
7. TO-NA’AS
TO-NA’AS YA SERA-O SE TOUW ELI’ KI’I-ITEN MA-WALI-WALI IM PA-KASA IN TA-TA-WOY-EN, I’ICO-AN WONG KA-PE-RENTA-AN WOM BAYA WAYA SE SAPA-SAPA NAN
TU-MENA IM PE-RO’ONG-AN.TO-NA’AS itu adalah orang sakti yang menjadi pemimpin serta pembimbing dalam tiap-tiap pekerjaan atau usaha dan pemerintahaan serta segala-segala yang berkenaan dengan urusan negeri.
8. TE-TERUS-AN
TE-TERUS-AN YA I SERA SE TOUW ELI’ SE MA-MUALI KI’I-KI’IT-EN IN SE-SEKE’AN.
TE-TERUS-AN itu adalah orang sakti yang menjadi pemimpin atau hulubalang perang.
9. KI’I-KI’IT-EN (orang-orang cerdik-cendekia yang berpengetahuan dan brilmu, panutan, teladan, guru dan pengajar, pengayom, pemimpin terpandang sesuai dengan talenta serta karunia khusus masing-masing, yang sering dipanggil disebut dengan panggilan kehormatan “D A T U’ ” sehingga panggilan kehormatan ‘D A T U” dapat diartikan juga GELAR ORANG TERHORMAT dan TERPANDANG didalam masyarakat, namun setingka dibawah WALI’AN dan TONA’AS)
KI’I-KI’IT-EN YA I SETA SE KI’ITEN KU-MA’PA SE TOUW AWEAN E-ENTER WO KA-
PANDEY-AN WON E-ENTER KU-MA’PA RO’ONA PA-INDON-AN KA-ANDE-AN ANG
KA-LO’OR-AN KU-MA’PA SE TOUW LU-MUKUT-O WO AWEAN KA-WASA KU-MA’PA SE MA-LA’LI IM BU-WULENG-AN KU-MA’PA O’OAK-AN KU-MA’PA I’ICO-AN.
KI’I-KI’IT-EN itu adalah pemimpin atau orang yang memiliki kemampuan serta kepandaian
atau keahlian atau yang dapat dijadikan teladan baik atau pejabat yang mempunyai kuasa atau
memiliki jabatan dalam lembaga atau usaha.
KI’I-KI’ITEN IM-BANUA YA KARU’ SETA SE PA-TU’UL-EN :
- KO-LANO IM BANUA
ANG KA-TARE-TARE AWEAN “KOLANO IM BANUA” AN TANA’ KA-SENDUK-AN,SI KOLANO ANIOYO’ YA SI-NISIR E MA-KA-WANUA MA-MUALI MA-WALI-WALI ING KA-PE-RENTA-AN IM BANUA,KU-MI’IT ING KA-NARAM-EN I APO’ LA’UN DANO WO SI INA’KUNTEL.
*** AM-PA’PA’AN SE MA-KA-WANUA ME-WETENG O IM BANUA A-KA’KAR RA’YO WANA “KOLANO”,WO KU-MI’IT IM PINEPA’AR,YA SI KOLANO SI-NAWEL-AN SI PA-TU’UL-EN IN “TONA’AS WANGKO’ IM BANUA”, SI TONA’AS WANGKO’ IM BANUA, YA SIA NI-MA-MUALI KI’ITEN WANGKO’ MA-ESA-ESA E TONA’AS-TONA’AS AN TANA’ KA-SENDUK-AN,TU-MO’TOL AY IITU RA’YO WANA “KOLANO IM BANUA” AN TANA’ KA-SENDUK-AN.
- UKUNG TU’A
UKUNG TUA SI-NISIR E ME-RO’ONG MA-MUALI MA-WALI-WALI IM PE-RO’ONG-AN.
- OKOS I LUKAR
KAPALA I LUKAR
-OKOS
*4. APO-APO’
APO-APO’ adalah UNI’ ANG KA-SENDUK-AN atau DEWA-DEWA (MALAIKAT-MALAIKAT) di alam bakayang memiliki kuasa,karakter,profesi serta kekuatan maupun kemampuan masing-masing(berbeda-beda satu dengan yang lainnya)sesuai dengan kuasa yang diberikan oleh KASURUAN.
APO’ ARUY
APO’ELUR
APO’
DLL
APO’ WUE
APO’ PRANG
APO’ Prang adalah dewa-dewa perang yang memiliki karakter dan kemampuan serta kesaktian masing-masing yang bisa muncul tiba-tiba dalam pertempuran.
Apo-apo adalah orang yang terkenal adalah :
Apo’ Prang (Ahli perang)
Apo’ We-weren-an (Pengintai)
Apo’ Warani (Berani)
Apo’ Po-linga(Pendengar)
Apo’ Keter (Kuat)
Apo’ Po-wow(Pencium)
Apo’ Kawal (Kebal)
Apo’ Repet (Laju /pengejar)
Apo’ Tu-me-teron (Pelari/kurir)
Apo’ Po-silat (Pesilat)
Apo’ Po-ruki(Petinju)
Apo’ Paso’ (Pemanas)
Apo’ Uting (Pendingin)
Apo’ Po-pekang (Penendang)
Apo’ Po-sepe’ (Penampar)
Apo’ Po-lo’tic (Pelompat)
Apo’ Po-telew (Penajam)
Apo’ Po-polo (Pembangun)
Apo’ Potanei (Pengingat)
Apo’ Korotei : dapat mengenal dan membeda-bedakan kesucian dan kejahatan.
Apo’ Kulo’: Mengenal kesucian dan kebaikan.
Apo’ Wuring : Mengenal kejahatan dan kesucian.
Apo’ Po-licoko atau pembawa bencana.
Apo- Apo yang menjadi pesuruh dari Empung Walian adalah Apo’-Apo’ yang berasal dari manusia yang semasa hidupnya adalah orang-orang sakti.
*5. ROH-ROH dan JIWA-JIWA*
MU’KUR
MU’KUR adalah ROH.
MU’KUR tidak berwujud dan tidak kelihatan , tetapi kuasa dan kekuatanya dapat dirasakan.
LUNGUS
LUNGUS adalah JIWA
LUNGUS berada didalam tubuh manusia selama manusia itu masih hidup,tetapi setelah manusia mati LUNGUS akan keluar dari tubuh manusia dan berpindah ke alam baka.
LUNGUS daripada manusia yang hidupnya baik selama masih hidup di dunia akan mendapat tempat di KASENDUKAN , sedangkan LUNGUS daripada manuasia yang hidupnya jahat selama masih hidup di dunia akan ditempatkan di KASUSA’AN.
ASENG
KA-SURAT-AN
KA-SURAT-AN atau nasib adalah takdir dari YANG MAHA KUASA.
WALE MU’KUR
WALE MU’KUR (rumah roh-roh atau jiwa-jiwa) adalah tempat yang menurut kepercayaan orang dulu-dulu sebagai tempat berdiam roh-roh serta jiwa-jiwa dari leluhur yang sudah meninggal dunia.
*6. KA-TOUW-AN*
KA-TOUW-AN atau kehidupan adalah anugerah yang berasal dari YANG MAHA KUASA.
KA-TOUW-AN dianugerahkan kepada mahkluk ciptaan Sang Pencipta, tetapi manusia adalah mahluk yang paling mulia diantara segala ciptaan.
KA-TOUW-AN berasal dari kata TOUW yang berarti ORANG atau berarti juga HIDUP jadi TOUW adalah ORANG YANG HIDUP.
Kehidupan manusia dianugerahkan melalui perkawinan antara dua insan lelaki dan wanita.
Setelah perkawinan itu, mulailah proses pertumbuhan dan kehidupan benih Sang Lelaki dalam bentuk janin bayi.
Janin bayi itu dibentuk dalam kandungan Sang Wanita selama 9 bulan (Angka keramat bagi orang Kyowa).
Doa-doa dan permohonan dalam bentuk ritual MOWEY KA-TOUW-AN (MOHON KEHIDUPAN) dilakukan sejak janin masih dalam kandungan Sang Ibu.
Pada saat - saat Sang Ibu mulai menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan, para keluarga segera memanggil Wali’an dan Biang untuk membantu proses kelahiran Sang Bayi.
Wali’an dan biang kelahiran akan membantu kelahiran Sang Bayi dengan doa-doa serta pertolongan persalihan.
Kelahiran seorang bayi dalam keluarga adalah suatu hal yang sangat membahagiakan dan mengembirakan seluruh keluarga dan seisi Wanua, yang di ungkapkan dalam upacara ritual kelahiran seorang manusia dalam dunia.
*7. PA-PATE*
PA-PATE in TOUW artinya KEMATIAN MANUSIA adalah takdir manusia sesuai suratan nasib yang sudah ditentukan oleh Sang Maha Kuasa.
Setiap manusia sudah ditentukan umur dan usianya sebelum dilahirkan kedalam dunia. (ai carot-o waya I an Dangka’ artinya sudah digariskan oleh yang di ATAS).
Namun setelah meninggalkan dunia yang fana,manusia akan memperoleh hidup baru di alam baka melalui penjelmaan jiwa yang berubah menjadi APO’-APO’ atau TETE-TETE di alam baka.
Kematian seorang anggota keluarga atau masyarakat akan menimbulkan perasaan duka cita dan kesedihan yang sangat mendalam bagi yang ditinggalkan.
Ungkapan duka cita dan kesedihan diwujudkan dalam acara berkabung atas kematian seseorang.
Berkabung karena kematian seorang anggota keluarga adalah sangat memiluhkan dan menyedikan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Para anggota keluarga seakan-akan merasa kehilangan sebagian dari tubuh dan jiwanya,karena perasaan kehilangan sehigga semua-semua seakan hampa belaka.
Keluarga dekat dan keluarga jauh maupun sanak saudara dan kerabat serta kenalan membanjiri bangsal kedukaan.
Suasana sedih dan duka terbayang pada raut wajah dan perilaku serta tindakan semua orang yang berkabung.
Semua anggota keluarga memakai pakaian hitam sebagai tanda berkabung dan berdukacita.
Upacara doa dan adat dilakukan sesuai dengan adat istiadat serta doa-doa memohon keselamatan jiwa dari yang meninggal dilakukan dengan penuh hikmat dan sakral.
Sesajen dan persembahan istimewa bagi arwah yang meninggal dilkukan dengan upacara-upacara khusus.
Doa-doa dan upacara pelepasan keranda dan pemakaman dilakukan secara seremonial.
Hari perkabungan dimulai saat almarhum atau almarhuma menghembuskan nafas terakhir, ditandai dengan tangisan kaum keluarga ,sanak saudara,kerabat dan kenalan yang tak putus-putusnya menangisi orang yang sudah meninggal.
Hari berkabung dan peringatan untuk mengenangkan seseorang yang sudah meninggal dilakukan sebb.
Hari Pertama : Upacarah seremonial meriah.
Malam Ketiga : Mendoakan arwah
Malam Ketujuh : Mendoakan arwah
Empat Puluh hari : Mendoakan arwah
Seratus Hari : Mendoakan arwah
Satu Tahun : Mendoakan arwah
Tiga Tahun : Mendoakan arwah
Enam Tahun : Mendoakan arwah
Sembilan Tahun : Mendoakan arwah
Perawatan Timbukar atau Pusara dilakukan setiap hari-hari besar atau setiap tanggal peringatan meninggalnya seseorang .
Setiap peringatan hari berkabung atas meninggalnya seseorang dilakukan kenduri atau SU-MAKEY sesuai kemampuan keluarga yang bersangkutan.
Upacara adat dan tradisi untuk menghadirkan bayangan arwah yang meninggal dilkukan oleh Tona’as dan Wali’an atau orang sakti dengan bermacam-macam cara a.l
Menaburkan tepung diatas meja yang penuh sesajen, atau mengambil air putih dari kuburan, atau dengan cara memanggil roh dari arwah yang meninggal untuk merasuki salah satu anggota keluarga atau dengan jalan medium.
ACARA KHUSUS YANG MERUPAKAN BAGIAN YANG TIDAK DAPAT DIPISAHKAN SEBAGAI ACARA RITUAL ADALAH :
1. MA-MO’NDO :
Kunjungan ke makam pada dini hari (pukul 3 pagi)
2. MI-NAMO :
Kunjungan kesungai untuk cuci muka sambil berpancar-pancaran air, serta berlaku atau bermain
tangkap-tangkapan ikan.
3. TU-MU’UN :
Menanak nasi dan lauk pauk serta RUMAYAK dikebun kecintaan almarhum/almarhumah.
4. MA-NELES :
Kunjungan kepasar yang sering didatangi almarhum/almarhumah.
5. LU-MA’LU :
Kunjungan pada orang yang pertama meninggal setelah berpulangnya almarhum/almarhumah.
6. RU-MOYONG :
artinya menghanyutkan penyakit dan kesialan dengan menghanyutkan pakaian tua dari yang
meninggal.
7. MOMPER :
artinya mempersembahkan SESAJEN untuk arwah.
8. SU-MOLO :
artinya memasang lampu dipusara almarhum/almarhumah.
9. MOWEY :
artinya memuji dan menyembah serta berdoa dan memohon ditempat Ibadah atau sekarang di
lakukan di GEREJA.
Disamping itu masih banyak acara-acara dan kebiasaan antara lain melihat hati atau empedu dari babi yang dipotong saat meninggalnya almarhum/almarhumah,serta acara-acara lainya.
Pakaian hitam yang menandakan dalam keadaan berduka dan berkabung ditanggalkan biasanya setelah satu tahun meninggalnya seseorang, tetapi ada orang yang menggunakan secarik kain hitam (wirus wuring) yang diikatkan dilengan baju selama bertahun-tahun sebagai bukti kasih sayang kepada yang sudah meninggal.
MA-PA-TURU’
MA-PA-TURU’ adalah peristiwa dimana seorang Tona’as atau Wali’an atau seseorang yang sudah meninggal menampakkan dirinya dalam bentuk bayangan atau wujud manusia yang semu atau tidak dapat dijamah tetapi dapat terlihat.
Dalam penampakan itu yang menampakan dirinya adakalanya memberikan nasihat atau kata-katan penghiburan atau peringatan,
Tetapi sering kali hanya sekedar menampakan diri, dimana penampakan itu memberikan makna dan arti istimewa dan perlu pengkajian seperlunya.
MA-PA-ILEK
MA-PA-ILEK adalah peristiwa yang terjadi dimana seseorang penting atau Tona’as atau Wali’an atau seseorang yang sangat dekat atau sangat istimewa dalam hidup atau seorang musuh atau lawan termasuk sobat dan kawan dekat atau seseorang musuh atau lawan termasuk sobat dan kawan dekat atau seseorang yang sudah meninggal menampakkan dirinya dalam mimpi seseorang, atau bayangan semu langsung dihadapan seseorang, peristiwa ini terjadi pada saat-saat penting dan istimewa atau kebetulan atau ulang tahun kelahiran atau ulang tahun atau peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya termasuk peringatan meninggalnya.
*KU-MAWENG*
KU-MAWENG atau KAWIN adalah suatu hal yang sangat hakiki dan prinsipil dalam kehidupan.
Proses dan upacara ritual KU-MAWENG sangat hikmat dan sakral.
Pelaksanaan perkawinan dilakukan sesuai denga adat istiadat dan tradisi leluhur.
Perencanaan serta persiapan dan pelaksanaannya dilakukan dalam musyawarah keluarga besar dari kedua calon pengantin dengan melibatkan para Tona’as dan Wali’an serta Tua-Tua Adat.
Adapun pedoman serta aturan dan tata-laksananya ditetapkan sesuai kesepakatan dalam musyawarah antara kedua bela pihak keluarga calon pengantin,dengan berpedoman kepada aturan
serta adat istiadat dan tradisi para leluhur.
SEMBILAN LANGKAH PERKAWINAN.
1. KU-MAWANG (BERGAUL)
a. Kumaweng (bergaul) adalah saat-saat para remaja bergaul dan berkecimpung ditengah masya-
rakat .
b. Dalam pergaulan mereka saling mengenal/mempelajari dan mengetahui asal-usul dan keadaan
serta ikhwal seseorang
c. Pergaulan itu adalah perayaan ,pernikahan, pertemuan ,kematian , dll.
d. Sementara ku-maweng mulai ma-merit atau menaksir .
cara menaksir bermacam-macam ,sesuai selera perjaka .
2. MI’PIL (memilih jodoh)
a. Mi’pil adalah saat-saat dimana sang perjaka mencari dan memilih jodoh (yang mencari dan me
milih jodoh atau meminang adalalh dari pihak lelaki).
b. Jodoh (pasangan) dipilih dari antara gadis-gadis teman sepergaulan.
c. Cara memilih bermacam-macam.
d. Setelah menentukan pilihan sang perjaka menyuruh seorang teman (laki-laki atauwanita) untuk
menyampaikan permintaan untuk bertunangan kepada si gadis, kalau sang gadis setuju ia akan
menyampaikan lewat si penghubung secara lisan atau surat.
3. KU-MA-SAMA’ (BERPACARAN)
Ku-ma-sama’ atau kuma-le’os atau berpacaran setelah masa Mi’pil berlaku :
- Bertandang ke rumah
- Bersama-sama ke Gereja,ke pesta-pesta, keacara muda mudi, keramaian, ke kedukaan, dll.
- Memadu cinta
- Kalau sudah jodoh sang jejaka dan gadis mengikrar janji setia.
4. TU-MANTU (MEMINANG)
a. Sang perjaka melapor pada orang tua
b. Setelah orang tua setujuh dengan pilihan anaknya maka orang tua mengutus seseorang untuk
melakukan konfirmasi dengan si gadis.
c. Kalau sang gadis sudah OK, maka orang tua mengirim utusan kepada orang tua sang gadis
untuk meminang.
d. Bila disetujui orang tua sang gadis, ditentukan waktu untuk berembuk atau ME-PA’AR.
5. ME-PA’AR
ME-PA’AR adalah perembukan untuk musyawarah dan mupakat kekeluargaan antara dua
bela pihak keluarga gadis dan perjaka.
Materi-materi yang dibicarakan adalah :
a. Re-konfirmasi tentang kebenaran dan keabsahan bahwa mereka benar-benar saling mencintai sepenuh hati dan tulus ikhlas dan sudah berpacaran..
b. Menentukan syarat-syarat pertunangan dan perkawinan.
c. Pengambilan keputusan tentang :
- Hari Pertunangan
- Ikatan pertunangan (tukar cincin)
- Mas kawin
- Hari peminangan
- Penyerahan Mas Kawin
- Hari perkawinan
- DLL.
6. TU-MURUK (MENYERAHKAN MAS KAWIN)
TU-MURUK adalah hari penyerahan mas kawin dari jejaka kepada gadis dan pertukaran cincin
Sebagai tanda ikatan.. Dari pihak keluarga jejaka menyerahkan mas kawin bersama-sama dengan kelengkapan
perkawinan kepada keluarga sang gadis.
Mas Kawin (TU-TURUK) bermacam-macam bentuknya,antara lain rumah,kebun bersama
tanaman,ternak babi,sapi dan kuda,emas dan perhiasan, kain , uang atau barang berharga lainya.
7. KU-MAWENG (MENIKAH)
Hari perkawinan adalah puncak acara yang sangat bersejarah bagi kedua pengantin, karena pada
hari itu perkawinan mereka diresmikan oleh Tua-Tua Adat dengan disaksikan kaum keluarga,
sanak saudara,kaum kerabat,kenalan dan handai tolan serta seluruh isi Wanua.
8. MA-KA-WALI (MENGANTAR PENGANTIN)
1. Pengantin wanita diantar oleh kaum keluarga kepada pengantin wanita kepada keluarga
pengantin pria.
2. Juga diantar perlengkapan-perlengkapan rumah tangga.
3. Dll.
9. MA-MALE atau berumah tangga
Ma-male adalah puncak perkawinan yaitu kedua pengantin menjadi suami istri dalalm ikatan
perkawinan yang sah.
*** LA’UN artinya PERAWAN (gadis yang masih perawan).
*** Keperawanan dalam kehidupan masyarakat Ka-senduk-an adalah suatu hal yang sangat hakiki
dan merupakan pra-syarat yang prinsipil sebelum melangkah kejenjang perkawinan.
*** Untuk membuktikan keperawanan pada malam pengantin digelar kain putih diatas pelaminan,
apabila sesudah malam pertama ada tetesan darah diatas kain putih, hal itu membuktikan sang
pengantin wanita masih gadis perawan.
*** Jika tidak terdapat tetesan darah perawan, maka masalah ketidak -gadisan akan menjadi
masalah kekeluargaan yang berkepanjangan dan dapat menyebabkan perceraian, terkecuali
sang perjaka atau keluarga sang perjaka tidak mempermasalahkannya.
***Masalah keperawanan tidak dipersoalkan oleh pria yang menikahi wanita yang sudah pernah
kawin(janda).
AM-BALE-SA
AM-BALE-SA adalah kelanjutan acara setelah acara perhelatan perkawinan sebagai acara adat untuk mempersatukan kedua mempelai dalam persatuan dan kesatuan ikatan “suami istri yang telah menjadi satu “ atau ME KU’KUP-O.
Acara itu dipimpin oleh Wali’an Wanita,dengan acara sbb:
1. MOWEY
Dipimpin oleh Wali’an , kedua pengantin bersama Tua-Tua Adat memuji dan menyembah Sang
Maha Kuasa sambil berdoa mohon berkat,bimbingan serta perlindungan dan kekuatan maupun
kesehatan rohani dan jasmani untuk kedua pengantin baru dalam memasuki rumah tangga baru.
2. LU-MELE’
LU-MELE’ artinya kedua pengantin membersihkan hati,pikiran,perasaan secararohani dan
jasmani maupun mandi bersama untuk mencuci diri dipancuran yang airnya berasal dari sumber
mata air murni.
3. TU-TURU’
TU-TURU’ artinya petunjuk atau petuah dan nasihat dari Wali’an atau salah seorang Tua-Tua
adat kepada kedua pengantin tentang kehidupan suami istri dan kehihupan berkeluarga.
4. TU-MU’TUL
TU-MU’TUL artinya kedua pengantin mempersiapkan diri secara mental dan fisik maupun
rohani dan jasmani serta persiapan-persiapan lainnya termasuk merapihkan serta mendandani
diri , untuk memasuki malam pengantin.
5. SU-MAUNA
SU-MAUNA artinya kedua pengantin berlaku seakan-akan menyibukkan diri atau berpura-pura
merapikan atau mengatur apa saja yang ada, tetapi dengan maksud dan tujuan sebagai bahasa
isyarat agar kaum keluarga dan tamu segera pergi meninggalkan kedua pengantin sendirian.
6. ME-INCO’AN
MI-INCO’AN artinya kedua pengantin rayu-merayu, bermanja -manjaan dan saling menarik perhatian.
7. ME-WINSO’’AN
ME-WINSO’-AN artinya bercumbu-cumbuan dan bercinta-cintaan kedua pengantin, saling
rangkul merangkul, belai membelai, berkecup-kecupan meluapkan perasaan dan saling merayu
dan melepas rindu dendam dan gundah gulana hati, serta memadu cinta dan kasih sayang yang
membangkitkan gairah serta rangsangan cinta, kasih dan sayang.
8. ME-KU’KUP
ME-KU’KUP artinya kedua pengantin menjadi satu daging satu hati,satu pikiran,satu ingatan satu perasaan, menjadi satu dalam segala-galanya, satu maksud, satu tujuan, satu arah, satu kemauan, dan satu diri, satu tubuh, satu jiwa, sebagai mana layaknya suami istri,sebagai wujud nyata cinta dan perkawinan dalam arti sesungguhnya secara rohani dan jasmani, mental dan fisik, tenaga dan kekuatan, keinginan dan kemauan, perasaan dan emosi, moral dan materi , kreasi dan daya cipta, semangat dan gairah, kecakapan dan ketrampilan, kepandaian dan kepinteran serta segala galanya yang dimiliki oleh kedua insan pengantin menjadi satu dan tak terpisahkan.
9. AM-BALE-SA
AM-BALE-SA artinya kedua penganti menjadi suami istri dalam ikatan perkawinan nyata dalam satu kesatuan cinta kasih sayang , yang siap sedia menjalani hidup berkeluarga dan bermasyarakat.
AM-BALE-SA dapat diartikan sebagai suami istri dimana suami hanya memiliki satu orang isteri dan istri hanya memiliki satu orang suami (monogami).
Dalam masyarakat Kiowa tidak dikenal kebiasaan kawin cerai,sehingga perceraian hanya terjadi bila salah seorang sudah meninggal dan yang masih hidup bisa menikah lagi.
Perceraian hanya terjadi karena sebab-sebab skandal atau pelanggaran salah seorang atau hal-hal tertentu yang menyebabkan mereka tidak dapat hidup sebagai suami istri,tetapi dalam perselisihan keluarga sering diusahakan pendekatan agat tidak terjadi perceraian.
PA-MALE-WERU
PA-MALE-WERU atau rumah tangga baru terbentuk setelah terjadinya perkawinan antara seorang pria dan wanita melalui suatu proses yang membawa mereka ke pelaminan dan menjadi suami istri yang sah.
Menurut adat kebiasaan dan tradisi Ka-senduk-an Kiowa, sang istri ikut dengan suami dan tinggal bersama-sama sebagai suami istri dirumah yang sudah disiapkan oleh orang tua sang suami, dilengkapi perabot dan keperluan rumah tangga seperlunya.
Disamping keperluan rumah tangga, pihak keluarga sang suami menyediakan juga perlengkapan dan kelengkapan untuk mencari nafkah bagi suami istri yang baru memasuki rumah tangga baru a.l :
Pedang, pisau, pacul, sekop, sapi, roda, atau modal dalam berbagai jenis dan bentuknya sesuai kemampuan keluarga sang suami.
Perlengkapan rumah tangga a.l . keperluan kamar tidur , perlengkapan dapur dan keperluan kecil lainya disediakan dan diantarkan oleh keluarga wanita (isteri) kerumah sang suami.
Dari dalam rumah itu mereka memulai pamale atau rumah tangga dengan segala suka duka romantika hidup.
*9. TAWOY-EN.*
TAWOY-EN artinya pekerjaan atau usaha atau karya untuk hidup baik hidup pribadi, hidup keluarga atau hidup masyarakat.
Pelaksanaan pekerjaan atau karya dan usaha dilakukan sesuai dengan adat istiadat dan tradisi nenek moyang berdasarkan paham pola hidup ‘MA’ANDO”, yang melakukan semua kegiatan dengan tahapan-tahapan :
1. MOWEY
Mowey adalah upacara ritual berdoa dan memohon berkat, bimbingan, kekuatan, kemampuan
serta petunjuk dari Yang Maha Kuasa Amang Ka-suru-an Wangko’.
2. KU-MOMBA’
KU-MOMBA’ artinya doa permohonan pencapaian cita-cita serta meyakinkan diri dan
kelompok tentang tercapainya maksud dan tujuan usaha.
3. MUTUNG
MUTUNG artinya “bernazar” serta menyatakan tekad keyakinan dan menegaskan bahwa usaha
pasti berhasil serta memperoleh kemenangan dan keuntungan yang bermanfaat dan mengusir
segala malapetaka dan musibah serta menyumpahi agar dijauhkan dari segala bencana serta
tidak mendapat kerugian atau kemalangan.
4. TU-MA’DI
TU-MA’DI artinya “berikrar” dan memastikan bahwa segala keinginan dan kemauan pasti ber-
hasil dan sukses.
5. RU-MAGES
RU-MAGES artinya mempersembahkan korban bakaran sebagai ungkapan syukur dan terima
kasih kepada Sang Maha Kuasa.
6. MENANG
MENAG artinya menyusun atau mendisain jenis dan bentuk rencana kerja serta usaha maupun
tata laksana dan mekanisme kerja dan peraturan pelaksanaan teknis serta operasional.
7. TU-MU’TUL
TU-MU’TUL artinya membuat persiapan perlengkapan dan kelengkapan mental dan fisik serta
moral dan materi maupun sarana dan fasilitas serta keperluan pekerjaan dan usaha.
8. TU-MAWOY
TU-MAWOY artinya bekerja atau berusaha atau berkarya untuk keperluan mencari nafkah dan
kebutuhan rohani serta jasmani, melalui pekerjaan atau usaha atau karya nyata, sesuai dengan
rencana kerja yang sudah didesign dan diatur.
9. LU-MENU’
LU-MENU’ artinya membenahi atau melengkapi atau memantapkan serta mematangkan dan
menyelesaikan pekerjaan atau usaha.
*10. KA-KA-WASA-AN A LANGI’*
LIM-BAWA
LIM-BAWA arinya PERJANJIAN
LIM-BAWA adalah lambang perjanjian antara Amang Ka-suru-an Wangko’ dengan ciptaannya, yang diberikan Sang Maha Kuasa untuk menetapkan tentang hak dan kewajiban ciptaanNya.
LIM-BAWA (benang Raja) dipercayai sebagai pertanda dari Yang Maha Kuasa tentang batas-batas hubungan dengan manusia dan ditempati oleh roh-roh dan jiwa-jiwa sehingga tidak boleh didekati.
ENDO
ENDO atau matahari adalah penguasa alam terang.
Pengaruh matahari dalam kehidupan mahluk di jagad raya ini sangat besar sekali bahkan memiliki kekuatan, gaya, tenaga dan kekuasaan yang sangat menentukan dialam dan jagad raya ini.
Matahari dipuja karena cahayanya memberikan penerangan dan energi atau kekuatan pada alam semesta.
Matahari dipuja pada saat terbitnya maupun pada saat terbenamnya, dengan ritus khusus yang lebih banyak menggunakan bahasa rahasia dan komat-kamit serta gerakan-gerakan magis.
SERAP
SERAP atau bulan adalah penguasa alam gelap, yang memberikan cahaya untuk penerangan dimalam hari hanya pada saat-saat tertentu dan pada saat-saat tertentu bulan tidak mengeluarkan cahaya dimalam hari.
Bulan sebagai penguasa alam gelap dipuja-puja saat bercahaya diwaktu malam, pada saat terbitnya maupun disaat terbenamnya.
Terdapat juga pemujaan pada saat-saat :
a. Bulan purnama (serap purengkey), bulan mati (ka-rembeng-a), perbani (ka-to’or-a).
KILAT
KILAT adalah cahaya api untuk mengingatkan manusia serta ciptaan lainnya, sebagai pertanda murka dan penghukuman akhir dalam lautan api bagi ciptaan yang melakukan pelanggaran dan kesalahan.
IRU’
IRU’ atau BINTANG.
Bintang-bintang itu mempunyai pengaruh dalam kehidupan mahluk, manusia binatang maupun tumbuhan, pergerakan dan peredaran waktu dan zaman, cuaca dan musim.
Tow Pandey (orang pintar) ada yang memiliki keahlian astrologi (ilmu perbintangan) dan selalu memperhatikan gerak gerik bintang sepanjang masa.
Bintang-bintang dapat memberikan petunjuk tentangn hal-hal yang tidak dapat dipikirkan atau diterka oleh manusia.
Bintang-bintang itu dipuja dan dihormati oleh karena bintang itu dapat menceritakan dan mengungkapkan tentang nasib dan peruntungan maupun meramalkan apa yang akan terjadi kemudian.
BINTANG PA-NGUMAN (MA-NGUMA, KU-MOLOKO/MIBIT, MUSEW, SU-MAWEL, TU-MAWOY, MUPUK)
PEREDARAN,PERGERAKAN DAN PERGESERAN SERTA MUNCULNYA BINTANG PADA WAKTU-WAKTU TERTENTU DISUATAU TEMPAT DAPAT MENUNJUKKAN MUSIM ATAU PANCAROBA.
Dari pengamatan para ahli bintang dapat diketahui saat-saat yang tepat untuk menaburkan benih, menanam, menyiangi dan memanen.
Arah angin akan berhembus, musim, perobahan iklim dan cuaca dapat diketahui dari tanda-tanda bintang dilangit.
WIRU’
WIRU’ atau bintang pindah adalah merupakan pertanda baik apabila jatuh dari kiri kekanan dan pertanda buruk bila jatuh dari kanan kekiri.
Terangnya dan gelapnya cahaya bintang jatuh menjadi ukuran baik buruknya sesuatu yang dipertandakan.
Semakin terang cahaya bintang yang jatuh dari kiri ke kanan semakin besar kebaikan atau rejeki yang diperoleh.
Demikian pula semakin gelap cahaya yang jatuh dari kanan ke kiri, semakin buruk kemalangan yang akan menimpa seseorang.
Bagi wanita yang berambut pendek dan tidak subur akan mengangkat rambutnya dengan harapan rambut akan lebih panjang dan lebih subur.
Ada pantangan untuk tidak menunjuk atau mengarahkan jari ke arah bintang jatuh karena apabila menunjuk atau mengarahkan jari ke arah bintang jatuh, maka jari akan putus atau cita-cita dan permohonan tidak terkabul.
MAKA-RAO
MAKA-RAO atau gerhana terjadi di siang hari dan malam hari.
MAKA-RAO SENDOT adalah gerhana yang terjadi di siang hari.
MAKA-RAO REIMBENG adalah gerhana yang terjadi dimalam hari.
MAKA-RAO SANGA-WIWI adalah gerhana sebagian.
MU-RENGKEY
MU-RENGKEY (Bulan Purnama) adalah saat untuk melakukan pemujaan dan memberikan persembahan kepada Sang Pencipta dan Roh-Roh.
Saat yang paling tepat untuk melakukan pemujaan dan penyembahan adalah terutama pada saat bulan mulai menampakkan cahayanya waktu terbit.
Ada kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib yang menyertai cahaya bulan saat baru terbit, akan memberikan berkah dan rezeki serta kesembuhan bagi yang sakit maupun kekuatan bagi yang lemah dan kesaktian bagi yang memerlukan serta berkat bagi yang meminta sesuai keperluan dan kebutuhannya masing-masing.
Pemujaan dan penyembahan pada bulan purnama dilakukan seluruh lapisan masyarakat ,bahkan disaat bulan purnama, muda-mudi dan anak-anak bersuka ria sambil menyanyi dan menari disaksikan oleh orang tua.
KA-RU-MEMBENG-A
KA-RU-MEMBENG-A (Bulan Mati) adalah saat yang tepat untuk memuliakan pekerjaan dan usaha termasuk bercocok tanam dan lain-lain.
Menurut kepercayaan, Ka-ru-membeng-a adalah pertanda bahwa semua musibah dan bencana serta kejahatan dan keburukan telah dihindarkan serta dimusnahkan oleh kuasa terang.
Saat itulah yang paling tepat untuk :
- memuliakan pelaksanaan pekerjaan dan usaha
- bercocok tanam dikebun
- orang - orang sakti membuat senjata dan alat-alat perang
- membuat azimat-azimat menjadi keramat dan bertuah
- meramu dan membuat obat-obatan agat menjadi mujarab
- melatih diri untuk menjadi kuat dan gagah perkasah serta kebal dan sakti.
KA-TO’ORA
KA-TO’ORA I SERAP terjadi sebelum bulan purnama dan sesudah bulan purnama.
Pada saat itu Apo-Apo (dewa-dewa) sering menampakkan diri, terutama saat hujan rintik-rintik.
*11. TU’TU’US (TANDA-TANDA)*
SENDANG LEWO’
SENDANG LEWO’ atau hujan panas memberikan pertanda tentang akan meninggalnya seseorang serta menandakan usia seseorang yang akan meninggal :
- MAMO’NDO : anak kecil
- TE’TEL I ENDO : anak muda
- ORAS - : orang dewasa
- MA-WAWA’NDO : lanjut usia
REGES SAMA’
REGES SAMA’ (angin baik/bagus) adalah istilah untuk roh-roh halus yang sifatnya mau membantu dan menjaga manusia agar luput dari segala bahaya dan tidak dapat diganggu roh-roh jahat.
REGES LEWO’ (angin jahat) adalah istilah untuk roh-roh halus yang jahat dan dapat diketahui dari bau busuk apabila roh itu melewati atau berada di sekitar manusia.
Roh roh itu dapat membawa bencana dan musibah atau penyakit pada manusia dan binatang atau tanaman.
REGES MA-NESEL
REGES MANESEL (Jiwa yang menyesal) adalah roh dari orang yang meninggal “belum pada saatnya” dan masih mengembara di dunia, karena jiwanya dianggap masih hidup.
WOW MANAM
WOW MANAM (bau wangi atau seperti bau bunga sedap malam) dipercaya sebagai bau dari roh-roh halus yang baik dan berkeliaran di waktu malam.
AMPOY
AMPOY artinya wabah sampar atau penyakit, yang disebabkan oleh roh-roh jahat atau akibat musibah dan bencana atau malapetaka.
MA-NGERO’
MA-NGERO’ atau goncangan (gempa bumi) menurut kepercayaan adalah disebabkan oleh perasaan geram dari Sang Maha Kuasa sehingga refleks gerakan tubuhnya menyebabkan getaran pada pijakan kakiNya.
Perasaan geram itu disebabkan karena melihat perbuatan maksiat dan dosa maupun pembunuhan, pencurian, penipuan, peperangan, pertentangan, perselisihan serta semua kejahatan yang dilakukan manusia.
Getaran goncangan itu merupakan tanda peringatan agar manusia bertobat dan merobah kelakuan dan tindak tanduknya agar sejalan dengan ajaran para leluhur yang diturunkan oleh Amang Ka-suru-an Wangko’ kepada mereka.
KUNTUNG LU-METOK
KUNTUNG LU-METOK atau gunung meletus, adalah pertanda amarah dan hukuman Sang Maha Kuasa atas segala dosa, perbuatan maksiat, perkosaan serta pembunuhan, pencurian, penipuan, penggelapan, perampasan hak, perselisihan, pertentangan, perkelahian, peperangan, dan semua kejahatan yang dilakukan oleh manusia , karena mereka tidak mau bertobat dan berobah kelakuan mereka.
Akibat letusan gunung itu , banyak korban nyawa berjatuhan sebagai penghukuman, termasuk korban dan musnahnya tanaman, hewan, harta benda serta kebutuhan hidup manusia lainya.
SELENDUK
SELENDUK atau angin topan atau badai atau angin puyuh adalah hembusan nafas Sang Maha Kuasa yang ingin memberikan ganjaran dan hukuman bagi para pendosa dan pejahat.
LU-MI-LINTER
LU-MI-LINTER adalah hantu atau makhluk halus yang menimbulkan perasaan takut, seram, panik, gerogi, gemetar, menggigil dan perasaan rendah diri atau tidak berharga serta tidak mampu melakukan apapun.
*12. MAKHLUK - MAKHLUK HALUS*.
LOLOK
LOLOK adalah makhluk kerdil yang memakai “tolu” (banyak kali bersembunyi diantara pohon-pohon “taki”), tidak kelihatan dan nampak oleh mata awam, kecuali orang “we-weren-an”, orang sakti dan para Wali’an atau Tona’as , tetapi dapat menculik anak-anak bahkan orang dewasa untuk dibawa ke suatu tempat untuk dikurung (orang yang lepas dari kurungan “Si Lolok” bisa jadi linglung).
Lolok hanya dapat dilihat dan dikenal oleh orang sakti dan orang pintar serta berilmu.
Hanya orang sakti dan pintar berilmu yang dapat membebaskan atau melepaskan orang dari tahanan para lolok.
WUNI
WUNI adalah makhluk halus yang tinggal didalam LIM-BAWA (benang raja) yang hanya dapat dilihat oleh orang sakti dan tidak dapat dilihat sembarang orang , kecuali ditunjukkan oleh orang sakti dan orang yang memiliki keistimewaan atau memenuhi syarat tertentu.
WUNI adalah apo-apo (dewa-dewa) yang sewaktu-sewaktu dapat mmenjelma menjadi manusia atau merasuk seseorang.
WUNI seringkali menampakkan diri pada saat hujan rintik-rintik di saat matahari lagi bercahaya atau di saat terang bulan atau bulan mati dan bulan purnama terutama saat maka-rao.
LULU
LULU adalah musafir halus, yang mondar-mandir mengelilingi ka-yo’ba’an melanglang buana siang dan malam.
Orang-orang yang terpengaruhi oleh si Lulu, akan dibawa melanglang buana tanpa arah dan tujuan, kalau bernasib baik akan dikembalikan, tetapi kalau bernasib sial akan berkeliling dunia terus menerus sampai akhir hayatnya.
PON-TIANA
Pon-tiana adalah kuntilanak jelmaan orang (wanita) yang hamil dan meninggal sebelum melahirkan dengan bentuk manusia, tetapi bagian dadanya bolong dan tidak berkaki, meninggal karena hamil.
MA-MO’POK
MA-MO’POK adalah “Roh jahat” berbentuk manusia berdada bolong.sering mengganggu dan menakut nakuti orang yang dalam perjalanan atau tempat-tempat tertentu.
LU’UK
LU’UK adalah julukan bagi seseorang atau binatang perusak atau pembawa bencana dan musibah.
LONGI’
LONGI’ adalah julukan bagi orang yang mementingkan diri sendiri (kikir)
Dapat juga diartikan sebagai julukan untuk binatang TU-MO-TONGKO’ (SILUMAN) sejenis binatang melata yang sangat besar dan panjang yang suka merampas atau mencuri sesuatu daengan cara meremuk-remuk sampai hancur kemudian ditinggalkan sementara untuk dibuat membusuk lalu didatangi lagi untuk disantap.
*13. UPACARA-UPACARA RITUAL*.
RU-MAGES
RUMAGES artinya mempersembahkan korban sebagai ungkapan pemujaan, pujian dan syukur terima kasih kepada Sang Maha Kuasa.
Upacara ritual persembahan ini diisi juga dengan doa-doa permohonan berkat rahmat serta bimbingan dan perlindungan Sang Maha Kuasa.
Doa-doa permohonan disampaikan demi terkabulnya permintaan :
- berkat dan rahmat serta kekuatan dan kesehatan rohani dan jasmani.
- keberuntungan dan rezeki,
- petunjuk serta bimbingan dari Sang Maha Kuasa,
- perlindungan agar tidak ditimpah bala sampar dan penyakit atau musibah serta bencana dan malapetaka, dll.
PA-RAGES-AN
PA-RAGES-AN adalah tempat pengorbanan untuk menyampaikan syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa (Amang Ka-suru-an) atas segala berkat dan anugerah serta memohon kekuatan - kekuatan gaib, kesaktian , kekebalan , kekuatan, keberanian, kesuksesan, kebahagiaan, terkabulnya permohonan doa, dll dan terima kasih atas segala berkat dan rakmat yang diberikan kepada manusia, dan juga termpat untuk menyampaikan persembahan dan korban untuk Amang Ka-suru-an dan arwah leluhur/nenek moyang.
Di tempat persembahan ini dilakukan upacara pembakaran korban benatang (babi, sapi, atau anjing, dll) yang kemudian sebagiannya bisa disisihkan untukdimakan bersama hidangan dan minuman dengan menyisihkan OMPER atau WELET (sesajen) untuk Amang Ka-suru-an dan para arwah leluhur/nenek moyang.
Dalam keadaan istimewa, seluruh korban bakaran untuk persembahan dibakar seluruhnya sampai habis dimakan api dan menjadi debu semuanya.
OMPER
“Omper” termasuk juga “Welet” adalah sesajen yang di persembahkan untuk Amang Ka-suru-an dan para leluhur serta roh-roh halus.
MOMPER termasuk MELET artinya mempersembahkan sesajen.
Tempat pemberian sesajen disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan dilakukan di mezbah batu besar yang disebut PA-OMPER-AN atau PA-WELET-AN .
SU-MORING
SU-MORING artinya memanggil burung atau binatang sakti untuk memberikan tanda, petunjuk dan saran melalui bunyi dan tanda-tanda.
PA-SORING-AN
Pasoringan adalah tempat yang keramat dan biasanya di daerah atau tempat yang sunyi, senyap biasanya karena semak belukar dan pohon beringin atau pohon-pohon serta bambu yang rimbun dan lebat sekali daunya di dekat mata air, sungai atau dibukit yang berhutan lebat.
Tempat itu merupakan tempat Wali’an dan Tona’as untuk mendengar bunyi burung keramat, meminta petunjuk dan tanda-tanda melalui bunyi burung WARA’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya.
Wali’an atau Tona’as Sakti memimpin upacara memanggil atau penjemputan burung Wara’ atau binatang atau makhluk lainnya, untuk mendengarkan bunyi dan tanda-tanda serta petunjuk , akan berkunjung ke tempat yang dipercayai sebagai tempat Pa-soring-an lengkap dengan azimat-azimat dan benda-benda keramat serta bendera atau perlengkapan lainnya ,termasuk sesajen untuk Amang Ka-suru-an dan Apo - Apo’.
Sang Wali’an atau Tona’as meniup suling untuk memanggil burung Wara’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya , tiupan suling dapat terjadi hanya sekali saja , bila burung Wara’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya, segera datang atau segera memberikan jawaban melalui tanda - tanda dan petunjuk yang disampaikan dalam bentuk bunyi yang suaranya disesuaikan dengan permintaan serta jawaban yang akan diberikan .
Bila belum ada jawaban, tiupan suling bisa dilakukan berulang - ulang, kalau ada jawaban, tiupan suling dihentikan. Sering kali juga terjadi bahwa tiupan suling panggilan tidak dijawab , hal itu menandakan bahwa Amang Ka-suru-an dan/atau Apo - Apo’ tidak berkenan atau tidak menyetujui panggilan itu.
Lokasi Pa-soring-an yang terkenal dinamakan TOM-BARA-AN yaitu di hulu sungai Rano-wangko’ disebelah timur sebuah batu besar yang berbentuk meja makan besar, sedangkan ditempat - tempat keramat lainnya dijadikan juga tempat Pa-soring-an.
TU-MONDONG artinya menjemput, atau pergi memanggil kembali.
PA-TONDONG-AN
PA-TONDONG-AN adalah tempat penjemputan sesuatu atau jiwa-jiwa atau tubuh dari seseorang.
Konon ada banyak tempat keramat yang terlarang termasuk pohon - pohon , batu- batu atau benda -benda tertentu yang tidak dapat disentuh atau dilewati pada saat-saat tertentu.
Dalam hal-hal tertentu apa bila seseorang jatuh sakit, ada anggapan disebabkan karena rohnya terganggu roh-roh halus di suatu tempat yang terlarang karena melewati atau menyentuh sesuatu benda keramat atau terlarang yang menyebabkan jiwa dari benda itu marah dan menahan atau menyandera jiwa dan memintah tebusan.
Wali’an Sakti akan memimpin upacara Tu-mondong dengan berkunjung ketempat yang dianggap atau di percayai sebagai tempat penahanan atau penyanderaan jiwa dari si penderita sakit .
Untuk mengembalikan jiwa orang itu perlu mengundang / menjemput kembali jiwanya dengan doa-doa dan mantera- mantera serta mempersembahkan korban dan sesajen berupa hidangan makanan dan minuman “upe’” dan to-waku’ ( tembakau).
Sesajen yang dibawa untuk disajikan kepada Amang Ka-suru-an dan/atau Apo’-Apo’ adalah nasi bungkus dan telur atau makanan serta minuman tertentu yang istimewa serta pakaian dari oreang yang sakit yang diletakkan berdampingan.
Wali’an dan Tona’as memohon kesembuhan dengan menyebut dan memanggil berulang-ulang nama dari si sakit,dengan memohon kepada yang menahan atau penyandera untuk berbelas kasihan, sambil menjanjikan tebusan.
Jawaban tentang tekabulnya atau ditolaknya permohonan kesembuhan akan diberikan oleh burung Wara’ atau binatang/makhluk keramat lainnya, dalam bentuk bunyi suara dan tanda yang beraneka ragam nadanya sesuai pesan berita yang menjadi jawaban.
Pada saat itu sesajen berupa nasi dan telur atau penganan dan minuman boleh dimakan secara bersama- sama .
Tempat penjemputan jiwa yang disandera atau ditahan itu disebut PA-TONDONG-AN.
KU-MEWIT
KU-MEWIT artinya berbisik, memberikan pesan atau petunjuk dan saran.
PA-KEWIT-AN adalah batu keramat yang mengeluarkan suara bisikan pesan-pesan ajaib bagi seseorang yang bernasib mujur mendengarkan keberuntungan serta terkabulnya permohonan berkat atau jodoh dalam bentuk bisikan - bisikan yang hanya dimengerti oleh orang yang memperoleh keberuntungan.
Itulah sebabnya tempat itu dinamakan Pa-kewit-an yang berarti tempat pembisikakn yang terletak di Ti-nincas-an.
LU-MINGA
LU-MINGA artinya mendengar bunyi dan tanda atau pesan atau petunjuk dan saran.
PA-LINGA-AN
PA-LINGA-AN adalah tempat keramat untuk mendegarkan pesan - pesan dan petunjuk serta saran - saran khusus serta istimewa dan rahasia dari Amang Ka-suru-an dan/atau Apo’ - Apo’ atau dari yang Maha Kuasa, melalui tanda - tanda dan bunyi burung Wara’ atau binatang serta makhluk sakti/keramat lainnya.
Pa-linga-an terletak dibeberapa tempat khusus dan keramat.
Yang dapat mendengar dan melihat serta mengerti tanda - tanda dan bunyi burung ditempat khusus ini hanya orang atau para Tona’as dan para Wali’an serta orang -orang sakti tertentu.
Disamping tempat - tempat khusus, tanda - tanda dan bunyi burung dan binatang sakti dapat didengar dimana -mana oleh setiap orang yang memiliki pengetahuan tentang tanda -tanda dan bunyi.
LU-MI’US
Berkumpulnya kembali untuk bersatu kembali yang sudah bercerai berai.
PA-LI’US-AN ditandai dengan batu.
PUTUNG
PUTUNG artinya “nazar” sumpah atau janji.
MUTUNG berarti bernazar atau menyumpahi atau menjanjikan .
Sumpah atau janji dan nazar itu dapat bersifat nazar dan permohonan keberuntungan, tetapi dapat juga berupa kutukan atau hukuman.
PA-PUTUNG-AN
PA-PUTUNG-AN adalah tempat Tona’as bersumpah dan berjanji atau bernazar atau mendoakan.
a. Maksud - maksud Baik :
Untuk memperoleh keberanian, kekuatan serta kesaktian maupun keberuntungan dan keberhasilan sesuatu usaha , maka Tona’as akan bersumpah dan berjanji kepada Aamang Ka-suru-an , sambil berkomat- kamit dengan mantera dan berteriak - teriak memohon petunjuk serta meminta agar doa - doaniya dikabulkan.
b. Menyumpahi , memaki atau menghukum serta mengutuk orang :
Apabila ada orang jahat yang perlu disumpahi , maka Tonaas akan berkomat-kamit dengan mantera dan berteriak - teriak memaki dan mengutuk serta menyumpahi orang itu agar diberi penghukuman yang adil dan setimpal dengan perbuatannya.
PEKU’
PEKU’ artinya lumpuh atau kurung atau tahan atau sandera.
Meku’ dimaksudkan melumpuhkan atau mengurung dan menahan serta menyandera seseorang atau jiwa atau sesuatu.
PA-PEKU’AN
PA-PEKU’AN adalah tempat untuk melumpuhkan atau mengurung dan menahan serta menyandera.
PA-PEKU’AN sangat angker dan menyeramkan serta menakutkan.
Para penjahat itu ditangkap oleh para Wali’an dan Tona’as dengan kekuatan mistik dan gaib.
Kekuatan dan kesaktian para Tona’as atau Wali’an dapat membawa secara gaib penjahat- penjahat ke “Pa-peku’an” antara lain di jurang dalam atau tempat khusus dan tak bisa keluar dari sana.
Penangkapan misterius ini hanya dapat dilihat oleh orang sakti atau yang mimiliki kemampuan untuk itu , sedangkan orang sembarangan tidak dapat melihatnya.
SU-MUNGKUL
SU-MUNGKUL adalah upacara penjemputan :
- untuk pahlawan yang kembali dari medan perang
- untuk seseorang kelana atau pengembara
- untuk tamu agung
- untuk perantau.
****
WE’TENG
WE’TENG adalah ungkapan perasaan dan gerakan yang menunjukkan rasa dendam, benci, marah, dan nazar untuk mengalahkan atau memenangkan sesuatu atau seseorang.
*TEMPAT - TEMPAT KERAMAT.*
PELI’
Peli’ artinya keramat
KA-PELI’AN
Ka-peli’an adalah tempat keramat atau kawasan sakral yang sunyi, tenang, hening, teduh dan penuh kenikmatan.
Biasanya Ka-peli’-an terletak di sekitar pohon beringin atau pohon - pohon raksasa yang lebat dan rimbun daun - daunnya atau di hutan - hutan yang besar atau batu - batu besar , serta jurang - jurang dan bukit - bukit tertentu atau ditepi sungai atau air terjun.
Ka-peli’an dipercayai sebagai tempat berdiam roh- roh dan jiwa - jiwa serta makhluk - makhluk halus.
Karena tempat itu sunyi dan henig orang-orang enggan pergi ke tempat itu bila tidak didampingi oleh Tona’as-tona’as dan Wali’an - wali’an, sebab suasana keheningannya kelihatan seakan - akan sepi dan senyap serta angker dan menyeramkan, walaupun sebenarnya tidak seperti yang dilihat secara lahiriah.
Bila masuk ke Ka-peli’an dengan maksud dan itikad baik, maka orang akan merasakan ketenangan dan kedamaian serta kebahagiaan sekaligus menjadi berani dan bersemangat serta diliputi suasana sakral dan perasaan kekudusan.
ROROT
ROROT adalah Wali’an wanita yang sangat sakti dan di kenal juga dengan panggilan MAMARIMBING.
Wali’an Rorot adalah penjaga dari tempat keramat PALI’USAN yang menurut cerita tidak pernah mati, tetapi setelah berumur 900 tahun Walian ini pergi mengembara ke seluruh dunia dan sampai sekarang belum pernah kembali.
Wali’an Rorot terkenal sebagai pemimpin ritual serta memiliki banyak pengetahuan dan keahlian, sehingga menjadi tempat bertanya dan berguru yang sangat disegani dan dihormati.
PA-TA’DI-AN.
PA-TA’DI-AN adalah tempat ‘BERIKRAR”.
Pa-ta’di-an terletak di Kentur “PUSER IN TANA’”, disana ada WATU PA-TA’DI-AN dimana APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA mengikrar janji setia sehidup semati, saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, ditempat mana mereka diikat dalam tali perkawinan oleh WALI’AN LA’UN DANO.
Pa-ta’di-an juga menjadi tempat berikrar dan bernazar untuk segala macam maksud tujuan serta kebutuhan apapun sesuai kebutuhan dan manfaat maupun kegunaannya.
*15. BENDA - BENDA SAKTI DAN PELINDUNG ATAU PENJAGA DIRI.*
PO-LOINDONG
PO-LOINDONG atau pelindung adalah ajimat yang digunakan oleh orang - orang sakti untuk memberikan semangat dan kekuatan serta keberanian maupun kekebalan serta keahlian untuk menghadapi sesuatu.
Po-loindong dibawa - bawa dalam perjalanan atau perantauan atau dalam perjuangan serta pertempuran, tetapi ada aturannya.
PO-RI’DIR
PO-RI’DIR adalah alat pelindung atau penangkal atau dinding penyekat yang merupakan perisai keramat yang dapat menyebabkan seseorang tidak terlihat atau hilang dari pandangan lawan atau musuhnya dalam keadaan apapun.
RI’DIR berarti dinding, sehingga pori’dir dapat diartikan sebagai alat yang menghilangkan atau menyembunyikan seseorang atau benda dari pandangan orang atau musuh dan lawan.
Penggunaan Po-ri’dir tergantung keinginan dan maksud si pemakai :
1. Bagi orang baik atau kesatria pori’dir digunakan untuk :
- Berperang, memancung kepala musuh yang bersalah.
-Menghilangkan jejak atau menyembunyikan diri dari orang jahat atau orang yang berniat
tidak baik.
2. Bagi orang jahat atau pencuri digunakan untuk :
- Mencuri atau membuat kejahatan atau maksud tidak baik.
- Menipu orang (daun atau kertas bisa terlihat seperti uang).
*Catatan : - Seharusnya pori’dir digunakan hanya untuk hal-hal yang baik, tetapi ada yang me-
nyalahgunakannya untuk hal- hal yang jahat.
- Apabila penyalahgunaan Pori’dir diketahui oleh si pemberi, maka si pemakai akan
dihukum.
SOMPOY
SOMPOY adalah kantung wasiat keramat yang dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan jimat - jimat dan barang - barang keramat dan berkhasiat serta bertuah dan sakti.
Benda - benda keramat dan sakti yang disimpan dalam SOMPOY antara lain batu - batu dari angkasa, batu dari langit yang dibawa oleh kilat, termasuk barang - barang berharga seperti permata zamrud dan berlian, dll.
Kesaktian Sompoy antara lain dapat dimasuki barang yang jauh lebih besar daripada besarnya ukuran Sompoy, sehingga tidak dapat dilihat orang, termasuk juga benda - benda yang diberikan atau diturunkan oleh Apo’ - Apo’ serta dotu - dotu yang sakti, misalnya benda-benda sakti, keramat dan bertuah, akar, daun, ramuan obat-obatan yang mujarab dan berkhaziat, rotan, pasir emas, batu - batuan, tulang - belulang, tanah , dll, yang kesemuanya bertuah.
Pemujaan dan perawatan terhadap sompoi dan isinya, dilakukan menurut petunjuk apo - apo yang bersangkutan dengan barang atau benda keramat, yang dilakukan setiap waktu tertentu dengan memberikan pengorbanan berupa sesajen atau korban - korban binatang atau emas, perak, besi- besian serta kemenyan (kamania).
*16. BENDA ATAU ALAT KHUSUS*
PO-SALE’
Po-sale’ adalah semacam guna -guna yang memiliki kekuatan daya pikat luar biasa sehingga dapat membuat seseorang tertarik dan tergila- gila kepada yang memiliki po-sale’.
Guna - guna itu dibuat oleh dukun, menggunakan banyak jenis sarana dan cara sesuai kegunaan dan manfaat atau keperluan, antara lain :
- Bila seseorang menginginkan seorang gadis cantik, tetapi sulit melakukan pendekatan atau gadisnya tidak suka, maka sang perjaka akan memanfaatkan Po-sale’ untuk menaklukan sang gadis.
- Perjaka akan menggunakan dukun sebagai perantara atau meminta Po-sale’ pada dukun.
- Dukun akan berusaha mendapatkan sembilan potongan rambut masing - masing dari perjaka terutama dari sang gadis.
- Rambut keduanya dianyam bersama dan diberi mantera serta dimasukkan dalam sepotong “wulu’ud” kemudian disiram dengan minyak cinta yang berasal dari bunga yang hanya bertumbuh ditengah hutan lebat.
- Setelah sembilan hari sembilan malam didoakan oleh dukun, maka potongan wulu’ud berisi rambut yang telah disiram dengan minyak cinta dikirim secara rahasia kerumah si gadis dengan diam-diam (melalui ilmu kesaktian dari si dukun).
- Tindakan selanjutnya dari sang pria ialah melakukan pendekatan yang di jamin pasti menghasilkan perkawinan.
PO-KI’IT.
Po-ki’it adalah benda / barang yang dapat membuat seseorang tergila- gila dan mau ikut dengan seseorang (semacam guna - guna).
- Guna - guna ini digunakan oleh seseorang atau kelompok agar dapat pengikut banyak atau bahkan digunakan sebagai senjata agar musuh dan lawan mengikuti selera dari yang menggunakan Po-ki’it itu.
PO-RICA
Po-rica adalah benda / barang untuk membuat seseorang membenci atau mendendam atau sentimen dan merasa jijik seta memuakkan luar biasa kepada orang yang diinginkan oleh orang yang memiliki Porica.
- Digunakan sebagai senjata untuk bersaing atau menyingkirkan saingan atau musuh atau lawan. dengan cara membuat seseorang membenci atau mendendam orang yang dikehendaki oleh yang empunya Po-rica.
- Cara yang digunakan dukun antara lain : mengambil tanda jejak atau sidik jari orang yang akan dibuat merasa jijik atau membenci.
PO-LAWANG
Po-lawang adalah alat penangkal atau obat atau senjata untuk melawan penyakit atau guna - guna serta racun bencana atau malapetaka dan musibah.
LE-LEME’
Le-leme’ adalah obat penyembuh penyakit atau benda yang dapat menawarkan hati orang yang lagi marah atau melemahkan pembawaan dan prilaku seseorang.
LAKA
Laka adalah selendang keramat berwarna merah darah.
Konon Laka berasal dari khayangan dan dikirim oleh Apo’-Apo’ melalui burung Wara’ atau binatang/makhluk keramat lainnya.
Laka melambangkan kesaktian, kebijaksanaan , kecakapan , keuletan, keberanian, kekuatan, kekebalan, kesatriaan, kepahlawanan, kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Laka dianugrahkan oleh Apo’ - Apo’ kepada para orang - orang pilihan a.l. Wali’an, Tona’as, Ki’iten, Tua-tua Adat, Tokoh - tokoh Masyarakat, Teterusan. Waraney (ksatria), pemimpin, maupun orang - orang yang dianggap pantas untuk menerima LAKA.
Laka dianugerahkan dalam bentuk selendang , ikat kepala, ikat pinggang, ikat leher, dll.
Khasiat LAKA luar biasa, sebab manfaatnya bermacam-macam a.l. :
- menjadi perisai, tameng dan penangkis serangan,
- menghindarkan segala musibah dan malapetaka,
- menangkal segala macam marah bahaya dan bencana,
- memusnahkan dan menghancurkan musuh dan lawan,
- mengusir setan dan musuh - musuh jahat,
- memberi keberanian, kekuatan dan kekebalan,
- membuat orang jadi bijaksana, cakap dan profesional,
- menjadikan orang disegani, berwibawa dan dicintai,
- menyembuhkan segala macam penyakit,
- dan lain - lain.
WENTEL
Wentel yang dikenal pula dengan pokos - pokos adalah benda - benda sakti yang memiliki kekuatan magis serta dapat memberikan semangat, keberanian, kekuatan, kesaktian, kekebalan, kecakapan, ketrampilan, kepandaian dan hal-hal yang diperlukan oleh yang memakainya.
a. TU’UR IM BENTEL (INDUK AZIMAT)
Orang sakti dan pengembara serta perantau bila bepergian, selamanya membawa barang- barang sakti (azimat).
Azimat yang dibawa serta biasanya dimasukan dalam “sompoy kecil atau ikat pinggang atau tongkat kecil atau wadah khusus untuk azimat”.
Azimat itu berkhasiat untuk melindungi keselamatan pemegangnya bahkan dapat membantu pencapaian maksud dan tujuan perjalanan.
b. WENTEL ME-PANGA
Wentel me-panga adalah azimat bercabang yang memiliki banyak kesaktian dan serba guna.
Biasanya wentel Me-panga digunakan oleh para Teterusan dan Waraney - Waraney serta pengembara dan perantau.
Azimat itu diberikan oleh Tua’na (dukun sakti) atau Tona’as - Tona’as dan Wali’an - Wali’an.
Azimat itu dapat berbentuk sompoi atau ikat pinggang berisi batu - batu keramat dari angkasa dan ada juga yang menerima ikat lengan dan kaki, bahkan ada yang menerima wirus atau baju laka serta azimat - azimat keramat lainnya.
Perawatan dan pemujaan dan perawatan azimat - azimat ada bermacama - macam dan harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dan cara - cara yang diajarkan oleh si pemberi azimat.
Sebelum dan sesudah menerima azimat si calon pemakai azimat harus memenuhi syarat - syarat dan pantangan - pantangan tertentu.
JENIS - JENIS WENTEL :
Selain wentel tu’ur dan wentel me-panga ada jenis- jenis wentel lainnya, a.l :
E-EMPET
E-empet adalah ikat pinggang yang terbuat dari kulit atau tali atau wirus, yang bermanfaat untuk melindungi atau menjaga diri.
Penggunaan e-empet dilakukan dengan menghentakkan kaki sebanyak tiga kali atau sembilan kali dengan menyebut nama Amang Kasuruan dan Apo’ yang menjadi sumber kekuatan.
WA-WA’KES
Wa-wa’kes adalah ikat lengan atau kaki atau pinggang yang bermanfaat serta berkhasiat untuk mengikat seseorang terutama musuh dan lawan berkelahi. Wa-wa’kes ini akan mengikat orang secara misterius dan gaib serta tak kelihatan, sehingga musuh atau lawan tidak dapat bergerak.
P0-TOKOL
Po-tokol adalah azimat yang digunakan untuk berkelahi, memukul, menempeleng, mendorong, memiting, menendang dengan kaki dan tangan serta jurus-jurus dan teknik dan gaya untuk berkelahi, bertempur dan membela diri.
KIRIS
Kiris adalah pisau belati sebagai penjaga diri dan rumah.
KARAY PELI’
Karay adalah baju keramat tahan bacokan dan tusukan bahan tahan senjata dan peluruh.
PONDOS PELI’
Pondos peli’ adalah rotan keramat yang dapat dilakukan selaku penjaga diri, menyembuhkan orang sakit (dengan mecelupkan rotan dalam air dengan menyebutkan nama Amang Kasuruan, lalu airnya diminumkan kepada si sakit) dan dapat pula dijadikan cemeti untuk mengusir roh-roh jahat dan orang jahat atau musuh.
SAPUT I KOLOMBI’
Saput i kolombi’ adalah kulit siput air tawar yang digunakan selaku azimat untuk menarik perhatian wanita atau lawan.
ZINZIM
Zinzim adalah cincin keramat yang digunakan sebagai alat untuk menyembuhkan orang sakit serta menawarkan racun dengan mencelupkannya dalam air, kemudian airnya dipancarkan atau di percikan kepada si sakit atau racun.
WIRUS REINDANG
Wirus reindang adalah selempang merah darah, yang digunakan sebagai azimat dam pembawa keberanian.
KE-KEWIT
Ke-kewit atau bisikan mantera , untuk memanggil roh - roh pelindung dan penjaga manusia, serta mantera yang digunakan untuk merobah atau membentuk sesuatu serta menyembuhkan penyakit, mengusir roh - roh jahat dan melindungi diri dari marah bahaya.
WATU TULUS
Watu tulus adalah batu keramat yang berasal dari angkasa yang ditemukan di jurang, ngarai, gua alam, puncak gunung atau ditengah hutan atau dari dasar sungai atau danau atau laut yang dalam atau dari perut binatang buas atau burung mombo dan binatang/makhluk keramat lainnya, berguna serta mujarab untuk menyembuhkan penyakit maupun menawarkan racun serta mengusir roh - roh jahat, terutama juga memberikan khaziat, kesaktian, keberanian, kekebalan, kepintaran serta kegunaan lainnya bagi yang mendapatkannya dari Wali’an, Tona’as, Apo’ , Dotu, orang pinter/sakti dan keramat.
TANA’ MATUA
Tana’ matua adalah tanah dari kuburan orang tua yang digunakan untuk menjaga keluarga.
ENDA’ I ASU WO SI TU’A WO SI ULA’ WURING
Enda’ i asu wo si tu’a wo si ula’ wuring adalah darah dari anjing dan anoa serta ular hitam yang dicampur bersama- sama , lalu diminum untuk mendapatkan keberanian, kekuatan dan kekebalan serta kesaktian , sisa darah dikeringkan dalam kain laka, lalu irisan kecil (wirus) kain itu dibawa kemana - mana.
WU’UK I SICEP
Wu’uk i sicep adalah bulu burung rajawali yang digunakan untuk terbang atau menyembunyikan diri atau menghilang atau menyamar atau menyusup serta menerobos atau menembus benteng musuh atau lawan atau menyerobot masuk pertahanan atau melewati penjagaan yang ketat tanpa diketahui orang lain.
*ALAT - ALAT PERANG*
WENGKOW
Wengkow adalah senjata genggam yang terbuat dari kayu hitam, akel atau wanga yang berbentuk tongkat kecil (diki - diki) yang deberi kesaktian oleh pembuatnya atau melalui Tona’as.
WEKA’
Weka’ (tongkat) adalah tongkat bertuah yang biasanya dipakai oleh pemimpin atau orang - orang yang membutuhkannya, weka’ ini dapat berubah menjadi ular bertuah dan sakti.
TU-TURA’
Tu-tura’ atau Tumbak (tombak) atau lawang adalah senjata bertuah dengan mata tombak dari besi dan pegangan dari kayu hitam atau tombak yang keseluruhannya terbuat dari kayu hitam, wulu’ud atau wanga dan akel serta saraw yang digunakan dalam perkelahian, pertempuran (ada yang beracun dan tidak beracun).
KELUNG
Kelung adalah perisai (pelindung) yang dipergunakan dalam perang atau perkelahian.
Kelung memiliki kesatian dan bertuah, karena disamping bisa melindungi diri, boleh juga berfungsi sebagai senjata oleh karena kelung itu bertuah.
KIRIS
Kiris adalah benda bertuah dan memiliki kekuatan yang dan kegunaan serta kemampuan yang berbeda - beda a.l. :
1. Pengusir bencana dan bahaya.
2. Menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan serta kekuatan.
3. Pembawa berita dan rahasia - rahasia.
4. Penyingkir orang jahat dan setan - setan.
5.Memiliki kekuatan dan kekuasaan yang dapat menimbulkan hujan, tanah, dingin, api, kilat,
guntur, dan topan, dll.
6. Senjata sakti bertuah untuk membela diri dan membunuh musuh dan lawan berkelahi.
SANTI
Santi adalah pedang bertuah yang memiliki kesaktian dan keampuhan luar biasa untuk mengalahkan musuh bahkan dengan pancaran cahayanya dapat membuat musuh kocar kacir, kacau balau, cukup dengan sentakan dari pemiliknya, sehingga musuh lari terbiri-birit dan tunggang langgang dan pontang panting atau melompat - lompat seperti orang gila yang kesurupan roh jahat.
RERE TONO
Rere tono adalah lidi berwarna hitam arang yang berasal dari pelepah daun aren.
Rere tono dapat dibentuk dan dibuat alat atau senjata sakti dan bertuah serta ampuh dan berbisa,
Oleh Mpu sakti rere tono dibuat anak sumpit atau anak panah atau jarum bertuah dan berbisa yang dapat menyembuhkan penyakit dan mengusir bala dan malapetaka bahkan membunuh musuh.
SIMBEL
Simbel atau daun palem digunakan oleh orang sakti sebagai sayap untuk terbang dan melayang di udara, sekaligus digunakan juga sebagai payung dan tempat berteduh disaat hujan atau terik matahari dan dimanfaatkan juga sebagai tameng untuk menahan serta menghancurkan bala dan racun atau peluru.
KORO’BAR
Koro’bar adalah sejenis pelepah pelepah pohob Wanga oleh orang sakti sebagai londey atau kano atau perahu untuk mengarungi sungai atau danau atau lautan .
RIO
Rio adalah sejenis pohon yang digunakan sebagai pasak, yang memiliki keampuhan kekebalan dan daya tangkal serta penahan yang luar biasa, seringkalai digunakan untuk menghancurkan kekuatan, keberanian dan kekebalan seseorang atau musuh, cukup dengan menyentakkannya, bahkan kalau dipukulkan kebadan musuh langsung tewas seketika.
Daun rio juga digunakan untuk obat dan penghilang panas.
WEKA’ WURING
Weka’ wuring adalah tongkat hitam keramat yang terbuat dari kayu hitam (ebony) atau kulit bagian keras dari pohon aren.
Orang sakti selalu menggunakan tongkat hitam selalu karena sakti, bertuah dan ampuh.
Kesaktian Weka’ wuring terletak pada keampuhan dan kekuatan mistik selaku senjata pamungkas dan pelindung serta penolong bagi pemegangnya.
Keistimewaan lain dari Weka’ wuring adalah sewaktu - waktu dapat menjelma sebagai ular hitam sakti yang sangat berbisa dan siap mematikan mush.
SE-SENGON
Se-sengon adalah bambu keramat yang diisi ramuan obat - obatan atau racun yang ditiupkan kepada orang sakit atau musuh untuk menyembuhkan orang sakit atau membunuh musuh.
SE’BUNG
Se’bung adalah terompet yang terbuat dari SIPUT atau bambu atau kayu.
Digunakan sebagai alat musik magis atau sinyal atau pemanggil.
PUPUS.
Pupus adalah penusuk yang terbuat dari lidi, bambu, rotan, kayu, saraw, duri , besi, dan lain - lain.
bentuk dan besarnya berbeda - beda.
Pupus digunakan untuk menusuk ikan atau keperluan lainnya termasuk dapat dibuat sebagai senjata sakti penusuk musuh.
PE-PETIC
Pe-petic adalah senjata yang terbuat dari bambu dan sejenis yang dapat melontarkan peluruh kearah lawan.
WA-WANTING
Wa-wanting atau ali - ali adalah pelontar batu yang terbuat dari Pa-parut (pelepah buah kelapa atau pinang) dengan peluru dari batu , yang digunakan sebagai senjata.
MEROM
Merom terbuat dari merom, digunakan sebagai penyulut api, terutama digunakan juga sebagai alat sinyal atau kode didalam peperangan pada waktu malam.
***
*17. POSO (PANTANGAN)*
Poso atau pantangan diberlakukan bagi siapa saja yang memegang wentel atau azimat sesuai ketentuan dan petunjuk Apo - Apo, dotu - dotu, Tona’as dan Wali’an yang memberikan azimat.
Pantangan - pantangan atau poso ini ada tingkatan - tingkatannya, ada yang berlaku sebelum mendapatkan azimat dan ada yang berlaku sesudah mendapat azimat.
Secara umum pantangan atau poso itu , a.l :
a. Telu Poso Ni-maesa
1. Dilarang berzinah
2. Dilarang mencuri
3. Dilarang berdusta.
b. Tidak boleh memukul lebih dulu atau memotong lebih dulu atau menikam atau menyerang dalam
perkelahian.
c. Tidak boleh lewat tali jemuran pakaian atau tirisan.
d. Tidak boleh mundur selama selagi dalam pertempuran
e. Tidak boleh makan bahan - bahan rewung dan kapitu
f. Tidak boleh pakai baju terbalik
g. Tidak boleh membunuh orang yang tidak bersalah.
h. Tidak boleh main sex.
i. Tidak boleh minum bele-beles
j. Tidak boleh memotong pisang.
k. Tidak boleh makan ulang dan teli’cir (jalan mundur)
l. Tidak boleh kawin selama 9 tahun (berlaku bagi orang yang belum kawin)
m. Tidak boleh menaruh atau menyimpan jimat dalam lemari atau dibawah tapak kaki.
n. Hanya makan sayur mayur.
Selain pantangan - pantangan tersebut di atas masih banyak pantangan - pantangan sesuai dengan keperluannya.
PERAWATAN
Perawatan dan pemujaan serta pengurusan benda - benda keramat dan sakti atau azimat dilakukan dengan membakar kemenyan bahkan memberikan sesajen serta membersikan azimat dan melakukan meditasi serta berpuasa dan berpantang sesuai petunjuk.
Jika ajimat tidak diurus maka kekuatan gaib dan khasiat ajimat akan hilang.
Kalau tidak merawat atau lupa atau tidak bawa azimat (khusus benda yang bisa dibawa - bawa, sebab ada juga azimat yang tidak perlu atau tidak dapat di bawa - bawa), maka sipemilik azimat akan merasa rendah diri, kecil, panik, was-was, takut dan lemah.
MANFAAT.
Manfaat apabila azimat dibawa-bawa, si pemilik akan merasa kuat, berani, besar, percaya diri, hebat dan berwibawa.
MA-WA’KES
Ma-wa’kes adalah larangan mengikat sesuatu atau memintal bagi sang suami bila istrinya sedang hamil.
KU-MELANG
Ku-melang artinya membuat perjalanan, sedangkan kata itu dalam konteks ini digunakan juga sebagai kiasan untuk kata “berburu”.
Ada kepercayaan bahwa kata berburu (ma-ngasu) sebaiknya tidak digunakan oleh orang atau keluarga yang berniat untuk pergi berburu, karena ada anggapan bahwa binatang memiliki pendengaran tajam dari jarak jauh, sehingga bila kata berburu itu didengar oleh mereka, maka binatang - binatang itu akan lari menjauhi para pemburu.
Apabila seseorang berniat untuk pergi berburu, ada pantangan dan larangan tertentu yang harus dilaksanakan supaya memperoleh kemujuran a.l. :
- pantangan mendekati sang isteri selama “siouw nga-tinting” (sembilan jam sebelum berangkat,
- tidak menyapu dihalaman,
- tidak melakukan hal - hal yang bertentangan dengan tradisi dan adat istiadat.
MELUR (TUMU’TUL)
Melur adalah persembahan untuk mendamaikan dewa - dewa dengan masyarakat atau si sakit.
Persembahan dilakukan ditempat dewa - dewa menahan atau menyandera si sakit, bukan di Pa-rages-an.
MA-MATA’
Ma-mata’ adalah larangan untuk sembarangan melakukan sesuatu atau melewati atau melewati perkebunan a.l. :
- larangan membawa bahan - bahan mentah melewati tanaman yang sedang mengeluarkan buah padi dll.
- larangan memotong kayu atau bermacam - macam bahan jika sang bulan kelihatan diwaktu siang.
PO-POSAN-AN
Po-posan-an adalah pantangan (berpuasa) untuk suatu usaha mendekatkan atau menghubungkan orang - orang sakti dengan dewa - dewa yang di puja.
***
* 18. SANKSI DAN HUKUMAN*
KUMBIT-EN
Kumbit-en artinya dicubit, merupakan hukuman atas pelanggaran atau sanksi atas kesalahan a.l:
- tidak percaya kepada AMANG KA-SURU-AN, APO-APO’, DOTU-DOTU DAN TETE -TETE
- tidak manghabiskan makanan (kumbiten in tu’tuk sa raica maka’pu in tu’tuk am piring).
PE’DISEN
Pe’disen artinya dihukum atau dibikin tobat atau dibikin kapok karena membuat kesalahan atau pelanggaran a.l:
- tidak mengerjakan tugas yang diberikan orang tua atau atasan
- tidak percaya atau ragu - ragu terhadap AMANG KA-SURU-AN, APO-APO’, DOTU- DOTU TETE-TETE.
***
*19. BAHASA HALUS*
TENTU
Tentu (tu-mentu, ti-nentu-an) adalah pertanda dari cecak atau binatang lainnya kepada seseorang tentang sesuatu atau apa yang bakal terjadi.
WA’AR
Wa’ar artinya izin
Ma wa’ar ange artinya minta izin atau permisi dulu.
Bila seseorang pergi ke pancuran untuk menimba air atau bermaksud untuk mandi atau mencuci, sebelum tiba di pancuran, orang itu harus “ma’ar” atau mendehem.
Mendehem adalah bahasa isyarat halus untuk minta izin atau permisi, yang sudah dimengeri oleh orang yang sudah mendahului bahwa ada seseorang mau datang, sehingga apabila ia sedang mandi telanjang , dia akan segera memberikan isyarat atau pemberi tahuan supaya bersabar dulu sambil berpakaian agat tidak membuat suatu yang memalukan.
Permintaan izin atau permisi itu terutama juga untuk meminta izin kepada roh- roh halus yangmenjaga pancuran atau tempat tertentu agar ia diizinkan lewat atau masuk.
PO-POKEY
Po-pokey artinya peringatan.
Po-pokey diartikan juga sebagai tanda untuk mengingatkan sesuatu, yang dilakukan oleh roh - roh halus melalui tanda - tanda atau bunyi burung dan binatang, atau melalui mimpi atau gerakan -gerakan dibagian badan tertentu.
Contoh, apabila seseorang dalam mimpi didatangi atau dibayangi atau berjumpah dengan ibunya, maka hal itu sebagai pertanda bahwa ada permintaan khusus atau istimewa dari ibunya untuk melakukan sesuatu , antara lain bila kebetulan munculnya sang Ibu dalam mimpi pada peringatan ulang tahun kematian yang ketiga dari ibunya, mungkin ibunya menginginkan agar ia didoakan atau dibersihkan pusaranya, atau minta diberikan sesajen dan lain - lain.
***
*20. SARANA DAN PEMBERI TANDA - TANDA*
WARA’
Wara’ adalah burung keramat dan sakti.
Burung ini adalah pembawa kabar, petunjuk dan tanda - tanda bagi manusia.
Kabar atau petunjuk dan tanda - tanda itu diberikan oleh Wara’ baik secara spontan atau lewat permohonan atau panggilan orang - orang sakti.
Su-moring adalah memanggil burung Wara’ untuk memberikan kabar berita dan tanda serta petunjuk dan saran.
Pemanggilan dilakukan oleh para Tona’as atau Wali’an dan orang - orang sakti dengan menggunakan SORING (suling keramat) yang dilakukan ditempat - tempat khusus yang disebut Pa-soringan.
Panggilan dengan suling dijawab oleh Wara’ apabila panggilan dikabulkan oleh Apo - Apo (dewa - dewa.)
Bila berkenan Wara’ dapat datang sendiri dan bertengger di atas tongkat yang ditancapkan di atas tanah.
Jawaban itu diberikan dalam bentuk bunyi yang masing-masing sesuai dengan pesan - pesan dan tanda - tanda yang pada garis besarnya terdiri dari tiga pesan yaitu :
1. Kabar gembira - bunyi kic
2. Kabar buruk - bunyi ku-mokok
3. Kabar peringatan - bunyi mangolo’
Bunyi suara Wara’ dalam jarak dekat kedengarannya tidak jelas, tetapi dari kejauhan bahkan keras dan jelas sekali serta sangat merdu.
SOKOPE’
Sokope’ adalah burung keramat dan sakti, serta mimiliki kemampuan khusus untuk memberikan pertanda tentang hal - hal dan masalah yang menyangkut peristiwa - peristiwa besar dalam wanua atau negara serta orang - orang besar (pemimpin dan tokoh besar)
SOKOPE DAPAT MEMBERIKAN KABAR BERITA DAN TANDA YANG PASTI DAN AKURAT TENTANG SUATU HAL ATAU PERISTIWA A.L:
- musibah atau bencana besar yang sangat dashyat akan menimpah wanua atau negara.
- kenaikan pangkat
- pergeseran kepemimpinan
- meninggalnya seorang tokoh besar dalam tingkatan paling atas
- timbulnya suatu peperangan besar
- perebutan kekuasaan
- dan lain - lain hal serta peristiwa paling besar.
Penampakan burung Sokope’ sangat jarang sekali.
Munculnya burung Sokope’ terjadi 9 tahun sekali atau 18, 27, 45 tahun, bahkan 99 tahun.
Dalam keadaan sangat istimewa dan khusus serta darurat, burung SOKOPE’ dapat muncul tiba-tiba dan sewaktu-waktu sesuai keadaan, keperluan berita penting istimewa dan mendadak.
Bentuk badan burung Sokope’ kecil dengan warna merah dan kuning.
Bunyi suara burung Sokope’ sangat merdu, bila dalam jarak dekat kedengaran lembut dan tidak keras, tetapi dari kejauhan terdengar jelas dan keras.
SUME-SENDOT
Sume-sendot atau kunang - kunang adalah petunjuk jalan dan arah serta pembimbing bagi pengembara.
KIOS RARA’
Kios rara’ adalah burung kecil berwarna ke abu - abuan dengan jengot berwarna merah darah.
Burung ini memiliki keunikan karena burung ini dapat memberikan kabar dan petunjuk dari Apo-Apo (dewa) khusus di waktu siang.
Burung Kios rara’ digunakan oleh orang sakti sebagai perantara untuk memperoleh kabar atau petunjuk , dengan cara memasang keranjang (sori) yang diisi jagung kuning dan nasi putih disebelah kanan dan disisi kiri diisi pisang (punti mas rintek) yang sudah dikupas.
Dengan mantera dan bahasa rahasia orang sakti memanggil Kios rara’.
Bila di kabulkan oleh Apo-apo maka Kios rara’ akan bertengger diatas sori dan akan makan di sisi kanan dan di sisi kiri yang merupakan bahwa permohonan dikabulkan oleh Apo - Apo.
KO-KOCI’
Kokoci adalah burung malam, yang memberikan pertanda yang bermacam - macam bentuknya sesuai dengan pesan - pesan atau tanda - tanda melalui irama, suara dan bunyi dari pada Kokoci.
Orang - orang sakti dapat membedakan tanda - tanda bunyi Kokoci :
a. Pertanda bahaya pencurian atau penodongan, atau penganiayaan
b. Pertanda hujan dan panas
c. Luput dari bahaya
d. Menunjukkan orang jahat
e. Dan lain - lain sesuai dengan bunyi Kokoci’.
Kadang – kadang Kokoci, berbunyi diwaktu siang dalam hal - hal yang sangat luar biasa.
SOPIT
Sopit atau cecak adalah pemberi tanda (ma-tentu) bagi manusia.
Apabila pembicaraan atau maksud dan tujuan baik atau benar, sopit akan memberikan persetujuan lewat bunyi.
Tanda tanda yang diberikan oleh sopit memiliki banyak ragam nya sesuai dengan irama dan tekanan suaranya.
BURUNG KE’KE’
Burung ke’ke’ adalah burung yang membunyikan bermacam -macam suara ketawa.
Apabila ketawa riang hal itu menandakan kabar suka cita.
Apabila ketawa mengejek, hal itu menandakan kabar duka cita atau kesialan.
Apabila ketawa terkekeh -kekeh hal itu menandakan kesukaan besar.
KU’KUR
Burung Ku’kur adalah pembawa pesan - pesan rahasia dari Apo’ - Apo’ atau dewa -dewa yang hanya dapat didengar oleh orang sakti dan orang pintar.
KEROK
Kerok adalah burung yang dapat memberikan tanda tentang keadaan cuaca (hujan).
TI-TICAK
Ti-ticak adalah burung yang dapat menjalankan fungsi yang terbatas dari fungsi Wara’ dalam hal-hal tertentu, memberi tanda - tanda bagi peristiwa atau keadaan tertentu diwaktu siang.
KO-KOAK
Ko-koak (burung Gagak) adalah burung yang memberikan pertanda tertentu sebagai perantara dari Apo’- Apo’ atau dewa - dewa.
KA-LIMPO’PO-ANKa-limpo’po-an (kupu-kupu) dapat memberikan petunjuk kepada tuan rumah tentang kedatangan tamu apabila kupu-kupu terbang bolak-balik dan hinggap di dalam rumah.
TERIOY
Terioy adalah burung yang dapat memberikan tanda kematian seseorang.
WA’AN I ASU
Apabila anjing bersin setelah orang melangkahkan kaki, hal itu menandakan bahwa orang harus segera berangkat karena ada sesuatu hal yang baik atau rejeki sedang menanti.
Apa bila anjing bersin sebelum orang melangkahkan kaki, itu pertanda larangan sehingga apabila memaksakan diri berjalan atau berangkat akan menemui kesialan atau kecelakaan.
MEONG MA-INAMO
Apabila kucing duduk pada kedua kaki belakang sambil menggosok mukanya dengan salah satu kaki depan (seakan akan mencuci muka) hal ini menandakan ada tamu dari jauh yang sedang mempersiapkan diri untuk berkunjung ke rumah.
Dari mana arah tamunya datang dapat diketahui dari arah kucing itu menghadap saat mencuci muka.
MEONG MA-NGEONG
Apabila terdengar kucing mengeong dan meraung-raung siang dan malam baik dilakukan oleh salah satu atau beberapa kucing secara bersahut - sahutan dibawah kolong rumah atau dipekarangan, hal itu sebagai pertanda bahwa ada seseorang keluarga atau teman dekat yang akan meninggal.
SERIT (KOMONG)
Semacam kumbang kecil, - pemberi kabar diwaktu siang.
Jika serit berbunyi , menandakan ada tamu untuk orang yang bersangkutan.
Pertemuan dengan tamu itu, berlaku pada hari itu juga. Jika sedang berjalan, maka tamu itu ditemukan di tengah perjalanan.
Tamu yang bermaksud baik atau jahat, diberitahukan oleh kumbang kecil itu dari tempatnya.
TETE’ LENGKA’
Tete’ lengka’ atau laba - laba adalah sejenis serangga besar yang dapat memberikan pertanda tentang peruntungan atau rejeki.
Apabila melihat Tete’ lengka’ bertelur, hal itu pertanda ada rejeki dan besarnya rejeki itu tergantung besar kecilnya telur Tete lengka’.
KO’KO (MA-PEKOK)
Ayam berkotek tidak pada waktunya baik siang atau malam yaitu karena tidak terganggu oleh manusia atau binatang buas sesudah ayam bertelur atau anak ayam jatuh dari pohon tempat hinggap di waktu malam menandakan kejadian yang sial atau suatu kecelakaan yang akan terjadi.
Menafsirkank kabar ayam bekotek, jantan atau betina sendiri - sendiri atau bersambut - sambutan adalah menurut keahlian masing - masing.
Kokok ayam menandakan juga air pasang dilaut.
MA-NGIPI SAMA’
Apabila bermimpi orang mati, memetik buah ranum/masak, memegang kotoran/cirit manusia, hal itu pertanda akan dapat rejeki atau keuntungan.
MA-NGIPI LEWO’
Apabila seseorang bermimpi mengenakan pakaian kawin, atau hanyut di sungai, atau mimpi mandi diari keruh, atau menangkap ikan, atau melihat perahu di tengah badai dan gelombang besar, hal itu adalah pertanda akan mendapat penyakit atau cobaan.
Apabila bermimpi melihat pembantaian babi, atau pesta- pesta hal itu pertanda akan ada kematian keluarga atau teman dekat.
Apabila bermimpi orang mati hihup kembali hal itu menandakan kesialan atau musibah atau penyakit.
Apabila bermimpi menangkap burung, hal ini menandakan ada seseorang anggota keluarga yang hamil diluar nikah.
KI-NE’KET I CAWOK
a. LULANG (KASUT)
Kasut digigit tikus, menandakan akan adanya percobaan atau kesialan bahkan menandakan pula ada seseorang keluarga dekat yang akan meninggal, tetapi melalui mantera-mantera kejadian ini dapat di tangkal.
b. KARAI KINE’KET
Jika ada pakaian dalam lemari atau sedang digantung di dalam lemari digigit tikus, ini menandakan adanya kematian anggota keluarga (sanak saudara atau kenalan dekat).
Kejadian yang akan berlaku ini tak dapat ditangkal.
PE-LUWA’ I ASU
Pe-luwa’ i asu atau muntah anjing menandakan hal buruk yang bisa terjadi dilingkungan keluarga.
Apa bila anjing muntah di dalam rumah berarti ada keluarga dekat yang akan meninggal.
Kalau anjing muntah di halaman rumah ada keluarga yang akan meninggal.
KO’KOR I ASU
Ko’kor i asu atau lobang yang dicakar anjing pertanda ada kedukaan yang dapat menimpah keluarga.
KUTU IN SAKIT
Kutu in sakit atau kutu penyakit adalah pertanda akan ada kedukaan dilingkungan keluarga.
Tanda - tandanya ialah bila kepala seseorang atau bebrapa orang didalam keluarga dipenuhi banyak kutu, maka itu perntanda ada keluarga dekat yang akan meninggal.
KAMA ME-TA’UP
Apabila pada waktu makan, dengan tidak disengaja dua tangan bertemu untuk memegang pinggan ikan/nasi atau cerek.
Kejadian itu menandakan ada orang datang dan tak akan lama kemudian orang yang datang itu akan tiba.
DAN LAIN - LAIN :
PA-WULENG-AN
Pa-wuleng-an atau tandu adalah kursi kehormatan yang dipakai untuk mengarak Tona’as danb Wali’an serta Ki’iten- ki’iten dan orang - orang tua atau yang dituakan.
*22.SARANA RITUAL”*
PA -LUKUT-AN
Pa-lukut-an adalah istilah untuk orang sakti yang memiliki talenta istimewa, bahkan dipilih oleh Amang Ka-suru-an, Roh-roh serta Jiwa- jiwa dan para Apo’-apo’ yang sudah hidup di Ka-senduk-an , untuk dijadikan sebagai terminal perantara, medium atau tempat perhentian atau berdiam sementara serta sarana komunikasi untuk penyaluran dan penyampaian pesan - pesan dan petunjuk serta perintah atau maksud - maksud tertentu dari Amang Ka-suru-an, Roh - roh, Jiwa – jiwa serta para Apo’ - Apo’.
Orang - orang yang menjadi terminal komunikasi antara Amang Ka-suruan, Roh-Roh dan Apo’- apo’ dengan manusia adalah para Wali’an , Tona’as atau orang sakti yang terpilih atau memiliki talenta sebagai PA-LUKUT-AN (tempat untuk duduk atau berdiam).
Biasanya kedatangan Amang Ka-suru-an, Roh-roh atau Jiwa -jiwa atau Apo’- apo’ adalah secara spontan atau tiba - tiba tanpa ada tanda - tanda atau pemberitahuan sebelumnya , tetapi seringkali juga dipanggil oleh para Wali’an atau Tona’as apabila ada sesuatu hal yang sangat penting atau sangat mendesak untuk segera diselesaikan .
Pemanggilan Amang Ka-suru-an, Roh - roh dan Jiwa-jiwa atau Apo’- apo’ dilakukan dengan upacara ritual sesuai dengan kebiasaan dan adat istiadat para leluhur.
Amang Ka-suru-an, Roh- roh atau Jiwa- jiwa atau Apo’-apo’ yang datang lu-mukut pada orang sakti akan masuk secara gaib dalam sukma dari si pa-lukut-an.
Setelahl masuk dan merasuk jiwa dan sukma si pal-ukut-an , maka si pa-lukut-an pun memperlihatkan hal- hal yang aneh karena kesurupan , sambil melompat- melompat atau menari -menari atau berlenggang lenggok serta gemetaran , ia komat kamit dan mulai berkata- kata dalam bahasa yang hanya dimengerti oleh orang sakti atau orang pintar.
Pesan serta petunjuk yang disampaikan dalam bahasa rahasia atau bahasa isyarat diterjemahkan oleh orang sakti atau orang pintar yang mengerti serta tahu menerjemahkan.
Dalam keadaan istimewa, bahasa yang keluar dari mulut Pa-lukut-an, dapat dimengerti oleh semua orang.
PA-TEKA’AN
Pa-teka’an adalah istilah untuk orang sakti yang didatangi oleh Amang Ka-suru-an, Roh -roh atau Jiwa-jiwa serta Apo’-apo’ yang seakan - akan hinggap atau mampir dan menggunakan orang yang dihinggapi sebagai perantara untuk menyampaikan maksud kepada yang dituju (sifatnya hampir sama dengan pa-lukut-an, tetapi bedanya terletak pada waktu dan frekwensi terjadinya “‘teka’an” itu tidak tetap dan “teka’an” itu dapat berlaku pada siapa saja yamg mau didatangi oleh Amang Ka-suru-an, Roh-roh atau Jiwa-jiwa atau Apo’-apo.
Bahasa yang biasanya digunakan oleh Amang Ka-suru-an, Roh -roh atau Jiwa-jiwa serta Apo’-apo’ yang “tumeka’” adalah bahasa yang dapat dimengerti oleh semua orang.
PA-TEKA’AN secara harafia artinya (tempat berhinggap).
KI-NE’KEP
Artinya “dipeluk” dan diartikan juga kedatangan atau kesurupan makluk halus atau roh atau jiwa dari seseorang yang sudah meniggal.
Mahluk halus atau roh atau jiwa yang datang itu masuk kepada siapapun yang ingin didatangi atau dipegang atau di peluk oleh roh atau jiwa itu, walaupun yang bersangkutan tidak menginginkannya.
Adapun makhluk halus atau roh atau jiwa yang masuk dalam tubuh orang yang didatangi, biasanya ingin menyampaikan keinginan atau keluhan atau perhatian atau pelalyanan, bahkan permintaan balas dendam, atau sesajen, serta perlakuan istimewa bagi arwah atau pusaranya.
MEDIUM
Medium adalah upacara ritual untuk mengundang arwah atau jiwa yang sudah meninggal.
Perlengkapan yang harus disediakan a.l. tepung, lilin, kemenyan, sirih, pinang, sesajen, koro’bar, dll.
MA-UBAT
Ma-ubat adalah panggilan untuk dukun yang dapat menyembuhkan penyakit luar dalam.
MA-ALAB
Ma-alab adalah sebutan untuk dukun yang ahli menyingkirkan atau menghilangkan gangguan roh-roh jahat, dengan cara mengambil racun atau penyakit yang dikirim dalam tubuh manusia oleh roh jahat dengan cara-cara mistik dan gaib, maupun gerakan-gerakan dan sentuhan jamahan yang aneh serta komat-kamit bahasa rahasia.
MA-LEME’
Ma-leme’ adalah orang yang memiliki keahlian untuk mengobati penyakit rohani dan jasmani, lahir dan bathin, pengobatan dilakukan dengan tindakan serta gerakan-gerakan ritual, mistik dan gaib, maupun mantera dan komat kamit dengan bahasa rahasia .
MA-URU
Ma-uru adalah sebutan untuk ahli pijat tradisional yang dapat menyembuhkan sakit keseleo, pata tulang , sakit otot dll.
Dengan cara memijat sambil menggunakan minyak khusus untuk urut dan pijat.
MA-ANGKAY
Ma-angkay adalah dukun yang ahli menyingkirkan dan menghilangkan penyakit atau racun yang dikirim orang didalam tubuh manusia atau rumah serta tempat tertentu termasuk kebun, peralatan atau benda apapun , dengan cara mistik dan gaib.
PA-SA’KET-AN
Pa-sa’ket-an artinya “kiasan” , pelampiasan atau perbuatan seakan - akan melakukan sesuatu yang sebenarnya, tetapi sebenarnya hanya sebagai ungkapan, kiasan atau pelampiasan.
Contoh :
Bila seseorang digigit oleh ular berbisa “ka-luma’an” dibagian tangannya, maka seharusnya tangannya harus dipotong supaya racun tidak menjalar kebagian tubuh lainnya, tetapi dengan melakukan “su-ma-ket” mengambil sepotong kayu atau bambu, lalu bambu atau kayu tersebut dipotong seakan-akan tangan yang dipotong dengan menggunakan mantera atau bahasa doa rahasia yang khusus digunakan untuk su-ma’ket, maka racun tidak akan menjalar kebagian tubuh yang lain.
Bambu dan kayu yang digunakan disebut “si-na’ket-an”, dijadikan “pa-sa’ket-an”.
TA-WA’ANG
Ta-wa’ang adalah sejenis tanaman yang digunakan sebagai sipat tanah atau kebun atau halaman.
Menurut kepercayaan orang Kiowa , ta-wa’ang digunakan oleh Tu’ur e Tuama, sebagai tanda ikatan cinta kasih dengan Amut e We-wene.
SARAW
Saraw adalah sejenis tanaman yang batangnya menyerupai rotan dan dapat digunakan sebagai anak panah atau tombak karena batangnya sangat keras dan alot (lanut) apabila sudah tua.
Orang Kyowa percaya bahwa saraw digunakan oleh Amut e We-wene sebagai tanda ikatan cinta dan kasih dengan Tu’ur e Tuama.
MA-TENGA’
Ma-tenga’ atau makan sirih pinang adalah adat kebiasaan leluhur yang dijadikan sebagai pelengkap dalam suatu acara menjamu seorang tamu, pesta, kenduri dan acara ritual maupun adat.
TENGA’
Tenga’ atau pinang adalah pelengkap keperluan upacara ritual dan digunakan juga oleh dukun sebagai bagian sesajen.
LALAY
LALAY sejenis tumbuhan dengan buah untuk keperluan TU-MENGA’ serta keperluan ritual dan obat-obatan.
KO-RO’BAR
Ko-ro’bar adalah pelepah mudah daun pinang yang digunakan sebagai bahan untuk upacara ritual, bahkan sebagai londey atau kano (perahu) untuk berlayar disungai, danau dan lautan.
Ko-ro’bar juga digunakan sebagai pembungkus atau dijadikan sarung untuk keperluan pengisian obat atau makanan dll.
APU
Apu adalah sejenis kapur putih yang dibuat dari bia atau kerang dan digunakan sebagai bahan obat-obatan serta keperluan untuk upacara ritual.
KERI’IT
Keri’it atau jahe ada dua jenis: yaitu KERI’IT REINDANG dan KERI’IT KULO’.
- Keri’it digunakan untuk obat dan rempah-rempah, wangi-wangian serta keperluan ritual.
- Keri’it kulo’ digunakan pula untuk keperluan dan kebutuhan lainnya, antara lain obat batuk.
SUKUR
Sukur sejenis jahe yang digunakan untuk obat terutama sebagai penangkal angin jahat atau pengusir racun dan penyakit apapun, antara lain obat perut, keperluan ritual dll.
WOWANG
Wowang atau bawang putih digunakan untuk obat-obatan, bau-bauan dan keperluan ritual.
SOLO
Solo atau minyak dibuat dari santan kelapa atau beberapa jenis buah atau tanaman yang mengeluarkan minyak .
Solo digunakan untuk obat-obatan, lampu penerangan, minyak goreng, masakan dan keperluan ritual dan kebutuhan lainnya.
RANO
Rano atau air digunakan untuk diminum baik untuk pelepas dahaga, juga untuk obat penyembuh penyakit, kebersihan, mandi, masakan, keperluan ritual dan kebutuhan lainnya.
RU’I
Ru’i atau tulang binatang apapun dijadikan ramuan obat dan keperluan ritual.
AMUT
Amut atau akar tanaman, pohon atau rumput dijadikan “pa-kerut-en” untuk ramuan obat dan keperluan ritual.
TE-TEMBUR
Te-tembut atau kemenyan dijadikan pengusir jin atau setan serta roh-roh jahat dan keperluan ritual.
SA’KETA
Sa’keta dijadikan penangkal racun, menghancurkan dan melenyapkan kekebalan musuh hanya dengan sentakan, pemagar halaman supaya tidak dimasuki iblis atau roh jahat, dijadikan obat untuk bermacam-macam penyakit serta pa-sa’ket-an serta kebutuhan lainnya termasuk ritual
TURI
Turi dijadikan pelembab dan obat untuk orang yang baru bersalin serta keperluan ritual.
PONDANG
Pondang dijadikan rempah-rempah serta bahan obat serta keperluan ritual.
LALAI-NA WELAR
Lalai-na welar dijadikan obat panas dan penyakit lainnya serta keperluan ritual.
KA-LUNTAY
Ka-luntay dijadikan obat serta pengusir ular dan roh-roh jahat, serta keperluan ritual.
SEREWUNG
Serewung dijadikan obat kuat dan penyembuh penyakit-penyakit tertentu serta keperluan ritual.
TUNDAG
Tundag dijadikan rempah - rempah serta sayur dan keperluan ritual.
KU-KURU
Ku-kuru dijadikan rempah-rempah serta obat, wangi-wangian dan keperluan ritual (ku-kuru kulo’ wo ku-kuru reindang).
SALIMBATA’
Salimbata’ dijadikan rempah - rempah serta obat batuk, wangi-wangian dan keperluan ritual.
KUTU IN SAKIT
Kutu in sakit adalah pertanda bahwa ada keluarga sangat dekat akan meninggal.
Seseorang dalam rumah dapat dipenuhi kutu-kutu dirambut sebagai pertanda atau alamat buruk tentang adanya kedukaan.
PE-LUWA’ I ASU
Apabilall seekor anjing muntah didepan pintu, itu pertanda ada orang yang akan sakit keras atau meninggal didalam lingkungan keluarga.
TOYA’ANG MA-TUWENG
Apabila seseorang anak suka berjongkok sambil melihat diantara kaki kearah belakang, itu adalah pertanda ibunya akan hamil lagi dan ia akan memperoleh adik lagi.
TA’AR WO A’ATOR-EN WO PE-PE’DIS
TIYO’O MA-EMA’ ING KA-WENDU-AN I CAKELE TOUW, SA RA’ICA MA-SALE’ MA-KERE KA-WENDU-AN, AM-PA’PA’AN SI “WE-WENDU MA-PENDAM ING KA-WENDU-AN” SA-LALU ME-MENDA-MENDAM ING KA-WENDU-AN E TOUW, TAMBISA ENG KA-WENDU-AN NI-EMA ASI CAKELE TOUW, TA-NI’TU KA’AY EN SAWEL ING KA-WENDUA-AN PENDAM-EN I MA-EMA’ ING KA-WENDU-AN E TOUW.
TIYO’O MA-EMA’ ING KA-SUSA-AN I CAKELE TOUW, SA RA’ICA MA-SALE MA-MENDAM ING KA-SUSA-AN, AM-PA’PA’AN SI “TU-ME-TEIR ING KA-SUSA-AN” MA-WERI-WERIT SE TOUW LEWO’ E NATE, SA KA-SICOP-AN NA PASTI WEAN NA KA-SUSA-AN TANU ING KE SUSA NA SE KA-KELE-NA TOUW KU-MA’PA I LEBE NA PE’MAY AN NI-EMA’ NA ASE TOUW.
TIYO’O MA-EMA’ ING KA-SAKIT-AN E KA-KELE-TOUW SA CA MA-SALE SAKIT-EN I CA-KELE TOUW, AM-PA’PA’AN SI “PO-LAWANG ING KA-SAKIT-AN” MA-WAYA-WAYA’ SA-LALU ME’RERE SE MA-ANGE MAY ING KA-SAKIT-AN WO MA-UKUNG SE TOUW TANI’TU, TANU I NI-EMA’NA.
TIYO’O MA-INDO IM PA-NGASENG-AN E TOUW SA RA’ICA MA-SALE’ INDO-AN I N ASENG, AM-PA’PA’AN EM-PA-NGASENG-AN PA-KA-TEIR-AN I MA-WE’E IM PA-NGASENG-AN, WO KA’AY PA-KA-LINGAN-NA ENDO WOM BENGI, ANE SE TOUW MA-INDO I N ASENG E KA-KELE, INDON OKA E N ASENG NA I SAWEL I NASENG NINDO NA.
Jangan mencabut nafas sesama,kalau tidak ingin nafas sendiri dicabut, sebab nafas kehidupan dijaga oleh “pemberi nafas kehidupan”, apalagi hanya dia yang dapat mencabut nafas seseorang, begitu pula siang malam dia mendengarkan nafas masing-masing, siapa yang mengambil nafas seseorang, maka nafasnya diambil untuk menggantikan nafas yang diambilnya.
TIYO’O MA-INDO IM PUNYA E MA-KA PUNYA, SA RA’ICA MA-SALE INDO-AN ING KA-PUNYA-AN , AM-PA’PA’AN “AWEAN SI MA-TEI-TEIR ING KA-PUNYA-AN” MA-RA’DA ENDO WOM BENGI, SA ILEK-EN NA SI ESA TOUW MINDO IM PUNYA E TOUW WA-LINA YA SI TOUW I’ITU ARES-EN NA, TAM-BISA ENG KA-KELI I NINDO-NA , TANI’TU KA-AY E NINDON TANU SA-SAWEL I NINDO NA, EN TA’AN SA PERLU I LEPE-LEPET NA E NINDO NA TANU AY UKUNG ING KA-ME-SEA’AN NA I MINDO IM PUNYA E MA-KA PUNYA.
TIYO’O MA-LEWO’ IM PUNYA E MA-KA-PUNYA, SA RA’ICA MA-SALE LEWO’ON E TOUW ENG KA-PUNYA-AN , AM-PA’PA’AN AM-BITU SI “MA-KA TEIR ING KA-WANGUN-AN IM BAYA WAYA SI’TU RA’ICA MA-LEWO’” SIYA SI MA-UKUNG SE MA-LEWO’ IN SAPA-SAPA.
TIYO’O MA-ENEP’ IM PUNYA E MA-KA-PUNYA , SA RA’ICA MA-SALE’ ENEP-AN ING KA-PUNYA-AN I NESA, AM-PA’PA’AN “SI E’ENEP-AN YA MA-KA TEIR WO MA-KA RA’DA IM-BAYA-WAYA. SA SI ESA TOUW MENEP IM PUNYA E MA-KA PUNYA, SIYA ENEP-AN OKA KA’AY E WA-LINA TANU ING KA-KELI I NAY ENEP NA.
TIYO’O MA-EMA’ ING KA-WANGKUR-AN E TOUW, SA RA’ICA MA-SALE ICA-WANGKUR, AM-PA’PA’AN SI APO’ MA-”URUS” ING KA-WANGKUR-AN TELEW WEREN, MANDE YE-NENEP RO’ONA KE-ILEK-AN NA SA SI ESA TOUW MANGKUR SE KA-KELE-NA, YA SYA UKUNG-EN NOKA TANU I NIEMA’ NA ASE KA-KALE-NA.
TIYO’O MA-TOWO WO MA-PELE’ SA RA’ICA MA-SALE’ TOWA-AN WO PELE’AN , AM-PA’PA’AN SI APO’ MA URUS ING KA-TOWO-AN WONG KA-PELE’AN MA-NGARTI WO MA-KE-ILEK SAPA SI ULIT WO SI WUTUL WO SAPA SI TOWO WO SAPA SI PELE’. SA SI ESA TOUW TU-MOWO, YA SIYA ARES-EN TANU ING KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN IN TO-TOWO-NA.
TIYO’O MA-AKAL WO MA-BODOK SE TOUW, SA RA’ICA MA-SALE’ AKAL-EN WO BODOK-EN E TOUW, AM-PA’PA’AN SI APO’ MA-URUS ING KA-AKAL-AN WONG KA-BODOK-AN SA-LALU MA-KA RA’DA SE TOUW LEWO MA-AKAL WO MA-BODOK SE KA-KELE. SA PE’ILEK-AN NA AWEAN MA-AKAL KU-MA’PA MA-BODOK YA SIYA WEAN NA PA-MENDAM-EN TANU I NEMA’NA ASE TOUW WA-LINA.
TIYO’O MA-TOANG SE KA-KELE SA RA’ICA MA-SALE’ TOANG-EN, AM-PA’PA’AN SI-APO’ MA-URUS IN TOANG MUKUNG SE TOANG TANU IN TI-NOANG NA ASE WA-LINA .
TIYO’O MA-SAWA-SAWA’ SA RA’ICA MA-SALE’ SAWA’AN E TOUW, AM PA’PA’AN SI APO’ MA-URUS IN SAWA’ MUKUNG SI SAWA’ TANU ING KA-ME-SEA’AN NA.
TIYO’O MA-SEA’ SE WE-WENE SA RA’ICA MA-SALE CA-SEA’ AM-PA’PA’AN SI APO’ SEA’ MUKUNG SI SU-MEA’ SI KA-KELE TANU ING KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN NA.
TIYO’O MA-LICOKO SE TOUW SA RA’ICA MA-SALE’ LICOKON, AM-PA’PA’AN SI APO’ LICOKO MUKUNG SE MA-LICOKO TANU ING KA-WANGKER ING KA-MESEA’AN NA.
TIYO’O MA-LEPOK SE KA-KELE SA RA’ICA MA-SALE’ CA-LEPOK, AM-PA’PA’AN SI APO’ LEPOK MUKUNG SI MA-LEPOK SE KA-KELE TANU ING KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN NA.
MA-RA’DU-RA’DU
TIYO’O MA-RA’DU-RA’DU MA-SARU IM PA-SARUN SA RA’ICA MA-SALE ICA-RA’DU, AM-PA’PA’AN SI APO’ RA’DU MA-UKUNG SE TOUW RA’DU
MA-IZING SE MA’TUA WO SE KA-KELE
MA-IZI-IZING ANGE SE MA’TUWA WO SE KA-KELE, SA MA-SALE IM PA-IZING-EN, AM-PA’PA’AN SI APO’ IZING RA’CA MA-SALE’ SE RA’ICA MA-IZING.
WA’AR
WA’AR adalah permohonan izin secara halus dengan mendehem
SU-MOMOY
Su-momoy adalah bahasa halus untuk buang air besar.
TU-MIYA’ PORAK KU-MA’PA UTER
Tu-miya’ porak ku-ma’pa uter adalah bahasa halus atau kiasan untuk buang air besar dan air kecil.
ME’ILONG WO MI’PI’
Me’ilong wo mi’pi adalah bahasa kasar yang sama dengan berak dan kencing.
TIYO’O MA-KELAR AM-BISA-WISA atau jangan buang lendir dimana-mana karena tidak sopan dan tidak sehat.
TIYO’O MA-RURA’ AM-BISA-WISA artinya jangan buang ludah dimana saja sebab tidak sopan dan tidak sehat.
MA-LELE’
KA-PELI’AN
TIYO’O MA-SERA’ SE MEONG IM BALE
Dimaksudkan jangan makan kucing rumah sebab kucing berguna untuk menangkap tikus.
AN SOMOY IM BALE
Adalah istilah halus untuk WC, atau tempat buang air besar/kecil dekat kali atau sungai atau tempat yang dibuat khusus untuk keperluan itu.
WELLI adalah cairan yang sudah mengering dan berbau busuk.
SETANG
SETANG adalah iblis atau jin.
LAIN - LAIN.
KAROT I NENDA’
Karot i nenda im bua’na ing kama adalah bersumpah dengan goresan darah yang berasal dari jari tangan, yang dilakukan untuk menyatakan kesungguhan serta sumpah dan janji setia serta ikatan persaudaraan yang tidak dapat dibatalkan.
MEDIUM
MERAMAL ATAU NUJUM
MAYA’ AM BAWO IN NAPI
Maya’ am bawo in napi adalah berjalan diatas bara api atau benda panas tanpa mengalami luka bakar atau hangus atau cidera.
TA’UN
“TA’UN” artinya “TAHUN”
Satu tahun (sanga ta’un) terdiri dari 13 (tiga belas) bulan (sanga pulu’ tu-mela’uw telu nga- serap}.
SATU BULAN (sanga serap) terdiri dari 27 hari (sanga serap pute won dua nga-pulu’ tu-mela’uw pitu ngando).
Satu tahun sama dengan 351 hari ( sanga ta’un pute won telu nga-atus wo lima nga-pulu’ tu-mela’uw esa ngando).
Perhitungan jumlah hari didasarkan pada rata-rata kurang lebih adanya cahaya bulan, mulai dari bulan baru sampai bulan mati.
MAKA-PETOR.
WANUA KA-SENDUK-AN KYOWA,
LA’UN DANO, 9-9-1999.
Jantje Adrian Worotitjan
TONG KIOWA
“Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”
Maka-Petor !
Penyusunan “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa” (Si-sisil-en e Apo-Apo’ e Kiowa) ini, bersumber pada ceritera-ceritera berantai, yang dituturkan dari mulut kemulut secara turun-temurun dikalangan etnis Kiowa, yang masih tersimpan atau tercatat dalam ingatan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa
Pu-purengkey-en (ceritera berantai dari mulut kemulut sejenis legenda) ini, dikumpulkan dan disunting serta dirangkum, kemudian dituangkan dalam bentuk suatu tulisan berupa ceritera, yang ditulis apa adanya oleh penyunting/penyusun, berdasarkan ceritera lisan dari para penutur, maupun temuan-temuan dan rumusan “Sarasehan budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa”, yang didukung dengan bukti-bukti berupa peninggalan benda-benda dan prasasti serta situs-situs purbakala yang berada disekitar Wanua Ka-senduk-an Kiowa (Kiawa), yang merupakan saksi hidup sejarah masa lalu yang dapat memberikan inspirasi untuk mengungkapkan selubung misteri, yang menyelimuti “Pu-purengkey-en e Kiowa”.
Masukan-masukan dari berbagai pihak yang merupakan nara sumber yang layak dipercaya, terutama sekali warisan legenda serta ceritera-ceritera sejarah dan budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa dituturkan oleh “Tumu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian”, adalah merupakan literatur yang sangat berharga dan bernilai tinggi bagi penyusunan tulisan ini (Tulisan ini tidak didasarkan pada literatur tertulis diperpustakaan, oleh karena belum ada tulisan resmi yang menceriterakan tentang legenda atau pu-purengkey-en e Kiowa).
Almarhum Tumu-tutur Ute’ Rakian adalah penutur tua terakhir yang masih mendengar langsung dari para Pa-ma’tu’an serta para Wali’an dan Tona’as, maupun Te-terus-an serta para Ki’i-ki’i-ten im Banua Ka-senduk-an Kiowa yang hidup dengan tatanan hidup dan tata-cara serta aturan dan kaidah-kaidah hidup Ka-senduk-an, sesuai dengan adat istiadat nenek moyang dan para leluhur.
Walaupun sejak abad kesembilan belas masyarakat Ka-senduk-an Kiowa pada umumnya sudah memeluk agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik, namun sebagian dari antara mereka, masih ada yang menganut dan mempertahankan tradisi serta adat istiadat dan aliran kepercayaan leluhur, sehingga kehidupan rohani mereka tetap dipengaruhi oleh “aliran kepercayaan Ka-senduk-an dan pola hidup “Mem-pa’ando-an” Kiowa.
Menurut penuturan dari sisa-sisa penganut aliran kepercayaan dan tradisi serta adat istiadat leluhur inilah, Tumu-tutur Ute’ mendengarkan dan mempelajari serta memahami dan mengetahui, tentang banyak hal yang berkaitan tentang kehidupan religius, rohani dan jasmani serta hidup bermasyarakat, perekonomian, kesejahteraan, kepemimpinan, keamanan dan ketertiban, terutama tradisi dan adat istiadat, maupun kebudayaan leluhur etnis Kiowa.
Dari orang-orang tua dan pemerhati serta pengamat dan pencinta budaya Kiowa yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, diperoleh juga masukan-masukan berharga yang bernilai sejarah dan budaya yang tinggi, apalagi setelah ditingkatkannya usaha dan kegiatan O-oak-an in Aram e Kiowa (Lembaga Budaya Kiowa), maka pengembangan usaha penggalian dan pelestarian budaya Ka-senduk-an Kiowa, semakin lebih terarah dan semakin mantap.
O-oak-an in aram e Kiowa (Lembaga Budaya Kiowa) yang dipelopori oleh Tunu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian yang didampingi oleh Tumu-tutur Drs. Nico Palar bersama-sama dengan para pemerhati dan pengamat serta pencinta maupun tokoh-tokoh serta orang-orang yang pernah bergelut dan ikut dalam ritual-ritual budaya Ka-senduk-an Kiowa, a.l.Ukung Tua Jopie Worotitjan, Ukung Tua Hein Piri, Anthon Nayoan, Nayo Tumober, Adoloph Assa, Albert Salanti, Alex Worotitjan, Narsisus Talumantak, Gustaf Palar, Felix S. Kauanang SE, Drs. Wempie Worotitjan, Jantje A Polii, Ferry Salanti, Hans Worotitjan dll, menjadi sarana yang sangat bermanfaat bagi penggalian akar budaya Ka-senduk-an Kiowa
Dari antara nara sumber yang paling tua, Almarhum apo’ Klaas L. Sajow, yang dilahirkan dan dibesarkan di desa Kiawa (yang selalu disebutnya “Puser in Tana’ Ka-senduk-an”) dan setelah dewasa merantau (lumantak) untuk mencari nafkah di Minahasa Selatan. kemudian kawin dan menetap bahkan meninggal pada bulan Janunri 1996 dalam usia 100 tahun, didesa Kroit, kecamatan Motoling, telah memberikan partisipasi nyata berupa masukan tentang ceritera-ceritera “Puser in Tana’ purbakala” yang dibuktikannya juga dengan pusaka peninggalan milik para leluhur etnis Kiowa, yang sebelum beliau meninggal menjanjikan untuk mengembalikan pusaka itu ke Puser in Tana’, a.l. bendera (wirus im banua), panji peperangan (wirus tu-turu’ im balak e waraney), senjata (santi, wentir, tu-tura’), po-porong, dll, merupakan sumbangan tak ternilai pula untuk penggalian akar budaya Ka-senduk-anKiowa. Tumu-tutur Drs Nico Palar, yang sudah puluhan tahun mendampingi Tumu-tutur Wangko’ Ute’ Rakian (almarhum), memiliki banyak perbendaharaan dan kumpulan ceritera dan catatan-catatan pribadi yang dikumpulkannya dari para penutur tua tentenag kebudayaan Ka-senduk-an Kiowa, sehingga sangat membantu usaha inventarisasi tentang data-data yang diperlukan.
Generasi muda pencinta serta pemerhati dan pengamat budaya, yang melibatkan diri secara aktip dan sukarela menggali, mempelajari, menelaah, meneliti, menelusuri peninggalan-peninggalan dan membuat dokumentasi untuk keperluan penyusunan tulisan serta melestarikan kultur budaya Ka-senduk-an Kiowa, antara lain :
Alex Salanti S.E., Julius Talumantak STH, Drs. Dantje Tumober, Dra Sientje Rondonuwu, Ir. Vivepri Lumanaw, Drs. Max Piri, Drs. Victory Palar, Olly Karinda SH, Grace Worotitjan S.E, Dra. Syane Karinda. Dra. Evelyn Kawung, Dra. Jane Karinda dll, adalah merupakan generasi muda penerus cita-cita leluhur etnis Kiowa.
Wujud nyata dari usaha penggalian kembali akar budaya Ka-senduk-an, yaitu pelaksanaan “Sarasehan Budaya Ka-senduk-an Kiowa” yang diprakarsai oleh para pencinta dan pemerhati serta pengamat budaya Kiowa, dengan maksud dan tujuan untuk menggali kembali akar budaya dan adat istiadat serta tradisi nenek moyang leluhur etnis Kiowa.
Sarasehan itu dilakukan sejak awal tahun 1992 sampai sekarang ini, sebagai realisasi pewujudan kesepakatan pemerhati seni budaya bahwa rahasia dan misteri “KASENDUKAN KIOWA” perlu digali setelah melihat “KAROT-KAROT” (GORESAN-GORESAN) pada batu-batu di sungai dan disekitar di WATU TU’US IM PA-PEPA’AR-AN ditepi sungai Ranowangko (dekat telaga Tona’as Wellem Rakian) pada 9 September 1991, dipimpin TUMU-TUTUR WANGKO’ UTE’ RAKIAN; yang pelaksanaannya dilakukan secara rutin dan berkala, termasuk pembentukan tim-tim kecil, tim penelitian dan pengembangan, tim verifikasi dan pengawasan, perumus dan penyusun naskah serta tim-tim khusus sesuai kebutuhan untuk keperluan perbaikan, pembetulan serta penyesuaian dengan data-data akurat baru yang ditemukan.
Untuk melengkapi data serta bukti-bukti pendukung, diadakan pula peninjauan dan penelitian lapangan di lokasi-lokasi peninggalan serta situs-situs purbakala disekitar Wanua Ka-senduk-an Kiowa, maupun wawancara dan dialog dengan para “tu’a-tu’a im banua” dan arang-orang yang dikenal sebagai pencinta serta pemerhati dan pengamat budaya.
Konfirmasi tentang kebenaran temuan-temuan dilapangan, maupun masukan serta ceritera dan penuturan seseorang, dilakukan dengan wawancara khusus serta tukar pikiran dan pendapat, maupun dialog dengan orang-orang yang sudah cukup berumur dan dianggap menguasai dan mengetahui seluk beluk dan adat istiadat serta tradisi budaya Ka-senduk-an, kemudian dilontarkan sebagai bahan diskusi dalam sarasehan, untuk kemudian dikaji dan diteliti kembali kebenaran dan keotentikannya, baru kemudian dimintakan untuk dirumuskan dan dibuatkan tulisan.
Kegiatan sarasehan serta studi kelompok khusus dan rapat-rapat tim kecil, maupun peninjauan dan penelitian lapangan, dilakukan sejak medio 1992 sampai tahun 1999, masih dilanjutkan dan berjalan terus menerus untuk memperoleh temuan-temuan yang lebih lengkap, untuk memperkaya khasana perbendaharaan budaya Ka-senduk-an Kiowa.
Sangat disesalkan karena masukan para peserta sarasehan dalam bentuk tulisan asli dari para peserta sarasehan, tentang apa yang mereka ketahui atau dengar atau lihat sendiri dari orang tua atau para leluhur, terutama juga resume dari hasil sarasehan, hampir semuanya sudah musnah dan tidak dapat diselamatkan, disebabkan oleh karena tergenang air akibat banjir besar yang melanda rumah tinggal penyususn, tempat arsip resumme hasil sarasehan disimpan. Banjir yang melanda kota Metropolitan Jakarta pada tanggal 10 sampai dengan 13 Februai 1996, telah menimpah juga rumah penyusun di daerah Green Ville Block T No 1 Jakarta, dimana banjir mencapai ketinggian kurang lebih 100 Centi Meter, sehingga almari serta filling cabinet yang terletak didalam kamar bagian bawah, tempat penyimpanan catatan dan tulisan-tulisan maupun casette tape recorder rekaman pembicaraan serta hasil wawancara dengan para tua-tua terutama Tumu-tutur Ute’ yang merupakan arsip resume sarasehan budaya Ka-senduk-an Kiowa, serta puluhan cassette tape recorder rekaman tersembunyi (tape recorderder disimpan dalam kantong) wawancara Ferry Salanti tentang akar seni budaya Kasendukan Kiowa, dengan Tumututur Ute’ Rakian, Anton Nayoan, Welem Rakian, Endie Ponamon, Markus Tinangon, Ansi Lumanaw, Andri Ponamon, Welem Lombok, Petrus Walukow, Alex Worotitjan, Ampel Karinda, Alis Karinda, Okta Pioh, Adoloph Assa, Nayo Tumober dan orang-orang lainnya yang diwawancarai diam-diam oleh Ferry Salanti, turut tergenang dan terendam air selama 4 hari, termasuk kumpulan “percakapan-percakapan “penyusu dengan para tua-tua Kiowa, termasuk ceritera-ceritera yang pernah “penyusun” dengar dengan tokoh-tokoh masyarakat, antara lain dengan almarhum Derek Silap ex Hukum Tua ketika beliau masih hidup, yang kebetulan pernah bertetangga dengan penyusun sekitar tahun 1962/1963, juga dengan Apo’ Melius Walukow ayah dari Tuwa’ Petrus Walukow sering menyaksikan beliau meramu obat-obatan , Apo’ Tertius Piri (dimana saya dan adik saya Yull sering dibawah oleh Ito’ Alex Worotitjan melihat-lihat ramuan obat-obatan), Almarhum Paspor Alphius Wowor, Almarhum Endie Rakian, Almarhum Alo Singon,, Nenek Dora Walukow, Amarhuma Buang Rimper, terutama juga Almarhum H.M Taulu dan Almarhum Tona’as Sokoman John Malonda, F.S Watuseke, budayawan-budayawan lainnya, terutama juga tante Rietje Rawung dan Oom Buyung pemiilik GEDUNG BUKU MANGUNI TOMOHON (Pengimpor buku terbesar di Indonesia Timur yang buku-buku pelajaran sekolah dan perguruan tinggi pada tahun 1950an masih banyak diterbitkan dan dicetak di Negeri Belanda, selain buku-buku yang sudah diterbitkan dan dicetak di Indonesia) pada tahun 1956-1958, dimana saya tinggal dan membantu mereka menjaga toko buku sambil bersekolah dan membaca buku-buku seni budaya, sejarah dan pengetahuan lainnya kalau tidak ada tamu/langganan, termasuk catatan yang saya rangkum dari ceritera yang pernah diceriterakan oleh Almarhum Yustus Worotitjan (tete’ sersan) dilapangan badminton, tentang desa Worotitjan (sekarang bernama Kapitu), sehingga rusak total dan hancur karena genangan air, yang tidak dapat diselamatkan oleh para pembantu rumah tangga yang menunggui rumah, termasuk Tante Yetje Assa dan sepupu penyusun Dra Siska Worotitjan tidak dapat menyelamatkan casette serta arsip sarasehan dan barang barang lainnya karena luapan air terjadi pada malam hari sedangkan mereka tidur dilantai atas dan nanti mengetahui rumah sudah digenangi air pada keesokan harinya. Namun masih beruntung karena masukan-masukan serta resume sarasehan yang penting-penting, secara garis besar telah dimasukkan oleh penyusun dalam disket/komputer .
Data-data dan bahan-bahan tulisan mengenai budaya Ka-senduk-an Kiowa yang masih tersisa dan tersimpan dalam disket/komputer itulah, yang menjadi bahan tulisan “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”.
Ceritera tentang desa Kiawa atau Ro’ong Kiowa (Wanua Ka-senduk-an Kiowa), ditemukan juga dalam beberapa literatur, yang ditulis dan diterbitkan pada zaman penjajahan kolonial Belanda, tetapi isinya sangat jauh menyimpang dari keadaan serta kenyataan sebenarnya.
Rupanya para ahli serta peneliti budaya dan penulis yang mengarang certtera tentang keadaan dan apa yang berhubungan dengan sejarah dan adat istiadat serta tradisi masyarakat Kiawa (Ka-senduk-an Kiowa), tidak mengetahui sama sekali atau tidak pernah melakukan penelitian serta pengamatan atau peninjauan lapangan, tetapi hanya mendengar dari para penutur pihak ketiga yang hanya mendengar dari pihak kedua (para petualang amatiran yang secara kebetulan, menjelajahi pedalaman “Wanua Kasendukan”), yang hanya mengetahui secara samar-samar tentang keadaan pusat budaya dan seni Kasendukan Kiowa (Kiawa). Para penulis tidak atau belum pernah berkunjung ke “pusat dan asal muasal budaya Kasendukan Kiowa, disebabkan karena saat itu sulit masuk ke “puser in tana”, karena kondisi alamnya yang masih terpencil dan sulit dikunjungi karena kondisi alam dan medannya yang masih ditumbuhi hutan lebat dan factor-faktor keengganan dari para peneliti/penulis untuk mengunjungi dan mengadakan ekspedisi didaerah pengungungan yang masih sangat terpencil saat itu; Apalagi ceritera rakyat tentang berkunjungnya Orang Kulit Putih (SE TOUW KULO’, yang diperkirakan terdampar di Pantai sekitar Tumpaan disekitar muara sungai Maruasey, lalu mereka para pelaut dan saudagar petualang yang didampingi misionaris mengembara kepegunungan dengan menyusuri sungai Maruasey, Nimanga dan sampai di hulu sungai Ranowangko dan masuk ke Wanua Kiowa, sebab di Wanua Kiowa ada tempat-tempat yang disebut TINO’TOKKAN SI CULO (tempat orang kulit putih dicincang, yang diperkirakan seorang PASTOR karena SI CULO’ yang dimaksud, dipanggil orang dengan sebutan dan panggilan “PADRE”), termasuk juga istilah-istilah sebutan CASTELA, SANTA CRUZ, TA’SIC ELA (TASIKELA) yang dijadikan nama beberapa lokasi perkebunan dan pemukiman di Wanua Kiowa, menandakan serta mengindikasikan bahwa pernah ada orang “kulit putih, yang pernah mampir bahkan bermukim di Wanua Kiowa, sambil membawa benih-benih tanaman cengkeh, coklat, pala, kopi, dan rempah-rempah serta tanaman lainnya, masih ada di Wanua Kiowa, termasuk juga kata-kata serta istilah-istilah seperti sapeo, kadera, kawayo, nyora, sinyo dll, masih digunakan oleh penduduk sampai sekarang..
Dalam usaha kami untuk mendpatkan data-data tertulis di Royal Institute of Linguistics and Anthropology,( Koninklijk Institut Voor Taal, Land, en Volkenkunde), KITLV, Reuvensplaats 2. P.O. Box 9515.2300 RA, Leiden, Holand, penyunting yang didampingi Po’ouw Jus Tumober, Po’ouw Martin van Broukhoven serta Yeyen Liemando, yang berulang-ulang berkunjung kelemaga tersebut, kami tidak atau mungkin belum menemukan, bukti adanya penelitian atau penelusuran secara langsung kelokasi situs-situs dan peningglan purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa oleh para ahli dan peneliti purbakala dari Belanda, tentang situs-situs purbakala serta akar budaya serta adapt istiadat dan aliran kepercayaan Kasendukan Kiowa, termasuk juga penelusuran kami, dalam literature yang kami pernah teliti bersama-sama di Bibliptheek van het Missiehuis der Missionarisen “Sacre Coeur” Bredaseweg 204, Tilburg Nederland.
(Terakhir kami dengar dari Pastor Renwarin dan ayahnya, yang pernah berkunjung ke La’un Dano, Kiowa, bahwa berkas-berkas di Tilburg sudah dibawa ke Pineleng, oleh seorang ahli dan peneliti seni dan budaya purbakala Mina Esa, asal Kakaskasen yaitu Pastor Renwarin di Seminari Tinggi Pineleng ).
Bukti-bukti bahwa peninjauan atau penelitian tentang adat istiadat serta tradisi dan budaya Kiowa tidak diteliti dan ditulis secara mendalam karena tidak tercatatnya dalam literatur tentang adanya situs-situs prbakala dan peninggalan pra sejarah di Wanua Kasendukan Kiowa:
Watu Maka-sio-siouw di La’un Dano
• Tu’us i Loweng e Apo’ Amut e We-wene.wo si Apo’ Tu’ur e Tuama,
• Pa-tumpeng-an La’un Dano Ma-wara’
• Toy-Touw Wangko’ Me-upus-an
• Toy-Touw Wiwing-an
• Toy Touw i Rorot an Sondek Aret,
• Toy-Touw lainnya yang tersebar dibeberapa tempat,
• Timbukar (waruga) yang berjumlah kurang lebih 300 buah pada zaman dahulu (yang tersebar mulai dari depan rumah Keluarga Pieter Walukow sampai di pekuburan disebelah barat desa Kiowa).
• Timbukar Sengkona Wowor (Warga termuda)
• Watu Tumo-towa, yang ada dibeberapa tempat,
• Watu Amian,(dibenarkan oleh seorang Jepang suami dari seorang dosen wanita di UNSRAT dan Mr HYODO Cs dari Japan Tobacco yang memasang mesin-mesin pabrik Rokok Kretek di kaki bukit PUSER IN TANA’,, yang pernah berkunjung ke WATU AMIAN
• Watu Pa-ta’di-an,
• Pa-peku’an,
• Pa-putung-an,
• Tombara’an.
• Pa-soring-an.
• Kentur Puser in Tana’
• Pa-ra’da-an i SOKOPE’ an Lengko’an. (PARADISO)
• dll.
Termasuk data-data atau bahan-bahan yang menceriterakan tentang :
• Angouw e Touw Asic Amian (Gua Orang Asing dari Utara ).
• Wo-leley.
• Kastela,
• Ta’sic-ela,
• Santana,
• Guantanamera
• Santa Cruz,
• Rio Grande,
• Tino’tok-an si Culo’
• San Salvador,
• San Padre,
• Ma-gho’gho’
• Ti-nincas-an,
• dan lain-lain situs serta peninggalan purbakala dan pra sejarah yang bertebaran di Wanua Kasendukan Kiowa. maupun obyek keramat dan bersejarah lainnya yang tersebar luas disekitar wanua Kiowa.
Hal-hal tersebut diatas menunjukkan dan membuktikan, bahwa penulis tentang hal ikhwal Wanua Kasendukan Kiowa (sekarang Kiawa) pada zaman itu, tidak memiliki pengetahuan tentang akar budaya Ka-senduk-an Kiowa, sehingga penulisannya jauh berbeda dengan keadaan serta realita dan peninggalan-peninggalan purbakala dan pra sejarah yang ada di Wanua Kasendukan Kiowa.
Bahkan terkesan bahwa penulisnya tidak melakukan peninjauan dan penelitian lapangan, apalagi berkomunikasi dan berdialog dengan para tua-tua adat Kiowa, bahkan mungkin tidak berkunjung langsung atau melakukan adaptasi atau pengenalan lingkungan untuk merasakan dan menyelami secara mendalam melalui pendekatan dan dialog langsung dari hati kehati apa yang diyakini, dipercayai serta dirasakan dan diketahui oleh masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, bahkan lebih dari itu, mungkin tidak mengetahui atau tidak pernah melihat situs-situs dan peninggalan purbakala didesa Kiawa.
“Misteri Pu-purebgkey-en e Kiowa” atau “Si-sisil-en e Apo-Apo’ e Kiowa”, yang diceriterakan oleh nenek moyang leluhur kepada orang tua sampai pada anak-cucu-cicit secara turun-temurun, memberikan gambaran sekilas, tentang keadaan dan kehidupan purbakala masyarakat Ka-senduk-an Kiowa sebagai turunan Apo’ Amut e We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuawa dibawah bimbingan dari Wali’an La’un Dano.
Kepada seluruh peserta Sarasehan Budaya Ka-senduk-an Kiowa, serta para nara-sumber, tumu-tutur-tumu-tutur, pemerhati dan pengamat serta pencinta budaya Kiowa serta pribadi-pribadi, yang pernah terlibat dalam penelusuran serta penyusunan tulisan ini, penyusun ingim menyampaikan penghargaan dalam ungkapan terima kasih serta permohonan maaf yang ikhlas, apabila namanya tidak atau belum tercatat secara tertulis dalam tulisan ini, bahkan lebih dari itu mohon dimaafkan pula apabila tulisan ini masih jauh atau kurang mengena .
Satu peristiwa aneh terjadi di Watu Tu’us I Loweng e Apo-Apo’ e Kiowa di Kentur La’un Dano, dimana pohon ‘TAWA’ANG” memperlihatkan sembilan helai daunya terikat’teranyam menjadi satu (siouw nga-lalay daung in Tawa’ang me-pules ma-muali esa nga-pules), walaupun dicoba untuk diuraikan atau dibuka anyaman/ikatannya, tetap kembali teranyam dan terikat secara alamiah, peristiwa ini terjadi selama beberapa bulan dan disaksikan oleh banyak sekali orang.
Peristiwa aneh dan ganjil yang terjadi berulang-ulang yaitu didalam menelusuri dan melakukan penelitian atas situs-situs peninggalan purbakala di kawasan Kiowa, secara tak disengaja, tanpa direncanakan atau diatur dan direkayasa, orang yang terkumpul selalu terdiri dari sembilan orang, hal ini dimulai pada tanggal 9 September 1993 di Sondek Aret (bekas tempat PA-PEPA’AR-AN E WALI’AN WO SE TONA’AS WO SE TETERUSAN IM BANUA KASENDUKAN dan sekaligus tinggal APO’ INA’ ROROT), dimana sembilan orang dibawah pimpinan Tona’as Wangko’ Ute’ Rakian menancapkan Watu Tundek Pa-li’us-an (sembilan orang yang terkumpul ini adalah secara kebetulan).
Khusus untuk Pendeta V. Rumondor serta Drs. Alex Rumondor, maupun Bapak Jan Menayang dan Drs. Lexy Rumengan MBA dari Yayasan Maka Wanua Jakarta, yang selalu mendorong kami untuk menerbitkan tulisan ini, tak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih.
Pada kesempatan khusus dalam Seminar Budaya Kasendukan Kiowa, yang diadakan di ruang pertemuan KIR MANDALA, yang dihadiri Profesor DR Lucky Sondakh serta DR Oscar Rompis Phd dan tokoh-tokoh budaya Mina Esa di Kiowa, diusulkan untuk mengadakan penelitian dan pengkajian tentang hubungan serta kaitan tentang WATU TIMBUKAR serta situs-situs purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa dengan WATU PINAWETENGAN di desa Pinabetengan dan WATU peninggalan DOTU-DOTU KANONANG dimana terdapat batu berbentuk meja dan tempat duduk disekeliling meja batu, yang ada didalam satu GUA didesa KANONANG.
Penelitian dan pengkajian yang dimaksud dikaitkan dengan ceritera dari Tumututur Wangko Ute’ Rakian dan Tumututur Drs Nico Palar selaku Ketua Umum Lembaga Budaya Kiowa, bahwa dari hasil penelitian seorang Profesor asal Jerman yang ahli purbakala, ditemukan bahwa WATU PINAWETENGAN dperkirakan sudah ada sekitar abad ke 7 sesudah Masehi (+- tahun 650); Sedangkan ada WATU TIMBUKAR dan WATU TUMOTOWA serta TOY TOUW di Wanua Kasendukan Kiowa yang jauh lebih tua, sebab diperkirakan dibuat pada abad ke 5 (lima) sebelum Masehi.
Dalam seminar tentang Budaya Kasendukan Kiowa pada tahun 1996 di ruang pertemuan KIR MANDALA, yang dihadiri oleh Bapak Kolonel Wim Tenges yang banyak mengetahui dan menguasai tentang akar Seni dan Budaya Mina Esa dengan timnya, terutama pula seorang ahli yang menerjemahkan Bahasa Tountemboan kedalam Bahasa Indonesia yaitu Prof A.B.G. Ratu, termasuk kakak beradik pemerhati ahli yang meneliti dan menelusuri Budaya Mina Esa yaitu Pendeta V Rumondor dan Drs Alex Rumondor (Dosen Universitas Indonesia), termasuk beberapa pemerhati Budaya Minahasa, serta masyarakat umum lainnya yang mengikuti seminar yang dimaksud.
Pertemuan itu dihadiri pula oleh Nyonya Rumondor yang sudah berusia 100 tahun (ibu kandung Pendeta V. Rumondor dan Drs Alex Rumondor) yang dalam percakapan banyak meneriterakan tentang ikatan hubungan kekeluargaan antara masayakat Sonder dan Kiawa, yang sangat erat persaudaraannya, hal mana terkait pula dengan pernyataan-pernyataan Tokoh masyaraka Sonder Bapak Jan Sendouw yang selalu mengeskan bahwa “orang Sonder aslinya berasala dari Kiowa. dan beberapa tokoh Budaya Mina-Esa, Wim Tenges menyatakan bahwa: dengan bukti bahwa adanya TIMBUKAR sebanyak lebih dari 300 buah belum termasuk yang sudah terbenam dalam tanah, dan adanya salah satu TIMBUKAR termudah dari Apo’ SENGKONA WOWOR, membuktikan bahwa Wanua Kiowa dahulu kala bermukim banyak KOLANO ( dalam arti bangsawan atau golongan ningrat, namun bukan berarti RAJA; sebab masyarakat Kasendukan Kiowa hanya mengenal WALI’AN dan TONA’AS sebagai PEMIMPIN atau KEPALA yang dipilih secara demokratis oleh seluruh lapisan masyarakat, dari antara CENDEKIAWAN dan TOKOH-TOKOH masyarakat yang sakti, memiliki ilmu dan pengetahuan serta pengalaman yang sangat luas, memiliki kepercayaan dan kredibilitas dan akuntabilitas serta bijaksana, cerdas, cakap pandai, berwibawa, panutan yang memiliki wibawa dan kemampuan serta dapat memimpin masyarakat, untuk bergotong royong dan bersama-sama dalam kebersamaan dan kerukunan serta kesatuan hati, pikiran dan perasaan untuk mencapai maksud dan tujuan umum, untuk, membangun masyarakat yang adil makmur dan sejahtera, rukun, tolong menolong, aman damai dan sentausa rohani dan jasmani), apalagi TIMBUKAR TERTUA umurnya lebih tua dari Watu Pinawetengan (hasil penelitian sorang Profesor dari Jerman, diperkirakan abad ke 5 sebelum Masehi sudah ada Timbukar di Kiowa, membuktikan pula bahwa Wanua Kiowa adalah WANUA paling Tua dibumi Kasendukan Kiowa).
Teristimewa kepada Tumu-tutur Drs. Nico Palar dan Ukung Tua Pieter Hein Piri serta Pendeta Julius Talumantak STH, yang secara aktip memberi masukan serta membantu melakukan koreksi dan perbaikan maupun penyempurnaan seperlunya, diucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.
Usaha pemerhati muda Alex Salanti SE serta rekan-rekannya, yang memprakarsai kegiatan-kegiatan napak tilas akar budaya Kiowa, lewat lintas alam serta usaha festival kesenian dan kebudayaan melalui “Ma’ando Maka-Petor”, sangat mendukung aktualisasi penyusunan tulisan ini.
Bagi Dr. Mieke Schouten, yang pernah bermukim di Tincep dan berlanglang buana keliling daerah Tountemboan, terutama di Wanua Kiowa, sebagai seorang expert yang melakukan penelitian bahasa dan budaya Tountemboan serta penulis buku-buku budaya a.l. Minahasa and Bolaang Mongondow, an annotated Bibliography 1800-1942 (The Hague - Martinus Nijhoff - 1981) dan sekarang mengajar di Departamento de Sociologia e Comunicacao Social, Universidade Da Beira Interior, Rua Marques d’Avila e Bolama, 6200 Covilha – Portugal.
Pada pertemuan dan perbincangan dengan penulis pada bulan Maret 1997 di kota Leiden, Negeri Belanda, DR. Mieke Schouten menyatakan bahwa : dalam penelitian lapangan selama berada di Minahasa, beliau menemukan bahasa dan budaya Tountemboan yang asli tersisa sekarang hanya terdapat didesa Kiawa (Kiowa), sedangkan di Tincep dan Sonder sudah dipengaruhi sedikit oleh bahasa Toumbulu sebab berdekatan dengan desa Sawangan dan Rambunan (yang berbahasa Toum-bulu’), yang sangat erat hubungan dalam pergaulan sehari-hari bahkan kawin-mawin, sehingga hubungan kekeluargaannya sangat dekat dan akrab, menyebabkan perkawinan dua bahasapun tak terelakkan. Bahasa Tountemboan di Kiowa masih dituturkan secara asli dalam pergaulan sehari-hari, dalam acara-acara khusus, kumpulan-kumpulan, yang masih diwarnai oleh bahasa dan adat istiadat dan prilaku serta budaya Tountemboan asli.
Beliau juga mengenal Tumu-tutur “Ute Marthin Luther Rakian almarhum serta Felix Rakian alm. serta anak-anak (bahkan ada tulisan tangan budaya Kiowa oleh alm Felix Rawung Rakian yang ada ditangan beliau), juga kenal dengan ex Ukung Tu’a Jopie Rondonuwu, Stans Raintung yang pernah menjamu beliau, Guru-guru sekolah-sekolah a.l. Encik Ross Kilisan dan murid-murid SD- RK yang pada waktu itu, terkenal dengan Maengketnya, Drs. Nico Palar dll. Kesan beliau tentang Kiawa cukup luar biasa, sebab katanya beliau juga suka mengikuti ibadah religius dalam KOLOM-KOLOM GEREJANI yang secara khas beribadah dengan bahasa doa dan kothbah serta nyanyian maka-tana’ Tountemboan, termasuk didalam kumpulan “ma’ando”( hal-hal tersebut diceriterakann belaiu kepada penyunting saat bertemu dengan beliau di Leiden Negeri Belanda).
DR. Mieke Schouten menyarankan agar “Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa”, sebaiknya ditulis apa adanya, sesuai dengan masukan daripada para Tumu-tutur maupun ceritera dan legenda yang beredar dan diceriterakan secara turun-temurun dikalangan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, supaya isi dari pada tulisan ini betul-betul ceritera dan tulisan asli Kiowa, untuk memelihara keaslian dan keotentikan legenda Kiowa.
Dari Dr. David Henley (Englishman beristerikan seorang Indonesia asli asal Solo, yang kenal dekat dengan budayawan F.S. Watuseke yang menjadi nara sumber beliau terkait survey dalam penulisan disertasi tentang akar sejarah dan budaya Timur khusunya budaya Minahasa, untuk memperoleh gelar Doktor di Sydney), yang diperkenalkan oleh Dr. Mieke Schouten pada bulan Maret 1977, penulis memperoleh saran dan petunjuk istimewa tentang penulisan budaya Minahasa. ( beliau adalah “Researcher”, yang juga banyak menulis buku, a.l Nationalism and Regionalism in a Colonial Context, Minahasa in the Dutch East Indies, Verhandlingen van het Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde, 1996 KITLV Press Leiden, sangat tertarik dengan tulisan Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa) .
Dalam pertemuan dan perbincangan antara penyusun/penulis dengan DR. MIEKE SCHOUTEN dan DR. DAVID HENLY (yang juga didampingi para ahli lainnya, disaksikan Po’ouw Jus Tumober, Po’ouw Martin van Broekhouven, Yeyen Liemando, di Royal Institute of Linguistics and Anthropology,( Koninklijk Institut Voor Taal, Land, en Volkenkunde), KITLV, Reuvensplaats 2. P.O. Box 9515.2300 RA, Leiden, Nederland, tempat beliau bekerja sebagai “researcher”, beliau-beliau menyarankan kepada penyusun , agar penulisan buku ini sebaiknya ditulis apa adanya, sesuai cerita dan legenda masyarakat Kiowa, tanpa dipengaruhi argumentasi dari orang-orang yang merasakan, memperaktekkan, bahkan merasakan serta mengalami langsung, apalagi mengerti dan menghayati akar budaya Wanua Kasendukan Kiowa, karena tidak pernah bersentuhan dengan akar budaya serta kehidupan sehari-hari, termasuk juga jangan disesuaikan atau diadaptasikan dengan tulisan lain.
Usulan dan saran beliau-beliau bertjuan supaya terpelihara otentisitas keaslian ceriteranya, termasuk juga disarankan pada kami, untuk tidak memperdedatkan keotentikan penulisan, sebab sumber ceriteranya kebanyakan ceritera dari mlut kemulut secara turun temurun, sehingga vasiasinya berbeda-beda cara penyajiannya, bahkan mungkin ada perkembangan serta perobahan versi yang berubah-ubah, sebab itu disarankan supaya tidak perlu mempermasalahkan kontroversi data dan sumber serta asal usul, gaya, versi, corak ceritera dan legenda, termasuk perbedaan pengertian dan pandangannya.
Berulang-ulang beliau-beliau menyarankan supaya perbedaan pandangan dan pendapat orang lain, tidak perlu dipermasalahkan dan diperdebatkan atau dijadikan polemic, terutama pula jangan berusaha mempertemukan atau menyesuaikan dengan legenda dan ceritera-ceritera yang beredar atau berkembang dimasyarakat terutama pemikiran serta pendapat yang berbeda tentang seni budaya Minahasa, sebab tidak ada atau belum ada “bukti tertulis” yang ditemukan selaku rujukan pembuktian dan pembenaran atau penolakan, karena sangat sulit sekali mencari dan menemukan keaslian dan keotentikan sumber ceriteranya melalui prasasti atau peninggalan-peninggalan dan tulisan-tulisan purbakala dalam situs-situs pra sejarah purbakala di Wanua Kasendukan Kiowa, tetapi lebih baik gunakan narasumber yaitu “orang-orang lanjut usia” dengan mengusahakan menyebutkan sebanyak mungkin para “penutur” yang kurang lebih pernah mendengar legenda “Kasendukan Kiowa” dari Tona’as-tona’as serta kakek nenek buyut yang pernah mendengar tentang legenda-legenda yang berasal dari ceritera dari mulut kemulut secara turun temurun sebagai nara sumbernya.
Tak lupa pula disampaikan terima kasih kepada Mr. Martin van Broekhouven (Suami dari Jetje Lamonge), Sekretaris Bond van Minahasa Nederland, juga Sdra. Jus Tumober (seorang putera kelahiran asli Kiowa), anak dari Pangukur August Tumober dan Pengurus Bond Minahasa di Belanda, yang dibesarkan dan menjadi dewasa di Kiowa, seorang pemerhati dan pencinta sejarah, budaya dan nilai-nilai seni Kasendukan Kiowa, yang banyak memberikan, masukan dan tambahan-tambahan CERITERA DAN LEGENDA tentang seni budaya dan sejarah dan tradisi masyarakat Kasendukan Kiowa (beliau sudah menetap selama kurang lebih 37 tahun di Nederland), yang kedua-duanya mendampingi dan membantu kami selama +- 3 bulan bolak-balik berkunjung ke beberapa pusat arsip budaya dan seni serta museum benda-benda purbakala yang tersimpan di museum-museum purbakala di Belanda dan pusat-pusat arsip serta bibliotik seni budaya dan sejarah “Wanua Kasendukan” di Nederland, kami haturkan banyak terima kasih.
Bantuan berupa kesediaan untuk koreksi dan pengetikan naskah oleh Dra. Veronica Yeyen Liemmando dan Dra. Siska Worotitjan, membantu pula kelancaran penyusunan tulisan ini.
Adanya tulisan tentang akar budaya maupun adat istiadat, serta seritera tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat Kiowa, maupun peninggalan-peninggalan dan situs-situs purbakala serta seni-budaya Ka-senduk-an Kiowa, teristimewa pula keadaan alam dan lingkungannya, menjadikan tulisan ini sebagai panduan pengetahuan tentang adat istiadat, kehidupan dan kebudayaan masyarakat Kiowa, maupun juga pengetahuan tentang wisata dan obyek wisata Kiowa.
Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kemungkinan banyak kekurangan dan kekeliruan, apalagi masih jauh dari harapan, selera dan keinginan yang dicita-citakan, karena masih jauh sekali dari bentuk dan mutu penyusunan serta penulisan dan penyajian yang memadai dan sempurna, sehingga membutuhkan uluran tangan untuk menambah atau memperbaiki serta penyempurnaannya.
Mohon maaf atas segala kekurangan, kekeliruan, kekilafan serta kesalahan atau hal-hal yang kurang tepat serta tidak sesuai dengan pandangan atau selera dan keinginan pembaca, oleh sebab itu kami sangat terbuka terhadap kritik, saran dan usul-usul perbaikan, bila ada temuan-temuan dalam tulisan ini, yang menyimpang, salah pengertian, atau keliru pengetikannya, bahkan berulang-ulang disebutkan dan lain-lain persoalan yang kurang berkenan dihati pembaca atau sulit dimengerti, seperti pepatah yang menyatakan bahwa : “Tak ada gading yang tidak ada retaknya”.
Tulisan ini, dipersembahkan sebagai warisan bagi generasi muda dan untuk masyarakat Ka-senduk-an Kiowa khususnya, teristimewa juga bagi Saudara-saudara atau keturunan yang masih berdarah atau titisan dotu-dotu yang berasal dari Wanua Ka-senduk-an atau Ma-lesung atau Mina-Esa (Minahasa), yang tersebar diseluruh penjuru dunia, bahkan lebih dari itu pula, teristimewa bagi bangsa dan negara Panca Sila yaitu Republik Indonesia tercinta, uuntuk memperkaya khasanah perbendaharaan budaya nasional warisan nenek moyang kepada anak cucunya.
Semoga tulisan ini bermanfaat pula bagi pengembangan dan pelestarian budaya bangsa dan negara Indonesia.
Wanua Ka-senduk-an Kiowa, 9 – 9 – 1999.
Paka-tu’an wo Paka-lowir-en kita im baya !
Maka-Petor !
Penyunting dan Penyusun,
Jantje Adrian Worotitjan.
Photo-photo :
1. Apo’ Amut e We-wene wo si Apo’ Tu’ur e Tuama,
2. Wali’an La’un Dano,
3. Wale Wangko’ I To’ar wo si Lumimu’ut,
4. Watu Amian
5. Kentur Puser In Tana’
6. To’ar Lumimu’ut,
7. Wali’an Rorort.
8. Toy Touw Wangko’
9. Toy Touw Wiwing-an
10. Toy Touw Simbel.
11. Toy Touw La-landang-an
12. Toy Touw Pa-woeong-en.
13. Benteng 2357
14. Gua Jepang
15. PA-RAD-I-SO (Pa-ra’da-an I SOKOPE’).
16. Panorama Lengko’an
17. Tu-mo-towa Sendang-an
18. Tu-mo-towa Uner
19. Tu-mo-towa Ta-licur-an.
20. Tu-mo-towa Amian
21. Tu-mo-towa Timu.
22. Timbukar Ure
23. Timbukar Weru
24. Pa-tumpeng-an La’un Dano Ma-wara’ (dua dimensi)
25. Rano Passo’
26. Watu Maka-sio-siouw,
27. Watu Tu’us i Loweng i Apo’ Amut e We-wene wo si Tu’ur e Tuama,
28. Apo’ Amut wo si Apo’ Tu’ur.
29. Wali’an La’un Dano,
30. Watu Ma-nembo,
31. Taman Getsemani,
32. Via dolo Rosa
33. Gua Madonna Maria,
34. Bukit Tabor,
35. Gereja GMIM,
36. Gereja Pantekosta,
37. Gereja KGPM
38. Gereja Gesba
39. Gereja Katolik,
40. Wesing/sosot,
41. Wolay,
42. Ka-luma’an,
43. Pa-sosop-an,
44. Pa-uru-an,
45. Watu Upus wo Lelo,
46. Pemandangan-Pemandangan Alam,
47. Pemandangan Rano Wangko’/ Gua Jepang
48. dll. Sepatah kata pakar :
49. Santi, Wentel, Tu-tura’
50. Alat Kesenian Tradisional.
Kenang-kenang-an abadi untuk:
Isteri tercinta Nontje Liesbeth Karinda,
Anak-anak dan cucu-cucu :
Eva Maria Vincentia & Kristian Ong
King Davy Silvester Pietross,
Meizy Lucy Imelda Rosaria,
Pingkan Rosemary Olivia
Mario Roberto (Alo’)
Rennee Clararosa (Ene’)
Teresa Rosalia
Gabriela (La’un)
Veronica Yeyen Liemmando
Misteri Pu-purengkey-en e Kiowa
(Si-sisil-en e Apo-Apo’ im banua Kiowa)
Daftar Isi :
1. Pendahuluan.
2. Misteri “Pu-purengkey-en e Kiowa”
I. Etnis Kiowa.
II. Wanua Kiowa.
III. Aliran Kepercayaan Ka-senduk-an.
IV. Alam dan Lingkungan.
V. Sumber Penghidupan.
VI. Kebudayaan dan Kesenian.
VII. Legenda dan Sejarah.
VIII. Pengetahuan.
IX. Pola Hidup Ma’ando
3. Penutup.
Misteri Pu-prengkey-en e Kiowa
(Si-sisil-en e Apo-Apo’ im Banua Kiowa)
Pendahuluan.
1. Umum.
Misteri “Pu-purengkey-en e Kiowa” (Si-sisil-en e Apo- Apo’ im Banua Ka-senduk-an Kiowa) adalah ceritera ceritera yang masih tersimpan dan tercatat dalam ingatan sebagian masyarakat etnis Kiowa, “yang dituturkan secara lisan dari mulut kemulut , secara turun-temurun, dari para orang-orang tua kepada anak, cucu, cicit-nya secara berantai dan terus menerus.” Itulah sebabnya, rangkaian ceritera legenda dan sejarah masyarakat Ka-senduk-an Kiowa ini, disebut “pu-purengkey-en”.
Pu-purengkey-en ini diselimuti oleh misteri yang mengandung rahasia-rahasia kehidupan Ka-senduk-an, yang masih sulit diungkapkan secara mendalam pada saat sekarang ini.
Misteri kehidupan Ka-senduk-an ini, diselubungi oleh tabir rahasia mistik dan gaib yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Para penutur dan orang tua-tua menuturkan melalui pu-purengkey-en tentang :
1. Asal muasal leluhur dari para nenek moyang, termasuk kehidupan serta adat istiadat dan budaya, maupun tradisi leluhur “Etnis Kiowa”,
2. Asal usul WANUA KIOWA,
3. Misteri tentang mythos serta nilai-nilai magis dan mistik serta ritualitas dan spiritualitas yang menjadi inti sumber inspirasi “aliran kepercayaan Ka-senduk-an”, yang menjadi bagian kehidup-an budaya yang sangat hakiki dan mengakar dikalangan etnis Kiowa,
4. Alam dan lingkungan serta fauna dan flora sebagai harta karun, yang sangat mempengaruhi sumber penghidupan dan kehidupan masyarakatnya,
5. Sumber penghidupan, yang secara tradisional mewarnai kehidupan sehari-hari etnis Kiowa,
6. Kebudayaan dan kesenian, termasuk olah raga serta permainan tradisionil, terutama pula “pesta rakyat akbar”,
7. Legenda dan sejarah,
8. Pengetahuan,
9. Pola Hidup Ma-ando.
Pu-purengkey-en yang menceriterakan tentang tradisi dan kehidupan serta budaya masyarakat Ka-senduk-an Kiowa pada zaman purbakala, adalah merupakan harta karun khazanah budaya Nusantara yang disimpan oleh Etnis Kiowa.
2. ETNIS KIOWA.
Etnis Kiowa adalah penduduk asli purbakala yang bermukin dan berdiam serta merupakan asal muasal Etnis Ka-senduk-an, yang dalam perkembangannya setelah menjadi “taranak-taranak” (rumpun-rumpun keluarga) besar yang berpencar mendiami tanah Ka-senduk-an, akhirnya berubah menjadi anak suku yang menjadi bagian dari masyarakat Ka-senduk-an, sehingga pu-purengkey-en yang menceriterakan tentang keadaan masyarakat Kiowa purba, erat kaitannya bahkan tak dapat dipisah-pisahkan dengan masyarakat Ka-senduk-an purbakala, yang dikenal pula dengan sebutan Ma-lesung, yang setelah terpisah-pisah dan terkotak-kotak dalam walak-walak, kemudian mengadakan re-uni di Watu Pina-weteng-an, sehingga walak-walak itu menjadi satu kembali dan dikenal dengan sebutan “SE-MINA-ESA” atau “NI-MA-ESA” yang lebih popular disebut MINA-ESA yang berarti “YANG BERSATU”, namun kemudian oleh bangsa asing (WALANDA/BELANDA) lebih mudah disebut (dilafalkan) dengan sebutan “MINAHASA”.
(perlu diketahui pula bahwa desa Kiawa I dan Kiawa II sekarang ini pada mulanya disebut Wanua (Ro’ong) “KIOWA” tetapi oleh bangsa Belanda dirubah menjadi KIAWA, seperti pula halnya Sonder yang dulunya bernama Songkel).
3. MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA
MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA yang merupakan “Serba Serbi Ceritera Rakyat Kiowa” ini, adalah suatu kumpulan tulisan yang bersumber dari ceritera dari mulut kemulut dan legenda, yang maksud penulisannya adalah terutama dimaksudkan untuk melestarikan dan mewariskan khasanah budaya Kiowa kepada masyarakat Kiawa dan generasi penerusnya, juga untuk dijadikan kekayaan perbendaharaan budaya suku bangsa Ka-senduk-an Ma-lesung Mina-esa
pada khususnya, serta bangsa Indonesia dan umat manusia pada umumnya.
Sebagai usaha untuk memperkenalkan dan mempromosikan kekayaan budaya sebagai salah satu potensi pariwisata yang dimiliki oleh desa Kiawa (RO’ONG KIOWA), maka buku “MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA ” atau “SERBA SERBI CERITERA RAKYAT KIOWA” ini, dimaksudkan pula sebagai buku panduan informasi dan panduan bagi para wisatawan untuk mengetahui tentang seluk beluk serta potensi pariwisata di Kawasan Wisata Kiowa.
4. POTENSI PARIWISATA.
“Bumi Ka-senduk-an” yang juga dikenal dengan sebutan “Ma-lesung” serta “Mina-esa” yang sekarang ini sudah di patenkan dengan sebutan “Minahasa”, adalah bagian dari wilayah NUSANTARA yang potensial serta kaya akan seni maupun budaya dan tradisi yang unik serta spesifik.
Keindahan alam dan lingkungan maupun aneka ragam dan jenis puspa serta satwa koleksi fauna dan flora Ka-senduk-an yang memiliki daya pikat serta pesona luar biasa dan memiliki keistimewaan serta ciri khas yang unik dan spesifik, sehingga sulit atau bahkan tidak dapat ditemukan didaerah lain, membuat keindahannya menambah dan memperkaya khazanah serta kekayaan alam dan potensi pariwisata yang dimiliki oleh daerah-daerah lain di bumi Nusantara Indonesia.
Khazanah budaya, seni dan keindahan alam Bumi Ka-senduk-an yang beraneka ragam dan memiliki ciri-ciri khas, dapat dipadukan dengan kebudayaan dan keindahan alam Indonesia lainnya, menambah maraknya perbendaharaan pariwisata Indonesia, untuk diperkenalkan kepada para wisatawan domestik maupun mancanegara, apalagi Bumi Ka-senduk-an adalah salah satu pintu gerbang utama kawasan Pasific dan Oceania.
Secara geografis strategis Wanua Ka-senduk-an Kiowa termasuk daerah tujuan wisata yang sangat ideal dan dapat dijadikan batu loncatan bagi pengembangan aliran masuknya turis mancanegara yang berasal dari kawasan Asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, Cina dan negara Jiran seperti Malaysia, Brunai, Singapore, Pilipina, bahkan dari Kawasan Oceania dan Australia maupun Pantai Barat Amerika Utara dan Amerika Selatan serta Eropa.
1. KAWASAN WISATA KIOWA.
Memperkenalkan kekayaan budaya dan keindahan alam serta lingkungan itu, erat kaitannya dengan kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang pariwisata. Kegiatan itu memerlukan usaha yang dapat menunjang pelaksanaan untuk menggali, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan dan potensi keindahan alam dan lingkungan Ka-senduk-an (Mina-esa), yang memiliki keunikian dan daya tarik tersendiri.
Salah satu obyek tujuan wisata di bumi Ka-senduk-an adalah “KAWASAN WISATA KIOWA” yang terletak didesa Kiawa dan sekitarnya, dengan keunikan tradisi dan budaya masyarakat (etnis) Kiowa-nya.
Desa Kiawa (Kiowa) adalah salah satu desa di Bumi Ka-senduk-an, yang memiliki banyak peninggalan budaya seni asli khas Ka-senduk-an (Mina-Esa) yang spesifik dan unik menarik karena ditunjang pula oleh lingkungan alam yang terpadu dengan agrowisata, wisata budaya dan lain-lain, sehingga membentuk wisata alam pengunungan yang sangat indah , antara lain :
(1). WISATA ALAM PEGUNUNGAN KIOWA.
Wisata Alam Pegunungan Kiowa menyuguhkan panorama dan beraneka ragam pemandangan alam pegunungan yang sangat indah yang dihiasi oleh aneka flora dan hutan tropis yang masih perawan yang dihuni bermacam-macam satwa langkah dengan sungai-sungai dan air terjun serta mata air yang mengeluarkan air segar dan air panas (hot spring) dengan kolam-kolam air panas untuk berendam, mandi uap, mandi lumpur serta pijat dan urut alamia atau mandi dengan kucuran air segar dingin dari pancuran alami, membuat suasana kehidupan zaman dahulu menjadi bagian kehidupan abad modern.
Wisata Alam Pegunungan Kiowa dihiasi pula antara lain, oleh :
- Gunung dan bukit serta lembah dengan hutan tropis yang sebagiannya masih perawan dan ditumbuhi beraneka tumbuhan serta tanaman asli Ka-senduk-an dan dihuni oleh satwa khas Ka-senduk-an, membuat lingkungannya asri alamia dan sangat indah serta sangat ideal sebagai tempat untuk berwisata tamasya alam termasuk bumi perkemahan, terutama wisata kebugaran rohani, kebugaran jasmani dan agrowisata .
- Tebing-tebing curam yang sangat indah menarik, menambah semarak keindahan alam pegunungannya dan sangat ideal pula untuk kegiatan olah raga panjat tebing.
- Sungai Sonder dan Rano Wangko yang bertemu di Delta Ta’upan Mengkong dan membentuk satu aliran Sungai yang dinamakan Sungai Nimanga cukup ideal untuk dijadikan pintu gerbang wisata penjelajahan menyusur dan mengarungi sungai atau tempat start kegiatan olah raga arung jeram menuju ke Sungai Maruasey sampai ditepi pantai.
- Panorama alam pegunungan PARADISO (disingkat oleh Team sarasehan dari sebutan PA-RA’DA-AN I SOKOPE’, untuk memudahkan penyebutan) yang erletak dipuncak gunung Lengko’an dengan aneka pemandangan yang sangat indah dan fantastis a.l Gunung Lokon dan sekitarnya di Utara, gunung Kalowatan (KLABAT) di Timur Laut, Danau Tondano dan sekitarnya diufuk timur, Danau Mala serta Gunung Soputan serta dataran Pina-weteng-an di Selatan, Gunung Lolombulan dan sekitarnya sayup-sayup kelihatan di Barat Daya, Gunung Tareran dan Pantai Amurang serta Pantai Tumpaan di Bagian Barat, menjadikan Paradiso sebagai sentra panorama alam yang sangat menarik dan indah sekali Burung Sokope’ adalah burung kecil (agak mirip dengan burung kiouw atau sejenisnya, tetapi warna bulu sayapnya merah menyala dicampur warna kuning keemasan, kalau berkicau bunyinya merdu sekali disebut an dinamakan SOKOPE’ sebab saat berkicau berbunyi seakan-akan menyebutkkan kata-kata yang melafalkan secara tidak jelas kata SOKOPE’ berulang-ulang, dan kalau bekicau ekornya bergerak naik turun, kalau muncul, tempat bertenggernya selalu dipohon durian dibelakang rumaha Guru Jumat Julius Rainung Wa’ani, SOKOPE’ bisa berkicau sehari penuh dari pagi sampai sore dan bisa beberapa hari berturut-turut, tetapi malam hari kembali ketempat tinggalnya yang tidak diketahui, setelah pohon durian dipotong tidak pernah munul lagi, burung SOKOPE’ hanya muncul bila ada peristiwa penting, pertama kali “penyunting” lihat bentuk fisik, badan dan dengar suaranya secara langsung, yaitu waktu KOLONEL HNV SUMUAL MEMROKLAMIRKAN PERMESTA singkatan PERJUANGAN SEMESTA pada 2 Maret 1957; dan pada saat gencatan senjata antara tentara PRRI/PERMESTA dengan Pemerintah Pusat di Malenos pada tahun 1961; kemudian saat pergantian pemerintahan dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto, kemudian peristiwa-peristiwa penting lainnya; burung SOKOPE’ adalah burung SAKTI yang di KERAMAT-kan seperti halnya burung MANGUNI, WARA’, TITICAK, KOKOCIK, KUOW, KEROK, SOPIT, ULAR HITAM, KALUMA’AN dll, yang dapat memberikan tanda-tanda tentang peristiwa luar biasa, antara lain, kenaikan pangkat dan kedudukan orang penting dalam pemerintahan atau intansi maupun lembaga apapun, termasuk keberhasilan atau suksesnya suatu usaha yang beraneka ragam, atau berkat anugerah bagi semua warga, disamping itu pula ada tanta-tanda istimewa yang disyaratkan).
(2). WISATA STUDI ALAM DAN LINGKUNGAN KIOWA
- Wisata Studi Alam dan Lingkungan Kiowa sangat dianjurkan bermanfaat bagi siswa dan mahasiswa untuk pengenalan dan penelitian tentang alam dan lingkungan, bahkan sekaligus dapat dijadikan pula sebagai atraksi dan rekreasi untuk kalangan siswa, mahasiswa, guru-guru, dosen, pemuda, pencinta alam dan lingkungan, maupun masyarakat umum, oleh karena alam dan lingkungan Ka-senduk-an Kiowa masih banyak yang perawan serta alamia dan asri . Hutan tropisnya ditumbuhi oleh berjenis-jenis tanaman dan tumbuhan, pohon-pohon, rumput, semak, bunga hutan khas bahkan langkah serta dihuni oleh satwa langkah a.l. Wesing, Sosot (Tarsius), Wolay, Kuse, Te’bung dan binatang berkantung maupun Ula’ Ka-luma’an dan lain-lain, dengan dataran, lembah, gunug, bukit serta jurang maupun sungai, air terjun, mata air tawar, air panas menciptakan pemandangan serta panorama alam dan lingkungan yang merupakan khasana kekayaan lingkungan dan alam pengunungan Kiowa.
(3). WISATA BUDAYA.
Peninggalan serta situs-situs purbakala seperti Tu’us I Loweng e Apo Amut e We-wene wo si Tu’ur e Tuama, Toy-Touw-Toy-Touw yang tersebar di banyak tempat, Watu Maka-sio-siouw, Timbukar-Timbukar, Watu Tumotowa, Pa-tumpeng-an La’un Dano Ma-wara’ dan lain-lain yang merupakan prasasti hidup, termasuk adat istiadat khas Kiowa, maupun budaya musik tradisional serta E-engken, Ma-engke, Ka-kantar-en dan lain-lain atraksi seni budaya yang khas Kiowa , menjadikan Kiowa sebagai obyek Wisata Budaya.
(4). AGRO WISATA.
Aneka usaha pertanian rakyat dengan budi daya tanaman hasil bumi yang beraneka ragam jenisnya menciptakan pemandangan indah mempesona tumbuhan dan tanaman yang dapat dijadikan obyek agro wisata Kiowa.
(5) ATRAKSI WISATA LAIN-LAIN.
a. LINTAS ALAM
Adanya lingkungan alam yang indah menarik memungkinkan adanya kegiatan Lintas Alam (Cross Country), napak tilas dan kegiatan olahraga kebugaran serta penelitian pengetahuan alam dan lingkungan yang dapat dilakukan untuk memupuk kesadaran untuk menjadi pencinta linkungan dan kelestarian alam.
b. BUMI PERKEMAHAN.
Tersedianya kawasan yang khas dan sarana maupun fasilitas perkemahan dihutan-hutan perawan maupun Camping Site khusus, membuat perkemahan sebagai suatu obyek wisata bagi pencinta kehidupan dialam terbuka.
c. PANJAT TEBING
Tebing-tebing batu alamiah sebagai tempat kegiatan olah raga Panjat Tebing, sangat memungkinkan pengembangan kegiatan olah raga Panjat Tebing.
d. ARUNG JERAM
Debit air yang cukup yang berasal dari pertemuan sungai Sonder, Rano Wangko’ dan sungai-sungai yang bertemu di sungai Ni-manga, membuat arus sungai yang sangat ideal untuk olah raga arung jeram, dimana para olah ragawan dapat sampai ke muara sungai Ma-rua-sey ditepi laut Sulawesi.
e. SEPEDA GUNUNG
Alam pengunungan yang berbukit-bukit serta aneka ragam bentuk permukaan tanah maupun lingkungannya dapat dijadikan arena olahrga “sepeda gunung” yang menarik.
f. LAYANG-LAYANG
Bukit Wa-wona dengan panorama serta datarannya yang sangat luas serta tiupan angin yang memadai , adalah lapangan olah raga atau atraksi pertunjukan layang-layang yang sangat tepat bagi pencinta layang-layang.
g. Lain-lain
Disamping atraksi dan olah raga tersebut diatas, masih banyak atraksi dan kegiatan olah raga maupun atraksi seni budaya yang dapat dikembangkan di kawasan wisata ini.
2. OBYEK WISATA SEKITAR KIOWA.
Berdekatan dengan Kawasan Wisata Kiowa, terdapat pula obyek-obyek wisata menarik disekelilingnya, yaitu :
a) Prasasti Ka-senduk-an Mina-esa sebagai peninggalan sejarah yang paling terkenal yaitu Watu Pina-Weteng-an dan situs-situs yang ada di Pinabetengan, Tompaso dan Langowan.
b) Sumber Air Panas dan Pemandian Ka-rimenga.
c) Wale Pape-ta’up-an Sonder.
d) Pemandian air sulphur Silo’am Leilem dan Lahendong.
e) Air Terjun Tincep dan Timbukar.
f) Panorama Lengkoan, Soputan serta Tareran.
g) Wisata Alam Pengunungan disekeliling Kawasan Wisata Kiowa, dengan keindahan alam dan ling kungan yang ditumbuhi aneka tanaman dan kehijauan dataran, lembah, jurang dan hutan tropis yang dihuni olah satwa khas Ka-senduk-an Mina-esa.
h) dll.
Kawasan Wisata Kiowa tidak dapat dipisah-pisahkan dengan TAMAN LAUT BUNAKEN yang memiliki keindahan pemandangan bawah laut yang tak ada duanya didunia, maupun SUAKA ALAM TANG-KO’KO’ dengan aneka tumbuhan dan satwa alam yang unik, termasuk pula DANAU TONDANO dan Kawasan Wisata Alam Pegunungan serta Wisata Pantai dan obyek-obyek wisata Bumi Ka-senduk-an lainnya, dengan kemajemukan keindahan yang mempesona, adalah merupakan rangkaian keindahan ciptaan Sang Maha Pencipta yang Maha Kuasa di Bumi Ka-senduk-an yang tidak ada taranya dan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
5. MAKSUD DAN TUJUAN.
(1). MAKSUD.
Tulisan “MISTERI PU-PURENGKEY-EN E KIOWA” yang merupakan juga SERBA SERBI
CERITERA RAKYAT KIOWA ini disusun dan ditulis untuk maksud :
a) Menggali dan meneliti serta memahami tentang :
asal usul dan perkembangan etnis Kiowa.
kehidupan serta makna dan arti hidup, juga adat istiadat dan tradisi etnis Kiowa kebudayaan dan kesenian etnis Kiowa serta pola hidup “Ma’ando” masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
b) Mempelajari, menelaah, menelusuri dan meneliti serta menikmati :
Keindahan alam dan lingkungan Kiowa.
c) Memperkenalkan obyek-obyek wisata alam, budaya dan kesenian sebagai warisan budaya dan peninggalan-peninggalan/situs purbakala serta kekayaan alam Ka- senduk-an Kiowa.
d) Membantu program Pemerintah dalam menggalakkan dan mengembangkan serta mening-katkan usaha penggalian akar budaya, kesenian dan adat istiadat maupun tradisi bangsa.
(2). TUJUAN.
a. Mengembangkan dan melestarikan warisan budaya dan adat istiadat serta peninggalan lelu-hur masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, sebagai bagian dari Wanua Ka-senduk-an Maka-aruy-en, yaitu MA-LESUNG atau MINA-ESA yang sekarang disebut MINAHASA.
b. Mengembangkan dan meningkatkan potensi alam dan lingkungan dengan peninggalan serta situs-situs purbakala sebagai obyek wisata.
c. Mensukseskan kunjungan wisatawan manca negara, domestik dan lokal.
d. Memberikan informasi dan panduan tentang Kawasan Wisata Kiowa kepada Wisatawan.
e. Melalui tulisan ini tercipta pengembangan usaha yang dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Kiawa dan sekitarnya.
I. ETNIS KIOWA.
1. LELUHUR ETNIS KIOWA.
Ka-indo-indon-oka may kine, ya sapa oka en sisil an tu-mena in tu’ur im puser e Apo’ ta, ya wutu-wutul tiruw in e-enep-en, am pa’pa’an kine se Apo’ta, ya a monge n-amian wo may, sera kine ay wali may in lewu won sempa’ in ta’sic wo ay ruke may in deges amian ma’akar ang Ka-senduk-an.
Ya se Apo’ ta i-itu ya ruwa we-wene kine, ya e ngaran n-era in duwa, ya Inang Kuntel wo si Ina’ Kuntel, ya n ta’an ang ka-so-somoy-an sera pa-towan in “WALI’AN LA’UN DANO” si Inang Kuntel, wo si “AMUT E WE-WENE” si Ina’ Kuntel.
Ya se Apo’ ta i-itu ya ay paka-wali may in deges amian, su-make may an londey, si ay wali in sempak tu-meka’ may an tempok onge ing ka-tana’an Ka-senduk-an Maka-aruy-en.
An tu’ur ing kuntung Ka-lowat-an ya si Ina’ Kuntel si ma-ute-uter im buena, ya kuma’anak-ay si Tu’ur e Tuama.
Wo kine ang ka-so-somoy-an-ay, ya sera tu-mani’ im banua Kiowa ang Ka-senduk-an, me-wali-wali wo si Tu’ur e Tuama, wo sera mento’ am banua Kiowa.
(Al-kisah, ceritera tentang leluhur kita dipenuhi misteri dan tabir rahasia yang sangat luar biasa, karena konon leluhur kita berasal dari utara, konon mereka dibawa oleh arus dan gelombang lautan yang didorong oleh angin utara sampai tiba di tanah Ka-senduk-an.
Leluhur kita adalah dua orang wanita, nama mereka berdua , adalah Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel, yang kemudian mereka dipanggil “WALI’AN LA’UN DANO” untuk Inang Kuntel dan “AMUT E WE-WENE” untuk Ina’ Kuntel.
Leluhur kita dibawa kemari oleh angin utara, menaiki perahu, yang dibawa oleh ombak dan tiba diujung utara tanah Ka-senduk-an Maka- aruy-en.
Dikaki gunung Ka-lowat-an Ina’ Kuntel yang sedang membawa berkat anugerah (mengandung), melahirkan si “ TU’UR E TUAMA”.
Konon dibelakang hari mereka mendirikan negeri Kiowa di tanah Ka-senduk-an, bersama-sama dengan Tu’ur e Tuama, lalu mereka bermukim di negeri Kiowa)
Konon negeri Amian (Utara) asal leluhur etnis Kyowa, adalah suatu negeri yang indah dan kaya raya serta memiliki adat istiadat dan tradisi maupun budaya tinggi.
Pemimpin negeri Amian itu, disebut TONA’AS WANGKO’ IM BANUA AMIAN.
2. INANG KUNTEL DAN INA’ KUNTEL.
Dikisahkan pula, bahwa Tona’as Wangko’ im Banua Amian memiliki seorang putri yang sangat cantik dan sangat disayangi serta dicintai oleh keluarga.
Putri itu diasuh oleh seorang Inang Pengasuh, yang merawat, membesarkan, mendidik serta mengajar Sang Putri sejak kecil hingga dewasa, bahkan sampai akhir hayatnya.
Sang Putri dan Inang Pengasuh saling mencintai dan saling menyayangi, baik sebagai layaknya seorang ibu terhadap anak, demikian sebaliknya sebagai layaknya seorang anak kepada ibu.
Sang Putri dan Inang Pengasuh adalah dua orang wanita cantik dengan postur dan bentuk tubuh yang indah menawan dan menarik dengan raut dan paras muka yang elok, rupawan serta mempesona dan bermata agak sipit, tetapi manis menawan bila dipandang.
Karena bentuk mata kedua wanita cantik ini agak sipit, maka mereka berdua dikenal dengan julukan INANG KUNTEL dan INA’ KUNTEL.
*** INANG PENGASUH disebut INANG KUNTEL
*** SANG PUTERI disebut INA’ KUNTEL.
INANG KUNTEL dikenal pula dengan panggilan WALI’ AN LA’UN DANO atau INANG WANGKO’ atau INANG WAWA atau MAKA-EMA’ IN SOMPOI adalah seorang yang sakti yang alim, arif, adil dan bijaksana serta pintar dan memiliki kharisma memimpin dan membangun.
INANG KUNTEL adalah INANG PENGASUH yang mengasuh dan memelihara serta mendidik INA’ KUNTEL sejak kecil sampai dewasa, bahkan sampai akhir hidupnya.
INA’ KUNTEL yang dikenal dengan panggilan AMUT E WE-WENE , dan dikenal pula dengan sebutan INA’ LU-MI-LI’US atau INA’ RU-MU-RU’UT atau APO’ AMIAN adalah putri kaisar yang diasingkan bersama-sama Inang Kuntel.
3. TRAGEDI CINTA.
Alkisah, Sang Puteri ( Ina’ Kuntel) saling jatuh cinta dengan Hulubalang Besar atau Panglima Perang Kaisar ( ayah Sang Puteri) , yang memerintah negeri Amian.
Sang Puteri yang cantik dan Sang Hulubalang yang gagah perkasa, adalah pasangan yang ideal dan sangat serasi.
Mereka memadu cinta dari lubuk hati yang paling dalam, dengan perasaan saling mencintai, mengasihi dan menyayangi yang tak dapat dituturkan dengan kata-kata.
Hubungan cinta itu bertumbuh terus dan berkembang dari hari ke hari, menjadi suatu cinta yang bagaikan api membara didalam lubuk sanubari mereka.
Karena mereka saling mencintai dan saling mengasihi dengan begitu mendalam, mereka terlanjur melakukan hubungan intim sebagaimana layaknya suami istri, maka sang putri menjadi hamil sebelum menikah.
Kehamilan itu terjadi bukan karena dorongan nafsu atau birahi, tetapi disebabkan oleh wujud cinta yang tulus ikhlas serta murni dan suci.
Kedua insan itu sadar akan segala kekeliruan mereka, sehingga mereka menghadap orang tua dan para tua-tua adat serta pimpinan negeri, untuk minta maaf dan mohon ampun atas kesalahan mereka.
Sang Puteri dan Hulubalang berjanji serta bersumpah dihadapan orang tua dan tua-tua adat serta pimpinan negeri, untuk sehidup semati dan bersedia hidup bersama, dalam ikatan perkawinan yang sah, dengan segala macam cara dan pendekatan keluarga, bahkan kedua sejoli dengan memelas dan minta dikasihani serta diampuni, namun karena mereka telah berbuat aib yang memalukan orang tua maupun kalangan keluarga kerajaan yang sangat teguh memegang tradisi dan ketat dalam menjaga kehormatan dan nama baik serta martabat keluarga, maka orang tua dan tua-tua adat tetap tidak menyetujui dan merestui perkawinan mereka.
Sesuai tradisi dan ketentuan serta hukum adat yang berlaku pada waktu itu, mereka diperhadapkan kepada majelis adat untuk diajukan dalam sidang dewan adat.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan putusan majelis adat, sang puteri mencemarkan nama baik keluarga kerajaan dan Sang Hulubalang melanggar etika serta jarak dan batas pergaulan antara keluarga kerajaan dengan para pembantu kerajaan.
Disebabkan oleh karena Sang Puteri dan Sang Hulubalang sudah melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma serta kaidah-kaidah maupun etika dan moral serta tradisi leluhur, yang sangat menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik keluarga, maka mereka berdua dijatuhi hukuman adat, sesuai ketentuan yang berlaku.
4. DIUSIR DAN DIASINGKAN.
Keputusan musyawarah dan mupakat adat menyepakati hukuman untuk Sang Hulubalang dan Sang Puteri, yaitu:
(1). Hulubalang di jatuhi hukuman mati di pancung kepala sampai putus didepan umum.
(2). Sang Puteri dijatuhi hukuman, diusir dan dikucilkan dari lingkungan keluarga serta
diasingkan keluar negeri.
Sebagai seorang kesatria yang setia dan patuh pada adat istiadat serta abdi kaisar yang setia pada sumpah bhaktinya pada Kaisar dan sebagai seorang puteri Kaisar yang tunduk pada adat istiadat serta perintah orang tua, maka Sang Hulubalang Besar dan Puteri Kaisar dengan tegar menerima hukuman yang dijatuhkan pada mereka, namun kobaran cinta dalam lubuk hati keduanya tetap membara dan tak tergoyahkan.
Eksekusi pelaksanaan hukuman mati terhadap Sang Hulubalang langsung dilakukan pada saat di jatuhi hukuman disaksikan oleh kekasihnya tercinta Sang Puteri bersama seluruh lapisan masyarakat.
Sang Puteri segera menjalankan hukuman untuk dikucilkan dan di usir setelah eksekusi pelaksanaan hukuman terhadap Sang Hulubalang.
Ibunda dari Sang Puteri sangat mencintai anaknya, walaupun puterinya sudah membuat aib, sehingga ibunya memerintakan Inang Pengasuh Sang Puteri untuk mendampingi Sang Puteri diasingkan bersama-sama ketanah rantau.
Dilengkapi perahu besar bermuatan air dan makanan serta perlengkapan dan kebutuhan hidup secukupnya, dengan didampingi oleh Inang Pengasuhnya yang dengan setia menjaga dan memelihara serta merawat sang puteri sejak lahir dilepas untuk diasingkan oleh orang tua dan tua-tua adat.
Disaksikan oleh kaum keluarga dan para kerabat, Ibu Sang Puteri dengan linangan dan genangan air mata karena dipenuhi kepedihan hati seorang ibu kandung dan rasa iba serta kepedihan yang sangat mendalam melepas anaknya dengan berat hati untuk diasingkan.
Perahu yang ditumpangi oleh Sang Puteri dan Inang Pengasuhnya ditarik oleh laskar kerajaan sampai jauh di tengah lautan.
Dari kejauhan dengan penuh rasa iba dan rasa kasihan, sang ibu dan kaum keluarga serta masyarakat umum menyaksikan perahu Sang Puteri dilepas dan di biarkan ditengah laut luas, diombang -ambingkan oleh gelombang laut yang ganas menuju tanah perasingan.
Setelah lepas dari pandangan mata, mulailah mereka mengarungi laut lepas, dengan terpaan badai yang menggemaskan serta kabut tebal yang menyeramkan , maupun malapetaka yang selalu membayangi dan mewarnai petualangan mereka.
Sambaran petir dan kilat yang mengerikan maupun curahan hujan lebat membuat air menggelora serta menimbulkan kepanikan luar biasa.
Amukan ombak dan gelombang lautan yang ganas, membuat perahu mereka oleng terombang ambing, dihempas ombak kekiri dan kekanan, bahkan dibawah melambung tinggi keatas kemudian jatuh menukik kebawah.
Tiupan angin yang sangat kencang serta tarikan arus lautan yang sangat deras , membuat perahu mereka meluncur cepat, meninggalkan kampung halaman mereka dan menghantar mereka jauh dari tanah airnya.
Dibayangi oleh malapetaka dan mara bahaya yang sewaktu waktu dapat menimpa, mereka berdua pasrah menyerahkan nasib dan hidup mereka ditangan Sang Maha Kuasa.
5. TERDAMPAR DI TANAH PERASINGAN.
Perahu dari Amian ( sebelah utara) yang didorong oleh angin “amian” (angin utara), dibawa hanyut arus laut ke selatan, mengarungi samudera luas tanpa arah dan tujuan yang pasti.
Pada suatu malam yang sangat gelap gulita, perahu mereka yang melaju oleh dorangan angin “Amian” yang sangat kencang, diterpa pula oleh angin sakal dan badai samudra yang sangat dahsyat sehingga membentur suatu daratan.
Ternyata perahu mereka terdampar di Unjung Utara tanah perasingan Ka-senduk-an, karena hempasan ombak dan gelombang yang ganas.
6. WARA’ SANG PENOLONG.
Karena kelelahan akibat perjalanan jauh dan sangat mengerikan , mereka tertidur dengan sangat lelapnya diatas perahu yang sudah terdampar jauh di daratan.
Dalam tidurnya, Inang Kuntel bermimpi didatangi oleh seekor burung sakti bernama “WARA” yang memiliki suara dan bunyi yang sangat merdu serta kepintaran memberi tanda-tanda.
Burung “Wara” itu memberitahukan, bahwa dialah yang diutus oleh Amang Ka-su-ru-an untuk menjadi “penolong” mereka ditanah perasingan.
Burung “Wara” itu berjanji, akan memberi petunjuk pada mereka, tentang semua hal yang mereka perlukan, agar mereka dapat hidup bahagia di tanah perasingan.
Dia berpesan juga akan datang, apabila dibutuhkan atau dipanggil dengan “soring”, bahkan sewaktu-waktu akan datang sendiri bila disuruh oleh Amang Ka-su-ru-an.
Perantara yang menjadi saluran untuk penyampaian pesan- pesan atau petunjuk dari Amang Ka-su- ru- an kepada Inang Kuntel , adalah TU-ME-TELEW KOLANO E WARA’ (Raja Burung Wara’), melalui suara dan bunyi serta tanda – tanda.
Keesokan paginya, ketika bangun dari tidur, mereka langsung berdoa kepada Amang Ka-su-ru-an, mengucap syukur dan berterima kasih atas penyelenggaraan serta perlindungan sang Mahakuasa, yang sudah mengantar mereka dengan selamat di tanah perasingan.
Selesai berdoa dan mengucap syukur, mereka keluar dari perahu dan betapa terperanjatnya mereka melihat pemandangan yang sangat menakjubkan, suatu daratan yang sangat indah mempesona serta memberi rasa kedamaian dan ketentraman.
Untuk sementara Sang Puteri ( Ina ‘ Kuntel) dan Inang pengasuhnya (Inang Kuntel) tetap berdiam diatas perahu mereka.
Setelah kondisi dan kesehatan mereka pulih dan normal kembali, kedua wanita itu turun untuk pertama kalinya memijakan kakinya disekitar tempat terdamparnya perahu mereka.
Sambil memandang lautan luas dan alam lingkungan sekelilingnya, mereka berdua mengungkapkan pujian syukur dan terima kasih kepada Sang Maha Kuasa, yang sudah menuntun mereka dengan selamat diperasingan, walaupun melewati segala macam tantangan dan kesukaran maupun marabahaya.
Walaupun masih diliputi perasaan gunda gulana dan kesedihan karena kehilangan kekasih serta diusir oleh orang tua, namun berkat penghiburan serta bimbingan dari Inang pengasuhnya, maka Ina’ Kuntel berangsur -ansur mulai melupakan kesedihannya.
7. TANAH KA-SENDUK-AN.
Pada suatu hari, kedua wanita itu sepakat untuk mendaki gunung yang paling tinggi di tanah perasingan, karena ingin melihat keadaan dan situasi tanah perasingan.
Dipuncak gunung mereka memandangi panorama sekeliling tanah perasingan dengan pandangan kagum dan keheran-heranan, melihat begitu indahnya dan begitu kayanya serta mempesonanya, sehingga mereka merasa seakan -akan berada kembali di tanah tumpah darahnya.
Keindahan serta kekayaan alam dan lingkungan yang dihiasi gunung gemunung yang menjulang tinggi, dengan panorama alam yang sangat mengagumkan dan mempesona pandangan mata kedua wanita dari Amian itu, sehingga silau dan terbelalak.
Hutan yang menghijau dengan kerimbunan daun tumbuhan dan pohon-pohon yang begitu suburnya, yang dihuni satwa, hewan dan binatang yang begitu banyak sekali, menambah semarak lingkungan alamnya.
Mereka tidak puas dengan pemandangan dari puncak gunung, maka mereka melakukan penjelajahan yang lebih meluas dengan menelusuri bukit-bukit dan menuruni lereng-lereng serta mendaki gunung - gemunung, maupun menyusuri lembah dan dataran luas, sehingga mereka terperanjat dan terkagum - kagum melihat kenyataan di depan mata telanjang mereka.
Kesuburan tanahnya yang ditumbuhi tanaman hasil bumi dan buah-buahan serta dihiasi aneka puspa dengan berbagai ragam bentuk dan warna-warni yang begitu indah sekali, menambah keheranan dan kekaguman kedua wanita dari Amian itu.
Mata air dan sungai-sungai dengan air yang bersih dan bening yang mengalir dari pegunungan melalui daratan menuju kelaut membuat mereka makin terpesona dan lebih kagum lagi.
Hewan dan binatang serta burung - burung yang bergerombolan disani - sini, di hutan- hutan, maupun ikan di laut, di sungai dan dikolam serta danau yang melimpah ruah menambah keheranan mereka.
Melihat dan menyaksikan keindahan dan kekayaan alam dan lingkungan yang tak dapat dilukiskan dan digambarkan serta dijelaskan dengan kata-kata, tetapi memberi jaminan dan kepastian kemakmuran, kebahagian dan kesejahteraan serta ketentraman dan kesentosaan maupun kerukunan dan kedamaian, sehingga mereka menamakan tanah perasingan itu, TANA’ KA-SENDUK-AN yang berarti paradiso.
“K A – S E N D U K – A N”, berasal dari kata asal “S E N D U K” (huruf ‘e’ diartikulasikan dan dibaca e dari kata: ekologi, ‘sekertaris, Lembe’, ekonomi), yang berarti senang, makmur, ‘sejahtera’, rukkun dan damai, sedangkan KA-SENDUK-AN diartikan dengan dengan pengertian “SORGA” atau “PARADISO” tetapi dalam arti yang lebih dalam, atau dalam pengertian “SORGA dan PARADISO plus”.
Mereka yakin bahwa dari sumber alam dan lingkungan yang ada, mereka dapat memperoleh sumber penghidupan dan merasa pasti pula bahwa mereka akan hidup dengan rukun damai , makmur sejahtera, tentram dan sentosa, maka merekapun membuat kemah untuk kediaman di kaki gunung tertinggi yang belum didiami oleh manusia selain mahluk hidup yang ada disana.
Setelah berembuk dan mempertimbangkan segala-galanya mereka mengambil keputusan untuk menetap di bumi Tana’ Ka-senduk-an.
8. TRAUMA DAN KENANGAN.
Kenangan dan kerinduan kepada orang tua, terutama kesedihan yang sangat memilukan hati akibat kehilangan Sang Kekasih, dibuang dan diasingkan dari tanah tumpah darah, maupun pengalaman pahit serta kesedihan selama dilingkungan keluarga serta saat mengarungi samudra yang ganas menuju perasingan, masih selalu menghantui perasaan Ina’ Kuntel.
Akibat trauma dan kenangan itu, membuat Ina’ Kuntel sering tenggelam dalam linangan air mata sedih dan duka lara yang berkepanjangan.
Untuk menenangkan perasaan dan hati dari Ina’ Kuntel yang terluka, maka Inang Kuntel mengajak Ina’ Kuntel untuk ikut bersama-sama bertapa dipuncak gunung tertinggi di tanah perasingan.
Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel bertapa sambil bersemedi dan berdoa terus menerus, selama sembilan hari sembilan malam berturut-turut sambil berpuasa.
Dalam doa-doa mereka mohon petunjuk dan bimbingan serta kekuatan dan kesehatan maupun berkat-berkat yang mereka perlukan dari Sang Maha Kuasa untuk kelanjutan hidup mereka di tanah perasingan.
Melalui KOLANO E WARA’, sang “penolong”, mereka diberi petunjuk oleh Sang Maha Kuasa ( SI MA-KA-KA-WASA IM BAYA-WAYA), lewat tanda-tanda bunyi burung wara’, tentang apa yang mereka harus lakukan.
Kolano e wara’ memberi petunjuk, agar mereka bisa hidup tenteram dan bahagia di tanah perasingan serta memberikan nasihat agar Ina’ Kuntel harus melupakan semua trauma dan kenangan buruk masa lalu.
9. ADAPTASI DENGAN LINGKUNGAN.
Atas pertimbangan-pertimbangan adaptasi serta penyesuaian dengan lingkungan, terutama pula menghilangkan jejak serta melupakan trauma dan kenangan buruk yang dialami Ina’ Kuntel, maka Inang Kuntel mengambil kebijaksanaan :
1). Merubah bahasa ibu dengan bahasa baru.
2). Menyempurnakan tradisi budaya dan adat istiadat.
*** Mengganti bahasa ibu dengan bahasa baru, dimaksudkan supaya Ina’ Kuntel tidak terbawa oleh trauma ingatan pada kenangan masa lalu, bila menyebutkan kata-kata atau kalimat dalam bahasa ibu, melalui apa yang terkandung dalam jiwa dari pada kata atau kalimat dalam bahasa ibunya. Secara bertahap dan setapak demi setapak, Inang Kuntel serta Ina’ Kuntel mengganti dan merobah serta menciptakan kata-kata baru, maupun membentuk susunan kata-kata serta kalimat - kalimat dan tatabahasa yang berasal dari bahasa ibu, dengan menterjemahkan susunan kata-kata maupun kalimat dan tatabahasanya dalam bahasa baru yang mereka ciptakan.
Bahasa yang baru itu adalah rekayasa dan ciptaan mereka sendiri, walaupun tidak mengganti keseluruhannya.
Dalam waktu relatif singkat mereka sudah dapat membentuk kata-kata dan menyusunnya dalam bentuk kalimat, sehingga mereka sudah dapat menggunakan bahasa baru itu, sebagai bahasa komunikasi antara Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel.
*** Inang Kuntel yang memiliki banyak pengalaman dan menguasai adat istiadat serta budaya dan tradisi, maupun ilmu dan pengetahuan yang berasal dari para leluhur, memikirkan juga untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat.
Menimbang bahwa tradisi para leluhur mereka belum sempurna, maka Wali’an La’un Dano melakukan koreksi dan perbaikan serta “ perobahan” dan penyempurnaan seperlunya, untuk menyesuaikan dan mengadaptasikan serta mengembangkan dan memaduhkannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang berada di tanah perasingan, sehingga menjadi sesuai dengan situasi dan lingkungan yang ada.
*** Per paduan dan pengembangan tradisi dan adat istiadat serta ilmu pengetahuan leluhur denga situasi ditanah perasingan, menjadi suatu paham hidup baru, yang oleh Wali’an La’un Dano disebut A-ANDEY-AN IN TANA’ KA-SENDUK-AN.
*** “Tanah perasingan” itu, oleh Wali’an La’un Dano disebut pula TANA’ KA-SENDUK-AN.
*** Gunung tertinggi di tanah perasingan di sebutnya pula “ KA-LOWAT-AN”, karena banyak didiami ka-lowat-an.
10. KA-SENDUK-AN.
***Ka-senduk-an adalah suatu paham yang mengajarkan tentang kehidupan yang memberikan suasana kerukunan, kedamaian, ketentraman, kesentosaan, kesejahtraan, kemakmuran dan kebahagiaan rohani dan jasmani di “ka- yo’- ba’an” maupun di “rege-reges-an”.
Paham Ka-senduk-an ini ditingkatkan dan dikembangkan terus menerus oleh Inang Kuntel , dengan meminta petunjuk dari Amang Ka-su-ru-an.
Perantara yang menjadi saluran pesan dan petunjuk Amang Ka-su-ru-an kepada Inang Kuntel adalah TU-ME-TELEW “WARA”.
*** Inang Kuntel dipilih oleh Amang Ka-su-ru-an sebagai Wali’an Wangko’ in Tana’ Ka-senduk-an yang pertama.
*** Inang Kuntel diberi gelar Wali’an La’un Dano, karena ia berhasil melewati tantangan selama pelayaran mengarungi samudera luas bersama Ina’ Kuntel.
11. TU’UR E TUAMA
Dikaki gunung Ka-lowat-an Inang Kuntel (INANG PENGASUH) dan Ina’ Kuntel, membuat perlengkapan dan persediaan sebagai persiapan menghadapi kelahiran anak dalam kandungan Ina’ Kuntel.
Inang Kuntel dengan penuh rasa keibuan, membimbing dan memberikan petunjuk-petunjuk dan pelajaran kepada I na’ Kuntel agar menjadi seorang ibu yang sempurna, agar dapat melahirkan, membesarkan dan mendidik anaknya nanti sesuai dengan ajaran para leluhur.
Dalam pada itu anak dalam kandungan Sang Putri bertumbuh terus dan sementara itu pula INANG PENGASUH selalu mengajar dan memberi petunjuk serta bimbingan kepada Sang Putri untuk menhadapi kelahiran sang bayi dan kehidupan selanjutnya.
Setelah berselang beberapa waktu kemudian, pada saat tuminting in siow a si endo ka-siow, wo serap ka-siow, tibalah saatnya Sang Putri ( AMUT E WEWENE) bersalin dan melahirkan `”TO-YA’ANG TUAMA” ( ANAK LAKI-LAKI).
Anak laki-laki itu diberi nama TU’UR E TUAMA.
Persalinan dibimbing oleh INANG KUNTEL, yang memiliki juga pengetahuan sebagai biang (DUKUN BERANAK).
Dikemudian hari TU’UR E TUAMA dikenal pula sebagai TONA’AS WANGKO’ IM BANUA KASENDUKAN dan disebut pula denga nama AMA’ WANGKO yang dikenal juga sebagai APO’ WANGKO IM BANUA.
Anak Sang Putri bertumbuh dengan segar bugar, kuat dan perkasa serta sehat rohani dan jasmani dengan memiliki postur tubuh yang besar dan kekar dan berkarakter seorang pemimpin yang cakap, bijaksana serta sifat-sifat kesahtria yang gagah berani dan berwibawa.
Bila disimak kisah Sang Putri dari Amian yang melahirkan APO’ WANGKO sebelum menikah dapat di kaitkan dengan asal usul nama salah satu suku di Minahasa yang dikenal denga sebutan Tonsea’ atau Se Timou Sea’ yang merupakan salah satu turunan dari putri yang melahirkan sebelum menikah.
Ton-sea’ adalah tempat dimana APO’ WANGKO’ TU’UR E TUAMA dilahirkan oleh APO’ AMUT E WEWENE.
(Menurut kebiasaan di Minahasa, apabilah seorang gadis mengandung diluar nikah akan disebut “ai ca sea’” atau “ada tasala” atau “keliru/salah jalan” dan “laki-laki yang membuat sang gadis jadi hamil” disebut “si sumea si ma-nga-la’un” atau “ yang menyebabkan sigadis salah jalan”.
12. MENEMUKAN JODOH
Berhu bung sang putri tidak memiliki pasangan suami, maka untuk memperoleh keturunan, Inang Pengasuh merasa bahwa Sang Putri perlu menemukan jodoh seorang laki-laki.
Atas dasar pertimbangan dan kebijaksanaan serta petunjuk dari Inang Pengasuh mereka (INANG KUNTEL, INA’ KUNTEL dan TU’UR E TUAMA yang sudah remaja) meninggalkan tempat pemukiman sementara dimana “Anak laki-laki” dilahirkan di kaki gunung KA-LAWAT-AN menujuh arah selatan untuk menemukan calon suami bagi Sang Putri.
Sepanjang jalan yang ditempuh dan dilalui ( LI-NANGKOY-AN), mereka tak pernah menemukan seorang manusia atau seorang lelaki sehingga Sang Putri bersama anak dan Inang Pengasuh yang melewati lereng Gunung Lengko’an (ada juga yang menyebut dan menamakan Li-nangkoy-an e telu Apo’).
Setelah menuruni lereng gunung, mereka tiba di suatu dataran rendah di kaki gunung Lengko’an yang sangat indah dan subur yang dihuni banyak satwa dan ditumbuhi beraneka macam puspa.
Disekeliling tempat itu , terdapat juga banyak tumbuh-tumbuhan dan kayu-kayuan maupun bambu, aren serta simbel dan tewasen (palem dan rumbia), yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan rumah.
Disekitarnya terdapat juga banyak mata air yang merupakan sumber air untuk sungai - sungai yang sangat berguna untuk bercocok tanam di sawah dan di ladang.
Memperhatikan keindahan serta kekayaan alam dan linkungan tersebut, Inang Kuntel, Ina’ Kuntel dan Tu’ur e Tuama menganggap tempat itu sangat ideal untuk dijadikan tempat pemukiman, sehingga mereka memutuskan untuk menetap dan bermukim disitu.
13. BERMUKIM
Setelah berkeliling memjelajahi kaki gunung Lengko’an, mereka menemukan sebuah pohon LA’IDONG raksasa yang tingginya ma-atus-atus- depa (beratus ratus depa), dengan garis tengah pohon berukuran keres-en e ma-pulu-pulu’ touw ( dapat dipeluk oleh beberapa puluh orang).
Pohon La’idong bolong di bagian tengahnya, bolongnya serupa dengan gua berukuran keres-en e ma -pulu-pulu’ en touw, sehingga dapat dijadikan tempat kediaman .
Berhubung mereka belum ada kediaman , mereka bersepakat untuk memanfaatkan gua dalam pohon La-idong itu untuk dijadikan kediaman sementara.
Setelah dibenahi seperlunya dan diisi dengan perlengkapan seadanya, maka Sang Putri serta Anak dan Inang Pengasuhnya, menjadikan pohon itu sebagai tempat kediaman sementara sebelum mereka membangun rumah.
Di dalam pohon La’idong itu, Inang Kuntel dan Ina’ Kuntel serta Tu’ur e Tuama, hidup bersama dalam suasana rukun dan damai serta bahagia dan sejahtera, sehingga mereka menamakan kediaman serta lingkungan sekitarnya dengan sebutan WANUA KIO-WA, yang diartikan sebagai “ tempat hidup bersama secara rukun damai dan sejahtera”.
Berdasarkan hal itu ada anggapan bahwa orang yang merintis dan mendirikan ( tu-mani’) dan pertama kali mendiami WANUA KIOWA atau desa yang sekarang bernama Kiawa adalah INANG KUNTEL, AMUT E WEWENE( Ina’ Kuntel) dan TU’UR E TUAMA, yang sekaligus dianggap juga merintis ( tu-mani’) TANAH KA-SENDUK-AN.
(Tempat yang konon pernah menjadi tempat bermukim puteri Tonaas Wangko bersama anak dan Inang Pengasuhnya ini secara kebetulan pernah dijadikan los/perkemahan tentara Jepang dan orang Cina Taiwan pada Perang Dunia II).
14. PETUNJUK DARI AMANG KA-SURU-AN
Diceritakan bahwa berhubung Sang Putri belum mendapatkan calon suami, maka Inang Pengasuh bersemedi dan berdoa terus menerus serta melakukan puasa dan pantang untuk menyucikan diri selama 9 hari berturut-turut untuk mohon petunjuk dari Amang Kasuruan agar Sang Putri mendapatkan suami supaya memperoleh ketutunan .
Pada hari ke sembilan Inang Pengasuh mendapat petunjuk melalui tenda-tanda burung Manguni dan memperoleh penglihatan tentang apa yang harus dilakukan.
Dalam penglihatan itu Inang Pengasuh mendapat petunjuk, bahwa apabila dalam keadaan sangat terpaksa, karena alasan sama sekali tidak ada laki-laki lain yang dapat di jadikan suami Sang Putri, maka atas dasar dan pertimbangan untuk kelangsungan hidup dan keturunan, Sang Puteri dapat dikawinkan dengan “anaknya sendiri, yaitu Tu’ur e Tuama”, tetapi harus melaksanakan dan memenuhi 9 syarat dan ketentuan yang sangat berat dan ketat , yang harus dilakukan dengan sempurna, tanpa kekeliruan atau kesalahan apapun.
SEMBILAN SYARAT PERKAWINAN AMUT E WE-WEWENE TU’UR E TUAMA :
Pertama : Selama sembilan hari berturut - turut menerima petunjuk , petuah, nasihat dan pelajaran tentang arti hidup dan keturunan dari Wali’an La’un Dano.
Kedua : Melakukan pemujaan dan doa berantai selama sembilan hari sembilan malam berturut -turut untuk menggumuli dan merenungkan tentang arti kehidupan dan keturunan serta permasalahan yang dihadapi dan mohon tuntunan serta bimbungan maupun petunjuk dari Amang Kasuruan didepan WATU MAKA-SIO-SIOUW di LA’UN DANO.
Ketiga : Mengelilingi KUNTUNG EMPUNG selama sembilan hari sembilan malam ber-
turut - turut dari arah berlawanan dimana AMUT E WEWENE membawah
sepotong TUIS dan TU’UR E TUAMA membawa SARAW sampai TUIS dan
SARAW sampai bertumbuh jadi sama panjang.
Keempat : Berdoa dan bersemedi sambil mengosongkan diri dan hati dari segala cobaan dan dosa serta kesalahan, selama sembilan hari berturut-turut untuk mendapatkan anugerah kemurnian dan kesucian serta kekuatan iman dari Yang Maha Kuasa.
Kelima : Masing - masing membawa sebuah batu ke puncak KENTUR PUSER IN TANA’, sebagai batu ujian dan bukti pengikat cinta kasih antara mereka dan tanda kekuatan sertakesatuan dan kemurnian cinta mereka.
Keenam : Melakukan puasa dan pantang serta berdoa dan melakukan pemujaan selama sembilan hari sembilan malam berturut - turut untuk memperkuat dan memperteguh serta mempererat ikatan tali kasih sayang dan cinta maupun tekad mereka menjadi suami isteri.
Ketujuh : BERNAZAR dan MENGIKRAR JANJI serta SUMPAH SETIA untuk saling mencintai seumur hidup, akan sehidup semati berdua, dibukit Kentur Puser in Tana’, didepan kedua batu yang mereka bawah masing-masing, yang dijadikan “WATU PA-TA’DI-AN”.
Kedelapan : Saling berpandangan dan saling menatap dari jarak sembilan langkah selama sembilan hari dan sembilan malam berturut-turut tanpa bersentuhan.
Kesembilan : Dikawinkan oleh WALI’AN LA’UN DANO di bukit KENTUR PUSER IN TANA pada jam ke sembilan , hari ke sembilan bulan kesembilan.
Dalam pelaksanaan sembilan syarat untuk perkawinan, ternyata bahwa semua syarat dan ketentuan dilaksanakan oleh Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama dengan sempurna.
Bukti terpenuhinya dan terkabulnya permintaan persetujuan Yang Maha Kuasa agar Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama menjadi suami istri yaitu TU’IS dan SARAW yang dibawa serta oleh keduanya telah bertumbuh dan menjadi sama panjang.
Setelah semua persyaratan perkawinan dilaksanakan dan dipenuhi, maka melalui suatu upacara yang sangat hikmat dan sakral AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA dikukuhkan menjadi suami istri dalam perkawinan sah oleh WALI’AN LA’UN DANO.
Sejak dipersatukan sebagai suami isteri dalam perkawinan oleh Wali’an La’un Dano , maka Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama hidup dengan rukun serta saling mencintai dan saling mengasihi serta saling menyayangi seumur hidup mereka.
Dari hasil perkawinan antara Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama, mereka memperoleh anak laki-laki dan perempuan yang banyak serta keturunan cucu, cece sampai cicit yang sangat banyak.
Dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan dan kewibawaan, Inang Wangko Wali’an La’un Dano mengajarkan dan mengatur kehidupan dan penghidupan serta pengetahuan maupun tata cara bermasyarakat kepada anak dan cucu-cece-cicit- dari Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama sesuai dengan adat istiadat dan tradisi leluhurnya yang dikembangkan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta keadaan alam dan lingkungan sekitar mereka bermukim.
Semua keturunan Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama hidup dengan rukun dan damai serta menikmati kesenangan hidup, maupun merasakan kebahagiaan dan kesentosaan karena anak cucu dan cece serta cicitnya diliputi oleh ketenteraman dan keadilan serta kemakmuran.
AKHIR HIDUP AMUT E WE -WENE , TU’UR E TUAMA DAN INANG KUNTEL.
Setelah lanjut usianya Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama meninggal dunia, dimakamkan diperkebunan La’un Dano, pusara mereka ditandai oleh sebuah nisan yang disebut :
“ PA - TU’USAN I LOWENG E “
APO’ E KIOWA
AMUT E WEWENE
WO SI
TU’UR E TUAMA
Inang Kuntel menghilang secara misterius dan tak diketahui kapan meninggal dan dimana dikuburkan.
Dari ungkapan - ungkapan dan penuturan serta cerita - cerita yang beraneka ragam tentang Walian La’un Dano, Amut E Wewene dan Tu’ur E Tuama dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud sebagai :
INANG KUNTEL atau INANG WANKO’ atau INANG WAWA atau WALI’AN LA’UN DANO atau MAKAEMA’ IN SOMPOI dapat disamakan dengan legenda APO’ KAREMA.
INA’ KUNTEL atau INA’ AMIAN atau INA’ LUMILI’US atau INA’ RUMURU’UT, atau INA’ LUMUKUTO atau AMUT E WEWENE atau APO’ AMIAN dapat disamakan dengan legenda APO’ LUMIMU’UT.
TU’UR E TUAMA atau AMA’ WANGKO’ atau TONA’AS WANGKO IM BANUA KA-SENDUKA-N dapat disamakan dengan legenda APO’ TOAR.
II. WANUA KIOWA
ASAL USUL WANUA KIOWA
Konon misteri asal usul ceritera berdirinya WANUA KIOWA erat kaitannya dengan peristiwa tibanya WALI’AN LA’UN DANO bersama AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA di kaki gunung Lengko’an.
Saat mereka menemukan tempat (lesar) berdirinya sebatang pohon raksasa LA’IDONG ,adalah merupakan proses dimulainya pembentukan WANUA KIOWA.
1. TI - NANI’AN IM - BANUA KIOWA.
Pada waktu Wali’an La’un Dano serta Amut e We-wene dan Tu’ur e Tuama sepakat untuk bermukim pada “lesar” disekitar pohon La’idong, maka Wali’an La’un Dano minta petunjuk dari Amang Ka - suru - an , apakah lesar yang mereka temukan diperkenankan untuk dijadikan pemukiman atau tidak.
Permohonan petunjuk itu dilakukan dengan mendengarkan tanda - tanda melalui bunyi suara
lu - me - lempar (tu - me - telew) WARA’ :
SI - SISIL - EN AN DORO’ ING KE ERE “ LESAR “ TO’OR-AN IM BANUA WO-M BATU INDON “TUMO - TOWA” IM BANUA KIOWA.
Ririor in tumani’ im banua, si Wali’an La’un Dano wo si Apo’ Amut e Wewene wo si Apo’
Tu’ur e Tuama, me-rayo-rayo i ngaran i Amang Ka-suru-an, si Maka-kawasa ing ka-
wasa wasa im baya waya ang ka-yo’ba’an wo n o-omba’an, wo mowey, wo ma-ngale- ngaley,
wo ma winson, wo ma-nani torona i mere “ lesar “ to’or-an im banua wo-m batu indon
Tumo-towa, wo en tundek-an wo m pasek-an im batu “Tumo-towa” im banua Kiowa, siouw
oras wo siouw nga-wengi.
Ma-lekep-ako sera me-rayo-rayo wo ma-owey wo ma-ngale-ngaley, wo ma-winson, wo ma-nani, wo sera tu-mo’tol mema’ im peli’i asi endo ka-tare, ya sera mema’ peli’i tu’us ing ka-sale-sale’an wong ka-aruy-an in tu-mani’ in “ lesar weru “, ya m peli’i i-itu ya ay pokol era ko’ko’ kelang, tu’us ing ka-le’nas-an i nate era en tu-mani’ im-banua.
Maka-ema’ mako im peli’i sera, wo sera lu-minga wara’ lo’or, am-pa’pa’an in-ni’itu wo sera su-moring. Asi tu-minting maka-siouw a si wengi i-itu sowat-en-no en soring era “in tenge na i wara’ lowas maka-pitu kete maka-pitu ”, si’tuo si wara’ “ Lesar Weru “, si tenge-na i-itu ya ni’itu ya wi-nean-no may tu’us sera am bisa e lesar to’or-an im banua.
Asi wengi i-itu sera ay paka wali in tengena i wara mange asi esa lesar, wo asi lesar i-itu sera wean tu’us in tenge-na i wara’ lowas maka-pitu wo kete ma-kasa, sapa oka si lesar i-itu ya ro’ona to’oran im banua weru.
Mando may a si endo ka-ruwa, wo sera mema’ ka’ay peli’i, wo ku-mawus-ako i mema’ peli’i, tumo’tolo sera maras in lesar to’or-an im banua weru.
Ka-telu-an ngando luminga ka’ay “in tenge na i wara’ lowas makapat wo ke’ke’ makapat” sera, si’tuo en tu’us I wara’ I Tumo-towa, wo i paka-wali mange i tenge-na i wara’ i-itu an-do’kos i songkel atau Sonder wo sera ma-ilek im batu wangun pa-ema’an Tumo-towa.
A si endo ka-telu sera, mema’ ka’ay peli’i, wo ku-mawus ako in iitu wo enet-en erao ka’ay i mutul wo maler sapa si tu’tulen an tu-moro in tulir-an in tu-mo-towa.
Maka wutul-ako wo maka-aler-ako in i-itu sera wo sera ka’ay luminga wara, sumoring o sera wo sowaten “ in tenge na i wara’ lowas makapat wo ke’ke’ makasa”, ya “si’tuo tu’us i wara’ in do’nao indon em batu Tumo-towa. Asi wengi ke’ i-itu sera i paka-wali in tenge-na i-wara’ mange asi esa watu ro’ona ema’an Tumo-towa an tembir in doyongan Ro’kos i Songkel (ro’kos i Sonder), wo tu’usan era in tawa’ang e maka-li’cir si watu i-itu.
A si endo ka-epat, mangeo wutul-en wo aler-an era si watu indon Tumo-towa. Si watu ti-nu’us-san era, ya wutul-wutul “Wangun wo Lo’or wo Keter” pa indon watu “Tumo - towa”.
Pokey-an era si i-itu, “sapaka ko, ya watu, sinisir e apo-apo ma-muali Tumotowa wo Tundek im banua ami”
Ma-endo may asi endo ka-lima sera mema-ka’ay pelii’ an tumoro i ma-sale-sale’ wineano watu Tumo-towa.
Ma-wengi ka’ay may sera sumoring , wo luminga wara’, sowaten “in tengena i wara’ kic ma-kasa” tu’us in ro’nao sera maler im pak-kasa se-tawoyen an tumoro im batu indon Tu-motowa.
Ma-endo may asi endo ka-enem, sera ya mindo-o roko’ pa-solong-an i saput im batu indon Tumo-towa,wo mange era saput-en in doko’ si watu iitu, wo sera mema’ka’ay peli’i.
Asi wengina kumi’it -ay , ku-mukuk-o si co’kok reindang in tumawi mando, lingan era en “tenge-na ing kukuk i co’kok reindang i-itu” ya “kukuk maka-sio--siouw”,wo i paka-wali in tengena asi lesar to’oran in Tumo-towa sera.
Ma-endo may asi endo ka-pitu sera wo sera mema’ peli’i, wo sera ku-mali in usew-an in Tumo-towa im banua Kiowa.
May i mawengi miyo sera ma’ali siouw rere tono am pa-soring-an wo luminga ka’ay wara’ wo sowaten “in tenge na i wara’ lowaas makapat ke’ke’ makapat wo kete makasa”, sanga tenge i wara’ i lentu’ era rere tono, wo i pumpun era ang kure’ , se rere ma tela’uw mange era i pasek a maka-li’cir si watu indon Tumo-towa, ni’indo po-keter im batu Tumo-towa, wo “se lentu’ ni dere tono ay pumpun ang kure’ pa’lin ange am bale, en iitu ya i usew oka ang karapi in Tumo-towa, sa tu-mani’ o im banua”.
Mando na may asi endo ka-walu, sera mema’ peli’i wo sera am batu indon Tumo-towa, wo yindo era ka’ay roko’ reindang wo i solong era am batu indon Tumo-towa, tanu ay saput im batu indon Tumo-towa.
Ru-mayo wo mowey wo ma-ngaley asi Amang Ka-suru-an, wo sera ka’ay minson wo nu-mani eng kina-ki’tan-o e makere o watu indon Tumo-towa.
Asi wengina miyo’ iitu, sumoring-o sera wo sowaten “in tenge-na i wara’ i manguni maka-sio-siouw”, tu’us i maka leke-lekep-o wo ni-maka lenu-lenu’ o waya n tu-mena i watu Tumo-towa i’itu.
A si endo ka-siouw mema’ ka’ay peli’i sera am batu indon Tumu-towa, wo sera ru-mayo i ngaran i Amang Ka-suru-an, wo ka’ay mowey, wo ma-ngaley ka-aruy-an, ka-elur-an, ka-lo’or-an, ka-keter-an, wo sera ka’ay minson wo nu-mani i paka wengi-wengi.
E ni malekep-o en ta’ar e ma’tua, ya sera mento’oka ka’ay endo sama’ e musew in Tumo-towa won Tumani’im banua Kiowa.
SI-SISIL-EN ING KE TANI’ IM BANUA KIOWA, YA TANU SI ANIYO’:
1) Tu-mo’tol im ba-wangun-en an-tu-moro in lesar weru ento’an nera, ya si Wali’an La’un Dano me-wali-wali wo se Amut e We-wene wo si Tu’ur E Tuama, ya mowey-o karu’ asi Amang Ka-su-ru-an si Kuma-kawasa-ing ka-kawasa-an im baya-waya ang ka-yo’ba’an won o-omba’an.
Ku-mawus-ako i-mowey, si Wali’an La’un Dano, ya su-moring wara’, a miyo’ m batu MA-KA-SIO-SIOUW an La’un Dano.
Wo karu’ si Wali’an La’un Dano sowat-en i wara’ in tenge-na “ mangun-i ma-ka siouw i’itu ya karu’ re’en tu’us in do’na-o sera tu-mani’wo mangun im banua ento’an era. En ta’an mande kine ki-na-en-an-o, ya sera musti lumekep se tu-turu’ wo se a’ator-en an-tumena im pa-perenta i Ca-sur-an, tanu we-weer era asi Ca-suru-an.
Tanu tu’us in da-rayo era a si Empung Wailan sera tu-ma’an litag an talun wo sera su-mepa
“siouw asu in talun” tu’tul-en mma-muali ra-rages-en.
Ka-tare-tare pokol-en era en siouw ro’kos e asu wo i cali era an-darem in tana’, ma-muali
tu’us ing ka-le’nas-an wong ka-aruy-an wong ka-wangun-an wong ka-elur-an im banua
weru wangun-en era.
Ku-marua, indon era en “siouw ate e asu” wo siwon era akar i ma-roro’ wo siwon era wo
i y-omper era me-wali-wali in tu’tu’ wene’ ing ka-tana’an ni-empar, tu’us i n-upus era asi
Amang Wangko’ an de-reges-an.
Ku-matelu, sera ru-mages i n-owak e siouw asu i-itu, ma-muali tanu ra-rayo era an tu-
moro ing ki-na-en-an-o em pa-gile-ngilek-en era asi Amang Ka-suru-an.
Ku-mawus ako i-ni’itu sera mema’ peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali, tanu tu’us ing ka-
Sale-sale’an wong ka-esa-an i nate wom pa-wasa-wasa-n wom pa-ngimba-ngimbali-an era
an tu-moro im ba-wa-ngun-en wanua weru.
En tico’o ti-nu’tul era, ya keli reka’na pa’pa’an ayo ma-esa en sera’ si-niwo, a-wean pongkor,
kosey, pilek, peret won sapa-sapa ka-rapi in tu’tu’ ta’pe’ keli, ni-nono waya, wo lekep-en
ka’ay mi-yo’ i n-elep-en upe’ weru.
2) As endo ku-mi’it-ay si Wali’an La’un Dano lu-minga tenge “kukuk i co’ko’ laka’ reindang Ma-ka-sio-siow”, tu’us lo’or ani sera, am-pa’pa’an si co’ko’ laka’ reindang ya ma-tu’us kine karu’ ing ka-keter-an im pa-ngile-ngilek-en era in tulir-an im banua weru.
Am pa’pa’an i ni’itu wo sera ka’ay ca ma-ento-ento’ ma’ngale-ngaley, ma-ngilek-ngilek kamang wo keter wo ka-sama’an en tumani’ im banua.
Tanu tu’us ing ka-sale’an era, wo sera tu-mangka’ “siouw sapi ing ku’ung” , tu’tul-en era ka’ay se-siouw tu’a i-itu, ma-muali ra-rages an-tu-moro ing ka-keter-an im-banua weru.
Ro’kos e siouw sapi, pi-nokol era tanu pu’is, wo i cali era an-darem in tana’, ma-muali tanu tu’us ing ka-keter-an im banua weru.
Siouw ate e sapi ay cesot era, wo siwon ema’an o-omper ka-rapi in-siouw nga-empar tu’tu’.
E nowa’na e siouw sapi, i rages era tanu we-we’e wo we-weer era asi Amang Ka-suru-an.
Ma-lekep-ako sera ru-mages, wo sera mema’ ka’ay peli’i, wo me-rengkom me-wali-wali.
3) Mando may sera ma-ngale-ngaley ka’ay a si Amang Ka-suru-an. Ma-lekep-ako e ni’tu ya sia tu-mongkey siow ngatuur wulu’ud, ya m bulu’ud i-itu ti-nongkey wo pinokol-na, ta’an ra’ca ma-pake sondang, en ta’an a-salo pi-na-lentu’ wo pi-na-pi’as na ing kama ay pa-ka tu’ur-tu-ur wo pi-na-ka tempo-tempok, ya sesiouw nga tempok wulu’ud i’itu ya ni-ema’ kine karu’ wo-woley .
Ma-ka indo mako in siouw wo-wo-ley wulu’ud, ya sia ma-ngilek ka’ay keter wo peli’i imbo-woley siouw asi Amang Ka-suru-an.
Ma-lekep ako i ni’itu, ya sia mindo may im bulu’ud esa sia wo i pa paso-pasot na ma-ka-siouw an siouw weren-na deges, akar ing ku-mawus se siouw wo-woley, woma-lekep ako ema-paso-pasot se siouw wo-woley, ya sia ka’ay ru-mayo i ngaran i Ka-suru-an,wo lentu-lentu’un na ka-ay siouw nga lentu’ em pa-ka-sa im bo-woley.
Mayo i-ma-wengi-o, si Wali’an La’un Dano su-moring-o ka’ay “Wara’” wengi, wo tu-tuminting-o ma-ka-siouw im bengi, sia lu-minga in tenge-na in so-sowat i tu-me-telew wara’, sanga tenge, i karot na ka’ay sanga karot nam bo-woley.
Pa-ka-sa in tenge na i tu-me-telew wara’ ya” pitu nga-atus” kine, ya en-tenge na i wara’ yakeli-an kemu-na wo reka’na, ku-mi’it ing keli tu-tu-ru’ wo ta’ar ay pa we’e i AmangKasuruan.
Am pa’pa’an en tenge na i wara’ pitu nga-atus, ane eng karot am bo-woley ya pitu nga-atus ka’ay, wo se siouw wo-woley i’itu ya lentu’en na ka’ay pitu nga-atus nga-lentu’, wo i-ema’era waya se pitu nga-tu’us nga-lentu’ im bo-woley wulu’ud.
Si ‘tuo si tu’us im pa wutul-en-o e Apo-apo’ en lesar weru, ane sera tu-mo’tolo maras in dukut woo se ka-kayun wo ku-me’is se sincela’ ma-kala-kala’ an lesar.
Ku-mawus ako i-ni’itu, wo sera mema’ ka’ay ra-rages, tanu ra-rayo asi Ca-suru-an.
Ra-rages i-itu, ya “siouw rusa” si-nicop era im be-wentir.
“Siouw ro’kos e rusa i-itu, pi-nokol era ka’ay, wo i cali era an-darem in tana’, ma-muali tanu po-lekep in ta’ar.
Ate e siouw rusa ay cesot era wo siwon ma-muali o-omper ka-rapi in siouw nga-empar tu’tu’ tanu we-we’e a se an de-reges-an.
Owa’na e siouw rusa i-rages era asi Amang Ka-suru-an.
Ma-lekep ako e ni’itu, wo sera ka’ay mema’ peli’i wo me-rengkom me-wali-wali.
4) Ma-endo may si Wali’an La’un Dano su-moring ka’ay wara’ i n-endo, maka telu nga-atus kine. Sowat-en-o i wara’ siya maka pitu nga-atus ka’ay tenge na, tu’us i ni-maka leke-lekep-o kine karu’ wo ki-na-ki’it-an-o karu’ em pa-ngile-ngilek-en era.
Ma-endo may sera tu-mangka’ siouw kuse wo i rages era, tanu ma-muali tu’us wo me’e
ma-ka-pulu-pulu’ sama’ a si Amang Ka-suru-an am-pa’an li-linga-na sa-lalu em pa-
ngilek-en era.
Siouw ro’kos e “kuse”, pi-nokol era wo i cali era an-darem in tana’, tanu tu’us ing ki-na-ki’
it-an-o em-pa-ngile-ngilek-en era.
E nate e siouw kuse, ni-indo era wo siwon ma-muali omper won siouw tu’utu’ ni-empar.
Pa-kasa in nowa’na e “siouw kuse” i rages era waya asi Amang Ka-suru-an.
Maka rages ako sera, wo ka’ay mema’ peli’i wo me-rengkom ka’ay me-wali-wali.
5) Ma-wengi na mio’, sera lu-minga ka’ay in tenge-na i wara’ “lowas ma-kapat wo ke’ke’ ma-kapat” ka’ay, ya e ni’tu ya tu’us i-ma-ka-lenu’ o en lesar ento’an nera.
Wo ma-endo-may mindo-o siouw “wolay” tanu si-na’ket-an im pu’is, ma-tu’us kine ing ka-sama’an”, ya se wolay ya pi-nokol e-ra en do’kos wo i ti’is e-ra e- nenda’ a nowak e wolay me-wali-wali akar i ma-ka-ti’i-ti’is waya e nenda’ sisi-nempung era an siouw takoy im po’po’ wangker.
Ya e nenda’ si-nempung an-takoy, ya ay pe’pes e-ra lu-mendong in lesar ento’an-era.
Siouw ro’kos e wolay, i cali era an-darem in tana’ , po-tu’us ing ka-aruy-an im banua.
Siouw ate e wolay, si-niwo era ma-muali welet wo i-omper era me-wali-wali in siouw empar tu’tu, we-welet ase an de-reges-an.
Siouw owa’na e wolay i rages era asi Amang Ka-suru-an Wangko’
Ku-mawus ako i ni’itu sera mema’ ka’ay peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali.
6) Wo ma-wengi-na ka’ay su-moring ka’ay sia, wo sowat-en i wara’ in “lowas ma-kapat, wo-kete’ ma-kasa”, tu’us i ma-ka-lutu-lutu’ o em pa-ngile-ngilek-en nera an-tu-moro in lesar weru ento’an-era.
Asi ma-mo’ndo may, sera mindo ka’ay siouw wio’o songkay, ya se siouw wio’o sonkay i’itu ya i rages era me-wali-wali akar i ma-ka’pu waya.
Ro’kos e siouw Wio’o Songkay i cali era ka’ay an darem in tana’
Ate e siouw Wio’o songkay, si-niwo era ma-muali omper ka-rapi in siouw empar tu’tu’.
Pa-kasa se siouw owa’na e wio’o songkay i rages era an-tu-moro in da-rayo wo we-weer asi
Amang Ka-suru-an.
Ma-lekep ako en du-mages, sera mema’ peli’i wo ru-mengkom me-wali-wali.
7) Maya’o mange pira nga-tinting sera lu-minga tenge-na en ta’an si tenge na “ im wara’ tu-mo-towa”, ya re’ipe’ ay pa-pa-linga, ane su-moring-e’ ka’ay sia asi endo ka-siouw, tu-minting ka-ka-siouw, wo sowat-en i wara’ in tenge : LOWAS MA-KAPAT WO KE’KE’ MA-KASA, si ‘tuo si WARA’ IN TU-MO-TOWA.
Si wara’itu, ya karu’ si ma tu’us in do’na-o sera tu-mo’tol mangun im banua, wo ro’ona
o angen em batu indon Tumo-towa.
Ma-ka-linga mako im wara’ i tu-mo-towa, wo sera ka’ay ru-mayo i ngaran i Amang
Ka-suru-an, am-pa’pa’an ke-na-ki’itan-o waya eng ka-sale’an era an-tumena in lesar
ento’an era.
Wo’ndo-wo’ndo pe’ keli sera, mange-o mindo im batu tu-mo-towa an tembir im pa-lemboyan in dano Ro’kos i Songkel.
Ya si watu tu-mo-towa i’itu ya siouw nga lepet im pa-lara ing kama e touw, ya e ni’itu ya
pute ing kalambot in telu nga siku ing kama.
Tu’us ing ka-eman-an era, sera ka’ay mindo ra-rages siouwKa-lowat-an.
Ro’kos e siouw ka-wayo i cali era ka’ay an darem in tana’, tu’us kine ing ka-lo’or-an im banua wangun-en era.
E n-ate e siouw ka-wayo si-niwo ma-muali welet ka-rapi in siouw ngmpar tu’tu’ wene’.
Ra-rages ni-ema era ya siouw owa’na e ka-wayo, pa-tu’us-an ing ka-upus-an wong ka-eman-an era asi Empung Wa’ilan Wangko’.
Ku-mawus ako in du-mages, sera mema’ peli’i wo ru-mengkom ka’ay me-wali-wali.
8) Ku-mi’it i ni’itu , sera ku-me’il kali-an ma-ka-siouw in sicu-na ing kama tundek-an im batu Tu-mo-towa.
Ma-ka-endo-may sera tu-mangka’ siouw tu’a, wo se siouw tu’a i’itu ya pokol-en era en do’kos,wo e nenda’ era ay pa-pe’pes wo ay pa-rames era ka’ay ma-ka-lendong in lesar ento’an era.
Wo sera mindo-o kure’ wangker telu nga sicu eng karangka’ wo saput-en nera in laka reindang, wo em ba’-ba’na wi-na’kes in laka wuring, ya si kure’ ya’na ya pumpun-an in siouw ro’kos e tu’a, mayo eng kure’ pi-numpun-an se siouw ro’kos s tu’a, ya i loweng era asi ki-nali-an ki-ne’il era, wo awu-an nera, telu nga sicu.
Mayo karu’ em batu Tu-mo-towa ya i pumpun-era asi ki-nali-an i’itu, ay wawo an-dangka’in li-noweng-an ing kure’ pi-numpun-an in siouw ro’kos e tu’a tanu sawel im pu’is ku-ma’pa si-na’ket-an im pu’is, tu’us ing ka-keter-an wong ka wa-rani-an.
Wo ku-mawus-ako i ni’itu sera ku-me’il ka’ay kali-an ma-ka-re’kos in tundek-an im batu Tu-mo-towa, ya si ki-nali-an i’itu, ya pumpun-an karu’ se-siouw wo-woley wulu’ud li-nentu’o pitu nga-tus , ya se siouw wo-woley linteu’o pitu nga-atus i’itu ya, ki-narot-an in tenge pitu nga-atus i wara’ ay loweng asi ki-nali-an i’itu, se lentu’ i’itu ya tu’us ing ka-aruy-an, kalo’or-an, wong ka-elur-an wo im pakasa se kamang kekelian pa-wa’bar-ay i Amang Ka-suru-an ase Touw mento’ am banua tani’en.
Maka usew ako im batu Tu-mo-towa sera, wo i kali era ka’ay miyo’ an tembir im batu Tumo-towa eng kure’ pinumpun-an in lentu’ rere tono tu’us in tenge-na lowas makapat wo ke’ke’ makapat wo kete makasa, tanu po-lawang se ma’tate in lewo’ wo ng ka-wangkur-an.
Ma-lekep ako waya se tawoy-en ni’itu, ya e nowak e “tu’a”a ya i rages era, tanu kine me’emaka-pulu-pulu’ sama’ am-pa’pa’an im be-we’e wong kamang ay we’e i Amang Ka-suru-an a ni sera, wo tanu ka’aypo-lekep in ta’ar wong ka-ki’itan era am pa-eman-en wong ka-sama’an im banua weru, we-we’e i Empung Wa’ilan Wangko, si Amang Ka-suru-an ni-mema’ im baya-waya.
Mayo en siouw ate e tu’a si-niwo era wo i-omper ka-rapi in siouw tu’tu’ ni-empar.
Pa-kasa i n-owak e siouw tu’a, i rages era waya, tanu ra-rayo wo we-we’e maka pulu-pulu’ sama asi mema’ im baya waya.
Maka’pu mako en da-rages-an, wo sera ka’ay mema’ peli’i, wo ru-mengkom me-wali-wali.
A si wengi i’itu ka’ay sia su-moring wo luminga in so-sowat i wara’ , ya karu “ kic ma-ka-sio-siouw”.
Ya en tenge so-sowat i’itu ya ma-tu’us karu’ kine, ya si tu-mo-towa wo se pu’is ku-ma’pa sawel im pu’is wo se welet wo se pa-kasa i rages ku-ma’pa i cali wo i loweng an tundek-an in tu-mo-towa, y a keter keli wo uli-ulit keter.
Wo karu’ sera minson, im bi-winson-en pa winson ing an-tu-moro ing ka-wangun-an wong ka-ka-wasa-ka-wasa-an wong ka-upu-upus-an i Amang Ka-suru-an.
Wi-winson-en ni’itu ya ni-ema’ era siouw nga-tinting, ni-ema’ men-san-sawel-an.
9) Ku-musi’ i ni’itu ya si Wa-li’an La’un Dano su-moring ka’ay wo sowat-en i wara’ in tenge “mangun-i ma-ka- sio-siouw”
Tenge na i wara’ “ mangun-i ma-ka sio-siouw”, ya e ni’tu ya si tu’us lu-mo’o-lo’or wo
lu-meke-lekep wo lu-me’na-le’nas am pa-kasa-kasa se tu’us pa we’e i wara’.
Tu-mo’tol adi-endo i’itu, ya i pasek-o miyo’ i Wali’an La’un Dano e ngaran im banua ya’na ya pa-tu’ulen im BANUA KIOWA, ku-mi’it in-ay-ngaran era asi tampa pi-na-ento’an era ka-tare asi kayu La’idong.
Si-endo itu ka’ay, sera ru-me’ba “siouw wawi ka lo’bo-lo’boy-na” i rages.
Ro’kos e siouw wawi lo’boy i-itu i cali era ka’ay an darem in tana’, tanu tu’tu’us i ma-ka leke-lekep-o em pa-ngimba-ngimbali-an wo m pa-ngale-ngaley-en era asi Amang Ka-suru-an Wangko’.
Ate na e siouw wawi lo’boy si niwo era ma-muali omper ka-rapi in siouw tu’tu’ ni-empar.
Owa’na e siouw wawi lo’boy i rages era an-tu-moro i me’e maka pulu-pulu’ sama’ wo ra-rayo asi Amanh Ka-suru-an Wangko’.
Le-lekep in i-itu sera mema’ peli’i wangker, wo ru-mengkom me-wali-wali, pa-kasa ing ka-kan-en wo n e-elep-en ki-na’ka’pu era waya.
Wo sera ka’ay mowey wo minson wo nu-mani, ma-rayo-rayo i ngaran i mema’ im baya, wo se waya-waya we-we’e-Na ani sera.
Kusi-kusi’ im baya waya, sera ka’ay me’e ma-ka-pulu-pulu’sama’ asi Amang Ka-suru-an.
Si’tu en tu’us sapa ka em banua Kiowa anio’ ya ma-ka lenu-lenu’o wo ma-ka le-ke-lekep-o en cu-mi’it in ta’ar e Apo’-Apo’ wo lu-mebe-lebe si Amang Ka-suru-an.
Wo sera su-make an licur e ka-wayo wo me-li’ci-li’cir akar i maka-siouw ng-purengkey im banua paka-tani’in pe weru ang-ka-rapi i me-ngere-ngeret, ma-sale-sale’ waya me-rayo-rayo i ngaran i Amang Ka-suru-an Wangko’.
TAM-BISA E MA-TU’TUL IN TU-MO-TOWA TA-NI’TU KA’AY MA’TU’TUL IN TOY TOUW.
Misteri berdirinya Wanua Kiowa tercermin pada hubungan Wali’an La’un Dano dengan Kolane e Wara’ sebagai penghubung yang di utus oleh Amang Kasuruan sebagai penolong manusia pertama di Tana’ Ka -senduk-an.
Secara de facto, sejarah berdirinya WANUA KIOWA mulai di perhitungkan sejak WALI’AN LA’UN DANO , AMUT e WEWENE dan TU’UR e TUAMA untuk pertama kalinya mendiami dan menamakan “ GUA BESAR di dalam pohon raksasa LA’IDONG bersama seluruh alam lingkungan sekitarnya” dengan sebutan nama :
WANUA K I O W A .
Sebutan nama W A N U A K I O W A , adalah pemberian WALI’AN LA’UN DANO.
WANUA KIOWA berarti “ TEMPAT HIDUP BERSAMA SECARA RUKUN DAMAI, AMAN SENTOSA DAN SEJAHTERA.”
WANUA KIOWA didirikan oleh WALI’AN LA’UN DANO bersama AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA.
*** Berdirinya WANUA KIOWA ditandai dan dibuktikan dengan beberapa TOY-TOUW dan TU-MO-TOWA yang bertebaran disekeliling Wanua Kiowa antara lainnya di Pa-wowong-en, R’kos i Songkel dan disekitar LA-LANDANG-AN (sekarang dikenal dengan perkebunan Kurungan dan Simbel) disebelah Timur, sondek Aret membentang ke barat sampai di Pa-raran-en.
*** Pada mulanya La-landang-an digunakan dan diperuntukkan untuk di jadikan sebagai tempat penghukuman dan kurungan (PI-NEKU’AN) bagi Roh-roh Jahat maupun Para Penjahat yang dijadikan sebagai tumbal berdirinya Wanua Kiowa oleh Wali’an La’un Dano.
*** Konon menurut ceritera ada sembilan (SIOUW) TOY TOUW dan SIOUW TUMO-TOWA yang ditempatkan mulai dari unjung timur sampai di unjung barat Ambar Wanua Kiowa, namun yang tersisa hanya beberapa buah.
*** TOY TOUW dan TUMO-TOWA yang pertama dibuat dan ditanam langsung oleh WALI’AN LA’UN DANO terletak di La’idong.
*** Penempatan Siouw Toy Touw dilakukan secara bertahap dengan perhitungan setiap tahap selama maka-sio-siouw atau SIOUW NGA-TA’UN LU-MEPET MA-KA-SIOUW WO LU-MEPET SIOUW (kurang lebih 9 x 9 tahun x 9 tahap).
*** Tahapan penempatan Toy Touw, dilakukan sesuai dengan perkiraan bahwa seorang manusia mencapai sebutan sebagai PURU’NA IN TOUW pada usia 81 tahun.
*** Pentahapan penempatan Toy Touw dimaksudkan juga sebagai pertanda tingkatan sembilan generasi besar Kiowa atau SIOUW NGA-LEPET TA-RANAK WANGKO’ ING KA-SENDUK-AN KIOWA.
*** Sebagai tancapan dan batu dasar berdirinya Wanua Kiowa ,dibuatlah ‘TUNDEK’ won ‘SENDI’ im Banua (Pancangan dan batu dasar Pemukiman), yaitu WATU-TU-MO-TOWA SENDANG-AN diunjung sebelah timur WANUA dan WATU TU-MO-TOWA TA-LICUR-AN diunjung sebelah barat Wanua.
Penempatan dua batu Tu-mo-towa diunjung Timur dan Barat pemukiman, mengikuti arah terbitnya dan terbenamnya Matahari.
*** TAWA’ANG PO-TEIR ditanam ditengah-tengah dan didelapan penjuru mata angi pemukiman.
TAWA’ANG PO-TEIR adalah pelindung atau pemagar supaya terhindar dari serangan marabahaya atau malapetaka dan musibah.
2. MASYARAKAT KA-SENDUK-AN KIOWA.
Paham hidup Ka-senduk-an yang dianut masyarakat Ka-senduk-an Kiowa, adalah suatu paham kehidupan yang percaya tentang kebahagian , baik didunia yang fana (KA-YO’BA’AN) maupun di alam yang baka (O-OMBA’AN).
Ka-senduk-an berarti kehidupan yang rukun dan damai, tenteram, dan sentosa, adil makmur dan sejahtera, bahagia rohani dan jasmani.
Paham Ka-senduk-an itu diajarkan oleh Wali’an La’un Dano, kepada masyarakat Ka-senduk-an.
Para pemukim yang pertama-tama mendiami Wanua Kiowa, adalah “orang-orang yang hidup bersama, secara rukun dan damai”, sesuai dengan “paham hidup Ka-senduk-an.”
Menurut para penutur tua bila diartikan secara mendalam dan luas, makna kata “Kio-wa” yang terdiri dari dua suku kata, memiliki pengertian yang sama dengan “hidup bersama, rukun damai” (konon kata Kiowa berasal dari dua suku kata dari suatu bahasa tua, yang konon diperkirakan kemungkinan besar berasal dari bahasa Jepang, yang oleh para leluhur dikenal dengan sebutan negeri Amian).
*Pada tahun 1991 dua orang teknisi Jepang (karyawan pabrik mesin rokok JAPAN TOBACCO dari Tokyo yang meng-instal/merakit mesin Pabrik Rokok Kretek KIR “MANDALA” yang dibeli dari JAPAN TOBACCO, menjelaskan bahwa dalam bahasa Jepang “KYO-WA” berarti “hidup bersama, rukun dan damai).
Paham hidup Ka-senduk-an, adalah suatu paham yang mengajarkan tentang kebahagiaan rohani dan jasmani.
Dalam semangat kebersamaan dan rasa solidaritas serta kekeluargaan, mereka membentuk suatu komunitas Masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
Komunitas masyarakat yang pertama itu, adalah keturunan dari TA-RANAK I APO’ AMUT E WEWENE WO SI APO’ TU’UR E TUAMA, yang dipimpin langsung oleh WALI’AN LA’UN DANO.
Untuk membentuk suatu masyarakat yang hidup dengan paham Ka-senduk-an , Wali’an La’un Dano, memberikan contoh dan teladan, dengan mengajarkan kepada masyarakat, tentang adat istiadat, tradisi serta norma-norma dan kaidah-kaidah kehidupan Ka-senduk-an.
Dibawah bimbingan, binaan, didikkan dan ajaran dari Wali’an La’un Dano, masyarakat Ka-senduk-an Kiowa mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang luas tentang kehidupan Ma-ando.
Ma-palus adalah paham yang mengajarkan tentang kehidupan yang berazaskan kekeluargaan, kebersamaan dan solidaritas.
Ilmu dan pengetahuan tentang kehidupan Ma-ando disebut “TICOY-NA IN TO-TOUW-AN MA-ANDO” yang berarti “Pola Hidup Ma-ando”, yang bersumber dari filosofi pemikiran luas tentang arti kata “ANDO”, yang secara harafiah berarti “KEBERSAMAAN atau SOLIDARITAS”.
“MEM-PA-ANDO-AN” memiliki arti kata dan pengertian yang sangat dalam dan luas, sebab apabila kata ini digunakan sebagai perumpamaan atau kiasan, maka artinya dapat diterjemahkan dalam pengertian yang sangat luas dan dalam isi dan maknanya, yaitu :
“ MEM-BEM-BEAN”
yang berarti
“SALING MEMBERI DAN SALING MENERIMA”
“Saling memberi dan saling menerima” dapat dikembangkan lagi dengan pengertian, saling menolong (men-tun-tulung-an), saling membantu (men-sen-sembong-an), saling mencintai (meng-geng-genang-an), saling mengasihi (me-upu-upus-an), saling menyayangi , saling menopang (men-ton-tombol-an), men-tan-tawang-an, ma-sawa-sawang-an, ma-le’o-le’os-an, saling kerjasama, saling percaya (ma-ema-eman-an), dll. Sehingga dengan dasar saling memberi dan saling menerima serta pengertian luas, maka masyarakat Ka-senduk-an dapat hidup dalam iklim “kebersamaan” atau “solidaritas” atau “gotong royong” yaitu”MA-ANDO”.
Masyarakatnya hidup rukun, aman, damai dan sentosa serta berbudi luhur, berkpribadian, berakhlak serta berprilaku sopan santun, tertata rapih dan teratur.
Mereka bekerja dengan penuh semangat, bergairah, rajin, ulet, tabah, tekun, sabar, telaten, trampil, cekatan serta penuh kesungguhan, keyakinan dan tanggung jawab untuk keperluan serta kebutuhan kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup keluarganya.
Dalam suka dan duka, susah dan senang mereka hidup dalam kebersamaan serta tolong menolong dalam melakukan apa saja yang perlu dikerjakan bersama .
Masyarakatnya sangat menjunjung tinggi norma-norma hidup MA-ANDO sesuai ajaran leluhurnya.
Mereka membangun dan membuat saluran irigasi, jalan -jalan serta mendirikan bangunan-bangunan dan mengolah kebun bersama-sama serta mengelola usaha-usaha kemasyarakatan secara Ma-ando.
Perkebunan dan mata pencaharian lainnya dikelola dan dikerjakan secara bersama-sama dengan semangat ringan sama di jinjing dan berat sama dipikul sesuai dengan prinsip ma-palus mem-palus-an yang berarti saling menumpahkan/menuangkan/membagikan, sebagai salah satu bagian ajaran dari paham Ma’ando).
Hutan dirombak bersama-sama untuk dibuat kebun ladang, tanah yang memiliki persediaan air cukup diolah untuk dijadikan sawah.
*** Timbukar (Waruga) sebagai pekuburan dan tempat menyimpan pusaka dibangun disebelah
barat pemukiman .
*** Itulah sebabnya, sudah menjadi kebiasaan, apabilah seseorang meninggal dunia, disebut dengan istilah “PA-AKOM”, walaupun nantinya akan dikebumikan disebelah timur.
*** Perkebunan terletak juga dibagian barat pemukiman, karena hamparan dataran dan lembah luas yang memiliki banyak daerah aliran sungai dengan air berlimpah-limpah membujur dari timur ke barat dan dari utara ke selatan dibagian barat pemukiman, sedangkan bagian timurnya dibentengi oleh gunung Lengko’an dan Wa-wona.
*** Itulah pula sebabnya, menjadi kebiasaan masyarakat Kiowa, kalau mau mencari pekerjaan atau sumber penghasilan untuk keperluan hidup, biasanya disebut MA-NGERE KA-AKOAN, karena sumber penghidupan berada di sebelah barat.
*** Apabila tidak memperoleh hasil disebut EYPE’ WANA KI-NA-ICO-AN artinya belum ada hasil yang akan dibawa ke timur yaitu pemukiman.
*** Kalau tidak ada atau belum ada pekerjaan dikatakan EYPE’ WANA atau CA-WANA KA-AKO-AN.
Kegiatan keagamaan dan kesenian serta olah raga dilaksanakan sesuai dengan tradisi dan adat istiadat para leluhur.
Kemakmuran dan kesentosaan makin bertambah-tambah dari hari kehari, meliputi kehidupan dari para turunan Apo’ AMUT e Wewene dan TU’UR e TUAMA yang dipimpin oleh WALI’AN LA’UN DANO.
Perluasan pemukiman memacu perluasan perkebunan dan pertanian kedaerah sekitarnya untuk memenuhi keperluan lahan perkebunan dan pertanian masyarakatnya.
Bertambah luasnya lahan perkebunan dan pertanian menambah penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Hasil pertanian dan perkebunan meningkat terus dari hari kehari, dimana padi , jagung, umbi-ubian, sayaur- mayur, rempah-rempah dan hasil bumi lainnya melimpah ruah.
Kerajinan tangan serta pertukangan, pandai besi, ketrampilan dan keahlian khusus, menghasilkan para tukang dan ahli-ahli membangun rumah, membuat kerajinan tangan seperti periuk, alat dapur dan perlengkapan rumah tangga, persenjataan dan lain-lain.
Ketrampilan untuk membentuk dan mengukir maupun menggambar dikembangkan terus, menghasilkan patung-patung serta ukiran maupun lukisan yang digunakan sebagai hiasan dirumah maupun ditempat yang diperlukan.
Kesejahteraan masyarakat makin hari makin mapan, karena pengaturan dan pelaksanaan pola hidup ma-ando Ka-senduk-an di jalankan dengan sebaik-baiknya.
Barter dan pertukaran barang antara penduduk dan masyarakat makin hari makin ramai, karena masing-masing penduduk memiliki kebebasan untuk mengelola serta menanam atau melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta ketrampilannya, sehingga produksi yang dihasilkan berbeda-beda dan beraneka ragam serta jenisnya.
Apabila salah seorang membutuhkan sesuatu yang tidak dimilikinya, maka cukup dengan menukarkan barang yang ada padanya dengan yang dimiliki oleh orang lain secara mupakat.
Sarana dan fasilitas untuk kepentingan umum disiapkan sesuai kebutuhan masyarakat.
Konon masyarakat Ka-senduk-an Kiowa sudah terbentuk saat Wali’an La’un Dano menghilang secara misterius serta Amut e wewene dan Tu’ur e Tuama wafat pada usia “ma-atus-atus ta’un, am pa’pa’an sera karu ki-namang i Ca-suru-an, ane karu’ pi-naka lowi-lowir eng ka-touw-an era”(beratus-ratus tahun , karena mereka diberi usia dan hidup yang panjang sekali).
3. PEMEKARAN PEMUKIMAN
Sepeninggalnya Apo’ AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA serta WALI’AN LA’UN DANO, kehidupa di Wanua Kiowa tetap berada dalam suasana kehidupan yang rukun damai, makmur, sejahtera dan tenteram sentosa.
Kehidupan rohani dan jasmani dipenuhi kabahagiaan karena semua keperluan hidup tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam sekitar dan diperoleh dengan mudah.
Perkembangan dan kemajuan diseluruh sektor kehidupan berkembang dengan pesat, sehingga mereka dapat menikmati kelimpahan dan kepuasan dalam segala-galanya.
Berbarengan dengan perkembangan dan kemajuan yang dicapai masyarakat, ledakan pertumbuhan penduduk tak dapat dibendung, karena kawin mawin terus menerus dari hari kehari antara masyarakat Ka-senduk-an Wanua Kiowa, menyebabkan populasi penduduk makin berlipat ganda.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan itu, populasi turunan AMUT E WEWENE dan TU’UR E TUAMA berkembang dengan drastis sekali dan bertambah banyak terus menerus dari hari kehari, sehingga keadaan pemukiman makin hari makin sempit dan padat.
Areal pemukiman makin hari makin sempit dan tidak cukup luas lagi untuk ditempati oleh penduduk yang sudah begitu banyak.
Masyarakat memerlukan lahan yang cukup serta memadai dan seimbang dengan jumlah penduduk yang ada untuk pemukiman maupun lokasi pembangunan sarana dan fasilitas pendukung, termasuk bangunan serta lapangan tempat berkumpul dan tempat pelaksanaan pesta rakyat.
Mempertimbangkan kemungkinan ledakan penduduk dimasa mendatang, timbulah ide-ide baru untuk menambah dan memperluas lokasi pemukiman.
Atas dasar musyawarah dan mupakat para Wali’an dan Tona’as serta Tua-Tua, disepakati bahwa perluasan pemukiman diarahkan ke sebelah barat bagian pemukiman pertama, yaitu:
1. Sekitar hutan LANA.
Hutan Lana menjadi pilihan pertama, karena lokasi itu cukup ideal, sebab keadaan tanahnya cukup datar dan luas serta dikelilingi oleh sungai dan sumber air yang cukup banyak.
Lana adalah sejenis tumbuhan atau pohon yang mengandung geta yang gatal baik kayunya maupun daunnya.
**** ( Itulah sebabnya hutan itu dikenal dengan sebutan T A L U N L A N A).
2. Daerah bagian timut WATU TU-MO-TOWA TA-LICUR-AN.
Disepakati pula untuk melakukan pemekaran dan menambah serta memperluas lokasi pemukiman kearah barat, sampai di WATU TU-MO-TOWA.
Sebelum perombakan hutan, diadakan upacara ritual yang dipimpin Wali’an Wangko’ im Banua Kiowa, untuk mohon berkat serta kekuatan dan petunjuk maupun perlindungan bagi seluruh lapisan masyarakat dan tempat pemukiman.
Setelah diadakan upacara-upacara tradisional sesuai ajaran para leluhur , dilakukan perluasan lokasi pemukiman, mulai dari hutan LANA sampai di WATU TU-MO-TOWA TA-”LICUR”-AN.
Dengan perluasan pemukiman itu, maka WANUA KIOWA sekarang membentang luas dari timur ke barat, mulai dari bagian timur Talun Lana dibawah kaki gungung Lengko’an sampai di sebelah timur Watu Tu-mo-towa yang tidak berjauhan dengan Teka’an i Songkel dan Li’cir La’un Dano, membujur dari utara keselatan dari Royong-an Ro’kos I Songkel sampai Rano Wangko’.
Mereka bergotong royong menebang hutan yang banyak di tumbuhi LANA dan menata lokasi pemukiman secara rapih dan teratur, sesuai dengan prinsip/paham “ pola hidup MA-ANDO “.
Setelah penataan pemukiman yang sudah diperluas ke hutan Lana sampai di Watu Tumo-Towa Ta-licur-an, maka secara “ma-palus” mereka membuat rumah dan dapur, menggunakan tiang kayu kowal serta kayu wasian, dinding kulit pohon wanga serta atap daun simbel dan tewasen atau na’kel, terutama juga dari bahan bambu melulu yang dibangun secara artistik dan indah.
3. LANA DAN TUMO-TOWA
Dari hari kehari perkembangan dan kemajuan Wanua Kiowa makin bertambah, sehingga mempengaruhi kegiatan terutama pula petugas dan personil serta pemimpin spiritual , pemerintahan dan bidang-bidang kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Kegiatan-kegiatan rutin kemasyarakatan serta upacara ritual dan spiritual yang tak putus-putusnya, menimbulkan kesibukan dan kepadatan acara serta kegiatan para Tona’as, Wali’an, maupun Teterusan dan Ki’iten-Ki’iten im Banua Kiowa.
Karena kesibukan serta kepadatan acara itu, maka masyarakat merasakan kekurangan pelayanan, yang disebabkan oleh kurangnya serta terbatasnya aparat pelaksana dan pimpinan.
Perencanaan dan pengaturan rencana kerja serta pekerjaan maupun tugas dan realisasi pelaksanaannya diatur sesuai dengan prinsip-prinsip MA-ANDO.
*** Memperhatikan pertumbuhan dan pertambahan populasi penduduk yang makin hari makin banyak,serta mempertimbangkan adanya kesulitan jangkauan komunikasi dan koordinasi serta pengawasan dalam pengelolaan pemerintahaan yang areal lokasi pemukiman sudah terlalu luas, maka untuk melancarkan serta menciptakan kemudahan pengelolaan roda pemerintahan dan kepemimpinan masyarakat Ma-ando Ka-senduk-an Kyowa, atas dasar musyawarah dan mupakat bersama para Tua-tua Adat dan Ki’iten im Banua Kiowa diambil kebijaksanaan dan keputusan untuk membagi WANUA KIOWA dalam RUA RO’ONG.
*** WANUA KIOWA dibagi menjadi RUA RO’ONG, yaitu RO’ONG LANA dan RO’ONG TUMO-TOWA.
Itulah asal usul RO’ONG LANA dan RO’ONG TUMO-TOWA.
*** Walaupun sudah diperluas dan dimekarkan menjadi dua, Ro’ong Lana dan Tu-mo-towa, namun nama WANUA KIOWA tetap dipertahankan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk seluruh lokasi pemukiman.
*** Status Wanua Kiowa, diubah menjadi pusat komunitas dan kegiatan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa dan mengkordinir seluruh aktivitas kepemimpinan dan pemerintahaan serta kegiatan kegiatan masyarakat di Ro’ong Lana dan Ro’ong Tumo-towa.
*** Ro’ong Lana dan Ro’ong Tumo-towa menjadi wilayah sendiri-sendiri yang memiliki struktur pemerintahaan dan kepemimpinan serta kegiatan usaha masing-masing secara sendiri-sendiri tetapi tetap tunduk dan dibawah koordinasi para To’naas dan Wali’an Wanua Kiowa.
4. DINAMIKA KEMAJUAN
Setelah dimekarkannya WANUA KIOWA menjadi RO’ONG LANA dan RO’ONG TUMO-TOWA, komunikasi dan hubungan kekeluargaan serta persaudaraan sebagai warga masyarakat Ka-senduk-an Kyowa tetap berjalan seperti sediakala.
Kerukunan, kedamaian, ketenteraman dan kesentosaan tetap mewarnai kehidupan serta persatuan dan kesatuan keluarga masyarakat Ka-senduk-an Kiowa di kedua Ro’ong Lana dan Tumo-towa.
Penerapan dan pelaksanaan tradisi leluhur serta petunjuk maupun petuah dan aturan-aturan serta pola hidup MA’ANDO yang berazazkan kebersamaan dan solidaritas serta gotong royong yang diajarkan oleh WALI’AN LA’UN DANO memberikan hasil yang sangat berdaya guna dan bermanfaat, menyenangkan dan memuaskan bagi seluruh sektor kehidupan masyarakat turunan AMUT e WEWENE dan TU’UR e TUAMA.
Penghidupan masyarakanya dari hari kehari berkembang dan meningkat terus sesuai dengan penghasilan yang mereka peroleh dari kerja ulet, tekun, semangat keras dan rajin.
Pengalaman hidup mereka menjadikan mereka secara bertahap mengalami dan merasakan serta memahami arti dan tujuan hidup, sehingga mereka menjadikan pengalaman itu sebagai dasar pengetahuan yang menjadi pedoman bagi mereka dalam menjalani hidup, hal itulah yang merupakan inspirasi “ dinamika kemajuan berpikir dan pengembangan kreasi serta motivasi, dalam mengikuti perkembangan zaman.”
Keperluan dan kebutuhan hidup rohani dan jasmani selalu terpenuhi.
Upacara ritual religius dilakukan dengan khusyuk, hikmat semarak dan sakral.
Hasil bumi, pertanian dan peternakan melimpah ruah dan melebihi kebutuhan hidup sehari-hari.
Hasil hutan dan binatang buruan maupun ikan-ikan di sungai-sungai dan telaga tak terhitung banyaknya.
Ma-ka-pulu’-pulu’ sama’ dan pesta rakyat akbar yang menampilkan atraksi-atraksi kesenian olah raga dan perlombaan serta pertandingan dalam bermacam bentuk dan ragamnya seni budaya tradisional dilakukan dengan sangat meriah.
Pergaulan dan hubungan antar penduduk WANUA KIOWA mulai berobah sesuai perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh situasi dan keadaan yang didorong oleh kemajuan berpikir serta kepentingan keinginan dan pendapat yang beraneka ragam.
Kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam berbagai macam bentuknya menyebabkan perobahan pola berpikir dan gaya hidup serta selera masyarakat WANUA KIOWA menjadi berkembang lebih maju dan dinamis.
5. A-MICO-NA WO SE A-MAKO-NA
Dinamika perkembangan dan kemajuan WANUA KIOWA dalam seluruh sektor kegiatan hidup dan bermasyarakat, bertumbuh secara drastis.
Perkembangan dan kemajuan itu didukung oleh munculnya tokoh-tokoh yang berjiwa dan berpikiran dinamis, yang dibentuk oleh perkembangan situasi dan kondisi kemajuan peng hidupan serta pengetahuan dasar yang sudah ditanamkan para leluhur yang ditempah pula oleh pengalaman serta peristiwa-peristiwa dan tantangan ditengah pergumulan hidup sehari-hari yang penuh keaneka ragaman dan variasi, membuat masyarakatnya semakin maju dalam berkreasi dan berpikir untuk kemajuan masyarakat.
Pengalaman hidup sehari-hari membuat para tokoh-tokoh masyarakat menjadi pemimpin yang handal dan profesional sesuai bidang dan kemampuannya masing-masing.
Namun kemajuan yang membentuk orang-orang menjadi pinter, kaya, berpengaruh dan berkuasa serta disegani, menciptakan kesombongan dikalangan tertentu, terutama dikalangan orang-orang yang ambisi pribadinya tinggi serta tergila-gila pada kekuasaan, mabuk hormat dan pujian.
Perkembangan dan perobahan pola hidup masyarakat WANUA KIOWA itu, menimbulkan perasaan sombong dan angkuh dikalangan tertentu, bahkan persaingan merebut pamor dan pengaruh serta simpati masyarakat antara satu dengan yang lain menjadi-jadi, sifat manusiawi ini sangat mempengaruhi tatanan masyarakat yang saat itu mulai menapak kemajuan bepikir dan berkreasi.
Orang-orang yang merasa terpandang , lebih kuat, lebih berkuasa dan lebih pandai, ingin melakukan dominasi dan pengendalian segala kegiatan dalam masyarakat, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat dan keinginan antara pihak-pihak yang bersaing.
Akibat persaingan dan perebutan pengaruh dikalangan masyarakat, maka ambisi pribadi serta keinginan mengutamakan dan memaksakan kehendak sendiri, menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran yang bertentangan dengan hukum adat maupun kebiasaan , maupun tindakan-tindakan yang mulai tidak terkontrol dan terarah, karena sudah lari dari ajaran para leluhur.
Adanya perbedaan paham dan keinginan yang sudah menimbulkan pertentangan terbuka dan terselubung, sangat memprihatinkan para Tua-tua Adat, sehingga mereka mengupayakan usaha untuk membuat pihak-pihak yang berselisih untuk rujuk kembali, namun pihak-pihak yang berselisih sulit dipertemukan dan seringkali tidak konsisten dengan kesepakatan bersama yang sudah di capai.
Pelanggaran kesepakatan itu memicu dan memperuncing perbedaan pendapat dan keinginan masing-masing pihak.
Sangat disayangkan bahwa yang menjadi korban pertentangan adalah kalangan masyarakat kecil.
Pemimpin-pemimpin yang terlibat dalam pertentangan tidak terang-terangan menonjolkan diri, karena takut kehilangan muka ditengah percaturan dan perebutan pengaruh serta kekuasaan.
Pemimpin-pemimpin itu hanya menggunakan oknum-oknum yang suka diperalat untuk melakukan intrik, intimidasi bahkan teror yang meresahkan masyarakat.
Perselisihan dan pertentangan itu bagaikan api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa membakar persatuan dan kesatuan masyarakat.
Usaha-usaha Tua-tua Adat mempertemukan yang berselisih sering gagal, karena adanya ambisi dan kepentingan - kepentingan pribadi dari orang-orang yang bersaing.
Masyarakat Ro’ong Lana dan Tumo-towa, pada hakekatnya masih terikat dalam persekutuan ikatan persatuan dan kesatuan masyarakat Wanua Kiowa.
Ikatan kekeluargaan serta hubungan tali persaudaraan masyarakat Lana dan Tumo-towa , dikalangan masyarakat masih hidup dan terpelihara rapih, namun dikalangan penguasa tertentu serta kalangan oportunis sengaja dikaburkan.
Perebutan pengaruh dan pamor dikalangan orang ambisius menyebabkan retaknya hubungan kekeluargaan dan persaudaraan dikalangan masyarakat.
Akibat kompetisi tidak sehat antara pentolan-pentolan ambisius baik di Ro’ong Lana dan Tu-mo-towa, yang menyebabkan perbedaan pendapat dan pertentangan yang berkepanjangan , menimbulkan dua blok besar dikalangan masyarakat Kiowa.
Masyarakat Lana yang berada disebelah timur oleh sementara pihak diajak menjadi satu blok dan masyarakat disebelah Barat oleh sekelompok masyarakat diajak pula membentuk satu komunitas atau blok, sehingga timbulah dua blok besar yang menamakan dirinya :
A-MICO-NA atau BLOK TIMUR yaitu yang bermukim di pemukiman pertama diunjung timur dan sekitar hutan lana menamakan diri Walak “ LANA” sesuai dengan nama Ro’ong Lana.
A-MAKO-NA atau BLOK BARAT yaitu yang bermukim disebelah bagian barat perkebunan Lana sampai di Watu TUMO-TOWA, menamakan diri Walak TUMO-TOWA , sesuai dengan nama Ro’ong TUMO-TOWA.
( Seharusnya istilah A-MICO-NA dan A-MAKO-NA tidak muncul atau tidak ada sama sekali apabila seluruh lapisan masyarakat tetap kompak dan bersatu).
*** Pada hakekatnya timbulnya blok-blok serta kelompok-kelompok dalam masyarakat itu, merupakan dinamika suatu masyarakat yang sudah berkembang maju , namun ada sisi positip dan sisi negatip yang sangat bertentangan, sehingga dinamika dalam peri kehidupan masyarakat itu, mengandung nilai-nilai yang bermuatan perbedaan dalam tanggapan dan penafsiran nya oleh pihak-pihak yang terlibat dalam dinamika kemajuan itu, sesuai dengan kepentingan dan jalan pemikirannya.
*** Itulah yang menjadi sebab musabab kerenggangan yang berkembang menjadi keretakan yang menjurus kearah perpecahan antara masyarakat Wanua Kyowa yang berdiam disebelah timur dan sebelah barat.
Adanya penyimpangan-penyimpangan dari prinsip-prinsip persatuan dan kesatuan dan kesatuan masyarakat WANUA KYOWA, menyebabkan masyarakat tidak tenteram dan kacau balau sehingga menyebabkan kehidupan yang tidak teratur.
Kesombongan dan keangkuhan mewarnai kehidupan masyarakat tertentu yang sudah mapan.
Intrik dan intimidasi untuk memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kyowa mulai merajalela di sebabkan oleh ambisi dan kepentingan pribadi.
Pamer dan penonjolan pribadi mulai berkembang menjadi suatu mode unjuk kekuasaan, kekuatan dan kemampuan.
Polemik dan kontradiksi akibat perbedaan pendapat, keinginan serta tujuan, makin memperuncing perselisihan dan pertentangan.
Pamer kemampuan dan harga diri yang berlebihan makin menonjol, sehingga menciptakan kesenjangan antara yang terpandang dengan yang tidak terpandang.
Suasana keangkuhan dan kesombongan yang mewabah dikalangan ambisius dan oportunis yang mencari kesempatan untuk mengeruk keuntungan pribadi melalui cara mengail di air keruh dalam suasana konflik dan pertentangan antara beberapa kelompok, mempertajam perbedaan paham dan perseteruan.
Masing-masing ingin menonjolkan kemampuan dan kelebihan serta kepintaran, sehingga makin memperlebar jurang pemisah antara masing-masing kelompok.
Konflik terbuka tak terelakkan lagi, perselisihan dan pertentangan mulut mulai mengarah pada pertentangan fisik.
Dalam perebutan seorang gadis cantik sering terjadi pertengkaran mulut yang akhirnya menjurus pada perkelahian.
Disaat itu mulai banyak orang yang melakukan perbuatan maksiat, pesta pora yang berlebihan, mabuk-mabukan dan kejahatan-kejahatan lainnya.
Pertentangan yang disebabkan oleh selisih paham dan beda pendapat dapat menimbulkan perkelahian antar pribadi.
Perkelahian antar pribadi dapat berkembang menjadi perkelahian antar kelompok besar dan kecil, bahkan antar walak.
Adanya perkelahian itu sering menimbulkan pertumpahan darah, bahkan sekali-kali menyebabkan korban jiwa.
Apalagi perbantahan dikalangan elit politik yang ambisius dan hanya mengutamakan kepentingan pribadi, tidak dapat menghindarkan pertentangan karana sering menghasut perseteruan yang sering menimbulkan perkelahian.
Puncak perselisihan itu, berakibat terpecahnya persatuan dan kesatuan antara masyarakat WANUA KYOWA.
Keretakan dan perpecahan dikalangan masyarakat sebenarnya didalangi oleh oknum-oknum ambisius dan oportunis, karena pada hakekatnya sebagian besar masyarakat tidak menginginkan pemisahan, namun kekuatan pengaruh blok-blok yang sudah terbentuk ditengah masyarakat lebih kuat mengendalikan suasana.
Akibat ketidak satuan bahasa dan keinginan akahirnya blok-blok yang sudah ada memicu munculnya kerenggangan yang berkembang menjadi keretakan bahkan perpecahan dikalangan masyarakat WANUA KYOWA.
6. WABAH SAMPAR
Setelah perpecahan itu. perkembangan serta hal-hal baru makin menjadi-jadi, kehidupan masyarakat makin hari makin semrawut, perseteruan, persaingan dan perebutan pengaruh serta kekuasaan makin menonjol kepermukaan.
Kedengkian dan iri hati, berkecamuk dimana-mana, karena ketidak senangan melihat kemajuan yang dicapai oleh salah seorang anggota masyarakat atau kelompok tertentu.
Masing-masing berlomba-lomba mengejar kekayaan dan harta benda untuk dapat menyaingi orang lain, karena tidak mau dianggap lebih rendah derajat dan martabatnya.
Kepintaran, keahlian, ketrampilan serta kemampuan pengetahuan seseorang, terutama kekayaan dan harta benda, kekuatan serta pengaruh, sekarang mulai dijadikan takaran dan ukuran untuk menilai kemampuan dan kelebihan seseorang.
Segala cara dan kesempatan untuk menumpuk harta dan kekayaan dilakukan, baik dengan persaingan sehat maupun cara-cara yang agak bersifat kurang dijiwai oleh rasa persaudaraan dan kekeluargaan atau sebagai sesama warga masyarakat Kyowa.
Praktek-praktek ma-palus sebagai salah satu bagian atau bentuk kerja-sama berdasarkan paham/pola hidup “ma’ando”, masih tetap dilasanakan , tetapi sudah terpilah - pilah dalam kelompok dan blok-blok yang lebih kecil, tidak seperti pada awal penerapan Pola Hidup Ma’ando, dimana seluruh lalpisan masyarakat terlibat dalam satu kesatuan untuk melaksanakan semua pekerjaan bersama.
Walaupun sudah terpisah-pisah, tetapi kemakmuran masih tetap dinikmati masyarakat, bahkan lebih berkembang lagi karena adanya usaha untuk bersaing dalam menumpuk harta dan kekayaan, sehingga semua pihak saling berlomba dan bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan.
Roda perekonomian semakin maju sebab akibat kompetisi untuk menonjolkan kelebihan dan kemampuan, maka pemimpin-pemimpin dari walak Lana dan walak Tumo-towa yang sudah terpisah kepemimpinannya menganjurkan dan mengajak warganya agar supaya bekerja lebih ulet dan lebih keras supaya tidak disaingi dan dikalahkan oleh salah satu blok lainnya. Pada hakekatnya, kompetisi dan persaingan ini ada segi positipnya, tetapi sayangnya banyak juga segi negatip yang ditumbulkannya.
Kepemimpinan dan pemerintahaan Ro’ong Lana dan Ro’ong Tumo-towa, masih saling berhubungan, walaupun ada pribadi-pribadi yang lebih mengutamakan kepentingan pamor dan pengaruh pribadi untuk merebut kendali dan kekuasaan.
Cara hidup liar dan tidak terarah serta pesta pora yang gila-gilaan dan mabuk-mabukan mengakibatkan kehidupan tidak teratur yang mengganggu kesehatan yang berkembang menjadi penyakit serta wabah sampar terutama penyakit gatal-gatal yang berjangkit dikalangan masyarakat.
Oleh sementara orang timbulnya wabah sampar dan penyakit itu dianggap sebagai hukuman dari Amang Ka-suru-an dan Apo’-Apo’.
Masyarakat LANA dan TUMO-TOWA diliputi perasaan takut, panik dan menyesal atas perbuatan-perbuatan mereka yang menyebabkan angkara murka dari Empung Wailan Ka-suru-an Wangko’ dan APO’-APO’.
Mereka berembuk dan bermusyawarah untuk mengatasi masalah dan kesulitan yang mereka hadapi serta bersepakat untuk mengadakan pertemuan antara Tua-Tua Adat dan Ki’iten-ki’iten im Banua Lana dan Tumo-towa.
Masing-masing pihak menyadari kelemahan, kekurangan serta kekeliruan dan kesalahan yang dilakukan di masa-masa yang lalu, sehingga mereka bersepakat dan bertekad untuk merobah segala-galanya dan mengadakan rekonsiliasi dan rujuk secara utuh.
Untuk menghindari pertentangan yang berlarut-larut, maka Tua-Tua Adat yang melihat situasi yang kurang menguntungkan keutuhan persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kyowa, mengambil inisiatip untuk mempertemukan kedua kelompok yang berseteru.
Dalam pertemuan yang diselenggarakan sebagai forum musyawarah dan mupakat kekeluargaan, masing-masing pihak tetap mempertahankan keutuhan persatuan, namun dibalik itu ada pihak-pihak yang terlalu ambisius.
Kesepakatan-kesepakatan yang disetujui kedua pihak dalam musyawarah dan mupakat bersama, berjalan tersendat-sendat karena masing-masing pihak tidak konsisten melaksanakan isi kesepakatan bersama.
Kehidupan masyarakat belum normal seperti sediakala, perbuatan maksiat serta pelanggaran kaidah-kaidah dan norma-norma kehidupan yang sudah diajarkan para leluhur, masih tetap dilanggar , sehingga adanya perselisihan dan perseteruan antara pihak-pihak yang bersaing masih sangat menonjol.
Bala sampar belum dapat diatasi, sakit penyakit berjangkit dari satu orang kepada yang lainnya kemudian menjalar keseluruh lapisan masyarakat makin menjadi-jadi.
Keadaan perekonomian mulai lumpuh karena tenaga kerja untuk pengelolaan kebun dan usaha-usaha lainnya, sudah semakin berkurang disebabkan banyak dari antara mereka yang menderita sakit.
Perkebunan dan pertanian serta usaha-usaha lainnya banyak yang terbengkalai, tidak terurus serta tidak terawat, sehingga hasilnya sangat menurun, bahkan ada yang tidak menghasilkan.
Penderitaan penyakit yang luar biasa yang dibarengi dengan musim paceklik menambah kesusahaan yang diderita masyarakat .
Peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena yang berkecamuk ditengah masyarakat itulah yang menyadarkan mereka untuk bersatu kembali, kembali kepada ajaran leluhur.
Para Tona’as,Wali’an, Teterusan serta Ki’iten-ki’iten im Banua Kiowa, baik yang ada di Ro’ong Lana maupun di Ro’ong Tumo-towa berkumpul dan berembuk, masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan musyawarah dan mupakat akbar demi terciptanya kembali kerukunan dan kedamaian.
Pihak-pihak yang berseteru rujuk kembali, perbedaan dan perselisihan dihilangkan, rekonsiliasi dan perdamaina di tegakkan.
Sejak saat itu masyarakat Lana da Tumo-towa, kembali bersatu utuh dalam ikatan persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
Memperhatikan situasi dan kondisi serta keadaan kehidupan terutama pengaruh wabah sampar dan penyakit yang melanda masyarakat, maka tua-tua negeri mengambil kebijaksanaan mengusulkan kepada masyarakat untuk mencari jalan keluar dari persoalan yang mereka hadapi, terutama menghindari penyakit yang sudah menimbulkan banyak korban jiwa.
Hasil kesepakatan yang diambil oleh seluruh lapisanmasyarakat, untuk sementara waktu mereka harus mengungsi dulu ketempat yang lebih aman dan diharapkan jauh dari jangkauan wabah sampar dan penyakit, supaya para Wali’an dan Tona’as im banua Kiowa dapat “tu-mu’tul” (melakukan penyucian dan pembersihan) perkampungan Kiowa dari segala macam penyakit dan musibah atau malapetaka lainnya yang menimpah Wanua Kiowa.
Disepakati bahwa untuk sementara waktu masyarakat LANA dan TUMO-TOWA akan mengungsi ke TI-NINCAS-AN dekat perkebunan LA’UN DANO disekitar KENTUR MA-NEMBO.
7. MENGUNGSI KE TI-NINCAS-AN
Masyarakat Ro’ong Lana dan Tumo-towa yang sudah kembali bersatu secara utuh sebagai masyarakat Wanua Kiowa, yang sudah bersepakat untuk mengungsi ke Ti-nincas-an , saling bahu membahu dan tolong - menolong dalam mengemasi barang serta perlengkapan untuk mengungsi.
PENGUNGSIAN TI-NINCAS-AN.
Pengungsian TI-NINCAS-AN tersedia banyak tumbuh-tumbuhan, umbi-umbian serta buah - buahan dan binatang buruan yang dapat dijadikan makanan serta banyak terdapat air untuk keperluan sawah dan dikelilingi bukit-bukit yang membentengi para pengungsi sehingga mereka bisa hidup aman dan sentosa di tempat itu.
Pengungsian Ti-nincas-an meliputi perkebunan La’un Dano, Pisok, Ti-nincas-an, Nu’yung, dan Ma-go’go’.
Menyadari kekeliruan serta pelanggaran dan penyimpangan yang mereka lakukan di pemukiman Lana bertentangan dengan tradisi serta adat istiadat dan peraturan hidup yang diwariskan oleh nenek moyang, mereka sangat menyesal dan bertekad serta berjanji untuk bertobat dan berobah kelakuan mereka untuk hidup baru di pengungsian.
Sejak saat itu mereka kembali hidup sesuai dengan peraturan dan adat istiadat serta yang diajarkan oleh Wali’an La’un Dano dan nenek moyang mereka Apo’ Amut e We-wene serta Apo’ Tu’ur e Tuama, sehingga kemakmuran dan kebahagiaan serta ketenteraman dan kesentosaan meliputi kehidupan mereka kembali.
Daerah termpat pentungsian ini, sekarang dikenal dengan nama “TI-NINCAS-AN”(Asal kata “tincas”yang artinya lari atau mengungsi.
Ti-nincas-an dapat diartikan sebagai (Tempat pelarian atau pengungsian atau penyingkiran”, suatu tempat yang aman dari gangguan keamanan serta cocok untuk tempat pemukiman sementara maupun sebagai tempat pengungsian dan persembunyian).
Di Ti-nincas-an mereka bermukim selama bertahun-tahun tetapi berhubung kesehatan para pengungsi sudah pulih dan perkembangan populasi turunan Sang Putri makin hari makin banyak,merekapun sepakat untuk mencari tempat bermukim yang baru dan lebih luas karena turunan mereka dari hari kehari makin banyak.
8. BERPENCAR KEDELAPAN PENJURU MATA ANGIN.
Pemukim yang menetap di Ti-nincas-an menginginkan agar mereka mencari tempat pemukiman baru dan berpencar di beberapa tempat diseluruh penjuruh mata angin Tana’ Ka-senduk-an.
Keinginan berpencar ketempat lain disebabkan oleh karena ada sebagian dari mereka yang enggan atau takut kembali ke Ro’ong Lana dan Tumo-towa, yang pernah dilanda wabah sampar dan penyakit yang sangat mengerikan serta masih segar dalam ingatan dan menghantui terus perasaan mereka.
Mereka bersepakat mengirim utusan kedelapan penjuru mata angin tana’ Ka-senduk-an, bahkan ada yang merantau jauh kenegeri seberang (su-mengkot) untuk mengadakan peninjauan dan survey.
Para utusan menemukan banyak tempat-tempat yang mereka anggap memungkinkan serta layak dan memenuhi syarat untuk dijadikan selaku pemukiman..
Utusan-utusan itu kembali membawa berita masing-masing tentang keadaan tempat-tempat yang ditinjau dan disurvey oleh mereka.
Para Tona’as dan para Wali’an maupun Tua-tua Adat serta para Ki’iten im banua Kiowa, mengadakan musyawarah dan mupakat dengan seluruh lapisan masyarakat.
Kesimpulan dari musyawrah dan mupakat kekeluargaan menyepakati penyebaran pemukiman kemana-mana , tetapi tetap memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
Para pengungsi diberi kebebasan memilih kemana mereka akan bermukim sesuai dengan tempat-tempat yang diinginkannya, termasuk juga yang ingin kembali ke Ro’ong Lana atau Tumo-towa apabila mereka menginginkannya.
Mulai saat itu, turunan e Amut e Wewene wo si Tu’ur e Tuama ter-pencar-pencar kedelapan penjuru mata angin Ka-senduk-an.
Pada kenyataannya, untuk sementara waktu, pemukiman Lana dan Tumo-towa ditinggalkan sementara dan menjadi kosong, karena belum ada yang kembali kesana.
9. KINA-WANGKO’AN.
Dalam perjalanan kearah selatan salah satu utusan menemukan tempat diantara Gunung Soputan dan Gunung Empung, yang menurut pendapat serta pengamatan mereka sangat cocok untuk dijadikan pemukiman.
Tempat itu ditawarkan kepada masyarakat pengungsi dan ada sebagian yang ingin pindah kepemukiman itu.
Para Wali’an dan Tona’as Kiowa, yang berasal dari Ti-nincas-an yang berpindah kepemukiman di antara Gunung Soputan dan Gunung Empung, mendirikan (tu-mani’) pemukiman baru, yang kemudian mereka namakan KINA-WANGKO’AN ( Kemudian dan sekarang ini disebut KA-WANGKO’AN).
Situasi dan kondisi alam serta kekayaan alam dan lingkungan sekitarnya, memungkinkan masyarakat pemukim ditempat itu yang berasal dari Ti-nincas-an bertumbuh dan berkembang menjadi komunitas masyarakat yang besar,maju,makmur dan sejahtera ditempat pemukiman baru itu.
Di tempat pemukiman baru itu, kehidupan mereka berkembang dengan pesat dan makmur sekali, karena memiliki areal perkebunan dan perburuan yang memiliki satwa banyak, memiliki air yang cukup untuk persawahan serta ladang yang luas dan subur untuk bercocok tanam, sehingga mereka bertumbuh dan berkembang maju dalam hal penghidupan dan kegiatan kemasyarakatan serta usaha apapun, itulah asal usulnya, sehingga wanua itu dinamakan “KINA-WANGKO’AN”.
Namun cobaan masih tetap mengganggu terus ketentraman dan kebahagiaan hidup turunan Sang Putri yang sudah lama sekali bermukim di Kina-wangko’an, oleh karena Gunung Soput-an meletus secara dahsyat sekali.
Gunung Soput-an terkenal angker karena sering meletus dan meyemburkan batu yang keapi-apian, maupun lumpur panas yang mengerikan.
Batu-batuan serta lumpur pijar itu keluar dari “soput” atau saluran apabila penyumbat dibuka oleh Amang Ka-suru-an (sebagai hukuman apabila manusia berbuat dosa/kejahatan).
Letusan gungung itu menyemburkan batu-batu dan debu panas yang menimbuni dan memusnakan tanaman serta menimbulkan korban jiwa manusia dan hewan peliharaan.
Rumah-rumah kediaman dan benda apapun disekitar pemukiman Kina-wangko’an dan sekitarnya hancur berantakan bahkan ada yang menjadi rata dengan tanah.
Bencana alam akibat letusan gunung yang berulang-ulang dan berjalan selama berbulan-bulan itu, menyebabkan timbulnya kelaparan dan bala sampar serta penderitaan serta kesengsaraan.
Situasi itu menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta kepanikan yang mendalam sehingga penduduk Kina-wangko’an , melarikan diri keberbagai penjuru, termasuk salah satu kelompok yang mengungsi kembali ke Ti-nincas-an.
10. KEMBALI KEPEMUKIMAN KIOWA.
Sekelompok pengungsi yang berasal dari Kina-wangko’an (yang pada mulanya berasal dari Ti-nincas-an), yang melarikan diri dari bahaya letusan gunung Soput-an dan mengungsi kembali di Ti-nincas-an, dipimpin oleh orang-orang tua yang pernah mendengar cerita nenek moyang mereka, tentang Ti-nincas-an sebagai tempat yang dianggap aman untuk dijadikan tempat pengungsian.
(Para leluhur dan nenek moyang dari para pengungsi di Ti-nincas-an, yang berasal dari wanua
Kina-wangko’an, yang pada mulanya asli berasal dari Wanua Kiowa, sebab mereka adalah bagian dari warga Wanua Kiowa yang bermukim di Ro’ong Lana dan Tu-mo-towa yang mengungsi ke Ti-nincas-an saat wabah sampar melanda kedua pemukiman itu, tetapi tidak kembali ke Lana dan Tu-mo-towa, melainkan pindah ke Kina-wangko’an adalah tetap merupakan bagian dari turunan asli dari Apo’ Amut e We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuama).
Setelah mengungsi beberapa bulan di Ti-nincas-an, mereka merasa agak aman, sehingga mereka keluar dari Ti-nincas-an dan beralih ke arah Timur, pada suatu tempat disekitar MA-NEMBO yang sekarang dikenal dengan MA-WALE (Nim-awale).
(NIMA-WALE artinya bekas PEMUKIMAN atau PERUMAHAN, tempat ini sekarang telah menjadi perkebunan rakyat dan disebut MA-WALE).
Para pengungsi yang berasal dari Kina-wangko’an yang bermukim di Ma-wale membuat rumah dan membuka ladang serta membuat sawah untuk bercocok tanam.
Sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, para pengungsi melakukan perburuan , serta mencari lahan atau tempat bercocok tanam dan berkebun didaerah sekitar lainnya.
Dalam pengembaraan untuk berburu di bagian utara pemukiman mereka menemukan sarang dari burung-burung SONGKEL dalam jumlah yang sangat banyak dan disekitar tempat itu terdapat pula lahan pertanian yang cukup subur untuk dijadikan ladang dan sawah serta peternakan ikan karena banyak mata air yang berguna untuk pengairan.
(Karena daerah itu terdapat banyak burung SONGKEL, mereka menamakan tempat itu dengan nama PERKEBUNAN SONGKEL).
Melihat situasi dan kondisi daerah itu sangat cocok untuk perkebunan dan banyak di temukan satwa yang beraneka ragam, membuat para pengungsi merasa sangat tertarik untuk datang berulang ulang ketempat itu, baik untuk berburu dan bahkan mulai bercocok tanam di daerah itu, bahkan membuat lawi (dangau) sebagai tempat untuk berteduh dan beristirahat atau menginap bila mereka tidak kembali ke Ma-wale.
Kehidupan para pengungsi dari hari kehari makin baik dan mulai beradaptasi lagi dengan lingkungan baru dan sekitarnya.
Pertanian dan perkebunan dikembangkan terus menerus dan memberikan hasil yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Pertambahan anggota keluarga selama dipengungsian membuat komunitas pengungsi makin besar.
Perasaan ingin kembali kekampung halaman Kina-wangko’an di kaki gunung Soput-an dan berpindah ke perkebunan Songkel serta keinginan menetap bagi sebagian pengungsi mewarnai pendapat dan keinginan pengungsi.
Ditengah-tengah situasi dan keadaan serta perkembangan hidup para pengungsi, yang mulai rindu kembali ke Kina-wangko’an setelah bermukim sekian lama di Ni-mawale, para pemukim mengalami bencana alam luar biasa, karena pemukiman mereka di Nima-wale ditimpah jatuhnya watu TULUS (batu dari langit) atau batu-batu meteor.
Batu meteor yang jatuh pada lima lokasi di Nim-awale, jatuh juga di perkebunan - perkebunan lain yang meninggalkan bekas lobang-lobang (wileng).
Akibat jatuhnya batu-batu meteor itu, rumah-rumah serta mahluk (manusia serta binatang) dan tanaman - tanaman terbakar oleh api yang berasal dari pijaran WATU TULUS.
Mahluk dan tumbuhan yang selamat dari bencana alam adalah mahluk yang sedang berada di luar pemukiman dan tumbuhan yang berada jauh dari kebun atau lokasi Nimawale.
Pemukim yang luput dari bencana alam tersebut takut kembali ke Nima-wale lalu berusaha mencari pemukiman baru dan sebagian membuka pemukiman baru di sebelah Timur Nima-wale.
Dari antara korban bencana batu meteor yang berasal dari kaki gunung Soput-an yang melihat kegiatan gunung api Soput-an sudah meredah , banyak juga yang sudah rindu akan kampung halamannya,sehingga sebagian dari mereka ada yang kembali ke Kina-wangko’an di kaki gunung Soput-an untuk melihat keadaan kampungnya.
Karena merasa bahwa kegiatan letusan gunung Soputan sudah berhenti dan sudah aman, mereka ingin pulang dan menetap kembali ke Ka-wangko’an, karena itu ada sebagian dari antara mereka yang kembali dan bermukim terus disana.
11. SONGKEL.
Dari antara sisa korban yang ditimpah oleh jatuhnya batu meteor, ada pula sebagian yang mau pindah ketempat yang banyak dihuni burung Songkel.
Mereka sudah terbiasa mengunjungi tempat itu dan menyenangi tempat itu dan ingin pula bermukim disana.
Penduduk yang berasal dari Ni-ma-wale yang kemudian beralih ke utara di namakan ORANG SONGKEL ( SE SONGKEL) yang sekarang lebih dikenal dengan nama Sonder.
Dari antara sisa korban batu meteor ada pula yang ingin mengembara bahkan merantau jauh keseberang lautan, sehingga turunan Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama tersebar luas di delapan penjuru mata angin.
*** Sebagian pengungsi yang sudah betah di sekitar NIMAWALE berembuk dan bermusyawarah untuk mengambil sikap yang bijaksana karena dari antara mereka ada yang berada pada posisi bimbang dan ragu-ragu serta serba salah untuk melakukan pilihan tempat dimana mereka akan bermukim secara tetap.
*** “Sikap mereka berada diantara mau dan tidak mau dan bimbang serta ragu-ragu dan serba salah” untuk kembali ke Ki-nawangko’an atau mau dan tidak mau ke Sonder, dianggap plin-plan oleh pihak lain.
Pihak-pihak yang ingin pindah, mengejek dan mengolok-olok pihak yang ragu-ragu dengan ucapan :
I CI’IT IN SI-SISILEN E MA’TUA KITA IM -BAYA ANG “KIOWA” WAYA WO, EN TA’AN SE MA-TELA’UW RA’ICA KUMI’IT I CITA IN TA-REPE’YA SERA YA PA-KUA IN “CA KIO-KIOWA” TA’AN RA’ICA PUTE WON A-ANGEN IM PA KUA ING “KIO-WA”.
(menurut cerita leluhur , kita semua berasal dari “Kio-wa” dulu, tetapi yang tertinggal tidak mengikuti kita sekarang, mereka itulah yang disebut “Ragu-ragu”, tetapi tidak sama arti kata “Kio-wa).”
Perasaan bimbang untuk pindah ketempat lain, terutama disebabkan oleh karena mereka mengetahui bahwa asal usul nenek moyang dan leluhur mereka berasal dari Wanua Kiowa, apalagi situasi dan kondisi serta keadaan sekitar Nimawale sudah memenuhi syarat selaku lokasi pemukiman yang dilengkapi sarana pertanian dan perkebunan apalagi mereka sudah terbiasa dan menyenangi lingkungan serta keadaan pemukiman sementara bersepakat untuk menetap di sana.
Sebab itu, setelah mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya dan sebijaksana-bijaksananya berdasarkan musyawarah dan mupakat, mereka mengambil keputusan untuk tetap mencari pemukiman baru disekitar NIMA-WA-LE.
Walau mereka di olok-olok sebagai orang yang bimbang dan ragu-ragu,namun ketetapan hati dan keinginan untuk menetap disekitar Nima-wale sudah menjadi kebulatan tekad mereka, karena daerah itu adalah juga pemukiman nenek moyang mereka sebelumnya.
Perpindahaan kembali pemukiman Kiowa dipimpin oleh sembilan Wali’an Wangko’ dan Tona’as Wangko’, yaitu Apo’ Lu-manaw, Apo’ Palar, Apo’ Topo-rundeng, Apo’ Wale-wangko’, Apo’ Keintjem, Apo’ Ma-nginda-an, Apo’ Po-namon, Apo’ Wa-lukow dan Apo’ Piri’ yang didampingi oleh Wali’an-wali’an serta Tona’as-tona’as dan Ki’I-Ki’it-en, Pa-selan im banua serta Pa-siri-siri’en, wo se Touw Pandey im banua dan Teterusan maupun Waraney-waraney yang sakti dan gagah perkasa.
Dengan melakukan upacara ritual, meditasi dan puasa serta melakukan pemujaan kepada Sang Mahakuasa, para Tona’as dan Wali’an serta Te-terus-an yang sakti dan perkasa berdoa,dan meminta petunjuk tentang lokasi yang akan didiami dan nama pemukiman yang mereka pilih sebagai tempat pemukiman.
Khusus untuk mengusir bencana serta musibah dan malapetaka atau marabahaya yang pernah melanda pemukiman Lana dan Tumo-towa dahulu, maka para Wali’an memimpin upacara selama sembilan hari sembilan malam berturut-turut dengan berdoa dan berpuasa serta melakukan prosesi upacara ritual dan sakral yang dilakukan khusus untuk keperluan istimewa itu.
Setelah selesai melakukan upacara-upacara ritual mereka diberi petunjuk melalui tanda-tanda dan bunyi suara burung Wara’ yang memberikan pedoman dan arah tempat yang cocok dan pantas untuk dijadikan pemukiman baru serta nama pemukiman baru.
*** Tempat yang terpilih sebagai lokasi pemukiman baru adalah kembali kepemukiman lama LANA dan TUMO-TOWA dahulu yang sudah ditinggalkan, yaitu disebelah timur pemukiman NIMA-WALE.
*** Sesuai petunjuk dan tanda-tanda dan bunyi burung Wara’, maka diketahuilah bahwa nama yang diinginkan oleh EMPUNG WA’ILAN AMANG KA-SURU-AN SI KU-MA-KAWASA ING KA-YO’BA’AN WON O-OBA’AN, wo se Apo’-apo’ im banua lu-mangkoy-o (malaekat-malaekat), adalah nama lama atau nama pertama yaitu nama asli WANUA KIOWA.
*** Nama Lana dan Tumo-towa tidak dipakai lagi, sebab nama dan ro’ong itu sudah ditinggalkan orang, apalagi nama itu hanya digunakan sebagai penunjuk batas dari RO’ONG (DESA) serta ruang lingkup pemerintahaan serta kepemimpinan, akan tetapi mereka tetap satu dalam ikatan WANUA KIOWA.
*** Apalagi pemukim yang sekarang, sudah menjadi kumpulan komunitas masyarakat turunan dotu-dotu yang berasal dari Walak Lana dan Tumo-towa sebagai bagian Wanua Kiowa, yang sebelumnya sudah terpencar-pencar kedelapan penjuru angin, tetapi sebagiannya kembali lagi ke wanua Kiowa .
*** Para pemukim kembali yang sudah bersatu kembali, dalam sikap, tindakan dan keinginan serta tekad memilih untuk menggunakan kembali nama WANUA KIOWA, sebagai nama pemberian pertama kali oleh Wali’an LA’UN DANO serta APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA atas pemukiman yang mereka dirikan.
*** Jadi walaupun sebagian besar masyarakat Wanua Kiowa sudah berpencar ke delapan penjuru mata angin Tana’ Ka-senduk-an Maka-aruy-en, termasuk yang kembali ke kaki gunung Soput-an dan yang pindah ke Ro’ong Songkel serta pemukiman-pemukiman lainnya, masyarakat Wanua Kiowa tetap berada dalam satu ikatan tali persaudaraan dan kekeluargaan.
*** (Pada dasarnya dengan memilih lokasi itu para pemukim itu kembali kepemukiman nenek moyang mereka dahulu , sehingga pengaruh itu juga menggambarkan sifat orang Kiawa yang terlalu cinta tempat asal atau tanah tumpah darah, karena sejauh-jauh mereka merantau pasti akan kembali kekampung walaupun hanya menjenguk keluarga.)
Petunjuk tentang pemindahan lokasi pemukiman dan pemberian nama pemukiman baru dibawa kedalam musyawarah dan mupakat akbar.
Berdasarkan kesepakatan-kesepakatan dalam musyawarah dan mupakat akbar masyarakat Kyowa, bertempat di “WATU PA-LI’US-AN” yang terletak sondek Aret, diputuskan bahwa :
1. Lokasi pemukiman baru yang dipilih adalah lokasi yang terbentang diantara bagian barat pohon raksasa LA’IDONG dan bagian timur pemukiman NI-MAWA-LE.
2. Nama pemukiman dikembalikan kepada nama asal atau nama pertama yaitu : WANUA KIOWA (nama asli yang diberikan oleh Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut e We-wene dan Tu’ur e Tuama.)
Setelah adanya musyawarah dan mupakat akbar itu, maka dilakukanlah tata cara dan adat istiadat serta upacara menurut kebudayaan asli KA-SENDUK-AN, untuk pembukaan kembali pemukiman dan pengembalian nama Wanua Kiowa, dibawah pimpinan para Tona’as dan Wali’an serta Tua-tua Adat yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pelaksanaan tata cara dan adat istiadat itu dilakukan melalui bermacam-macam upacara termasuk ru-mages serta tari-tarian puji-pujian dan doa-doa untuk mengusir bencana mauupun permohonanan berkar serta bimbingan dan perlindungan dari Yang Mahakuasa.
*** Sebagai tanda kembalinya masyarakat Ka-senduk-an ke pemukiman WANUA KIOWA, maka para Tona’as menancapkan lagi sebuah Batu Penjuru yang disebut “WATU TUMO-TOWA” (ma-muali tanu tundek im-banua wi-nangun weru) dibagian barat Wanua Kiowa.
Selesai rehabilitasi dan pembangunan kembali Wanua Kiowa , dan peresmian kembali nama asli WANUA KIOWA, maka diadakanlah acara MA-KA-PULU-PULU’ dengan penuh kemuliaan dan semarak kemeriahan pesta akbar rakyat Wanua Kiowa selama sembilan hari sembilan malam.
Itulah asal usul Wanua Kiowa atau Ro’ong Kiowa yang sekarang, sebagai kelanjutan dari Wanua Kiowa yang didirikan oleh Wali’an La’un Dano serta Apo’ Ina’ Amut e We-wene dan Apo’ Ama’ Tu’ur e Tuama, yang kemudian di zaman pemerintahan Belanda dirubah menjadi KIAWA oleh Kolonial, seperti halnya Ro’ong Songkel dirubah oleh mereka menjadi Sonder.
Bedakan kata :
1. KIOWA, sebutan dan tulisan asli yang seharunya dipakai untuk KIAWA yang
dipakai sekarang ini.
2. KIAWA, nama Kiowa yang dirobah oleh Belanda.
3. KYOWA, suatu kata yang artinya “bimbang atau ragu-ragu atau serba salah atau seakan akan (umpama: ca-kyo-kyowa), jadi bukan sebutan dan tulisan untuk menyebutkan nama Ro’ong Kiowa.
Asal - usul istilah Kyowa menurut arti kata maupun kata dapat ditemukan didalam :
1. Bahasa Toun-temboan, kata KIOWA berarti, “HIDUP BAHAGIA DAN SEJAHTERA BERSAMA-SAMA SECARA RUKUN AMAN DAN DAMAI SENTOSA”.
2. Sedangkan tulisan “K Y O W A” berarti SERBA SALAH atau RAGU-RAGU, tidak sama artinya dengan tulisan “K I O W A”.
Bahasa Jepang , terdapat pula kata Kiowa.
Huruf Kanji :
Kio = bersama, Wa = damai; jadi kata Kiowa dapat diartikan hidup bersama secara damai.
(Dituturkan oleh Mr. X suami seorang Dosen UNSRAT rekan Dra Sientje Rondonuwu pada Taun 1992 yang memperbaiki letak danmembersihkan situs WATU AMIAN dan Mr. Hyodo dari expert Japan Tobacco pada tahun 1993, menegaskan bahwa di Sondek Aret diperkirakan ada Kuburan orang AMIAN (Jepang???), karena batunya menghadap arah kiblat UTARA = AMIAN.
3. Kata Kiowa pun merupakan nama salah satu suku yang menjadi penduduk asli yang mendiami benua Amerika.
Apakah Kiowa berasal dari salah satu daerah/negeri tersebut,atau karena kebetulan,tetapi dari ceritera mulut ke mulut sejak dahulu, banyak yang menduga bahwa nama itu mungkin diberikan oleh puteri Tona’as Wangko’ Im Banua Amian yang pernah tinggal di La’idong yang berasal dari Amian (Jepang).
Ditempat itu pula dengan “si Ina’ Kuntel” dari Amian (Utara) pernah merasakan dan memperoleh kedamaian serta ketenangan karena hidup bersama dengan suaminya dengan bahagia, walaupun pada mulanya diliputi kebimbangan dan tantangan karena sulit memperoleh jodoh.
Dikisahkan juga bahwa puteri Tona’as Wangko’ dari Amian itu membawa adat istiadat, seni budaya dan tata cara serta kebiasaan dan tradisi leluhurnya.
Apabila cara bertani dan menyemaikan benih serta bercocok tanam padi dan “tolu” penutup kepala serta rumah bambu, adalah mirip-mirip kebiasaan orang Jepang, maka hal itu memberikan kesan tentang profil dan kebiasaan orang KA-SENDUK-AN yang kulturnya ada persamaan dengan tradisi yang mirip-mirip dengan kebiasaan orang Jepang.
Apalagi adanya WATU AMIAN dan kuburan-kuburan dekat PALI’USAN di sondek Aret, yang menurut cerita adalah kuburan para utusan TONA’AS WANGKO’ IM BANUA AMIAN dan IBUNDA dari INA’KUNTEL. maka hal itu memberikan petunjuk bahwa gadis yang bermukim di Lai’idong itu adalah Puteri Kaisar Jepang yang membawa budaya Jepang ke Minahasa, sehingga kata Kiowa yang kemudian berubah menjadi Kiawa kemungkinan berasal dari bahasa Jepang ada hubungannya juga.
Catatan :
Menurut .Profesor ahli purbakala seorang expert dari Jerman, desa Kiawa adalah desa tertua di Minahasa, terbukti dari benda yang di temukan dalam batu Tim-bukar yang sudah berusia kurang lebih sebelum 15 abad yang lalu, bahkan yang tertua sebelum abad Masehi (terbukti dari barang-barang peninggalan yang pernah ada didalamnya, yang sudah banyak diambil orang).
Prof. MIEKE SCHOUTEN menyatakan bahwa bahasa asli Tountemboan hanya ada di Kiawa, sedangkan didaerah lainnya sudah terkontaminasi.
PROSES TERBENTUKNYA WANUA KIOWA
======================================
INANG KUNTEL + INA’ KUNTEL
TANA’ MA-KA-ARUY-EN
KA-SENDUK-AN
INANG KUNTEL + INA’ KUNTEL + TU’UR E TUAMA
LA’IDONG
WANUA KIOWA
LANA + TU-MO-TOWA
TI-NINCAS-AN
DELAPAN PENJURU MATA ANGIN KA-SENDUK-AN
KI-NA-WANGKO’AN
TI-NINCAS-AN
MA-WALE
KINA-WANGKO’AN + MARENG ANG KIOWA + SONGKEL
K I O W A
K I A W A
12. KIOWA (KIAWA) SELAYANG PANDANG
A. ETNIS KIOWA (KIAWA)
*** Etnis Kiowa adalah sekelompok “ orang yang hidup bersama secara rukun dan damai sejahtera”, di pemukiman yang dikenal dengan sebutan PUSER IN TANA’ KA-SENDUK-AN KIOWA, yang merupakan turunan DOTU TU’UR E TUAMA dan AMUT E WE-WENE.***
Menurut asal usulnya orang (etnis) Kiowa atau Kiawa adalah turunan Apo’ Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama yang pertama kali mendiami Wanua Kiowa.
Masyarakat Ka-senduk-an yang berasal dari Wanua Kiowa yang menyebar kedelapan penjuru mata angin tanah Ka-senduk-an sudah berkembang menjadi besar sekali populasinya, sehingga menjadi suatu bangsa yang berpengaruh serta memiliki kepintaran, kemajuan dalam bidang budaya, pengetahuan , ekonomi serta kekuatan pertahanannya, bahkan sudah memiliki bahasa dan aksen yang agak berbeda walaupun masih memiliki kemiripan, tetapi pada dasarnya tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi dasar-dasar dan prinsip-prinsip serta ciri-ciri dan kekhasan adat istiadat budaya dan keyakinan Ka-senduk-an.
Akibat kemajuan yang dimiliki, timbullah persaingan dan pertentangan antara kelompok -kelompok tertentu, sehingga menyebabkan perselisihan yang menyebabkan peperangan antar kelompok, dimana kelompok yang satu ingin melebarkan sayap kekuasaannya dengan saling merebut pengaruh bahkan wilayah kekuasaan antara satu dengan yang lain.
Peperangan antar kelompok menimbulkan korban jiwa, harta, dan bencana lainnya.
Tokoh-tokoh yang tidak menginginkan perpecahan antara masyarakat Ka-senduk-an mengambil prakasa untuk mempersatukan kembali masyarakat yang sudah terpecah bela.
Salah satu kesepakatan yang di hasilkan adalah pembagian wilayah sesuai dengan domisili anak-anak suku Ka-senduk-an yang sudah menciptakan dan memiliki bahasa sendiri-sendiri.
Setelah pembagian tana’ Ka-senduk-an dalam musyawarah dan mupakat kekeluargaan yang diselenggarakan di tempat bersejarah Watu Pina-weteng-an, dimana nama Ka-senduk-an berobah sebutannya menjadi Mi-naesa, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Minahasa ( oleh kolonial Belanda) , maka etnis Kiowa dimasukan sebagai bagian anak suku Tuon-tembo-an.
Namun secara etnis, kultur, budaya, bahasa dan hubungan kekeluargaan etnis Kiowa lebih dekat dengan rumpun Sumonder dan Ku-ma-wangko’an, Tuma-reran serta rumpun-rumpun Toun-tembo-an dan sekitarnya.
Rumpun Su-monder dan Ku-ma-wangko’an serta Tuma-reran erat kaitannya dengan etnis Kiowa, dibuktikan dengan nama “TA-RANAK” atau marga/ keluarga (famili name) dari etnis Sonder dan Ka-wangko’an serta Ta-reran sebagian besar sama, hal mana membuktikan bahwa etnis-etnis tersebut berasal dari Kiowa, tetapi bukan berarti bahwa, turunan dotu Amu t e We-wene serta Tu’ur e Tuama yang sudah tersebar dan terpencar-pencar didelapan penjuru angin Wanua Ka-senduk-an (Ma-lesung) , bahkan ada yang sudah lu-mantak atau su-mengkot lu-mangkoy in ta’sic wangker am pa-nangkey-an, tidak terkait dengan rumpun ini, melainkan kesemuanya adalah satu turunan darah titisan Apo’ Amut dan Apo’ Tu’ur.
Namun ditinjau dari sisi aksen/dialek bahasa maupun kultur dan adat istiadat serta pembagian harta warisan nenek moyang , saat ini kelihatannya etnis Kiowa lebih dekat sekali dengan etnis Sonder karena banyak orang Sonder memiliki tanah atau kebun didalam wilayah kepolisian Kiawa, demikian pula sebaliknya banyak orang Kiawa memiliki tanah dan kebun didalam wilayah kepolisian Sonder,yang kesemuannya berasal dari pembagian budel warisan dotu yang sama marga.
Hubungan darah maupun kekeluargaan antara etnis Kiowa dan Sonder dibuktikan pula dengan penuturan dari orang tua-tua dikedua desa Kiawa dan Sonder yang sampai sekarang selalu dan tetap mengakui serta menyatakan bahwa orang Songkel (orang Sonder) berasal dari satu desa (wanua) yaitu Kiowa dan yang dimaksud dengan Songkel sebenarnya adalah Kiowa, dengan pengertian bahwa dulunya Kiowa dan Songkel adalah satu Wanua, (walaupun juga masyarakat Kuma-wangko’an dan Tuma-reran pun berasal dari Kiowa termasuk anak-anak suku yang sudah tersebar diseluruh kawasan Ka-senduk-an Maka-aruy-en), dengan kesimpulan bahwa rumpun ini adalah rumpun yang tetap menetap di Wanua yang didirikan pertama kali, oleh Wali’an La’un Dano dan Apo’ Amut serta Apo’ Tu’ur.
Apabila dalam pembagian walak atau wilayah di zaman dahulu kala Kiowa termasuk walak Songkel, kemudian pada zaman penjajahan Belanda termasuk onder district Sonder dan sesudah kemerdekaan R.I tetap termasuk Kecamatan Sonder sampai tahun 1960.
Disebabkan oleh satu dan lain hal pada zaman pergolakan PERMESTA, maka desa Kiawa pada tahun 1960 dipindahkan kedalam Wilayah Kecamatan Kawangkoan sampai sekarang.
B. PUSER IN TANA’
Secara geografis, RO’ONG KIOWA (Kiawa) terletak di kaki Gunung Lengkoan dan membujur dari timur ke barat serta di apit oleh sungai, sebelah utara sungai SONDER dan sebelah selatan sungai RANO WANGKO’ dan sebelah barat ALAM LA’UN DANO dan sebelah Timur GUNUNG LENGKO’AN dan berada di antara dua bendar yaitu Sonder dan Kawangkoan.
*** Bila memperhatikan peta tanah Minahasa dan ditarik garis lurus dari timur ke barat atau dari utara ke selatan , maka secara geografis desa Kiawa berada di tengah-tengah tanah Minahasa sehingga Kiawa disebut PUSER IN TANA’.
Nama dan sebutan PUSER IN TANA’ sangat familiar dan populer dikalangan GENERASI TUA KIOWA, sehingga mereka jarang menyebutkan nama atau sebutan KIOWA, namun yang mereka masksudkan dengan PUSER IN TANA’ adalah KIOWA.
*** (.......SAYOW kelahiran asli dan dibesarkan di Kiowa yang meninggal awal Januari 1996 dalam usia 100 tahun, tetap menggunakan istilah PUSER IN TANA’ untuk Kiowa dalam percakapan dengan LEMBAGA BUDAYA KIOWA di KROIT pada bulan NOPEMBER 1996, beliau masih menyimpan bendera dan keris pusaka masyarakat PUSER IN TANA’).
Kata orang tua-tua, desa Kiawa tidak berkembang jadi besar seperti bendar Sonder dan Kawangkoan, karena desa Kiawa diapit oleh dua sungai serta di batasi oleh gunung serta jurang terjal debelah barat, sehingga ada kesan terpagar atau tertutup.
13. ANAK SUKU TOUN-TEMBO-AN
Etnis yang menduduki Desa (KIAWA) adalah bagian dari rumpun anak suku TOUN-TEMBO-AN, sebagai salah satu anak suku yang merupakan bagian dari suku MINA-ESA yang ikut serta dalam pembagian TANAH KA-SENDUK-AN MINA-ESA (MINA-HASA) yang disebut juga “MA-LESUNG”, yang didirikan oleh Wali’an Inang Wangko’ La’un Dano serta Apo’ Ina’ Amut e We-wene dan Apo’ Ama’ Tu’ur E Tuama, yang dikenal juga dengan sebutan Karema. Lumi-mu’ut dan To’ar.
Musyawarah dan mupakat kekeluargaan antara anak-anak suku Minahasa diadakan setelalh populasi turunan Apo’ Amut E We-wene dan Apo’ Tu’ur e Tuama ( To’ar Lumimuut) berkembang menjadi banyak dan sudah terpencar diseluruh kawasan Bumi Ka-senduk-an (Minahasa).
Anak suku Minahasa yang ikut serta dalam musyawarah dan mupakat itu adalah :
Ton-sea’, Toum-bulu’ , Tom-batu. Toun-tembo-an, Tou-lour, Tom-bariri, Ton-sawang, Po-nosak-an dan Bantik dan beberapa anak suku kecil lainnya.
Pelaksanaan musyawarah dan mupakat itu dilakukan di tempat bersejarah bernama WATU PINA-WETENG-AN di kaki gunung Soput-an.
Etnis Kiowa sebagai salah satu rumpun anak suku Toun-tembo-an ikut serta dan berpartisipasi juga dalam musyawarah dan mupakat tersebut.
Hasil musyawarah dan mupakat itu menetapkan beberapa keputusan a.l. :
Pernyataan kebulatan tekad bahwa turunan Apo’ AMUT E WE-WENE dan TU’UR E TUAMA (To’ar Lumi-mu’ut) selalu terikat dalam persatuan dan kesatuan keluarga dan tetap “ bersatu” (itulah asal usul istilah MINA-ESA yangberarti BERSATU).
Pengembangan dan peningkatan pelaksanaan pola hidup MA’ANDO dan MAPALUS sebagai warisan APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA (Apo’ To’ar Lumimu’ut ).
Pembagian wilayah Minahasa kepada anak-anak suku turunan APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA ( Apo’ To’ar Lumimu’ut).
Dari ketujuh anak suku Minahasa itu, anak suku Toun-tembo-an mendapatkan wilaya dibagian tengah dan selatan yang sudah ditempati oleh rumpun-rumpun anak suku Toun-tembo-an.
Sejak saat musyawarah dan mupakat di Watu Pina-weteng-an nama-nama ketujuh anak suku Minahasa makin dikenal dan populer, apalagi anak suku Toun-tembo-an yang pada saat itu bertindak selaku tuan rumah karena kebetulan Watu Pina-weteng-an terletak diwilayah yang di tempati anak suku Toun-tembo-an.
Anak suku Minahasa ini disebut TOUN-TEMBO-AN atau TON-TEMBO-AN karena pada mulanya paling banyak dari antara mereka bermukim di pegungungan, walaupun ada juga sebagian yang bermukim ditepi pantai.
Asal usul nama TOUN - TEMBO- AN berasal dari dua kata yaitu “TOUW” yang berarti “ORANG” dan “TEMBO-AN” yang berarti “Tempat tinggi” , dimana orang dapat melihat dan memandang ke bawah dan sekitarnya, sehingga kata “TOUN-TEMBO-AN” dapat diartikan “ORANG DI TEMPAT TINGGI”.
Pada zaman dahulu anak suku TOUN-TEMBOAN suka juga berdiam di tempat yang tinggi,baik di rumah panggung dan gua-gua alam atau buatan dilereng gunung atau di tebing-tebing atau diatas pohon-pohon raksasa dengan menggali lobang (kume’il kali) atau membolongi kay (ru-mangow ing kayu) untuk keperluan tempat tinggal atau bolong karena kerusakan alamiah atau kerat binatang yang disebut Rangow.
Bertempat tinggalnya anal suku ini ditempat-tempat yang spesifik tersebut karena alasan keamanan terutama menghindari gangguan orang jahat dan serangan biatang buas ( sehingga saat ini ada desa/bendar bernama Tondangow dan Langouw-an yang berasal dari kata Rangouw atau lobang atau gua), atau desa yang bernama Ki-nali atau Kali.
Anak suku yang dikenal dengan PA-KASA-AN TOUN-TEMBO-AN dikenal juga dengan sebutan orang TOM-PA-KUWA, dan ada pula yang menyebutnya TOM-PA-KOWA.
Artinya TOM-PA-KUWA dan TOM-PA-KOWA :
1. TOM-PAKUWA terdiri dari dua suku kata :
Tom = Orang;
Kuwa = bilang = sebut
Pa-kuwa = terbilang, yang disebut-sebut;
Sehingga kata TOM-PA-KUWA dapat diartikan :
“ ORANG YANG TERBILANG” atau “ ORANG TERKENAL”
2. TOM-PA-KOWA terdiri dari dua suku kata :
Tom = orang ;
Kowa = lomba ;
Pa-kowa dapat diartikan yang dilombakan karena memiliki keterampilan/keahlian dan kemampuan untuk berlomba.
Karena memiliki kemampuan dan keahlian berlomba anak suku ini selalu diutus kebarisan depan dalam perlombaan atau perjuangan, sihingga TOM-PA-KOWA dapat di artikan “PELOMBA”.
(anak suku ini memang terkenal gemar bertanding dan melakukan perlombaan kuda, sapi dan binatang-binatang lainnya.)
Jadi dapat disimpulkan bahwa orang Toun-tembo-an atau orang Tom-pakuwa atau orang Tom-pa-kowa adalah “ orang di tempat tinggi dan terkenal yang di tempatkan dibarisan depan”.
Anak suku ini mendiami daerah sekitar pegunungan Soput-an,Lengko’an, Ta-reraN, dan membentang sampai ke pegunungan Lolom-bulan, Wulur ma’atus dan Sinon sayang.
Anak sukuk Ton-tembo-an sekarang terbagi-bagi sesuai dengan lokasi pemukiman masing masing yang sekarang di kenal denga rumpun-rumpun orang :
SONDER (Su-monder),KAWANGKOAN (Kuma-wangko’-an), TOMPASO(Tumom-paso’), LANGOUW-AN (Lu-mangouw-an , TOMBASIAN (Tumom-basi-an), TA-RERAN (Tuma-reran), TUMPA’AN(Tu-mumpa-an),AMURANG (U-wuran), MOTOLING, TOM-PASO’ WERU ( Kolonisasi), MODO-INDING, TENGA serta POIGAR.
Anak suku Toun-tembo-an ini mewarisi adat istiadat dan budaya asli Ka-senduk-an yang sekarang dikenal dengan sebutan MINAHASA , tetapi mimiliki ciri khas bahasa dan dialek serta karakter yang unik dan agak berbeda dengan dasar filosofi hidup Ma-palus yang merupakakn warisan agung APO’ AMUT E WE-WENE dan TU’UR E TUAMA ( Apo’ To’ar Lumimu’ut) dan Wali’an LA’UN DANO (Ka-rema).
ETNIS KIOWA adalah sebagian dari rumpun yang berada diantara anak suku TOUN-TEMBO-AN.
III. ALIRAN KEPERCAYAAN KASENDUKAN
1. ALIRAN KEPERCAYAAN KA-SENDUK-AN.
Aliran kepercayaan yang dianut masyarakat Kiowa adalah suatu aliran kepercayaan yang bersumber pada ajaran tentang Ka-senduk-an yang diwariskan oleh Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama.
Aliran kepercayaan Ka-senduk-an mengajarkan tentang kebahagiaan sejati didunia yang fana (ka-yo’ba’an) dan dialam baka (o’oba’an) .
Misteri legenda,mythos, magis, mistik, ritualisme dan tradisi leluhur serta hal-hal luar biasa, yang dianggap aneh atau memiliki kasiat serta kekuatan dikalangan masyarakat Kiowa purba adalah sumber inspirasi spiritualisme Ka-senduk-an.
1. MYTHOS.
Mythos tentang seseorang sakti yang gagah perkasa yang dapat mengalahkan binatang raksasa yang buas, atau seseorang pinter yang dapat membuat keanehan atau sihir atau tenung dan lain-lain, atau sesuatu peristiwa atau kejadian, yang aneh atau luar biasa dan sering terjadi dialam luas maupun angkasa raya, sangat mempengaruhi semangat hidup spiritualitas masyarakat.
Demikian pula mythos tentang ceritera-ceritera orang sakti, kesatria dan perkasa serta orang-orang pintar, terutama juga alam dan lingkungan serta peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang luar biasa, maupun keanehan alam dan keperkasaan serta kedahsyatan kuasa dan kekuatan alam seperti kilat, guntur, gerhana dan pikiran masyarakat , menjadi suatu kepercayaan yang diyakini bernilai magis dan mistik, sehingga dijadikan mythos oleh masyarakat Kiowa.
2. MAGIS dan GAIB.
Magis dan gaib adalah pengaruh keadaan dan peristiwa-peristiwa serta kejadian-kejadian yang dialami atau dilakukan orang sakti atau seseorang yang sulit dipecahkan atau dijelaskan dengan kata-kata biasa oleh orang awam.
Contoh : Pisau berdiri tegak lurus atau berputar-putar diatas piring porselen.
3. MISTIK
Mistik yaitu inti yang terpendam dalam kepercayaan atau suatu hal yang sangat hakiki dalam pengalaman hidup kesukmaan, yang tidak dapat dijelaskan atau dirumuskan dalam suatu ajaran , karena hanya dapat dirasakan oleh orang yang merasakannya atau mengalaminya.
Contoh : Orang kesurupan.
4. TRADISI LELUHUR.
Tradisi leluhur yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Kiowa yang berakar pada ajaran serta peninggalan Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut e Wewene dan Tu’ur e Tuama selaku manusia pertama di Wanua Kiowa.
5. RITUALISME.
Ritualisme sebagai wujud ungkapan nilai-nilai magis dan mistik dijadikan sebagai sarana untuk merealisasikan ungkapan perasaan dan pemujaan.
6. SPIRITUALISME.
Spiritualisme Ka-senduk-an dibentuk oleh legenda, mythos,magis, mistik, tradisi dan ritual yang didominasi oleh kepercayaan akan hal-hal yang magis dan mistik serta legenda-legenda yang ada, terutama tradisi para leluhur.
Mythos tentang kepercayaan dan keyakinan, bahwa semua yang ada di jagad raya bernyawa dan memiliki kekuatan sakti serta nilai-nilai magis dan mistik, termasuk kepercayaan bahwa semua ciptaan memiliki roh dan jiwa serta kehidupan, adalah inti sumber inspirasi pemikiran dan pembentukan ritualitas dan spiritualitas atau aliran kepercayaan Ka-senduk-an.
Kepercayaan itu akhirnya menjadi suatu tradisi yang bertumbuh dan berkembang terus, sehingga menjadi suatu aliran kepercayaan atau spiritualisme Ka-senduk-an yang menjadi keyakinan dari masyarakat Wanua Kiowa.
2. KA - SENDUK - AN.
Ka-senduk-an adalah kehidupan dan tempat yang penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman, kesentosaan, kemakmuran, kesejahteraan, kerukunan, kedamaian dan suka cita atau Paradiso, suatu tempat yang tak mengenal penderitaan dan kesengsaraan serta tidak pernah mengalami kesedihan, penderitaan, penyakit, kesusahan, musibah, malapetaka, kecelakaan, duka cita dan tangisan air mata , baik dialam baka maupun didunia yang fana.
Kehidupan di alam baka Ka-senduk-an :
Ka-senduk-an diartikan juga sebagai komunitas dari manusia yang sudah mencapai tingkar kesempurnaan hidup dan menikmati kebahagiaan serta sukacita yang kekal setelah mengalami reinkarnasi atau kehidupan baru di Ka-senduk-an.
Kehidupan didunia fana Ka-senduk-an :
Masyarakat Ka-senduk-an adalah masyarakat yang sudah mencapai sasaran maksud dan tujuan dari pada pola hidup Ma-ando, yaitu masyarakat yang sudah menjalankan dan hidup dalam suasana serta menikmati :
• Keadilan, kearifan, dan kebijaksanaan serta kesempurnaan,
• Kebahagiaan , kesenangan, kegembiraan rohani dan jasmani,
• Kemakmuran, kesejahteraan moril dan materil,
• Kerukunan , kedamaian keamanan dan kesentosaan.
***kata “SENDUK berarti : Adil ,bahagia, senang, gembira, sejahtera, makmur, rukun, damai, aman dan sentosa. (huruf e dalam kata “senduk” disini dibaca serperti huruf e dalam kata enak, ekor, ember, embel-embel dll).
*** Bedakan dengan kata “SENDU’” dalam kata “se-sendu’-an yang berarti “menanggis tersedu sedan. (Huru e dalam kata sendu’ disini dibaca seperti huruf e dalam kata empat, elang, enggan dll.)
*** Perbedaan arti kata ditentukan oleh bunyi lafal huruf “e” dan tekanan tanda hamza dalam kata senduk dan sendu’.
Misteri magis dan mistik yang menjiwai kehidupan dan semangat aliran kepercayaan masyarakat Ka-senduk-an, adalah suatu misteri yang diselubungi tabir rahasia spiritualisme.
Walaupun dizaman modern sekarang ini kehidupan spiritualisme Ka-senduk-an sudah mengalami polusi dan seakan-akan sudah ditinggalkan oleh sebagian besar penganutnya, namun secara tersamar misteri nilai-nilai magis dan mistik Ka-senduk-an masih tercermin dalam peri kehidupan sebagian masyarakat yang masih mempertahankan aliran kepercayaan Ka-senduk-an didalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-contoh praktis dalam kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat Kiowa, yaitu :
1. Tidur, kepala harus disebelah Timur atau Selatan.
2. Bambu atau kayu yang dipancangkan ketanah harus pangkal dari kayu atau bambu.
3. Ritualitas kematian a.l. : tu-mu’un , lu-ma’lu , dll .
4. Dll.
Spiritualisme Ka-senduk-an dijiwai oleh nilai-nilai magis dan mistik, yang diwarnai pengaruh alam dan lingkungan serta aliran kepercayaan maupun keyakinan para leluhur Wali’an La’un Dano serta Apo’ Amut e We-wene dan Tu’ur e Tuama.
Kehidupan masyarakat Kiowa yang selalu terkait dengan nilai-nilai magis, mistik, ritual dan spiritual/upacara-upacara tradisional yang mengakar pada budaya Ka-senduk-an pada zaman dahulu, adalah ciri khas kehidupan sehari-hari masyarakat Kiowa yang masih menganut aliran kepercayaan Ka-senduk-an sekarang ini.
Apapun tindakan dan kegiatan yang menyangkut kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai magis, spiritual dan ritual.
(Walaupun masyarakat Kiowa saat ini sepenuhnya sudah memeluk agama Kristen, tetapi ciri khas kehidupan spiritual aliran kepercayaan Kasendukan masih tetap mengakar dalam kehidupan sehari-hari.)
3. MISTERI MAGIS DAN MISTIK KA-SENDUK-AN.
(1). KA-SURU-AN
Ka-suru-an (asal kata suru) yang berarti ASAL MUASAL TURUNAN.
Asal muasal turunan itu adalah SUMBER KEHIDUPAN.
Sumber kehidupan adalah SANG MAHA KUASA dan SANG MAHA PENCIPTA.
KA-SURU-AN dapat diartikan sebagai ASAL MUASAL DAN SUMBER SEGALA MAHLUK, CIPTAAN, HIDUP, KUASA, KEMULIAAN, KEAGUNGAN, KESEMPURNAAN, GAYA, TENAGA, KEKUATAN, MAUPUN SEGALA-GALA YANG KELIHATAN DAN TAK KELIHATAN SERTA KETURUNANNYA.
WANGKO’ berarti AGUNG, SEMPURNA atau MAHA BESAR dan MAHA MULIA.
KA-SURU-AN WANGKO’ berarti ALLAH YANG AGUNG DAN MAHA BESAR SERTA MAHA MULIA, ASAL MUASAL SEGALA HIDUP, KUASA, KEKUATAN, DAYA DAN TENAGA, PIKIRAN ,KREASI, REKAYASA, ILMU, PENGETAHUAN DAN KEPANDAIAN, CIPTAAN SERTA MAKHLUK-MAKHLUK, DAN ASAL SEGALA-SEGALA YANG ADA DISELURUH JAGAD RAYA DAN ALAM SEMESTA.
KA-SURU-AN dikenal juga dengan panggilan EMPUNG atau WA’ILAN.
*** Pada prinsipnya MASYARAKAT KA-SENDUK-AN adalah PENGANUT ALIRAN MONO-THEISME, yaitu percaya kepada AMANG KA-SURU-AN (SATU-SATUNYA ALLAH YANG ESA.
ORANG KA-SENDUK-AN hanya mengenal AMANG KA-SURU-AN ( tidak ada sebutan “ Inang Ka-suru-an atau sebutan lain, selain Amang Ka-suru-an).
*** Amang Ka-suru-an memiliki utusan atau suruhan yaitu APO’-APO’ (MALAEKAT-MALAEKAT) sebagai penghubung antara Ka-suru-an dengan CiptaanNya (Apo-Apo’ adalah orang-orang yang dulunya didunia hidup sesuai dengan ajaran paham Ka-senduk-an, hidup suci, arif, bijaksana, adil, benar dan jujur, sehingga setelah meninggal dan kembali kealam baka manjadi APO-APO’ IN O-OBA’AN (MALAEKAT), yang seringkali diutua oleh Amang Ka-suru-an ke dalam ka-yo’ba’an, bahkan untuk sementara waktu menjelma menjadi manusia lagi (re-inkarnasi), atau masuk dalam sukma dan jiwa serta tubuh jasmani, orang-orang pinter atau orang-orang tertentu.
*** Utusan atau penghubung atau perantara adalah “LU-LU’DU’AN IN KA-SENDUK-AN”, yang disebut juga “ APO’-APO’ IN O-OBA’AN”, atau malaikat - malaikat yaitu Apo’- Apo’ atau ciptaan lainnya “yang sudah berada dan tinggal di Ka-senduk-an in O-oba’an” sebagai pahala atas segala amal bhaktinya serta pengabdiannya kepada ajaran serta kehendak Amang Ka-suru-an dan sesama makhluk hidup selama berada di “ka-yo’ba’an”.
*** Sebutan Amang Ka-suru-an membuktikan bahwa hanya ada satu Ka-suru-an, sebab tidak ada sebutan “Inang Ka-suru-an”.
*** Wanua Ka-senduk-an Kiowa hanya mengenal istilah AMANG KA-SURU-AN, tidak pernah mengenal istilah Inang Ka-suru-an atau ka-suru-an lainnya, sebagai bukti bahwa kepercayaan asli masyarakat Ka-senduk-an Kiowa adalah MONOTEISME, bukan polyteisme.
*** Kalau ada dibeberapa anak suku mengenal istilah ka-suru-an lainnya, maka ka-suru-an - kasuruan itu adalah ka-suru-an-ka-suru-an atau ilah-ilah yang dibentuk atau diciptakan sendiri oleh orang - orang yang menginginkannya dan tidak sama dengan AMANG KA-SURU-AN yang dimaksudkan dalam kepercayaan masyarakat Ka-senduk-an Kiowa.
*** Nama atau sebutan lain untuk Ka-suru-an adalah Empung atau Wa’ilan dan tidak disebut berulang-ulang seperti Empung-Empung atau Wa’ilan - Wa’ilan.
*** Walaupun berkesan animisme , karena kepercayaan bahwa semua benda atau ciptaan memiliki jiwa serta kekuatan dan pengaruh, tetapi yang diyakini sebagai Sang Maha Kuasa dan Maha Pencipta hanya satu, yaitu Amang Ka-suru-an.
*** Kepercayaan tentang penjelmaan mewarnai keyakinan ada kehidupan baru sesudah kematian.
*** Spiritualisme masyarakat Ka-senduk-an diliputi oleh tabir misteri yang penuh rahasia.
(2). LE’NAS
LE’NAS adalah yang KUDUS, MULIA, AGUNG, TANPA CELA, TANPA NODA ATAU SEMPURNA.
LE’NAS dimaksudkan pula sebagai ungkapan untuk KA-SURU-AN, yang disebut si “LU-ME’NA-LE’NAS”.
(3). SIOUW TI-TIMBOY-AN ING KA-TOUW-AN
I. KA -TOUW-AN (HIDUP) :
• Ka-touw-an ka-ure-ure ( hidup kekal)
• Ka-touw-an ca-wana ka-siwak-an (hidup tak terbatas)
• Ka- touw-an su-miwak (hidup terbatas)
II. KA-WASA (KUASA) :
1. Ka-wasa i mu’kur wo si lungus wo si aseng :
a) KA-WASA I MU’KUR (kuasa roh) :
mu’kur ka-ure-ure (roh kekal)
mu’kur ca-wana ka-siwak-an (roh terbatas)
mu’kur ma-siwak (roh yang dapat mati).
b) ka-wasa i lungus (jiwa)
c) ka-wasa i aseng (nyawa)
1. KA-WASA I A’AS (akal budi) :
e’endam (indera)
a’awon (karsa)
re-reka-en (kreasi)
2. KA-WASA I A’ATA’( GAYA) :
e’eter (kemampuan)
keter (kekuatan)
e’eter (tenaga)
III. E’EMA’AN (CIPTAAN) :
pa-pe’ilek-en (kelihatan)
touw, aloa, ti-nanem (manusia, binatang, tumbuhan).
tana’, rano, langi, roar, ka-yo’ba’an (tanah, air, langit, alam, jagad raya.)
.a-apa-an ( benda, zat , dll.)
ca-pa-pe’ilek-en (tak kelihatan)
reges (angin)
eges (udara)
oras (musim)
pa-reka--rekan (semu)
wuni (mahluk halus)
eli’ (benda-benda magis)
limbawa (fata morgana)
IV. PA-EMAN-EN (KEPERCAYAAN)
e’eman-en (keyakinan)
a’aram-en (tradisi)
u’utur-en ( legenda)
V. SI-SIGIL-EN (ANALISA)
o’owon (mythos)
u’us (logos)
I-ile’en (realita)
VI. U’SI Y-EN (AJARAN)
aram (budaya)
re-reka’en (rekayasa)
a’andey-an (ilmu)
e’eilek-en (pengetahuan)
tu-turu’en (pendidikan)
ukung (hukum) :
a’ator-en (aturan)
adat (etika)
e-eri-en (moralitas)
VII. RE-RE’NAS-EN (KEBIJAKSANAAN)
e-eren-an (jeli)
re-reka-an (kreatip)
e’ero’an (dinamis)
VIII. MA-ANDO (SOLIDARITAS/KEBERSAMAAN)
ticoy ing to-touw-an (pola hidup)
ki’i-ki’t-an (kepemimpinan)
i’ico-an won u’uwa’an (usaha dan produksi)
mem-palus-an
men-sen-sembong-an
men-san-sawang-an
men-sun-sule-an
men-tun-tulung-an
mem-pom-popo-an
mem-pom-pokey-an
men-sun-suli’an
men-ton-tolic-an
mem-bem-bean
me-upu-upus-an
me-lelo-lelo-an
men-tan-ta’ney-an
mem-pam-pa’ando-an
me-lupu-lupu-an
mem-bem-berot-an
me-san-sakey-an
mem-bum-buleng-an
men-tenteng-tenteng-an
mem-bim-bio-an
me-aki-akin-an
mem-bom-boko’an
mem-bam-bali-an
men-tun-turu’an
meng-genang-genang-an
me-aru-aruy-an
men-san-sale’an
men-ton-to’or-an
mem-bem-beteng-an
dll.
IX. KA-SENDUK-AN (PARADISO)
ka-aruy-an (kemakmuran)
tu-tumbi’an (keadilan)
ka-elur-an (kebahagiaan) :
aler (aman)
aruy (damai)
elur (sentosa)
(4). KA-TOUW-AN MAKA SIO-SIOUW (MAKA TELU LU-MEPET SIOUW)
I. KA-WASA ME-NO-NOUW (KUASA YANG HIDUP) :
• a’ata’ wo e’enter (gaya dan tenaga)
• keter (kekuatan)
• e’eter (kemampuan)
II. LEMBOY ING TO-TOUW-AN (SUMBER HIDUP) :
• mu’kur (roh)
• lungus (jiwa)
• aseng (nyawa)
III. ROAR ME-NO-NOUW (ALAM YANG HIDUP) :
• tana’ (tanah)
• rano (air)
• o’oba’an (jagad raya)
IV. A’APA ME-NO-NOUW (MAHLUK YANG HIDUP) :
• touw (manusia )
• aloa wong kayu won dukut (binatang dan kayu serta rumput)
• atu (benda)
V. TO-TOUW-AN (HIDUP) :
• e’endam (indera)
• a’awon win e’ema’
• a-awoy-en (tindakan)
VI. SUSIY IN TO-TOUW-AN (AJARAN HIDUP) :
• aram (budaya)
• a’andey-an won e’eilek-an (ilmu dan pengetahuan)
• ka-aruy-an (kemakmuran).
VII. TU’UR IN A’ASAN IN TO-TOUW-AN (DASAR PEMIKIRAN HIDUP)
• o’owon (mythos)
• u’us (logos)
• a’adan (realita).
VIII. TICOY IN TA-TAWOY ADAN ME-NO-NOUW (WUJUD KARYA NYATA HIDUP) :
• pa-male aruy (keluarga bahagia)
• me-ro’ong elur (masyarakat damai sentosa)
• ka-senduk-an (paradiso)
IX. KA-SENDUK-AN (PARADISO)
(4). KA-WASA- ME-NO-NOUW (KUASA YANG HIDUP) :
Ka-wasa me-no-nouw a se touw wo se me-no-nouw ang ka-yo’ba’an im pa-ka-sa, ni-ema’ i Ma-ka-ka-wasa im baya waya, si ni mema’ im baya-waya, si’tu-o se pa-ka-sa se ni-ema’ ma-kere ka-wasa wo e’eter , ta’an i pa’ki’it ing ka-sa-le’an i Ka-suru-an, si sey si wean lebe keli, wo si sey em bean na pira, ya karu’ se touw ya wi-nean-na im baya-waya se ka-wasa wo e’eter , ku-mi’it ing ka-toro-an nera, lu-mebe may ase me-no-nouw wali-na.
Kuasa yang hidup pada manusia serta mahluk hidup seluruhnya di alam raya, dilakukan oleh Sang Maha Kuasa yang menciptakan segala-galanya, sehingga semua ciptaan memperoleh kuasa dan kemampuan, tetapi sesuai dengan keinginan dari Ka-suru-an sendiri, kepada siapa yang diberikan lebih banyak dan kepada yang diberikan terbatas, tetapi kepada manusia diberikannya segala kuasa dan kemampuan yang di butuhkannya, melebihi ciptaan lainnya.
Ka-wasa me-no-nouw ay we’e i Maka-ka-wasa, si ni mema’ im baya-waya , si’tu sera ro’ona :
ma-pikir, ma-ta’ney, ma-pendam, ma-ta’u, ma-ilek, ma-nuwu’, ma-linga, ma-wouw, ma-epe’, ma-ero’, ma-kili’, ma-polo, ma-kan, ma-so-moy, ma-pi’pi’, ma-wenang, ma-tawoy, ma-ema’ ma-wangun, wo pa-ka-sa se ro’ona ema’an wo tawoy-en era.
(Kuasa yang hidup yang diberikan oleh Ka-suru-an, yang menjadikan segala-galanya, sehingga mereka dapat :
berpikir, mengingat, merasakan, mengetahui, melihat, berbicara, mendengar, mencium, mencicipi, bergerak, tidur, sadar, buang air besar dan kecil, merencanakan, bekerja, menciptakan, membangun dan segala yang dapat dibuat serta dikerjakan oleh mereka).
1. Ka-wa-sa me-no-nouw ang ka-yo’ba’an ya e ni’itu si ti-no’tol-an ing ka-touw-an.
( Kuasa yang hidup dialam raya ini adalah asal muasal kehidupan).
2. A-ari’i in le-lemboy-an ing ka-wa-sa , awean telu, ya e ni’itu ya :
(Pada dasarnya ada tiga jenis sumber kuasa, yaitu:)
a) a’ata won e’eter (gaya dan tenaga)
b) keter (kekuatan)
c) e’enter (kemampuan)
3. Ticoy in ka-wasa me-no-nouw itu ya telu karu’ ya e ni’itu ya:
(Sifat kuasa yang hidup ada tiga jenis yaitu) :
ka-wasa me-no-nouw ka-ure-ure, am-pa’pa’an ca-wana ti-no’tol-an, wo ray’ca wana ka-akar-an, ya i Sia-o si pa-towan ta ing Ka-suru-an.
(Kuasa yang kekal , sebab tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, Dialah yang kita sebut Ka-suru-an.)
ka-wasa me-no-nouw ca-ma’akar, ka-wasa me-no-nouw ca-wana ka-ka’pu-an, am-pa’pa‘an a-wean tino’tol-an, wo ca-wana ka’akar-an, ya i Sia-o si pa-kuwa i Lungus.
( Kuasa yang hidup tidak terbatas, karena ada permulaan, tetapi tidak ada kesudahannya Dialah yang disebut Lungus.)
ka-wasa me-no-nouw ma-akar, tanu in : a-seng won e’eter.
( Kuasa hidup yang terbatas seperti contoh: nyawa dan kemampuan)
Ticoy-na i Ka-suru-an ya ma-ka-ure-ure, ampa’ pa’an Sia ca-wana ti-no’tol-an, wo ka’ay cawana ka-akar-an, wo ka’ay em-pa-kasa in a’ata won e’eter ya ay Sia waya-waya wo may. wo em pa-kasa i ni-ema’na ya e ni’itu ya punya na waya, ane Sia pa-kuwa in Ma-ka-ka-wasa Wangko-wangko’ im baya-waya.
( Ka-suru-an memiliki sifat kekal, karena Dia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahannya, apalagi segala gaya dan tenaga berasal dari Dia, dan semua ciptaanNya adalah milikNya, jadi Dia disebut Sang Maha Kuasa.)
A’apa-an wo se pa-ka-sa se a nuntep ing ka-yo’ba’an wi-nean i Ka-suru-an ka-wasa, ya en ta’an awean supu-na, maki’it in ra’ra-ran-en wo en pa-towa-an, won a’ata won e’eter won e’enter si ay-tamber i Ka-suru-an.
(Makhluk dan seluruh isi alam raya diberikan kuasa oleh Ka-suru-an, tetapi ada batas-
batasnya sesuai dengan tingkat dan status serta gaya dan tenaga serta kemampuan yang diberikan oleh Ka-suru-an).
Ka-wasa me-no-nouw i’itu ma-we’e ka-touw-an wo ma-ator wo ma-akin im pa-ka-sa in ta-tawoy-en e e’ema’an wo se a’apan wong ka-yo’ba’an.
(Kuasa yang hidup memberikan hidup dan mengatur serta mengendalikan segala kegiatan dari ciptaan dan mahluk hidup serta isi alam semesta).
Si Ka-suru-an, ya Sia ya, Ka-ka-wasa, Ma-ta’ta’u, U’upus-en, Le’lelon, Lu-mo’o lo’or,
Wa-wangko’ wo Le’le’nas.
(Ka-suru-an itu adalah Mahakuasa, Mahatahu, Maha Pengasih, Maha Penyayang,
Maha Baik, Maha Agung, dan Maha Mulia.)
Apo’ Mangko-Wangko’ ya i siya si Ka-suru-an si ca-wana eng ka-pute wo ca-wana eng ka-sawel.
( Sang Maha Agung itu adalah Ka-suru-an, adalah Asal Muasal yang tidak ada taranya dan tidak ada gantinya)
Apo’ Wangko’ Lu-Lu’du’an ya i sera se touw tu-mela’uw-o karu’ing Ka-yo’ba’an, wo ni-angkay yo i Amang Ka-suru-an Mange ang Ka-senduk-an an dangka’ in de-reges-an, ya sera ma-muali Ma’apo-apo’ se-touw ang Ka-yo’ba’an. Se Apo’-Apo’ Wangko’ i ya’na, rai-ca pute si “Apo’ Mangko- Wangko’ (Ka-suru-an)”.
(“LU-LU’DU’AN AN DE-REGES-AN atau “UTUSAN DARI KHAYANGAN”, dapat disamakan dengan “Malaikat” atau yang oleh penganut aliran kepercayaan lain disebut “dewa” yang “bisa menjelma atau re-inkarnasi atau masuk dalam sukma manusia yang masih hidup didunia”, adalah manusia yand sudah meninggalkan dunia fana, dan diangkat oleh Allah sebagai pelindung atau pengayom manusia yang masih ada di dunia. Malaikat atau dewa-dewa itu tidak sama dengan Ka-suru-an).
(5). LEMBOY IN TO-TOUW-AN (SUMBER HIDUP)
1. Lemboy in to-touw-an ya e ni’itu ya lemboy im pa-ka-sa se me-no-nouw, se may asi lemboy ing ka-wasa wo-n to-touw-an (sumber hidup adalah sumber dari segala yang hidup, yang berasal dari sumber kuasa dan hidup).
2. Lemboy in to-touw-an, ya telu karu’ le-lemboy-an :
(sumber hidup terdiri dari 3 unsur sumber :)
a. Mu’kur (roh)
b. Lungus (jiwa)
c. A-seng (nyawa)
3. Icoy-na in lemboy in to-touw-an awe-an telu icoy :
(sifat sumber hidup ada 3 macam)
a) i’icoy-en i mu’kur ka-ure-ure
(sifat roh itu kekal)
b) i’icoy-en i lungus ca-wana ka-akaran
(sifat jiwa itu tidak terbatas)
c) i’icoy-en i-aseng ma’akar pa’’pa’an se touw ma-langkoy ke’ wo ro’ona ka’ay ma-pate.
(sifat nyawa itu terbatas karena manusia berlalu dan bisa mati)
• ma’akar ya e ni’itu ya ma-ki’it ing ka-sale’an i Ka-suru-an wo ma-ki’it ka’ay in tu-tumbi’an an-tu-mena in ta-tawoy-en lo’or ku-ma’pa tawoy-en lewo’ ni-ema e-esa wo sei-esa.
• ca ma’akar ya e ni’itu ya ma-ki’it ing ka-sale’an i Ka-suru-an wo ma-ki’it ing ka’ay in tu-tumbi’an an-tumena in ta-tawoy-en lo’or ku-ma’pa tawoy-en lewo’ ni ema’ i-esa wo si-esa.
• (tak terbatas, tergantung pada keinginan Ka-suru-an dan terutama juga tergantung pada perbuatan baik atau jahat seseorang, jadi sesuai dengan timbangan perbuatan baik dan buruk yang dilakukan seseorang).
4. Sa-paka em bi-witu won i’icoy in lemboy in to-touw-an a nuntep e telu lemboy to-touw-an ni’itu, ya tanu se anio :
(Adapun keberadaan dan sifat sumber hidup dalam ketiga unsur sumber hidup itu adalah :
a) Mu’kur i-itu ya sia ni ma-esa wo me-no-nouw ang-karapi i Ka-suru-an ane en icoy na pute waya ca-wana ka’akar-an.
(Roh itu bersatu dan hidup bersama-sama dengan Ka-suru-an sehingga sifatnya sama-sama tak berkesudahan).
b) Lungus i’itu ya siya ni-maesa wo se-touw me-no-nouw wo se lu-mangkoy-o, se ma-muali- “apo-apo’” a mange en de-reges-an wo ka’ay me-no-nouw a se e’ema’an walina.
(Jiwa itu bersatu dan hidup dengan manusia yan hidup serta yang sudah meninggal dan sudah menjadi dewa (malaikat) di alam baka dan juga hidup diantara ciptaan lainnya.)
Lungus i’itu ya en ticoy-na ca-ma’akar, ta’an ambisa e nento’an na, ya e ni’itu ay tanu i ci’it in e’ema’an na, sa lo’or ya siya mento’ oka ang Ka-senduk-an , ta’an sa siya keli eng ka-lewo’an ni-ema’ an tu-tuw-na i me--no-nouw, ya e siya mento’ oka ang ka-susa’an an tampa “ka-RI-COKO-an” (neraka).
(Jiwa itu sifatnya tak berkesudahan, tetapi dimana ia berdiam, ditentukan oleh perbuatannya, kalau baik ia akan hidup didalam Paradiso, tetapi kalau hidupnya terlalu jahat akan hidup dalam kesusahan atau neraka.)
c) Aseng i’itu ya me-no-nouw ase touw wo se e’ema’an wali-na, en ticoy-na ya tanu se ani- yo’:
(Nyawa itu hidup dalam diri manusia dan ciptaan lainnya, sifatnya adalah sbb):
a) ca-ma’akar sa “I-casale’ “ i Ka-suru-an.
( tak berkesudahan kalau di ingini oleh Ka-suru-an).
b) ma’akar am-pa’pa’an e naseng na ro’ona ke’ indon i Ka-suru-an ku-mi’it ing ka-sale’an Na, wo ku-mi’it im pi-na-ema’na lo’or ku-ma’pa lewo’, aseng I-itu ma-ento’ a se sapa-sapa tanu se touw, aloa, anem won atu, wo se a-apa-an walina.
(terbatas karena nyawa dapat dicabut Ka-suru-an sesuai kehendakNya serta sesuai perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya, nyawa itu berdiam didalam mahluk atau apa saja seperti manusia, binatang, tumbuhan , batu dan lain-lain).
dan benda.)
d) Lemboy to-touw-an i’itu pa-we’e a se ca-sale’ i Ka-suru-an.
(Sumber hidup itu diberikan kepada siapa yang dikehendaki oleh Ka-suru-an).
5. Mu’ukur i’itu ma-ka-ure-ure, wo me-nouw a si Ka-suru-an wo se touw :
(Roh itu kekal dan hidup dalam pribadi Ka-suru-an dan manusia).
a) Mu’kur si ma-ka-ticoy ka ure-ure, am-pakasa-kasa ni-ma’esa wo me-no-nouw a nuntep i Ka-suru-an am-pa’pa’an si Ka-suru-an Mangko-Wangko’.
(Roh yang kekal itu, secara utuh bersekutu dan hidup dalam pribadi Ka-suru-an, sebab Ka-suru-an itu adalah “YANG MAHA-AGUNG.)
b) Mu’kur i’itu ay-we’e ka’ay i Ka-suru-an a se touw am-pa’pa’an “ayca-sale’na”, en ta’an “raica ay we’e na ase e’ema ‘an wali-na.
(Roh itu di berikan juga kepada manusia karena Ia berkenan, tetapi tidak diberikan kepada ciptaan lainnya.)
Mu’kur i’itu pa-we’e i Ca-suru-an a se touw le’nas wo ma-sale’ wo lu-melo in untep-an i Mu’kur itu.
Roh itu diberikan Ka-suru-an kepada orang yang kudus dan ingin serta merindukan untuk didiami oleh Roh itu.
Mu’kur a se touw ro’ona ka’ay indon i Ca-suru-an , ku-mi’it ing ka-sale’an Na, en ta’an si mu’kur itu indon- Na sa si touw wi-nean mu’kur i’itu mema’ o ing ka-mesea’an wong ka-lewo’an si ra’yo toro wean a’am-pung-an.
Roh didalam tubuh manusia dapat diambil kembali oleh Ka-suru-an, menurut keinginanNya, tetapi tentunya orang yang sudah menerima Roh itu sudah membuat kesalahan dan dosa besar sehingga tidak diampuni.
6. Lungus ay-we’e i Ca-suru-an a se touw wo se e’ema’an wa-lina, wo ro’ona ku-mi’it ing ka-sale’a i touw wine-an ku-ma'pa ni-untep-an i lungus itu.
(Jiwa itu diberikan Ka-suru-an kepada manusia dan ciptaan lainnya, dan dapat mengikuti keinginan orang yang diberi atau menerima jiwa itu.
Sa si touw ni-untep-an i lungus lo’or em pa-ema’an ang ka-yo’ba’an, si lungus itu ma-kere oka ka-aruy-an ang Ka-senduk-an.
(Apabila orang yang ditempati jiwa baik kehidupannya di dunia yang fana, maka jiwanya juga akan beroleh bahagia di Ka-senduk-an.)
Sa si touw ni-untep-an i lungus keli ka-lewo’an ku-ma’pa ka-sea’an ang ka-yo’ba’an, ya siya ka’ay em mampoy ing kalewoan wong ka-sea’an i touw pe-ne-no-nouw-an na ang ka-yo’ba’an, ya wuleng-en na oka an tampa tiruw ing ka-susa’an si pa-tu’ul-en “RI-RI-COKO-AN” (NERAKA).
(Kalau orang yangdidiami jiwa banyak kejahatandan dosa didunia fana, maka jiwa itulah yang akan menanggung kesalahan dan dosa dari pada orang yang didiaminya di dunia, dan akan ditanggung oleh jiwa itu di tempat penuh penderitaan yaitu neraka).
7. A-seng ay-we’e i Ca-suru-an a se touw wo se e’ema’an walina, en ta’an ka-wisa ro’ona indon Na kuma’pa indon e touw kuma’pa indon e e’ma’an wa-lina, tanu kine sa a n oras na o im pe-ki-wareng, ku-ma’pa pi-nate e touw, ang ku-ma’pa ti-nena in-ampoy, ku-ma’pa ka’ay ay ca wangkur am-pa’pa’an ti-nena in atu.
(Nyawa diberikan oleh Ka-suru-an kepada manusia dan ciptaan lainnya, tetapi dapat diambil sewaktu-waktu olehnya atau oleh orang atau ciptaan lainnya, seperti kalau sudah saatnya kembali kepada Dia, atau dibunuh orang atau terkena penyakit, atau terkena musibah atau akibat ditimpa sesuatu benda).
8. Mu’kur wo lungus wo A-seng ay tantu way em bine-an i Ca-suru-an.
( Roh, Jiwa dan Nyawa telah ditentukan kepada siapa di berikan oleh Ka-suru-an).
a) Se touw wine-an i Ca-suru-an pa-ka-sa im Mu’kur wo lungus wo aseng pa-ka-sa ampa’pa’an se-touw pa-upus-upus ke i Ca-suru-an.
(Roh, Jiwa dan Nyawa kesemuanya diberikan Kasuruan kepada manusia, karena manusia, sangat dicintai oleh Ka-suru-an.
Si Mu’kur ay-we’e may ma-akin ing ka-touw-an ang ka-senduk-an a si lungus, wo si Lungus ay we’e may ma-akin ing ka-touw-an i Aseng wo e N aseng ay-we’e may tu-mouw ing ka-touw-an i owak.
(Roh diberikan untuk membimbing kehidupan rohani daripada Jiwa dan Jiwa diberikan untuk membimbing kehidupan Nyawa dan nyawa diberikan untuk menghidupi kehidupan jasmani).
Sa se touw mate, e naseng ma-la’la’us ku-mesot, tu-mela’uw wo tu-mincas, en ta’an si mu’kur wo si lungus ku-mi’it me-wali-wali mange ang Ka-senduk-an sa le’nas nang Ka-yo’ba’an, ta’an sa lewo’ nang Ka-yo’ba’an si mu’kur tu-mincas wo si lungus mange kine an lesar tiruw ing ka-susa’an muleng im pi-na-ema’ i touw lewo’ am-pa’pa’an si touw itu rai-ca ma-upus si lungus-na.
(Apabila manusia mati, maka nyawanya langsung keluar, tetapi roh dan jiwa ikut bersama-sama ke Ka-senduk-an bila ia baik didunia, tetapi kalau ia jahat didunia, roh akan memisahkan diri dan jiwa akan menanggung dosa ditempat yang penuh siksaan dan penderitaan karena orangnya tidak menyayangi jiwanya selama masih didunia.)
b) Se e’ema’an wa-lina, a-salo wi nean Lungus wo A-seng en ta’an ra’ica wi-nean mu’kur.
( ciptaann lainnya hanya diberikan jiwa dan nyawa, tetapi ciptaan lainnya tidak diberikan Roh).
Sa se e’ma’an wa-lina mate, si lungus wo e n aseng na ma-la’la’us tu-mincas wo ma-ka’ka’pu miyo ta-ni’tu.
(Kalau ciptaan lain mati, maka jiwa dan nyawanya langsung meninggalkan dan hilang begitu saja.
(6). ROAR WANGKER ME-NO-NOUW (ALAM RAYA YANG HIDUP).
1. Roar wangker me-no-nouw ya ni-ema’ i Ka-suru-an ang-ka-toro-an in ra-rangka’an wong ka-wangko’an i ngaran-Na.
(Alam raya yang hidup diciptakan oleh Ka-suru-an untuk kebesaran ke-mulia-an-Nya.)
2. Roar wangko’ a niyo’ ma-ka-tulung a-se telu tu-tulung-an :
Alam raya ini terdiri dari 3 unsur :
(1). Tana’ (Tanah)
(2). Rano (Air)
(3). Omba’an (Jagad raya).
3. Pa-ka-sa se a-nuntep in a yom-ba’an a wean aseng.
4. Roar anio’ ya ni-ema’ ku-mi’it ing ka-sale’an i ni mema’ i ni’itu ang-ka-toro-an ing ka-aruy-an e ni ema’na.
(Alam raya ini diciptakan menurut keinginan penciptaNya untuk kebahagiaan ciptaanNya).
Icoy in ayom-ba’an maki’it in sapa eng ka-sale’an i ni-mema’ ing ayom-ba’an ang-ka-toro-an e ni-ema’Na.
(sifat alam raya mengikuti apa yang dikehendaki penciptanya untuk kepentingan ciptaanNya).
5. Roar me-no-nouw anio’ le-lekep ing ka-touw-an e e’ma’an ru-mangka-rangka’ wo lu-mo’o-lo’or.
(Alam raya yang hidup ini adalah untuk melengkapi kehidupan dari mahluk yangpaling mulia)
6. Tana’ ma-touw in ti-nanem se keli toro-na a se touw im baya, wo ka’ay ke-keli-an ka-sia’an an-darem wo nam-bawo in tana’ , wo an dangka’ in o-omba’an an-toro-na ing ka-touw-an e touw.
(Tanah menghidupkan tumbuhan yang banyak gunanya bagi manusia dan juga banyak kekayaan didalam maupun diatas tanah serta dijagad raya yang diperuntukkan bagi kehidupan manusia.)
8. Rano ma-we’e ka-touw-an a se pa-ka-sa in ni-ema’ i ni mema’ im-baya-waya.
(Air memberikan kehidupan kepada semua ciptaan yang diciptakan oleh pencipta segala-galanya).
9. E’eges-an wom pa-ka-sa se a-nuntep-na ni-ema’ an-toro-na e touw wo se e’ema’an wa-lina.
(Jagad raya dan segala isinya dibuat untuk semua manusia dan ciptaan lainnya).
7. A’APA’AN ME-NO-NOUW WO A’ATUN (MAHLUK HIDUP DAN BENDA-BENDA).
1. Pa-ka-sa se a’apa’an me-no-nouw won a’atun ma’akar-ke’.
(Semua mahluk hidup dan benda-benda ada jiwa dan nyawa.)
Lungus won aseng e a’apa’an wo se a’atun ma’akar-ke’.
( Jiwa dan nyawa mahluk dan benda-benda terbatas.)
2. Touw ya karu’ re’en a’apa’an ru-mangka-rangka’ wo lu-mo’o-lo’or :
Manusia adalah mahluk yang paling mulia):
a) Se touw ka-tare-tare ang Ka-senduk-an ya si Inang Kuntel wo si Ina’ Kuntel.
(Manusia pertama-tama di Ka-senduk-an adalah Inang Kuntel dan ina’ Kuntel.
b) Si inang Kuntel ya siya si me-wawa wo ma’akin si Ina Kuntel, tu’mo’tol in to-ya’ang-e’ akal si Ina’ Kuntel ma-kere to-ya’ang.
(Inang Kuntel adalah Inang Pengasuh dan pembimbing dari Ina’ Kuntel sejak kecil sampai memperoleh anak.)
c) Ana’ i Inang Kuntel ka-tare, ya e ngaran-a ya karu’re’en Tu’ur e Tuama.
(Anak dari Ina’ Kuntel yang pertama bernama Tu’ur e Tuama.)
d) Cu-mi’it in tu-turu’ i Wailan Wangko’ wo se Apo-Apo’ an de-reges-an asi Inang Kuntel, ya karu’ si Ina’ Kuntel Amut e We-wene ro’ona kine ku-maweng wo si Tu’ur e Tuama, am-pa’pa’an raica wana tuama wa-lina ang Ka-senduk-an , en-ta’an sera musti lu-mangkoy ing keli a’ator-an won tu-turu’ i Amang Ka-suru-an wo se Apo-Apo’ an de-reges-an.
(Mengikuti petunuk dari Wailan Wangko’ dan Apo-Apo’ di alam baka kepada Inang Kuntel, bahwa Ina’ Kuntel dapat dikawinkan dengan Tu’ur e Tuama , berhubung di Ka-senduk-an tidak ada sama sekali seorang laki-lakipun, tetapi harus melalui syarat-syarat dan banyak petunjuk dari Wailan Wangko’ dan Apo-Apo’ di alam baka).
3. Icoy e a’apa’an me-no-nouw wo se a’atun mem-bam-bali-na-an wo ma-akar-ke’.
(Sifat mahluk hidup dan benda-benda berbeda-beda dan terbatas.)
Ka-wa-lina-an in icoy in a’apa’an me-no-nouw wo se a’atun ,an-tu-mena in e’eter, keter won e’enter.
(Perbedaan sifat mahluk dan benda-benda, terletak pada gaya, kekuatan dan kemampuan.)
4. A’apa’an won a’atun wi-nean lungus wo aseng ka-rapi in e’eter, keter won e’enter, ta’an se touw ay lebe mange am-pa’pa’an wi-nean ka’ay “mu’kur”.
(mahluk dan benda-benda diberikan jiwa dan nyawa serta gaya, kekuatan dan kemampuan tetapi manusia diberi kelebihan yaitu mu’kur atau roh.)
5. Aloa won anem won atu wo se-pa-ka-sa se e’ema’an wa-li-na, ya ni-ema’ an an-tu-moro ing ka-toro-an ne touw.
(Binatang, tumbuhan, benda-benda serta semua ciptaan lainya, diciptakan untuk keperluan manusia.)
6. Pa-ka-sa se a’apa’an wo sea’ atun wo se e’ema’an wa-lina ya ni-ema’ men-sun-sule-an wo men-ten-teir-ran wo men-ton-touw-an, am-pa’pa’an sa si-esa an-doro’ era’ ma-ka’pu, tantu mange may ing keli wo mange may im pa-nesel-an a se endo-endo me-nga-ngay.
(Semua mahluk dan benda-benda serta ciptaan lainnya diciptakan untuk saling mendukung, sa-ling memelihara, saling menghidupkan, sebab apabila salah satu dari antara mereka punah atau habis, pasti akan menimbulkan permasalahan besar dan menimbulkan penyesalan dimasa mendatang.)
8. KA-WASA WONG KAMANG E TOUW (KUASA DAN TALENTA MANUSIA).
1. Se touw wi-nean i Ca-suru-an ka-wasa lu-mebe may a se e’ema’an wa-lina, am-pa’pa’an se touw wi-nean kamang am-pa-ka-sa ing ka-toro-an nera wo ka’ay pa-upu-upus keli wo ay-esa-esa may i Ca-suru-an.
(Manusia diberikan oleh Ka-suru-an kuasa melebihi ciptaan lainnya, karena manusia diberikan berkat dan talenta yang berguna bagi mereka dan juga sangat dicintai dan diistimewakan olehNya.)
2. Ka-wasa wong kamang ay we’e i Ca-suru-an a se touw, ya karu’ tanu se ka-wasa wo kamang antu-mena i ma-pikir, ma-pendam, ma-epe’,ma-ra’da, ma-linga, ma-pa’an, ma-sigil, wo se ka-wasa-ka-wasa ro’ona pa-paken nera an-tu-moro ing ka-touw-an nera wo ro’ona ka’ay pa-paken ang-ka-toro-an in ru-mayo i ngaran i ni mema’ im baya-waya.
(Kuasa dan berkat serta talenta yang diberikan Ka-suru-an kepada manusia antara lain kuasa dan berkat serta talenta untuk berpikir, merasakan, mencicipi, mencium, melihat, mendengar, menelaah, menguji, menimbang dan semua kuasa yang mereka dapat gunakan untuk kehidupan serta berguna juga untuk dijadikan saran untuk memuliakan nama dari pencipta segala-galanya.)
3. Am-pa’pa’an se touw wi-nean ka-wasa lu-mebe may a se e’ma’an wa-lina, si’tu-o sera wi- nean ka’ay ka-wasa ma-wutul ku-ma’pa ma-era, ku-ma’pa su-mawel in sapa-sapa se pendam-en nera wo ke-ilek-an era ra’ica men-so-lawit-an wong ka-sale’an i Ca-suru-an.
(Karena manusia diberikan kuasa melebihi ciptaan lain, maka manusia diberikan juga kuasa untuk memperbaiki, memindahkan, merobah apa saja yang mereka rasa dan tahu tidak bertentangan dengan kehendak dari Ka-suru-an.)
4. Kamang wo ka-wasa wangko’ ay-we’e i Ca-suru-an ase touw ya karu’ tanu se ro’ona ma-pake se pa-ka-sa-ka-sa ing ka-sia-sia’an am-bawo wo an-darem in tana’ wong ka-yo’ba’an wo roar won e’eges-an ang-ka-toro-an ing ka-touw-an nera.
(Berkat dan talenta besar yang diberikan Ka-suru-an kepada manusia adalah berkat dan kuasa besar untuk memanfaatkan dan menggunakan semua kekayaan diatas dan didalam tanah serta bumi dan alam maupun jagad raya, untuk keperluan hidup mereka.)
(9). KA-TOUW-AN (HIDUP).
1. Ka-touw-an ya e ni’itu ya tu’us ing ka-wasa wong e’eter won e’enter wangko’ i Ca-suru-an si raica ca-kua in doma’ , am-pa’pa’an Sia ro’ona mema’ si sapa ke’ si ica-sale’Na wo sapa si pikir-en Na awean toro-na ing ka-lo’o-lo’or-an im baya waya.
(Hidup itu adalah bukti atau manifestasi dari Kuasa serta gaya dan tenaga serta kekuatan dan kemampuan luar biasa dari Ka-suru-an yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, karena Ia dapat melakukan apa saja yang dipikirkanNya bermanfaat bagi kebaikan segala-galanya).
2. Eteng in to-touw-an awean telu, ya e ni’itu ya :
• oak (fisik)
• e’endam (indera)
• a’awon wo e’ema’ (karsa dan kreasi).
Icoy in e’eteng-en i’itu ya ma-akar-ke’karu’.
(sifat unsur-unsur itu terbatas).
• oak ya punya im pa-ka-sa se ni-ema’
• e’endam lekep punya-ke’ e touw
• e’endam raica lekep punya e e’ema’an walina
• a’awon wo e’ema’ lekep punya ke’ e touw
• a’awon wo e’ema’ raica lekep punya e e’ema’ an wa-lina.
fisik dimiliki oleh semua mahluk ciptaan
indera lengkap dimiliki manusia
indera tidak lengkap dimiliki ciptaan lain
karsa dan kreasi lengkap dimiliki manusia
karsa dan kreasi tidak lengkap dimiliki ciptaan lain.)
3. TI-TIMBOY-AN ING KA-TOUW-AN (PRINSIP HIDUP).
Ti timboy-en ing ka-touw-an ya e ni’itu ya ti-timboy-en e a’apa’an ni-ema’ i Ca-suru-an ya e ni’itu ya:
. E’eman-an
. ka-wutul-an
. ka-le’nas-an
(Prinsip hidup adalah pegangan mahlukl ciptaan dari Ka-suru-an, yaitu :
. keyakinan
. kebenaran
. kesempurnaan).
2. Icoy in ti-timboy-an ing ka-touw-an i’itu ya ro’ona ma’akes ro’ona ka’ay ra’ica ma’akes,
am-pa’pa-an se ni-ema’ ya wi-nean karu’ ka-loas-an.
(Sifat prinsip hidup itu dapat mengikat dan tidak mengikat, karena ciptaan diberikan
kebebasan).
3. E’eman-en ya am-pa’pa’an in e’endam e touw an tu-mena in ka-ka-wasa-an, e’ter e’enter
wo se-sapa-sapa se ma-muali ang ka-yo’ba’an kuma’pa an roar kuma’pa an e’eges-an won
se tu’us-tu’us ang-ka-wali-an in sapa-sapa se ka-la’mer-en kuma’pa ka-bingon se ma-mua-
li an de’kos era.
(Keyakinan dan iman ditimbulkan oleh perasaan manusia terhadap kekuasaan, tenaga
dan kemampuan dan apa saja yang terjadi di bumi, dialam dan jagad raya serta oleh
bukti-bukti apa saja yang menyeramkan, heran dan ajaib yang terjadi disekitar
mereka).
4. Ka-wutul-en ya e ni’itu ya se pa’wa’won wo se pa’ngangen e touw an tu-moro i ma’mbambo ing ka-le’nas-an, ane sapa si pa’ngangen i pa’waya’ ang ka-rapi ing ka- wutul-an.
(Kebenaran adalah apa yang di inginkan dan dicapai oleh manusia untuk mencapai
kesempurnaan , jadi apa yang dilakukan atau apa yang diinginkan dijalankan dengan
prinsip kebenaran).
5. Ka-le’nas-an ya eni’itu ya ka-touw-an am-bisa se touw ro’ona mendam ing ka-elur-an
wong ka-aruy-an ya e ni’itu si pa-kuwa in Ka-senduk-an.
(Kesempurnaan itu adalah kehidupan dimana manusia dapat merasakan ketenteraman
dan kebahagiaan yang disebut Ka-senduk-an).
(7). A’AS-AN ING KA-TOUW-AN (PEMIKIRAN HIDUP):
1. Ri’i in pa’a’asan ing ka-touw-an e touw ya ni’itu ya :
(1). o’owon
(2). u’us
(3). a’adan
(Dasar pemikiran hidup manusia adalah :
(1). mythos
(2). logos
(3). realita
2. O’owon ya e ni’itu ya ku-kuwa wo se pu-pu-rengkey-en te’-te’louw-en e ma’tua, an tu-me na se ma-mualia,wo se pi-nendam,wo se ni-epe’an nera a se endo-endo lumangkoy, ma-ka lebe-lebe se ka-la’meren, wo se ka-bingon, wo se raica ka-wuka’an i nga’as, wo se pa-ka se ma-muali en ta’an raica toro wo’on ma-untep ang nga’as.
(Mythos adalah ceritera dan penuturan peninggalan leluhur serta apa yang pernah terjadi dan mereka rasakan serta alami dalam kehidupan sehari-hari pada waktu-waktu yang sudah berlalu, terlebih-lebih peristiwa yang seram menakutkan, mengherankan dan tidak dapat di ungkapkan oleh pikiran serta semua kejadian yang tidak masuk akal).
3. Ri’i in pa’a’asan pa nga’nga’an i pa-ki’it in e’enter won icoy wong ka’apa’an i i’itu.
(Dasar pemikiran dicernakan sesuai dengan kemampuan dan sifat dan keadaan sesuatu).
(8). SU-SUSIY-EN ING KA-TOUW-AN (AJARAN HIDUP).
1. Su-susiy-en ing ka-touw-an ya e ni’itu ya ari’i in tam-bisa em ma’ka’ange im pa’ngangen
wom pa’wa’won.
(ajaran hidup adalah dasar atau pedoman tentang bagaimana cara mencapai maksud dan tujuan).
2. Awean telu ari’i in su-siy-en , ya e ni’itu ya :
(1). e’eman-en won a’aram-en
(2). a’andey-an wo e’eilek-an
(3). a’awon won e’ema’
(Ada tiga dasar ajaran, yaitu:
(1). kepercayaan dan kebudayaan
(2). ilmu dan pengetahuan
(3). karsa dan kreasi.)
3. Su-susiy-en ing ka-touw-an i’itu ya ma-gero’ wo entur wo men-tun-tulus-an ma-ki’it in
a’ada’an wom pa-waya’-an in-endo.
(ajaran hidup itu dinamis dan fleksibel serta berkaitan terus menerus mengikuti situasi
dan perkembangan zaman).
(9). KA-SENDUK-AN (PARADISO).
SIOUW TA’AR WANGKO’
1. ME-UPU-UPUS-AN ANG KA-UPUS-AN
MA-UPU-UPUS-AN ANG KA-UPUS-AN YA KARU’ SI ESA WO SI ESA MA-UPU-UPUS-AN WAYA AM-PA’PA’AN SA ME-UPU-UPUS-AN WAYA PA-KASA WAYA MA-KA PENDAM ING KA-ARUY-AN WONG KA LO’OR-AN WO KA’AY RA’ICA WANA KA-TOKOL ANE KINE KITA MUSTI ME-WALI-WALI ANG KA-UPUS-AN
2. ME-ARU-ARUY-AN ANG KA-ARUY-AN
ME-ARU-ARUY-AN ANG KA-ARUY-AN YA E N A-ANGEN I NI’ITU YA SE TOUW IM PA-
KASA PUSIK MENG-A-ARUY-AN SI ESA WO SI ESA SI’TU MA-MENDAM ING KA-
ARUY-AN WAYA.
3. ME-ELU-ELUR-AN ANG KA-ELUR-AN YA E N A-ANGEN NA SE-TOUW IM PA-KASA
PUSI’ NA
ME-ELU-ELUR SI ESA WO SI ESA SI’TU RO’ONA MEMA’ ING KA-ELUR-AN IM BAYA-
WAYA.
4. ME-LESE-SEN-AN ANG KA-TA-LESEN-AN
MA-LESE-LESEN-AN ANG KA-TA-LESEN-AN E N ANGEN NA YA PA-KASA SE TOUW PUSI’ NA ME-LESE-LESEN-AN SI ESA MA-SARU IN TAWOY-EN WON I’ICOAN KU-MA’PA MA-SARU-SARU ING KA-SUSA-AN WON SAPA-SAPA SE PA-SARU-SARUN SI’ITU NDO’NA
MA-MUALI TA-LESEN AM-PA’PA’AN ING KA-TA-LESEN-AN.
5. MEN- SAN-SAMA’ ANG KA-SAMA’AN
MEN-SAN-SAMA’ ANG KA-SAMA’AN YA E N ANGEN NA YA SE TOUW RUSI’ (MUSTI) MEN-SAN
SAN-SAMA’ ASI ESA WO SI ‘TU RO’ONA MANGUN ING KA-KAMA-AN IM BAYA-WAYA.
6. ME-LO’O’LO’OR ANG KA-LO’OR-AN
ME-LO’O’LO’OR ANG KA-LO’OR-AN YA EM PA’NGANGEN NA YA SE TOUW IM PA-KA-SA PUSI’ NA ME-LO’O-LO’OR-AN SI ESA WO SI ESA SI’TU RO’NA KU-METEP ING KA-LO’-OR-AN
7. ME-EME-EME’ ANG KA-EME’AN
ME-EME-EME’ ANG KA-EME’AN YA E N ANGEN NA YA SE TOUW RUSI’ (MUSTI) MA-EME-EME’
A SE KA-KELE TOUW SI’TU MA-MENDAM ING KA-EME’AN.
8. MA-SIGIL
MA-SIGI-SIGIL WO MA-RETI-RETI ANG KA-RETI-AN
9. MEM-BETI-WETI ANG KA-WETI-AN
MEM-BETI-WETI-AN ANG KA-ETI’AN YA E NARTI NA RUSI’ MA-WETI-WETI SI’TU RO’ONA
MENDAM ING KA-WETI-AN.
E N E S
ENES YA KA-PANDEY-AN WO KE-KEILEK-AN MA-MUALI TI-TIMBOY-EN E TONA’AS WO SE TE-TERUS-AN WO SE KI’I-KI’ITEN WO SE TOUW MA-SALE’ AWEAN TI-TIMBOY-EN.
ENES IITU SU-SUSUY-EN E MA’TUA ANG KA-PENES-AN, MA-KAILEK-O IN E ENES-EN, YA RO’NA OKA TAWOY-EN IN ESA-ESA.
E-ENES-EN IITU YA WANGKER KELI ENG KA-TORO-AN-A.
SA MA-KEILEK-O IN E-ENES-EN,YA RO’ONA MA-MUALI KI’I-KI’ITEN AKAR I MA-MUALI TONA’AS KU-MA’PA WALI’AN KUMA’PA TE-TERUS-AN.
YA N TA’AN SA MA-SALE’ MA-KAILEK IN E-ENES-EN, YA MUSIY SU MAMA-SAMA’.
U-USIY-EN IN E-ENES-EN YA KARU’ :
- PA-KASA IN SAPA-SAPA SE AN-OWAK AWEAN TU-TULUS-AN WO SI LUNGUS WO SI MU’KUR.
- PA-KASA SE TOUW MA-KA-PUNYA TICOY IN-OWAK WON TICOY IN LUNGUS WO N TICOY I MU’KUR.
- TU-TUMBI’AN WONG KA-ESA-AN E RUA TICOY IITU RO’ONA KA-ANGE-AN LU-MANGKOY IN A-ASAR-AN I LUNGUS WO SI MU’KUR.
- OWAK E TOUW AWEAN TICOY ING KA-WASA, KE-KE-ILEK-AN WO AM BITU.
- TICOY I LUNGUS WO SI MU’KUR KU-MA-WASA IM BAYA WAYA WO ME-ENA-ENA’ AM PA-KASA IN OAR.
- A-APA-AN AN-TUMENA ING KA-SIYA’AN KU-MA’PA SAPA-SAPA KE’ YA A-MIYO’NA WAYA IM A-ANGEN WONG KA-PANDEY-AN WO SI LUNGUS WO SI MU’KUR.
- E-ENES-EN YA MA-KA SAPUT WAYA SE A-APA-AN SE AWEAN PE-TULUS-AN WO N OWAK WO N OAR IM BIRU’ WO N DE-REGES-AN.
- E-ENES-AN YA MA-TOY-TOY I N ESA PE-KU’KUP-AN IN OAR IN OWAK WON OAR IM BIRU’ WO N DE-REGES-AN.
- A-ANGEN KA-SOMOY-AN YA KARU’ AN-TUMENA ING KA-SENDUK-AN I LUNGUS WO SI MU’KUR.
- E-ENES-AN RA’ICA WANA TU-TULUS-AN ASI KA-SUSA-AN ANG KA-SOMOY-AN.
SU-SUSIY AN-DORO’ IN E-ENES-EN
- E-ERO’EN IN OWAK MA-WE’E USIY AN TU-MENA IN A-ASAR-AN IN ASENG-AN,A-ASAR-EN I MAKA TURUS,............MA-WE’E KA-PANDEY-AN IN OWAK ESA-SA.
- A-ATOR-AN ING KA-ALER-AN WONG KA-POPO-AN, TE-TEIR-AN WO MA-PERENTA IN NO’AT E-ENDAM IM PO’OT,RA’DAK,RO’KOS,KECEY,KAMA WOM-BAYA-WAYA AN OWAK,MA-AWES KU-MA’PA MA-INA’ IM BAYA WAYA’AN IN ENDA’,MA-EMA’ IM BEREN KU-MA’PA IN LUNTENG RUMEINDANG TU-TUMAREPE’AN KE’ MAY,TU-MA-REINTENG IN SAPA-SAPA WO MERO’ KU-MA’PA TU-MEMBUR KU-MA’PA RU-MANO KU-MA’PA RU-MEGES KU-MA’PA MAKA’PU TU-MAREPE’AN KE’MAY.
- RO’ONA MUPUS KU-MA’PA TU-MOPOK IN OWAK KU-MA’PA AMO AN SANGA WIWI AKAR AN SANGA WIWI, TA’AN RA’ICA MENDA’ WO ME-KU’KUP KA’AY SA EM PUPUS KI-NEMBUT-O WO MA-LA’LA’US MA-EMA’.
- MAYA’ AN API,KU-MA’PA TU-MELEW,KU-MA’PA LU-MOTIC ASI KUNTUNG ESA MANGE ASI KUNTUNG ESA.
- A-ATOR-EN WON WA-WALI-AN ING E-ETER WON TICOY.
- KU-MESOT ING KETER AN UNTEP IN OWAK ME’DEL IN API KU-MA’PA MENTO’ IN-URAN, KU-MA’PA’ SELENDUK.
- PA-UNTEP-AN I LUNGUS E TOUW WALINA KU-MA’PA MU’KUR , MANGE AM BISA WISA,
- E-EMA’AN KU-MA’PA O-OWON KU-MA’PA O-OMBA’AN IN IRU’, WO SE RELI’ WO SE LE-LEMA’AN (METAFISIKA , GAIB, MISTIK.)
- KA-WASA AN DE REGES-AN.
- KU-MESOT KU-MA’PA KU-MA’PU IN SAKIT E TOUW A-SALO RURA’AN.
- LELE’EN I WALI’AN WO SE TONA’AS.
TU-TU’US A SE TOUW :
TENGE-NA E TOUW, E-ELEW WO SE ALOA WO SE A-APAN
WARA’ LO’OR
WARA’ LEWO
TI-TICAK
SUME-SENDOT
WIRU’
SOPIT
KO’KOK
E-ELEW
ALOA
A-APAN
WA’AN
SEKOL
ULA’
REGES
URAN
SENDANG
SERAP
ENDO
E-ERO’EN
SEMPAK
POSOK-EN I SAPA-SAPA
NUWU’ E MAKA-TANA’
MINDO API RICET-AN.
WOUW-A MARISA KOKOAK TI-NUNU
TU-MAWOY PELI’I, MA-PA-KUKUK SI CO’KO
WARA’ MAKA-PITU NGATUS
KE’KE’MAKASA, WESARAN IM BALE.
SOPIT ME-NE’CEK-NE’CEK :
Tu’us su-sungkul se ru-a’du an tu-mu’tul i n ari’i wo sendi im bale, ku-ma’pa wa-wangun-en sapa-sapa-ke’ , wo ka’ay mouw wo lu-mingouw (meneliti) im-baya-waya se tu’tulen an tu-moro im ba-wangun-en.
KA-LIMPO’PO’AN ME-NGURI-NGURI AM PA-NA’PA’
Awean sakey ku-ma’pa ta’ar an tayang wo may.
LOWAS MA-KAPAT WO KE’KE’ MA-KASA.
Tu’us im bara’ in sendi wo a-ri’i i m ba-wangun-en.
RO’KO PA-SOLONG-EN
SA-PAKA KO YA WATU TA’AN KO INDON AMI PE’TUMO-TOWA
SUMO’KA’AD MAKA-SIOW
LU-MEAK MAKA-SIOW
LENTU’ IM BULU’UD I PA-KI’IT IN TENGE-NA I WARA’
LENTU’NA IN DERE TONO I PA-KI’IT IN TENGE-NA I WARA’
LOWAS MAKA-PAT
Tenge-na i wara’ tu’us in do’na tumo’toi maras,
LOWAS MAKA-PAT KE’KE’ MAKA-PAT
SANGAKAY KULO’ SANGAKAY WURING,ROKO’,SAMPURI
SI WARA’ MANGUNI MAKA-SIOUW
MANGUNI MAKA-SIO-SIOUW
KUKUK I CO’KOK REINDANG MAKA-SIO-SIOUW
LOWAS MAKA-PAT, KE’KE’ MAKA-PAT, KETE MAKA-SA
TENGE-NA I WARA KU-MOKOK WO RU-MOYONG.
KIC MAKA-SIOUW
KIC MAKA-SA
SU-MORING OT OT
KIC
MELET
MOMPER
PASIL
SIOUW KOPAT-AN E TOUW
1. TOYA’ANG (0 SAMPAI 9 TAHUN)
2. ME-LONSING (10 SAMPAI 18 TAHUN)
3. WO’BAS (19 SAMPAI 27 TAHUN)
4. KA-LENTER-A (28 SAMPAI 36 TAHUN)
5. KA-WATA’NA (37 SAMPAI 45 TAHUN)
6. KA-KETER-A (46 SAMPAI 54 TAHUN)
7. TUA’NA (55 SAMPAI 63 TAHUN)
8. TA’AS-A (64 SAMPAI 72 TAHUN)
9. PURU’NA (73 SAMPAI 81 TAHUN)
*** USIA atau UMUR 82 TAHUN KEATAS LANGSUNG DISEBUT “APO”
APO-APO’ adalah “DOTU-DOTU” atau “EYANG” yang paling dituakan dalam TA-RANAK.
*** U-UDU’AN E SIOUW KOPAT-AN E TOUW.
SANGA KOPAT ME’E SIOUW U-UDU’AN ANE PA-KASA SE U-UDU’AN YA KARU’ WALU NGA-PULU TU-ME-LA’UW ESA TOUW WAYA.
SE APO’-APO LU-MUKUT AN U-UDU’AN TANU SAWEL IN TA-RANAK I NESA WO ESA TA-RANAK.
UTUSAN DARI SEMBILAN TINGKATAN USIA.
SETIAP TINGKATAN USIA MENGUTUS SEMBILAN ORANG SEHINGGA JUMLAH SELURUH UTUSAN ADALAH DELAPAN PULUH SATU (81) ORANG.
APO-APO’ DUDUK DALAM U-UDU’AN SELAKU DOTU DARI TA-RANAK MASING-MASING.
UTUSAN ini terhimpun dalam suatu O’OAK-AN E U-UDU’AN yang berfungsi selaku utusan atau perwakilan generasi dalam upacara-upacara ritual dan spiritual atau upacara atau acara istimewa dan khusus yang mengharuskan pengiriman utusan atau wakil-wakil dari masing-masing tingkatan umur atau generasi untuk mengikuti upacara atau acara yang dimaksud.
SIOUW PA-KURU-KURU-AN WO PA-SIRI-SIRI’EN
SIOUW PA-KURU-KURU-AN WO PA-SIRI-SIRI’EN YA E NI’ITU YA TANU TU-TURU’ A SE TOUW SI SEY SE PA-KURU-KURU-AN WO SI SEY SE PA-SIRI-SIRI’EN.
SIOUW PA-KURU-KURU-AN WO SIOUW PA-SIRI-SIRI’EN adalah petunjuk pada manusia tentang siapa-siapa yang patut disembah dan siapa yang patut dihormati.
1. AMANG KA-SURU-AN
AMANG KA-SURU-AN YA I SIA-O NI MEMA’ IM BAYA WAYA. WO ANI-SIA WAYA-WAYA
WO EN TO-TOUW-AN WONG KA-TOUW-AN.
AMANG KA-SURU-AN adalah Sang Pencipta dan asal muasal segala ciptaan dan kehidupan.
2. APO-APO’ AN DE-REGES-AN
APO-APO’ AN DE-REGES-AN YA TOUW LO’OR AY PEKI WARENG-O MANGE AN DE-
REGES-AN WO MALUY MA-MUALI “UNI” KU-MA’PA “WUNI” ANG KA-SENDUK-AN.
APO-APO’ AN DE-REGES adalah manusia yang baik selama didunia yang fana yang telah ber
pulang kealam baka dan menjelma manjadi dewa-dewa atau malaekat di Ka-senduk-an.
3. APO-APO’ ANG KA-YO’BA’AN.
APO-APO’ ANG KA- YO’BA’AN YA SERA O SE DOTU-DOTU TU’UR WO TUWA’ IN TA-
RANAK SE ME-NO-NOUW PE’ ANG KA-YO’BA’AN.
APO-APO’ ANG KA-YO’BA’AN itu adalah DOTU-DOTU atau EYANG-EYANG yang masih
hidup dalam dunia yang fana.
4. PA-SELAN IM BANUA
PA-SELAN IM BANUA YA I SERA SE PA-MA’TU’AN (asal kata “MATU’”) IM BANUA SE MA
KA PUNYA E-ELI’EN,A-ANDEY-EN,KA-PANDEY-AN WO KA-LEBE-AN WA-LINA,SI TAM-
PA PA-LUKUT-AN E TU’A -TU’A IN TA-RANAK WO SE TOUW PA-ARAP-EN AWEAN E-EN-
TER KU-MA’PA SE RO’NA WEAN TI-TIMBOY-EN WO LU-LUKUT-AN I’ITU.
PA-SELAN IM BANUA itu adalah yang di-”tua”kan atau yang dianggap “pembesar atau tokoh”
dalam negeri yang memiliki kesaktian,keahlian dan kepandaian serta kelebihan - kelebihan lainya,
yang biasanya diduduki oleh para Tua-tua in Ta-ranak (marga) dan/atau yang dianggap mampu
atau pantas untuk jabatan atau kedudukan yang dimaksud.
5. MA’TUWA
MA’TUWA YA KARU’ SI INANG WO SI AMANG KU-MA’PA SE INA’ WO SE AMA’ IN
TA-RANAK.
MA’TUWA itu adalah ibu dan ayah kandung atau nenek dan tetek atau yang dituahkan dalam
ta-ranak.
6. WALI’AN
WALI’AN YA KARU’ RE’EN SERA SSE TOUW ELI’ KI’I-KI’ITEN IM PA-EMAN-EN, SE MA
WALI-WALI IN SAPA-SAPA KE NAN TU-MENA ING KA-EMAN-AN ASI AMANG KA-SURU-
AN.
WALI’AN (biasanya & kebanyakan “WANITA”, dalam hal-hal tertentu seorang “PRIA”, adalah orang sakti pemimpin spiritual dan kepercayaan, ritual pengobatan dan penyembuhan dan sekaligus dapat bertindak dan merangkap jabatan PEMIMPIN PEMERINTAHAN, yang membimbing segala hal yang berkenaan dengan kepercayaan kepada Amang Ka-suru-an serta mengatur jalannya RODA PEMERINTAHAN dan merupakan panggilan kehormatan tertinggi.
7. TO-NA’AS
TO-NA’AS YA SERA-O SE TOUW ELI’ KI’I-ITEN MA-WALI-WALI IM PA-KASA IN TA-TA-WOY-EN, I’ICO-AN WONG KA-PE-RENTA-AN WOM BAYA WAYA SE SAPA-SAPA NAN
TU-MENA IM PE-RO’ONG-AN.TO-NA’AS itu adalah orang sakti yang menjadi pemimpin serta pembimbing dalam tiap-tiap pekerjaan atau usaha dan pemerintahaan serta segala-segala yang berkenaan dengan urusan negeri.
8. TE-TERUS-AN
TE-TERUS-AN YA I SERA SE TOUW ELI’ SE MA-MUALI KI’I-KI’IT-EN IN SE-SEKE’AN.
TE-TERUS-AN itu adalah orang sakti yang menjadi pemimpin atau hulubalang perang.
9. KI’I-KI’IT-EN (orang-orang cerdik-cendekia yang berpengetahuan dan brilmu, panutan, teladan, guru dan pengajar, pengayom, pemimpin terpandang sesuai dengan talenta serta karunia khusus masing-masing, yang sering dipanggil disebut dengan panggilan kehormatan “D A T U’ ” sehingga panggilan kehormatan ‘D A T U” dapat diartikan juga GELAR ORANG TERHORMAT dan TERPANDANG didalam masyarakat, namun setingka dibawah WALI’AN dan TONA’AS)
KI’I-KI’IT-EN YA I SETA SE KI’ITEN KU-MA’PA SE TOUW AWEAN E-ENTER WO KA-
PANDEY-AN WON E-ENTER KU-MA’PA RO’ONA PA-INDON-AN KA-ANDE-AN ANG
KA-LO’OR-AN KU-MA’PA SE TOUW LU-MUKUT-O WO AWEAN KA-WASA KU-MA’PA SE MA-LA’LI IM BU-WULENG-AN KU-MA’PA O’OAK-AN KU-MA’PA I’ICO-AN.
KI’I-KI’IT-EN itu adalah pemimpin atau orang yang memiliki kemampuan serta kepandaian
atau keahlian atau yang dapat dijadikan teladan baik atau pejabat yang mempunyai kuasa atau
memiliki jabatan dalam lembaga atau usaha.
KI’I-KI’ITEN IM-BANUA YA KARU’ SETA SE PA-TU’UL-EN :
- KO-LANO IM BANUA
ANG KA-TARE-TARE AWEAN “KOLANO IM BANUA” AN TANA’ KA-SENDUK-AN,SI KOLANO ANIOYO’ YA SI-NISIR E MA-KA-WANUA MA-MUALI MA-WALI-WALI ING KA-PE-RENTA-AN IM BANUA,KU-MI’IT ING KA-NARAM-EN I APO’ LA’UN DANO WO SI INA’KUNTEL.
*** AM-PA’PA’AN SE MA-KA-WANUA ME-WETENG O IM BANUA A-KA’KAR RA’YO WANA “KOLANO”,WO KU-MI’IT IM PINEPA’AR,YA SI KOLANO SI-NAWEL-AN SI PA-TU’UL-EN IN “TONA’AS WANGKO’ IM BANUA”, SI TONA’AS WANGKO’ IM BANUA, YA SIA NI-MA-MUALI KI’ITEN WANGKO’ MA-ESA-ESA E TONA’AS-TONA’AS AN TANA’ KA-SENDUK-AN,TU-MO’TOL AY IITU RA’YO WANA “KOLANO IM BANUA” AN TANA’ KA-SENDUK-AN.
- UKUNG TU’A
UKUNG TUA SI-NISIR E ME-RO’ONG MA-MUALI MA-WALI-WALI IM PE-RO’ONG-AN.
- OKOS I LUKAR
KAPALA I LUKAR
-OKOS
*4. APO-APO’
APO-APO’ adalah UNI’ ANG KA-SENDUK-AN atau DEWA-DEWA (MALAIKAT-MALAIKAT) di alam bakayang memiliki kuasa,karakter,profesi serta kekuatan maupun kemampuan masing-masing(berbeda-beda satu dengan yang lainnya)sesuai dengan kuasa yang diberikan oleh KASURUAN.
APO’ ARUY
APO’ELUR
APO’
DLL
APO’ WUE
APO’ PRANG
APO’ Prang adalah dewa-dewa perang yang memiliki karakter dan kemampuan serta kesaktian masing-masing yang bisa muncul tiba-tiba dalam pertempuran.
Apo-apo adalah orang yang terkenal adalah :
Apo’ Prang (Ahli perang)
Apo’ We-weren-an (Pengintai)
Apo’ Warani (Berani)
Apo’ Po-linga(Pendengar)
Apo’ Keter (Kuat)
Apo’ Po-wow(Pencium)
Apo’ Kawal (Kebal)
Apo’ Repet (Laju /pengejar)
Apo’ Tu-me-teron (Pelari/kurir)
Apo’ Po-silat (Pesilat)
Apo’ Po-ruki(Petinju)
Apo’ Paso’ (Pemanas)
Apo’ Uting (Pendingin)
Apo’ Po-pekang (Penendang)
Apo’ Po-sepe’ (Penampar)
Apo’ Po-lo’tic (Pelompat)
Apo’ Po-telew (Penajam)
Apo’ Po-polo (Pembangun)
Apo’ Potanei (Pengingat)
Apo’ Korotei : dapat mengenal dan membeda-bedakan kesucian dan kejahatan.
Apo’ Kulo’: Mengenal kesucian dan kebaikan.
Apo’ Wuring : Mengenal kejahatan dan kesucian.
Apo’ Po-licoko atau pembawa bencana.
Apo- Apo yang menjadi pesuruh dari Empung Walian adalah Apo’-Apo’ yang berasal dari manusia yang semasa hidupnya adalah orang-orang sakti.
*5. ROH-ROH dan JIWA-JIWA*
MU’KUR
MU’KUR adalah ROH.
MU’KUR tidak berwujud dan tidak kelihatan , tetapi kuasa dan kekuatanya dapat dirasakan.
LUNGUS
LUNGUS adalah JIWA
LUNGUS berada didalam tubuh manusia selama manusia itu masih hidup,tetapi setelah manusia mati LUNGUS akan keluar dari tubuh manusia dan berpindah ke alam baka.
LUNGUS daripada manusia yang hidupnya baik selama masih hidup di dunia akan mendapat tempat di KASENDUKAN , sedangkan LUNGUS daripada manuasia yang hidupnya jahat selama masih hidup di dunia akan ditempatkan di KASUSA’AN.
ASENG
KA-SURAT-AN
KA-SURAT-AN atau nasib adalah takdir dari YANG MAHA KUASA.
WALE MU’KUR
WALE MU’KUR (rumah roh-roh atau jiwa-jiwa) adalah tempat yang menurut kepercayaan orang dulu-dulu sebagai tempat berdiam roh-roh serta jiwa-jiwa dari leluhur yang sudah meninggal dunia.
*6. KA-TOUW-AN*
KA-TOUW-AN atau kehidupan adalah anugerah yang berasal dari YANG MAHA KUASA.
KA-TOUW-AN dianugerahkan kepada mahkluk ciptaan Sang Pencipta, tetapi manusia adalah mahluk yang paling mulia diantara segala ciptaan.
KA-TOUW-AN berasal dari kata TOUW yang berarti ORANG atau berarti juga HIDUP jadi TOUW adalah ORANG YANG HIDUP.
Kehidupan manusia dianugerahkan melalui perkawinan antara dua insan lelaki dan wanita.
Setelah perkawinan itu, mulailah proses pertumbuhan dan kehidupan benih Sang Lelaki dalam bentuk janin bayi.
Janin bayi itu dibentuk dalam kandungan Sang Wanita selama 9 bulan (Angka keramat bagi orang Kyowa).
Doa-doa dan permohonan dalam bentuk ritual MOWEY KA-TOUW-AN (MOHON KEHIDUPAN) dilakukan sejak janin masih dalam kandungan Sang Ibu.
Pada saat - saat Sang Ibu mulai menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan, para keluarga segera memanggil Wali’an dan Biang untuk membantu proses kelahiran Sang Bayi.
Wali’an dan biang kelahiran akan membantu kelahiran Sang Bayi dengan doa-doa serta pertolongan persalihan.
Kelahiran seorang bayi dalam keluarga adalah suatu hal yang sangat membahagiakan dan mengembirakan seluruh keluarga dan seisi Wanua, yang di ungkapkan dalam upacara ritual kelahiran seorang manusia dalam dunia.
*7. PA-PATE*
PA-PATE in TOUW artinya KEMATIAN MANUSIA adalah takdir manusia sesuai suratan nasib yang sudah ditentukan oleh Sang Maha Kuasa.
Setiap manusia sudah ditentukan umur dan usianya sebelum dilahirkan kedalam dunia. (ai carot-o waya I an Dangka’ artinya sudah digariskan oleh yang di ATAS).
Namun setelah meninggalkan dunia yang fana,manusia akan memperoleh hidup baru di alam baka melalui penjelmaan jiwa yang berubah menjadi APO’-APO’ atau TETE-TETE di alam baka.
Kematian seorang anggota keluarga atau masyarakat akan menimbulkan perasaan duka cita dan kesedihan yang sangat mendalam bagi yang ditinggalkan.
Ungkapan duka cita dan kesedihan diwujudkan dalam acara berkabung atas kematian seseorang.
Berkabung karena kematian seorang anggota keluarga adalah sangat memiluhkan dan menyedikan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Para anggota keluarga seakan-akan merasa kehilangan sebagian dari tubuh dan jiwanya,karena perasaan kehilangan sehigga semua-semua seakan hampa belaka.
Keluarga dekat dan keluarga jauh maupun sanak saudara dan kerabat serta kenalan membanjiri bangsal kedukaan.
Suasana sedih dan duka terbayang pada raut wajah dan perilaku serta tindakan semua orang yang berkabung.
Semua anggota keluarga memakai pakaian hitam sebagai tanda berkabung dan berdukacita.
Upacara doa dan adat dilakukan sesuai dengan adat istiadat serta doa-doa memohon keselamatan jiwa dari yang meninggal dilakukan dengan penuh hikmat dan sakral.
Sesajen dan persembahan istimewa bagi arwah yang meninggal dilkukan dengan upacara-upacara khusus.
Doa-doa dan upacara pelepasan keranda dan pemakaman dilakukan secara seremonial.
Hari perkabungan dimulai saat almarhum atau almarhuma menghembuskan nafas terakhir, ditandai dengan tangisan kaum keluarga ,sanak saudara,kerabat dan kenalan yang tak putus-putusnya menangisi orang yang sudah meninggal.
Hari berkabung dan peringatan untuk mengenangkan seseorang yang sudah meninggal dilakukan sebb.
Hari Pertama : Upacarah seremonial meriah.
Malam Ketiga : Mendoakan arwah
Malam Ketujuh : Mendoakan arwah
Empat Puluh hari : Mendoakan arwah
Seratus Hari : Mendoakan arwah
Satu Tahun : Mendoakan arwah
Tiga Tahun : Mendoakan arwah
Enam Tahun : Mendoakan arwah
Sembilan Tahun : Mendoakan arwah
Perawatan Timbukar atau Pusara dilakukan setiap hari-hari besar atau setiap tanggal peringatan meninggalnya seseorang .
Setiap peringatan hari berkabung atas meninggalnya seseorang dilakukan kenduri atau SU-MAKEY sesuai kemampuan keluarga yang bersangkutan.
Upacara adat dan tradisi untuk menghadirkan bayangan arwah yang meninggal dilkukan oleh Tona’as dan Wali’an atau orang sakti dengan bermacam-macam cara a.l
Menaburkan tepung diatas meja yang penuh sesajen, atau mengambil air putih dari kuburan, atau dengan cara memanggil roh dari arwah yang meninggal untuk merasuki salah satu anggota keluarga atau dengan jalan medium.
ACARA KHUSUS YANG MERUPAKAN BAGIAN YANG TIDAK DAPAT DIPISAHKAN SEBAGAI ACARA RITUAL ADALAH :
1. MA-MO’NDO :
Kunjungan ke makam pada dini hari (pukul 3 pagi)
2. MI-NAMO :
Kunjungan kesungai untuk cuci muka sambil berpancar-pancaran air, serta berlaku atau bermain
tangkap-tangkapan ikan.
3. TU-MU’UN :
Menanak nasi dan lauk pauk serta RUMAYAK dikebun kecintaan almarhum/almarhumah.
4. MA-NELES :
Kunjungan kepasar yang sering didatangi almarhum/almarhumah.
5. LU-MA’LU :
Kunjungan pada orang yang pertama meninggal setelah berpulangnya almarhum/almarhumah.
6. RU-MOYONG :
artinya menghanyutkan penyakit dan kesialan dengan menghanyutkan pakaian tua dari yang
meninggal.
7. MOMPER :
artinya mempersembahkan SESAJEN untuk arwah.
8. SU-MOLO :
artinya memasang lampu dipusara almarhum/almarhumah.
9. MOWEY :
artinya memuji dan menyembah serta berdoa dan memohon ditempat Ibadah atau sekarang di
lakukan di GEREJA.
Disamping itu masih banyak acara-acara dan kebiasaan antara lain melihat hati atau empedu dari babi yang dipotong saat meninggalnya almarhum/almarhumah,serta acara-acara lainya.
Pakaian hitam yang menandakan dalam keadaan berduka dan berkabung ditanggalkan biasanya setelah satu tahun meninggalnya seseorang, tetapi ada orang yang menggunakan secarik kain hitam (wirus wuring) yang diikatkan dilengan baju selama bertahun-tahun sebagai bukti kasih sayang kepada yang sudah meninggal.
MA-PA-TURU’
MA-PA-TURU’ adalah peristiwa dimana seorang Tona’as atau Wali’an atau seseorang yang sudah meninggal menampakkan dirinya dalam bentuk bayangan atau wujud manusia yang semu atau tidak dapat dijamah tetapi dapat terlihat.
Dalam penampakan itu yang menampakan dirinya adakalanya memberikan nasihat atau kata-katan penghiburan atau peringatan,
Tetapi sering kali hanya sekedar menampakan diri, dimana penampakan itu memberikan makna dan arti istimewa dan perlu pengkajian seperlunya.
MA-PA-ILEK
MA-PA-ILEK adalah peristiwa yang terjadi dimana seseorang penting atau Tona’as atau Wali’an atau seseorang yang sangat dekat atau sangat istimewa dalam hidup atau seorang musuh atau lawan termasuk sobat dan kawan dekat atau seseorang musuh atau lawan termasuk sobat dan kawan dekat atau seseorang yang sudah meninggal menampakkan dirinya dalam mimpi seseorang, atau bayangan semu langsung dihadapan seseorang, peristiwa ini terjadi pada saat-saat penting dan istimewa atau kebetulan atau ulang tahun kelahiran atau ulang tahun atau peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya termasuk peringatan meninggalnya.
*KU-MAWENG*
KU-MAWENG atau KAWIN adalah suatu hal yang sangat hakiki dan prinsipil dalam kehidupan.
Proses dan upacara ritual KU-MAWENG sangat hikmat dan sakral.
Pelaksanaan perkawinan dilakukan sesuai denga adat istiadat dan tradisi leluhur.
Perencanaan serta persiapan dan pelaksanaannya dilakukan dalam musyawarah keluarga besar dari kedua calon pengantin dengan melibatkan para Tona’as dan Wali’an serta Tua-Tua Adat.
Adapun pedoman serta aturan dan tata-laksananya ditetapkan sesuai kesepakatan dalam musyawarah antara kedua bela pihak keluarga calon pengantin,dengan berpedoman kepada aturan
serta adat istiadat dan tradisi para leluhur.
SEMBILAN LANGKAH PERKAWINAN.
1. KU-MAWANG (BERGAUL)
a. Kumaweng (bergaul) adalah saat-saat para remaja bergaul dan berkecimpung ditengah masya-
rakat .
b. Dalam pergaulan mereka saling mengenal/mempelajari dan mengetahui asal-usul dan keadaan
serta ikhwal seseorang
c. Pergaulan itu adalah perayaan ,pernikahan, pertemuan ,kematian , dll.
d. Sementara ku-maweng mulai ma-merit atau menaksir .
cara menaksir bermacam-macam ,sesuai selera perjaka .
2. MI’PIL (memilih jodoh)
a. Mi’pil adalah saat-saat dimana sang perjaka mencari dan memilih jodoh (yang mencari dan me
milih jodoh atau meminang adalalh dari pihak lelaki).
b. Jodoh (pasangan) dipilih dari antara gadis-gadis teman sepergaulan.
c. Cara memilih bermacam-macam.
d. Setelah menentukan pilihan sang perjaka menyuruh seorang teman (laki-laki atauwanita) untuk
menyampaikan permintaan untuk bertunangan kepada si gadis, kalau sang gadis setuju ia akan
menyampaikan lewat si penghubung secara lisan atau surat.
3. KU-MA-SAMA’ (BERPACARAN)
Ku-ma-sama’ atau kuma-le’os atau berpacaran setelah masa Mi’pil berlaku :
- Bertandang ke rumah
- Bersama-sama ke Gereja,ke pesta-pesta, keacara muda mudi, keramaian, ke kedukaan, dll.
- Memadu cinta
- Kalau sudah jodoh sang jejaka dan gadis mengikrar janji setia.
4. TU-MANTU (MEMINANG)
a. Sang perjaka melapor pada orang tua
b. Setelah orang tua setujuh dengan pilihan anaknya maka orang tua mengutus seseorang untuk
melakukan konfirmasi dengan si gadis.
c. Kalau sang gadis sudah OK, maka orang tua mengirim utusan kepada orang tua sang gadis
untuk meminang.
d. Bila disetujui orang tua sang gadis, ditentukan waktu untuk berembuk atau ME-PA’AR.
5. ME-PA’AR
ME-PA’AR adalah perembukan untuk musyawarah dan mupakat kekeluargaan antara dua
bela pihak keluarga gadis dan perjaka.
Materi-materi yang dibicarakan adalah :
a. Re-konfirmasi tentang kebenaran dan keabsahan bahwa mereka benar-benar saling mencintai sepenuh hati dan tulus ikhlas dan sudah berpacaran..
b. Menentukan syarat-syarat pertunangan dan perkawinan.
c. Pengambilan keputusan tentang :
- Hari Pertunangan
- Ikatan pertunangan (tukar cincin)
- Mas kawin
- Hari peminangan
- Penyerahan Mas Kawin
- Hari perkawinan
- DLL.
6. TU-MURUK (MENYERAHKAN MAS KAWIN)
TU-MURUK adalah hari penyerahan mas kawin dari jejaka kepada gadis dan pertukaran cincin
Sebagai tanda ikatan.. Dari pihak keluarga jejaka menyerahkan mas kawin bersama-sama dengan kelengkapan
perkawinan kepada keluarga sang gadis.
Mas Kawin (TU-TURUK) bermacam-macam bentuknya,antara lain rumah,kebun bersama
tanaman,ternak babi,sapi dan kuda,emas dan perhiasan, kain , uang atau barang berharga lainya.
7. KU-MAWENG (MENIKAH)
Hari perkawinan adalah puncak acara yang sangat bersejarah bagi kedua pengantin, karena pada
hari itu perkawinan mereka diresmikan oleh Tua-Tua Adat dengan disaksikan kaum keluarga,
sanak saudara,kaum kerabat,kenalan dan handai tolan serta seluruh isi Wanua.
8. MA-KA-WALI (MENGANTAR PENGANTIN)
1. Pengantin wanita diantar oleh kaum keluarga kepada pengantin wanita kepada keluarga
pengantin pria.
2. Juga diantar perlengkapan-perlengkapan rumah tangga.
3. Dll.
9. MA-MALE atau berumah tangga
Ma-male adalah puncak perkawinan yaitu kedua pengantin menjadi suami istri dalalm ikatan
perkawinan yang sah.
*** LA’UN artinya PERAWAN (gadis yang masih perawan).
*** Keperawanan dalam kehidupan masyarakat Ka-senduk-an adalah suatu hal yang sangat hakiki
dan merupakan pra-syarat yang prinsipil sebelum melangkah kejenjang perkawinan.
*** Untuk membuktikan keperawanan pada malam pengantin digelar kain putih diatas pelaminan,
apabila sesudah malam pertama ada tetesan darah diatas kain putih, hal itu membuktikan sang
pengantin wanita masih gadis perawan.
*** Jika tidak terdapat tetesan darah perawan, maka masalah ketidak -gadisan akan menjadi
masalah kekeluargaan yang berkepanjangan dan dapat menyebabkan perceraian, terkecuali
sang perjaka atau keluarga sang perjaka tidak mempermasalahkannya.
***Masalah keperawanan tidak dipersoalkan oleh pria yang menikahi wanita yang sudah pernah
kawin(janda).
AM-BALE-SA
AM-BALE-SA adalah kelanjutan acara setelah acara perhelatan perkawinan sebagai acara adat untuk mempersatukan kedua mempelai dalam persatuan dan kesatuan ikatan “suami istri yang telah menjadi satu “ atau ME KU’KUP-O.
Acara itu dipimpin oleh Wali’an Wanita,dengan acara sbb:
1. MOWEY
Dipimpin oleh Wali’an , kedua pengantin bersama Tua-Tua Adat memuji dan menyembah Sang
Maha Kuasa sambil berdoa mohon berkat,bimbingan serta perlindungan dan kekuatan maupun
kesehatan rohani dan jasmani untuk kedua pengantin baru dalam memasuki rumah tangga baru.
2. LU-MELE’
LU-MELE’ artinya kedua pengantin membersihkan hati,pikiran,perasaan secararohani dan
jasmani maupun mandi bersama untuk mencuci diri dipancuran yang airnya berasal dari sumber
mata air murni.
3. TU-TURU’
TU-TURU’ artinya petunjuk atau petuah dan nasihat dari Wali’an atau salah seorang Tua-Tua
adat kepada kedua pengantin tentang kehidupan suami istri dan kehihupan berkeluarga.
4. TU-MU’TUL
TU-MU’TUL artinya kedua pengantin mempersiapkan diri secara mental dan fisik maupun
rohani dan jasmani serta persiapan-persiapan lainnya termasuk merapihkan serta mendandani
diri , untuk memasuki malam pengantin.
5. SU-MAUNA
SU-MAUNA artinya kedua pengantin berlaku seakan-akan menyibukkan diri atau berpura-pura
merapikan atau mengatur apa saja yang ada, tetapi dengan maksud dan tujuan sebagai bahasa
isyarat agar kaum keluarga dan tamu segera pergi meninggalkan kedua pengantin sendirian.
6. ME-INCO’AN
MI-INCO’AN artinya kedua pengantin rayu-merayu, bermanja -manjaan dan saling menarik perhatian.
7. ME-WINSO’’AN
ME-WINSO’-AN artinya bercumbu-cumbuan dan bercinta-cintaan kedua pengantin, saling
rangkul merangkul, belai membelai, berkecup-kecupan meluapkan perasaan dan saling merayu
dan melepas rindu dendam dan gundah gulana hati, serta memadu cinta dan kasih sayang yang
membangkitkan gairah serta rangsangan cinta, kasih dan sayang.
8. ME-KU’KUP
ME-KU’KUP artinya kedua pengantin menjadi satu daging satu hati,satu pikiran,satu ingatan satu perasaan, menjadi satu dalam segala-galanya, satu maksud, satu tujuan, satu arah, satu kemauan, dan satu diri, satu tubuh, satu jiwa, sebagai mana layaknya suami istri,sebagai wujud nyata cinta dan perkawinan dalam arti sesungguhnya secara rohani dan jasmani, mental dan fisik, tenaga dan kekuatan, keinginan dan kemauan, perasaan dan emosi, moral dan materi , kreasi dan daya cipta, semangat dan gairah, kecakapan dan ketrampilan, kepandaian dan kepinteran serta segala galanya yang dimiliki oleh kedua insan pengantin menjadi satu dan tak terpisahkan.
9. AM-BALE-SA
AM-BALE-SA artinya kedua penganti menjadi suami istri dalam ikatan perkawinan nyata dalam satu kesatuan cinta kasih sayang , yang siap sedia menjalani hidup berkeluarga dan bermasyarakat.
AM-BALE-SA dapat diartikan sebagai suami istri dimana suami hanya memiliki satu orang isteri dan istri hanya memiliki satu orang suami (monogami).
Dalam masyarakat Kiowa tidak dikenal kebiasaan kawin cerai,sehingga perceraian hanya terjadi bila salah seorang sudah meninggal dan yang masih hidup bisa menikah lagi.
Perceraian hanya terjadi karena sebab-sebab skandal atau pelanggaran salah seorang atau hal-hal tertentu yang menyebabkan mereka tidak dapat hidup sebagai suami istri,tetapi dalam perselisihan keluarga sering diusahakan pendekatan agat tidak terjadi perceraian.
PA-MALE-WERU
PA-MALE-WERU atau rumah tangga baru terbentuk setelah terjadinya perkawinan antara seorang pria dan wanita melalui suatu proses yang membawa mereka ke pelaminan dan menjadi suami istri yang sah.
Menurut adat kebiasaan dan tradisi Ka-senduk-an Kiowa, sang istri ikut dengan suami dan tinggal bersama-sama sebagai suami istri dirumah yang sudah disiapkan oleh orang tua sang suami, dilengkapi perabot dan keperluan rumah tangga seperlunya.
Disamping keperluan rumah tangga, pihak keluarga sang suami menyediakan juga perlengkapan dan kelengkapan untuk mencari nafkah bagi suami istri yang baru memasuki rumah tangga baru a.l :
Pedang, pisau, pacul, sekop, sapi, roda, atau modal dalam berbagai jenis dan bentuknya sesuai kemampuan keluarga sang suami.
Perlengkapan rumah tangga a.l . keperluan kamar tidur , perlengkapan dapur dan keperluan kecil lainya disediakan dan diantarkan oleh keluarga wanita (isteri) kerumah sang suami.
Dari dalam rumah itu mereka memulai pamale atau rumah tangga dengan segala suka duka romantika hidup.
*9. TAWOY-EN.*
TAWOY-EN artinya pekerjaan atau usaha atau karya untuk hidup baik hidup pribadi, hidup keluarga atau hidup masyarakat.
Pelaksanaan pekerjaan atau karya dan usaha dilakukan sesuai dengan adat istiadat dan tradisi nenek moyang berdasarkan paham pola hidup ‘MA’ANDO”, yang melakukan semua kegiatan dengan tahapan-tahapan :
1. MOWEY
Mowey adalah upacara ritual berdoa dan memohon berkat, bimbingan, kekuatan, kemampuan
serta petunjuk dari Yang Maha Kuasa Amang Ka-suru-an Wangko’.
2. KU-MOMBA’
KU-MOMBA’ artinya doa permohonan pencapaian cita-cita serta meyakinkan diri dan
kelompok tentang tercapainya maksud dan tujuan usaha.
3. MUTUNG
MUTUNG artinya “bernazar” serta menyatakan tekad keyakinan dan menegaskan bahwa usaha
pasti berhasil serta memperoleh kemenangan dan keuntungan yang bermanfaat dan mengusir
segala malapetaka dan musibah serta menyumpahi agar dijauhkan dari segala bencana serta
tidak mendapat kerugian atau kemalangan.
4. TU-MA’DI
TU-MA’DI artinya “berikrar” dan memastikan bahwa segala keinginan dan kemauan pasti ber-
hasil dan sukses.
5. RU-MAGES
RU-MAGES artinya mempersembahkan korban bakaran sebagai ungkapan syukur dan terima
kasih kepada Sang Maha Kuasa.
6. MENANG
MENAG artinya menyusun atau mendisain jenis dan bentuk rencana kerja serta usaha maupun
tata laksana dan mekanisme kerja dan peraturan pelaksanaan teknis serta operasional.
7. TU-MU’TUL
TU-MU’TUL artinya membuat persiapan perlengkapan dan kelengkapan mental dan fisik serta
moral dan materi maupun sarana dan fasilitas serta keperluan pekerjaan dan usaha.
8. TU-MAWOY
TU-MAWOY artinya bekerja atau berusaha atau berkarya untuk keperluan mencari nafkah dan
kebutuhan rohani serta jasmani, melalui pekerjaan atau usaha atau karya nyata, sesuai dengan
rencana kerja yang sudah didesign dan diatur.
9. LU-MENU’
LU-MENU’ artinya membenahi atau melengkapi atau memantapkan serta mematangkan dan
menyelesaikan pekerjaan atau usaha.
*10. KA-KA-WASA-AN A LANGI’*
LIM-BAWA
LIM-BAWA arinya PERJANJIAN
LIM-BAWA adalah lambang perjanjian antara Amang Ka-suru-an Wangko’ dengan ciptaannya, yang diberikan Sang Maha Kuasa untuk menetapkan tentang hak dan kewajiban ciptaanNya.
LIM-BAWA (benang Raja) dipercayai sebagai pertanda dari Yang Maha Kuasa tentang batas-batas hubungan dengan manusia dan ditempati oleh roh-roh dan jiwa-jiwa sehingga tidak boleh didekati.
ENDO
ENDO atau matahari adalah penguasa alam terang.
Pengaruh matahari dalam kehidupan mahluk di jagad raya ini sangat besar sekali bahkan memiliki kekuatan, gaya, tenaga dan kekuasaan yang sangat menentukan dialam dan jagad raya ini.
Matahari dipuja karena cahayanya memberikan penerangan dan energi atau kekuatan pada alam semesta.
Matahari dipuja pada saat terbitnya maupun pada saat terbenamnya, dengan ritus khusus yang lebih banyak menggunakan bahasa rahasia dan komat-kamit serta gerakan-gerakan magis.
SERAP
SERAP atau bulan adalah penguasa alam gelap, yang memberikan cahaya untuk penerangan dimalam hari hanya pada saat-saat tertentu dan pada saat-saat tertentu bulan tidak mengeluarkan cahaya dimalam hari.
Bulan sebagai penguasa alam gelap dipuja-puja saat bercahaya diwaktu malam, pada saat terbitnya maupun disaat terbenamnya.
Terdapat juga pemujaan pada saat-saat :
a. Bulan purnama (serap purengkey), bulan mati (ka-rembeng-a), perbani (ka-to’or-a).
KILAT
KILAT adalah cahaya api untuk mengingatkan manusia serta ciptaan lainnya, sebagai pertanda murka dan penghukuman akhir dalam lautan api bagi ciptaan yang melakukan pelanggaran dan kesalahan.
IRU’
IRU’ atau BINTANG.
Bintang-bintang itu mempunyai pengaruh dalam kehidupan mahluk, manusia binatang maupun tumbuhan, pergerakan dan peredaran waktu dan zaman, cuaca dan musim.
Tow Pandey (orang pintar) ada yang memiliki keahlian astrologi (ilmu perbintangan) dan selalu memperhatikan gerak gerik bintang sepanjang masa.
Bintang-bintang dapat memberikan petunjuk tentangn hal-hal yang tidak dapat dipikirkan atau diterka oleh manusia.
Bintang-bintang itu dipuja dan dihormati oleh karena bintang itu dapat menceritakan dan mengungkapkan tentang nasib dan peruntungan maupun meramalkan apa yang akan terjadi kemudian.
BINTANG PA-NGUMAN (MA-NGUMA, KU-MOLOKO/MIBIT, MUSEW, SU-MAWEL, TU-MAWOY, MUPUK)
PEREDARAN,PERGERAKAN DAN PERGESERAN SERTA MUNCULNYA BINTANG PADA WAKTU-WAKTU TERTENTU DISUATAU TEMPAT DAPAT MENUNJUKKAN MUSIM ATAU PANCAROBA.
Dari pengamatan para ahli bintang dapat diketahui saat-saat yang tepat untuk menaburkan benih, menanam, menyiangi dan memanen.
Arah angin akan berhembus, musim, perobahan iklim dan cuaca dapat diketahui dari tanda-tanda bintang dilangit.
WIRU’
WIRU’ atau bintang pindah adalah merupakan pertanda baik apabila jatuh dari kiri kekanan dan pertanda buruk bila jatuh dari kanan kekiri.
Terangnya dan gelapnya cahaya bintang jatuh menjadi ukuran baik buruknya sesuatu yang dipertandakan.
Semakin terang cahaya bintang yang jatuh dari kiri ke kanan semakin besar kebaikan atau rejeki yang diperoleh.
Demikian pula semakin gelap cahaya yang jatuh dari kanan ke kiri, semakin buruk kemalangan yang akan menimpa seseorang.
Bagi wanita yang berambut pendek dan tidak subur akan mengangkat rambutnya dengan harapan rambut akan lebih panjang dan lebih subur.
Ada pantangan untuk tidak menunjuk atau mengarahkan jari ke arah bintang jatuh karena apabila menunjuk atau mengarahkan jari ke arah bintang jatuh, maka jari akan putus atau cita-cita dan permohonan tidak terkabul.
MAKA-RAO
MAKA-RAO atau gerhana terjadi di siang hari dan malam hari.
MAKA-RAO SENDOT adalah gerhana yang terjadi di siang hari.
MAKA-RAO REIMBENG adalah gerhana yang terjadi dimalam hari.
MAKA-RAO SANGA-WIWI adalah gerhana sebagian.
MU-RENGKEY
MU-RENGKEY (Bulan Purnama) adalah saat untuk melakukan pemujaan dan memberikan persembahan kepada Sang Pencipta dan Roh-Roh.
Saat yang paling tepat untuk melakukan pemujaan dan penyembahan adalah terutama pada saat bulan mulai menampakkan cahayanya waktu terbit.
Ada kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib yang menyertai cahaya bulan saat baru terbit, akan memberikan berkah dan rezeki serta kesembuhan bagi yang sakit maupun kekuatan bagi yang lemah dan kesaktian bagi yang memerlukan serta berkat bagi yang meminta sesuai keperluan dan kebutuhannya masing-masing.
Pemujaan dan penyembahan pada bulan purnama dilakukan seluruh lapisan masyarakat ,bahkan disaat bulan purnama, muda-mudi dan anak-anak bersuka ria sambil menyanyi dan menari disaksikan oleh orang tua.
KA-RU-MEMBENG-A
KA-RU-MEMBENG-A (Bulan Mati) adalah saat yang tepat untuk memuliakan pekerjaan dan usaha termasuk bercocok tanam dan lain-lain.
Menurut kepercayaan, Ka-ru-membeng-a adalah pertanda bahwa semua musibah dan bencana serta kejahatan dan keburukan telah dihindarkan serta dimusnahkan oleh kuasa terang.
Saat itulah yang paling tepat untuk :
- memuliakan pelaksanaan pekerjaan dan usaha
- bercocok tanam dikebun
- orang - orang sakti membuat senjata dan alat-alat perang
- membuat azimat-azimat menjadi keramat dan bertuah
- meramu dan membuat obat-obatan agat menjadi mujarab
- melatih diri untuk menjadi kuat dan gagah perkasah serta kebal dan sakti.
KA-TO’ORA
KA-TO’ORA I SERAP terjadi sebelum bulan purnama dan sesudah bulan purnama.
Pada saat itu Apo-Apo (dewa-dewa) sering menampakkan diri, terutama saat hujan rintik-rintik.
*11. TU’TU’US (TANDA-TANDA)*
SENDANG LEWO’
SENDANG LEWO’ atau hujan panas memberikan pertanda tentang akan meninggalnya seseorang serta menandakan usia seseorang yang akan meninggal :
- MAMO’NDO : anak kecil
- TE’TEL I ENDO : anak muda
- ORAS - : orang dewasa
- MA-WAWA’NDO : lanjut usia
REGES SAMA’
REGES SAMA’ (angin baik/bagus) adalah istilah untuk roh-roh halus yang sifatnya mau membantu dan menjaga manusia agar luput dari segala bahaya dan tidak dapat diganggu roh-roh jahat.
REGES LEWO’ (angin jahat) adalah istilah untuk roh-roh halus yang jahat dan dapat diketahui dari bau busuk apabila roh itu melewati atau berada di sekitar manusia.
Roh roh itu dapat membawa bencana dan musibah atau penyakit pada manusia dan binatang atau tanaman.
REGES MA-NESEL
REGES MANESEL (Jiwa yang menyesal) adalah roh dari orang yang meninggal “belum pada saatnya” dan masih mengembara di dunia, karena jiwanya dianggap masih hidup.
WOW MANAM
WOW MANAM (bau wangi atau seperti bau bunga sedap malam) dipercaya sebagai bau dari roh-roh halus yang baik dan berkeliaran di waktu malam.
AMPOY
AMPOY artinya wabah sampar atau penyakit, yang disebabkan oleh roh-roh jahat atau akibat musibah dan bencana atau malapetaka.
MA-NGERO’
MA-NGERO’ atau goncangan (gempa bumi) menurut kepercayaan adalah disebabkan oleh perasaan geram dari Sang Maha Kuasa sehingga refleks gerakan tubuhnya menyebabkan getaran pada pijakan kakiNya.
Perasaan geram itu disebabkan karena melihat perbuatan maksiat dan dosa maupun pembunuhan, pencurian, penipuan, peperangan, pertentangan, perselisihan serta semua kejahatan yang dilakukan manusia.
Getaran goncangan itu merupakan tanda peringatan agar manusia bertobat dan merobah kelakuan dan tindak tanduknya agar sejalan dengan ajaran para leluhur yang diturunkan oleh Amang Ka-suru-an Wangko’ kepada mereka.
KUNTUNG LU-METOK
KUNTUNG LU-METOK atau gunung meletus, adalah pertanda amarah dan hukuman Sang Maha Kuasa atas segala dosa, perbuatan maksiat, perkosaan serta pembunuhan, pencurian, penipuan, penggelapan, perampasan hak, perselisihan, pertentangan, perkelahian, peperangan, dan semua kejahatan yang dilakukan oleh manusia , karena mereka tidak mau bertobat dan berobah kelakuan mereka.
Akibat letusan gunung itu , banyak korban nyawa berjatuhan sebagai penghukuman, termasuk korban dan musnahnya tanaman, hewan, harta benda serta kebutuhan hidup manusia lainya.
SELENDUK
SELENDUK atau angin topan atau badai atau angin puyuh adalah hembusan nafas Sang Maha Kuasa yang ingin memberikan ganjaran dan hukuman bagi para pendosa dan pejahat.
LU-MI-LINTER
LU-MI-LINTER adalah hantu atau makhluk halus yang menimbulkan perasaan takut, seram, panik, gerogi, gemetar, menggigil dan perasaan rendah diri atau tidak berharga serta tidak mampu melakukan apapun.
*12. MAKHLUK - MAKHLUK HALUS*.
LOLOK
LOLOK adalah makhluk kerdil yang memakai “tolu” (banyak kali bersembunyi diantara pohon-pohon “taki”), tidak kelihatan dan nampak oleh mata awam, kecuali orang “we-weren-an”, orang sakti dan para Wali’an atau Tona’as , tetapi dapat menculik anak-anak bahkan orang dewasa untuk dibawa ke suatu tempat untuk dikurung (orang yang lepas dari kurungan “Si Lolok” bisa jadi linglung).
Lolok hanya dapat dilihat dan dikenal oleh orang sakti dan orang pintar serta berilmu.
Hanya orang sakti dan pintar berilmu yang dapat membebaskan atau melepaskan orang dari tahanan para lolok.
WUNI
WUNI adalah makhluk halus yang tinggal didalam LIM-BAWA (benang raja) yang hanya dapat dilihat oleh orang sakti dan tidak dapat dilihat sembarang orang , kecuali ditunjukkan oleh orang sakti dan orang yang memiliki keistimewaan atau memenuhi syarat tertentu.
WUNI adalah apo-apo (dewa-dewa) yang sewaktu-sewaktu dapat mmenjelma menjadi manusia atau merasuk seseorang.
WUNI seringkali menampakkan diri pada saat hujan rintik-rintik di saat matahari lagi bercahaya atau di saat terang bulan atau bulan mati dan bulan purnama terutama saat maka-rao.
LULU
LULU adalah musafir halus, yang mondar-mandir mengelilingi ka-yo’ba’an melanglang buana siang dan malam.
Orang-orang yang terpengaruhi oleh si Lulu, akan dibawa melanglang buana tanpa arah dan tujuan, kalau bernasib baik akan dikembalikan, tetapi kalau bernasib sial akan berkeliling dunia terus menerus sampai akhir hayatnya.
PON-TIANA
Pon-tiana adalah kuntilanak jelmaan orang (wanita) yang hamil dan meninggal sebelum melahirkan dengan bentuk manusia, tetapi bagian dadanya bolong dan tidak berkaki, meninggal karena hamil.
MA-MO’POK
MA-MO’POK adalah “Roh jahat” berbentuk manusia berdada bolong.sering mengganggu dan menakut nakuti orang yang dalam perjalanan atau tempat-tempat tertentu.
LU’UK
LU’UK adalah julukan bagi seseorang atau binatang perusak atau pembawa bencana dan musibah.
LONGI’
LONGI’ adalah julukan bagi orang yang mementingkan diri sendiri (kikir)
Dapat juga diartikan sebagai julukan untuk binatang TU-MO-TONGKO’ (SILUMAN) sejenis binatang melata yang sangat besar dan panjang yang suka merampas atau mencuri sesuatu daengan cara meremuk-remuk sampai hancur kemudian ditinggalkan sementara untuk dibuat membusuk lalu didatangi lagi untuk disantap.
*13. UPACARA-UPACARA RITUAL*.
RU-MAGES
RUMAGES artinya mempersembahkan korban sebagai ungkapan pemujaan, pujian dan syukur terima kasih kepada Sang Maha Kuasa.
Upacara ritual persembahan ini diisi juga dengan doa-doa permohonan berkat rahmat serta bimbingan dan perlindungan Sang Maha Kuasa.
Doa-doa permohonan disampaikan demi terkabulnya permintaan :
- berkat dan rahmat serta kekuatan dan kesehatan rohani dan jasmani.
- keberuntungan dan rezeki,
- petunjuk serta bimbingan dari Sang Maha Kuasa,
- perlindungan agar tidak ditimpah bala sampar dan penyakit atau musibah serta bencana dan malapetaka, dll.
PA-RAGES-AN
PA-RAGES-AN adalah tempat pengorbanan untuk menyampaikan syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa (Amang Ka-suru-an) atas segala berkat dan anugerah serta memohon kekuatan - kekuatan gaib, kesaktian , kekebalan , kekuatan, keberanian, kesuksesan, kebahagiaan, terkabulnya permohonan doa, dll dan terima kasih atas segala berkat dan rakmat yang diberikan kepada manusia, dan juga termpat untuk menyampaikan persembahan dan korban untuk Amang Ka-suru-an dan arwah leluhur/nenek moyang.
Di tempat persembahan ini dilakukan upacara pembakaran korban benatang (babi, sapi, atau anjing, dll) yang kemudian sebagiannya bisa disisihkan untukdimakan bersama hidangan dan minuman dengan menyisihkan OMPER atau WELET (sesajen) untuk Amang Ka-suru-an dan para arwah leluhur/nenek moyang.
Dalam keadaan istimewa, seluruh korban bakaran untuk persembahan dibakar seluruhnya sampai habis dimakan api dan menjadi debu semuanya.
OMPER
“Omper” termasuk juga “Welet” adalah sesajen yang di persembahkan untuk Amang Ka-suru-an dan para leluhur serta roh-roh halus.
MOMPER termasuk MELET artinya mempersembahkan sesajen.
Tempat pemberian sesajen disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan dilakukan di mezbah batu besar yang disebut PA-OMPER-AN atau PA-WELET-AN .
SU-MORING
SU-MORING artinya memanggil burung atau binatang sakti untuk memberikan tanda, petunjuk dan saran melalui bunyi dan tanda-tanda.
PA-SORING-AN
Pasoringan adalah tempat yang keramat dan biasanya di daerah atau tempat yang sunyi, senyap biasanya karena semak belukar dan pohon beringin atau pohon-pohon serta bambu yang rimbun dan lebat sekali daunya di dekat mata air, sungai atau dibukit yang berhutan lebat.
Tempat itu merupakan tempat Wali’an dan Tona’as untuk mendengar bunyi burung keramat, meminta petunjuk dan tanda-tanda melalui bunyi burung WARA’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya.
Wali’an atau Tona’as Sakti memimpin upacara memanggil atau penjemputan burung Wara’ atau binatang atau makhluk lainnya, untuk mendengarkan bunyi dan tanda-tanda serta petunjuk , akan berkunjung ke tempat yang dipercayai sebagai tempat Pa-soring-an lengkap dengan azimat-azimat dan benda-benda keramat serta bendera atau perlengkapan lainnya ,termasuk sesajen untuk Amang Ka-suru-an dan Apo - Apo’.
Sang Wali’an atau Tona’as meniup suling untuk memanggil burung Wara’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya , tiupan suling dapat terjadi hanya sekali saja , bila burung Wara’ atau binatang atau makhluk keramat lainnya, segera datang atau segera memberikan jawaban melalui tanda - tanda dan petunjuk yang disampaikan dalam bentuk bunyi yang suaranya disesuaikan dengan permintaan serta jawaban yang akan diberikan .
Bila belum ada jawaban, tiupan suling bisa dilakukan berulang - ulang, kalau ada jawaban, tiupan suling dihentikan. Sering kali juga terjadi bahwa tiupan suling panggilan tidak dijawab , hal itu menandakan bahwa Amang Ka-suru-an dan/atau Apo - Apo’ tidak berkenan atau tidak menyetujui panggilan itu.
Lokasi Pa-soring-an yang terkenal dinamakan TOM-BARA-AN yaitu di hulu sungai Rano-wangko’ disebelah timur sebuah batu besar yang berbentuk meja makan besar, sedangkan ditempat - tempat keramat lainnya dijadikan juga tempat Pa-soring-an.
TU-MONDONG artinya menjemput, atau pergi memanggil kembali.
PA-TONDONG-AN
PA-TONDONG-AN adalah tempat penjemputan sesuatu atau jiwa-jiwa atau tubuh dari seseorang.
Konon ada banyak tempat keramat yang terlarang termasuk pohon - pohon , batu- batu atau benda -benda tertentu yang tidak dapat disentuh atau dilewati pada saat-saat tertentu.
Dalam hal-hal tertentu apa bila seseorang jatuh sakit, ada anggapan disebabkan karena rohnya terganggu roh-roh halus di suatu tempat yang terlarang karena melewati atau menyentuh sesuatu benda keramat atau terlarang yang menyebabkan jiwa dari benda itu marah dan menahan atau menyandera jiwa dan memintah tebusan.
Wali’an Sakti akan memimpin upacara Tu-mondong dengan berkunjung ketempat yang dianggap atau di percayai sebagai tempat penahanan atau penyanderaan jiwa dari si penderita sakit .
Untuk mengembalikan jiwa orang itu perlu mengundang / menjemput kembali jiwanya dengan doa-doa dan mantera- mantera serta mempersembahkan korban dan sesajen berupa hidangan makanan dan minuman “upe’” dan to-waku’ ( tembakau).
Sesajen yang dibawa untuk disajikan kepada Amang Ka-suru-an dan/atau Apo’-Apo’ adalah nasi bungkus dan telur atau makanan serta minuman tertentu yang istimewa serta pakaian dari oreang yang sakit yang diletakkan berdampingan.
Wali’an dan Tona’as memohon kesembuhan dengan menyebut dan memanggil berulang-ulang nama dari si sakit,dengan memohon kepada yang menahan atau penyandera untuk berbelas kasihan, sambil menjanjikan tebusan.
Jawaban tentang tekabulnya atau ditolaknya permohonan kesembuhan akan diberikan oleh burung Wara’ atau binatang/makhluk keramat lainnya, dalam bentuk bunyi suara dan tanda yang beraneka ragam nadanya sesuai pesan berita yang menjadi jawaban.
Pada saat itu sesajen berupa nasi dan telur atau penganan dan minuman boleh dimakan secara bersama- sama .
Tempat penjemputan jiwa yang disandera atau ditahan itu disebut PA-TONDONG-AN.
KU-MEWIT
KU-MEWIT artinya berbisik, memberikan pesan atau petunjuk dan saran.
PA-KEWIT-AN adalah batu keramat yang mengeluarkan suara bisikan pesan-pesan ajaib bagi seseorang yang bernasib mujur mendengarkan keberuntungan serta terkabulnya permohonan berkat atau jodoh dalam bentuk bisikan - bisikan yang hanya dimengerti oleh orang yang memperoleh keberuntungan.
Itulah sebabnya tempat itu dinamakan Pa-kewit-an yang berarti tempat pembisikakn yang terletak di Ti-nincas-an.
LU-MINGA
LU-MINGA artinya mendengar bunyi dan tanda atau pesan atau petunjuk dan saran.
PA-LINGA-AN
PA-LINGA-AN adalah tempat keramat untuk mendegarkan pesan - pesan dan petunjuk serta saran - saran khusus serta istimewa dan rahasia dari Amang Ka-suru-an dan/atau Apo’ - Apo’ atau dari yang Maha Kuasa, melalui tanda - tanda dan bunyi burung Wara’ atau binatang serta makhluk sakti/keramat lainnya.
Pa-linga-an terletak dibeberapa tempat khusus dan keramat.
Yang dapat mendengar dan melihat serta mengerti tanda - tanda dan bunyi burung ditempat khusus ini hanya orang atau para Tona’as dan para Wali’an serta orang -orang sakti tertentu.
Disamping tempat - tempat khusus, tanda - tanda dan bunyi burung dan binatang sakti dapat didengar dimana -mana oleh setiap orang yang memiliki pengetahuan tentang tanda -tanda dan bunyi.
LU-MI’US
Berkumpulnya kembali untuk bersatu kembali yang sudah bercerai berai.
PA-LI’US-AN ditandai dengan batu.
PUTUNG
PUTUNG artinya “nazar” sumpah atau janji.
MUTUNG berarti bernazar atau menyumpahi atau menjanjikan .
Sumpah atau janji dan nazar itu dapat bersifat nazar dan permohonan keberuntungan, tetapi dapat juga berupa kutukan atau hukuman.
PA-PUTUNG-AN
PA-PUTUNG-AN adalah tempat Tona’as bersumpah dan berjanji atau bernazar atau mendoakan.
a. Maksud - maksud Baik :
Untuk memperoleh keberanian, kekuatan serta kesaktian maupun keberuntungan dan keberhasilan sesuatu usaha , maka Tona’as akan bersumpah dan berjanji kepada Aamang Ka-suru-an , sambil berkomat- kamit dengan mantera dan berteriak - teriak memohon petunjuk serta meminta agar doa - doaniya dikabulkan.
b. Menyumpahi , memaki atau menghukum serta mengutuk orang :
Apabila ada orang jahat yang perlu disumpahi , maka Tonaas akan berkomat-kamit dengan mantera dan berteriak - teriak memaki dan mengutuk serta menyumpahi orang itu agar diberi penghukuman yang adil dan setimpal dengan perbuatannya.
PEKU’
PEKU’ artinya lumpuh atau kurung atau tahan atau sandera.
Meku’ dimaksudkan melumpuhkan atau mengurung dan menahan serta menyandera seseorang atau jiwa atau sesuatu.
PA-PEKU’AN
PA-PEKU’AN adalah tempat untuk melumpuhkan atau mengurung dan menahan serta menyandera.
PA-PEKU’AN sangat angker dan menyeramkan serta menakutkan.
Para penjahat itu ditangkap oleh para Wali’an dan Tona’as dengan kekuatan mistik dan gaib.
Kekuatan dan kesaktian para Tona’as atau Wali’an dapat membawa secara gaib penjahat- penjahat ke “Pa-peku’an” antara lain di jurang dalam atau tempat khusus dan tak bisa keluar dari sana.
Penangkapan misterius ini hanya dapat dilihat oleh orang sakti atau yang mimiliki kemampuan untuk itu , sedangkan orang sembarangan tidak dapat melihatnya.
SU-MUNGKUL
SU-MUNGKUL adalah upacara penjemputan :
- untuk pahlawan yang kembali dari medan perang
- untuk seseorang kelana atau pengembara
- untuk tamu agung
- untuk perantau.
****
WE’TENG
WE’TENG adalah ungkapan perasaan dan gerakan yang menunjukkan rasa dendam, benci, marah, dan nazar untuk mengalahkan atau memenangkan sesuatu atau seseorang.
*TEMPAT - TEMPAT KERAMAT.*
PELI’
Peli’ artinya keramat
KA-PELI’AN
Ka-peli’an adalah tempat keramat atau kawasan sakral yang sunyi, tenang, hening, teduh dan penuh kenikmatan.
Biasanya Ka-peli’-an terletak di sekitar pohon beringin atau pohon - pohon raksasa yang lebat dan rimbun daun - daunnya atau di hutan - hutan yang besar atau batu - batu besar , serta jurang - jurang dan bukit - bukit tertentu atau ditepi sungai atau air terjun.
Ka-peli’an dipercayai sebagai tempat berdiam roh- roh dan jiwa - jiwa serta makhluk - makhluk halus.
Karena tempat itu sunyi dan henig orang-orang enggan pergi ke tempat itu bila tidak didampingi oleh Tona’as-tona’as dan Wali’an - wali’an, sebab suasana keheningannya kelihatan seakan - akan sepi dan senyap serta angker dan menyeramkan, walaupun sebenarnya tidak seperti yang dilihat secara lahiriah.
Bila masuk ke Ka-peli’an dengan maksud dan itikad baik, maka orang akan merasakan ketenangan dan kedamaian serta kebahagiaan sekaligus menjadi berani dan bersemangat serta diliputi suasana sakral dan perasaan kekudusan.
ROROT
ROROT adalah Wali’an wanita yang sangat sakti dan di kenal juga dengan panggilan MAMARIMBING.
Wali’an Rorot adalah penjaga dari tempat keramat PALI’USAN yang menurut cerita tidak pernah mati, tetapi setelah berumur 900 tahun Walian ini pergi mengembara ke seluruh dunia dan sampai sekarang belum pernah kembali.
Wali’an Rorot terkenal sebagai pemimpin ritual serta memiliki banyak pengetahuan dan keahlian, sehingga menjadi tempat bertanya dan berguru yang sangat disegani dan dihormati.
PA-TA’DI-AN.
PA-TA’DI-AN adalah tempat ‘BERIKRAR”.
Pa-ta’di-an terletak di Kentur “PUSER IN TANA’”, disana ada WATU PA-TA’DI-AN dimana APO’ AMUT E WE-WENE dan APO’ TU’UR E TUAMA mengikrar janji setia sehidup semati, saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, ditempat mana mereka diikat dalam tali perkawinan oleh WALI’AN LA’UN DANO.
Pa-ta’di-an juga menjadi tempat berikrar dan bernazar untuk segala macam maksud tujuan serta kebutuhan apapun sesuai kebutuhan dan manfaat maupun kegunaannya.
*15. BENDA - BENDA SAKTI DAN PELINDUNG ATAU PENJAGA DIRI.*
PO-LOINDONG
PO-LOINDONG atau pelindung adalah ajimat yang digunakan oleh orang - orang sakti untuk memberikan semangat dan kekuatan serta keberanian maupun kekebalan serta keahlian untuk menghadapi sesuatu.
Po-loindong dibawa - bawa dalam perjalanan atau perantauan atau dalam perjuangan serta pertempuran, tetapi ada aturannya.
PO-RI’DIR
PO-RI’DIR adalah alat pelindung atau penangkal atau dinding penyekat yang merupakan perisai keramat yang dapat menyebabkan seseorang tidak terlihat atau hilang dari pandangan lawan atau musuhnya dalam keadaan apapun.
RI’DIR berarti dinding, sehingga pori’dir dapat diartikan sebagai alat yang menghilangkan atau menyembunyikan seseorang atau benda dari pandangan orang atau musuh dan lawan.
Penggunaan Po-ri’dir tergantung keinginan dan maksud si pemakai :
1. Bagi orang baik atau kesatria pori’dir digunakan untuk :
- Berperang, memancung kepala musuh yang bersalah.
-Menghilangkan jejak atau menyembunyikan diri dari orang jahat atau orang yang berniat
tidak baik.
2. Bagi orang jahat atau pencuri digunakan untuk :
- Mencuri atau membuat kejahatan atau maksud tidak baik.
- Menipu orang (daun atau kertas bisa terlihat seperti uang).
*Catatan : - Seharusnya pori’dir digunakan hanya untuk hal-hal yang baik, tetapi ada yang me-
nyalahgunakannya untuk hal- hal yang jahat.
- Apabila penyalahgunaan Pori’dir diketahui oleh si pemberi, maka si pemakai akan
dihukum.
SOMPOY
SOMPOY adalah kantung wasiat keramat yang dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan jimat - jimat dan barang - barang keramat dan berkhasiat serta bertuah dan sakti.
Benda - benda keramat dan sakti yang disimpan dalam SOMPOY antara lain batu - batu dari angkasa, batu dari langit yang dibawa oleh kilat, termasuk barang - barang berharga seperti permata zamrud dan berlian, dll.
Kesaktian Sompoy antara lain dapat dimasuki barang yang jauh lebih besar daripada besarnya ukuran Sompoy, sehingga tidak dapat dilihat orang, termasuk juga benda - benda yang diberikan atau diturunkan oleh Apo’ - Apo’ serta dotu - dotu yang sakti, misalnya benda-benda sakti, keramat dan bertuah, akar, daun, ramuan obat-obatan yang mujarab dan berkhaziat, rotan, pasir emas, batu - batuan, tulang - belulang, tanah , dll, yang kesemuanya bertuah.
Pemujaan dan perawatan terhadap sompoi dan isinya, dilakukan menurut petunjuk apo - apo yang bersangkutan dengan barang atau benda keramat, yang dilakukan setiap waktu tertentu dengan memberikan pengorbanan berupa sesajen atau korban - korban binatang atau emas, perak, besi- besian serta kemenyan (kamania).
*16. BENDA ATAU ALAT KHUSUS*
PO-SALE’
Po-sale’ adalah semacam guna -guna yang memiliki kekuatan daya pikat luar biasa sehingga dapat membuat seseorang tertarik dan tergila- gila kepada yang memiliki po-sale’.
Guna - guna itu dibuat oleh dukun, menggunakan banyak jenis sarana dan cara sesuai kegunaan dan manfaat atau keperluan, antara lain :
- Bila seseorang menginginkan seorang gadis cantik, tetapi sulit melakukan pendekatan atau gadisnya tidak suka, maka sang perjaka akan memanfaatkan Po-sale’ untuk menaklukan sang gadis.
- Perjaka akan menggunakan dukun sebagai perantara atau meminta Po-sale’ pada dukun.
- Dukun akan berusaha mendapatkan sembilan potongan rambut masing - masing dari perjaka terutama dari sang gadis.
- Rambut keduanya dianyam bersama dan diberi mantera serta dimasukkan dalam sepotong “wulu’ud” kemudian disiram dengan minyak cinta yang berasal dari bunga yang hanya bertumbuh ditengah hutan lebat.
- Setelah sembilan hari sembilan malam didoakan oleh dukun, maka potongan wulu’ud berisi rambut yang telah disiram dengan minyak cinta dikirim secara rahasia kerumah si gadis dengan diam-diam (melalui ilmu kesaktian dari si dukun).
- Tindakan selanjutnya dari sang pria ialah melakukan pendekatan yang di jamin pasti menghasilkan perkawinan.
PO-KI’IT.
Po-ki’it adalah benda / barang yang dapat membuat seseorang tergila- gila dan mau ikut dengan seseorang (semacam guna - guna).
- Guna - guna ini digunakan oleh seseorang atau kelompok agar dapat pengikut banyak atau bahkan digunakan sebagai senjata agar musuh dan lawan mengikuti selera dari yang menggunakan Po-ki’it itu.
PO-RICA
Po-rica adalah benda / barang untuk membuat seseorang membenci atau mendendam atau sentimen dan merasa jijik seta memuakkan luar biasa kepada orang yang diinginkan oleh orang yang memiliki Porica.
- Digunakan sebagai senjata untuk bersaing atau menyingkirkan saingan atau musuh atau lawan. dengan cara membuat seseorang membenci atau mendendam orang yang dikehendaki oleh yang empunya Po-rica.
- Cara yang digunakan dukun antara lain : mengambil tanda jejak atau sidik jari orang yang akan dibuat merasa jijik atau membenci.
PO-LAWANG
Po-lawang adalah alat penangkal atau obat atau senjata untuk melawan penyakit atau guna - guna serta racun bencana atau malapetaka dan musibah.
LE-LEME’
Le-leme’ adalah obat penyembuh penyakit atau benda yang dapat menawarkan hati orang yang lagi marah atau melemahkan pembawaan dan prilaku seseorang.
LAKA
Laka adalah selendang keramat berwarna merah darah.
Konon Laka berasal dari khayangan dan dikirim oleh Apo’-Apo’ melalui burung Wara’ atau binatang/makhluk keramat lainnya.
Laka melambangkan kesaktian, kebijaksanaan , kecakapan , keuletan, keberanian, kekuatan, kekebalan, kesatriaan, kepahlawanan, kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Laka dianugrahkan oleh Apo’ - Apo’ kepada para orang - orang pilihan a.l. Wali’an, Tona’as, Ki’iten, Tua-tua Adat, Tokoh - tokoh Masyarakat, Teterusan. Waraney (ksatria), pemimpin, maupun orang - orang yang dianggap pantas untuk menerima LAKA.
Laka dianugerahkan dalam bentuk selendang , ikat kepala, ikat pinggang, ikat leher, dll.
Khasiat LAKA luar biasa, sebab manfaatnya bermacam-macam a.l. :
- menjadi perisai, tameng dan penangkis serangan,
- menghindarkan segala musibah dan malapetaka,
- menangkal segala macam marah bahaya dan bencana,
- memusnahkan dan menghancurkan musuh dan lawan,
- mengusir setan dan musuh - musuh jahat,
- memberi keberanian, kekuatan dan kekebalan,
- membuat orang jadi bijaksana, cakap dan profesional,
- menjadikan orang disegani, berwibawa dan dicintai,
- menyembuhkan segala macam penyakit,
- dan lain - lain.
WENTEL
Wentel yang dikenal pula dengan pokos - pokos adalah benda - benda sakti yang memiliki kekuatan magis serta dapat memberikan semangat, keberanian, kekuatan, kesaktian, kekebalan, kecakapan, ketrampilan, kepandaian dan hal-hal yang diperlukan oleh yang memakainya.
a. TU’UR IM BENTEL (INDUK AZIMAT)
Orang sakti dan pengembara serta perantau bila bepergian, selamanya membawa barang- barang sakti (azimat).
Azimat yang dibawa serta biasanya dimasukan dalam “sompoy kecil atau ikat pinggang atau tongkat kecil atau wadah khusus untuk azimat”.
Azimat itu berkhasiat untuk melindungi keselamatan pemegangnya bahkan dapat membantu pencapaian maksud dan tujuan perjalanan.
b. WENTEL ME-PANGA
Wentel me-panga adalah azimat bercabang yang memiliki banyak kesaktian dan serba guna.
Biasanya wentel Me-panga digunakan oleh para Teterusan dan Waraney - Waraney serta pengembara dan perantau.
Azimat itu diberikan oleh Tua’na (dukun sakti) atau Tona’as - Tona’as dan Wali’an - Wali’an.
Azimat itu dapat berbentuk sompoi atau ikat pinggang berisi batu - batu keramat dari angkasa dan ada juga yang menerima ikat lengan dan kaki, bahkan ada yang menerima wirus atau baju laka serta azimat - azimat keramat lainnya.
Perawatan dan pemujaan dan perawatan azimat - azimat ada bermacama - macam dan harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dan cara - cara yang diajarkan oleh si pemberi azimat.
Sebelum dan sesudah menerima azimat si calon pemakai azimat harus memenuhi syarat - syarat dan pantangan - pantangan tertentu.
JENIS - JENIS WENTEL :
Selain wentel tu’ur dan wentel me-panga ada jenis- jenis wentel lainnya, a.l :
E-EMPET
E-empet adalah ikat pinggang yang terbuat dari kulit atau tali atau wirus, yang bermanfaat untuk melindungi atau menjaga diri.
Penggunaan e-empet dilakukan dengan menghentakkan kaki sebanyak tiga kali atau sembilan kali dengan menyebut nama Amang Kasuruan dan Apo’ yang menjadi sumber kekuatan.
WA-WA’KES
Wa-wa’kes adalah ikat lengan atau kaki atau pinggang yang bermanfaat serta berkhasiat untuk mengikat seseorang terutama musuh dan lawan berkelahi. Wa-wa’kes ini akan mengikat orang secara misterius dan gaib serta tak kelihatan, sehingga musuh atau lawan tidak dapat bergerak.
P0-TOKOL
Po-tokol adalah azimat yang digunakan untuk berkelahi, memukul, menempeleng, mendorong, memiting, menendang dengan kaki dan tangan serta jurus-jurus dan teknik dan gaya untuk berkelahi, bertempur dan membela diri.
KIRIS
Kiris adalah pisau belati sebagai penjaga diri dan rumah.
KARAY PELI’
Karay adalah baju keramat tahan bacokan dan tusukan bahan tahan senjata dan peluruh.
PONDOS PELI’
Pondos peli’ adalah rotan keramat yang dapat dilakukan selaku penjaga diri, menyembuhkan orang sakit (dengan mecelupkan rotan dalam air dengan menyebutkan nama Amang Kasuruan, lalu airnya diminumkan kepada si sakit) dan dapat pula dijadikan cemeti untuk mengusir roh-roh jahat dan orang jahat atau musuh.
SAPUT I KOLOMBI’
Saput i kolombi’ adalah kulit siput air tawar yang digunakan selaku azimat untuk menarik perhatian wanita atau lawan.
ZINZIM
Zinzim adalah cincin keramat yang digunakan sebagai alat untuk menyembuhkan orang sakit serta menawarkan racun dengan mencelupkannya dalam air, kemudian airnya dipancarkan atau di percikan kepada si sakit atau racun.
WIRUS REINDANG
Wirus reindang adalah selempang merah darah, yang digunakan sebagai azimat dam pembawa keberanian.
KE-KEWIT
Ke-kewit atau bisikan mantera , untuk memanggil roh - roh pelindung dan penjaga manusia, serta mantera yang digunakan untuk merobah atau membentuk sesuatu serta menyembuhkan penyakit, mengusir roh - roh jahat dan melindungi diri dari marah bahaya.
WATU TULUS
Watu tulus adalah batu keramat yang berasal dari angkasa yang ditemukan di jurang, ngarai, gua alam, puncak gunung atau ditengah hutan atau dari dasar sungai atau danau atau laut yang dalam atau dari perut binatang buas atau burung mombo dan binatang/makhluk keramat lainnya, berguna serta mujarab untuk menyembuhkan penyakit maupun menawarkan racun serta mengusir roh - roh jahat, terutama juga memberikan khaziat, kesaktian, keberanian, kekebalan, kepintaran serta kegunaan lainnya bagi yang mendapatkannya dari Wali’an, Tona’as, Apo’ , Dotu, orang pinter/sakti dan keramat.
TANA’ MATUA
Tana’ matua adalah tanah dari kuburan orang tua yang digunakan untuk menjaga keluarga.
ENDA’ I ASU WO SI TU’A WO SI ULA’ WURING
Enda’ i asu wo si tu’a wo si ula’ wuring adalah darah dari anjing dan anoa serta ular hitam yang dicampur bersama- sama , lalu diminum untuk mendapatkan keberanian, kekuatan dan kekebalan serta kesaktian , sisa darah dikeringkan dalam kain laka, lalu irisan kecil (wirus) kain itu dibawa kemana - mana.
WU’UK I SICEP
Wu’uk i sicep adalah bulu burung rajawali yang digunakan untuk terbang atau menyembunyikan diri atau menghilang atau menyamar atau menyusup serta menerobos atau menembus benteng musuh atau lawan atau menyerobot masuk pertahanan atau melewati penjagaan yang ketat tanpa diketahui orang lain.
*ALAT - ALAT PERANG*
WENGKOW
Wengkow adalah senjata genggam yang terbuat dari kayu hitam, akel atau wanga yang berbentuk tongkat kecil (diki - diki) yang deberi kesaktian oleh pembuatnya atau melalui Tona’as.
WEKA’
Weka’ (tongkat) adalah tongkat bertuah yang biasanya dipakai oleh pemimpin atau orang - orang yang membutuhkannya, weka’ ini dapat berubah menjadi ular bertuah dan sakti.
TU-TURA’
Tu-tura’ atau Tumbak (tombak) atau lawang adalah senjata bertuah dengan mata tombak dari besi dan pegangan dari kayu hitam atau tombak yang keseluruhannya terbuat dari kayu hitam, wulu’ud atau wanga dan akel serta saraw yang digunakan dalam perkelahian, pertempuran (ada yang beracun dan tidak beracun).
KELUNG
Kelung adalah perisai (pelindung) yang dipergunakan dalam perang atau perkelahian.
Kelung memiliki kesatian dan bertuah, karena disamping bisa melindungi diri, boleh juga berfungsi sebagai senjata oleh karena kelung itu bertuah.
KIRIS
Kiris adalah benda bertuah dan memiliki kekuatan yang dan kegunaan serta kemampuan yang berbeda - beda a.l. :
1. Pengusir bencana dan bahaya.
2. Menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan serta kekuatan.
3. Pembawa berita dan rahasia - rahasia.
4. Penyingkir orang jahat dan setan - setan.
5.Memiliki kekuatan dan kekuasaan yang dapat menimbulkan hujan, tanah, dingin, api, kilat,
guntur, dan topan, dll.
6. Senjata sakti bertuah untuk membela diri dan membunuh musuh dan lawan berkelahi.
SANTI
Santi adalah pedang bertuah yang memiliki kesaktian dan keampuhan luar biasa untuk mengalahkan musuh bahkan dengan pancaran cahayanya dapat membuat musuh kocar kacir, kacau balau, cukup dengan sentakan dari pemiliknya, sehingga musuh lari terbiri-birit dan tunggang langgang dan pontang panting atau melompat - lompat seperti orang gila yang kesurupan roh jahat.
RERE TONO
Rere tono adalah lidi berwarna hitam arang yang berasal dari pelepah daun aren.
Rere tono dapat dibentuk dan dibuat alat atau senjata sakti dan bertuah serta ampuh dan berbisa,
Oleh Mpu sakti rere tono dibuat anak sumpit atau anak panah atau jarum bertuah dan berbisa yang dapat menyembuhkan penyakit dan mengusir bala dan malapetaka bahkan membunuh musuh.
SIMBEL
Simbel atau daun palem digunakan oleh orang sakti sebagai sayap untuk terbang dan melayang di udara, sekaligus digunakan juga sebagai payung dan tempat berteduh disaat hujan atau terik matahari dan dimanfaatkan juga sebagai tameng untuk menahan serta menghancurkan bala dan racun atau peluru.
KORO’BAR
Koro’bar adalah sejenis pelepah pelepah pohob Wanga oleh orang sakti sebagai londey atau kano atau perahu untuk mengarungi sungai atau danau atau lautan .
RIO
Rio adalah sejenis pohon yang digunakan sebagai pasak, yang memiliki keampuhan kekebalan dan daya tangkal serta penahan yang luar biasa, seringkalai digunakan untuk menghancurkan kekuatan, keberanian dan kekebalan seseorang atau musuh, cukup dengan menyentakkannya, bahkan kalau dipukulkan kebadan musuh langsung tewas seketika.
Daun rio juga digunakan untuk obat dan penghilang panas.
WEKA’ WURING
Weka’ wuring adalah tongkat hitam keramat yang terbuat dari kayu hitam (ebony) atau kulit bagian keras dari pohon aren.
Orang sakti selalu menggunakan tongkat hitam selalu karena sakti, bertuah dan ampuh.
Kesaktian Weka’ wuring terletak pada keampuhan dan kekuatan mistik selaku senjata pamungkas dan pelindung serta penolong bagi pemegangnya.
Keistimewaan lain dari Weka’ wuring adalah sewaktu - waktu dapat menjelma sebagai ular hitam sakti yang sangat berbisa dan siap mematikan mush.
SE-SENGON
Se-sengon adalah bambu keramat yang diisi ramuan obat - obatan atau racun yang ditiupkan kepada orang sakit atau musuh untuk menyembuhkan orang sakit atau membunuh musuh.
SE’BUNG
Se’bung adalah terompet yang terbuat dari SIPUT atau bambu atau kayu.
Digunakan sebagai alat musik magis atau sinyal atau pemanggil.
PUPUS.
Pupus adalah penusuk yang terbuat dari lidi, bambu, rotan, kayu, saraw, duri , besi, dan lain - lain.
bentuk dan besarnya berbeda - beda.
Pupus digunakan untuk menusuk ikan atau keperluan lainnya termasuk dapat dibuat sebagai senjata sakti penusuk musuh.
PE-PETIC
Pe-petic adalah senjata yang terbuat dari bambu dan sejenis yang dapat melontarkan peluruh kearah lawan.
WA-WANTING
Wa-wanting atau ali - ali adalah pelontar batu yang terbuat dari Pa-parut (pelepah buah kelapa atau pinang) dengan peluru dari batu , yang digunakan sebagai senjata.
MEROM
Merom terbuat dari merom, digunakan sebagai penyulut api, terutama digunakan juga sebagai alat sinyal atau kode didalam peperangan pada waktu malam.
***
*17. POSO (PANTANGAN)*
Poso atau pantangan diberlakukan bagi siapa saja yang memegang wentel atau azimat sesuai ketentuan dan petunjuk Apo - Apo, dotu - dotu, Tona’as dan Wali’an yang memberikan azimat.
Pantangan - pantangan atau poso ini ada tingkatan - tingkatannya, ada yang berlaku sebelum mendapatkan azimat dan ada yang berlaku sesudah mendapat azimat.
Secara umum pantangan atau poso itu , a.l :
a. Telu Poso Ni-maesa
1. Dilarang berzinah
2. Dilarang mencuri
3. Dilarang berdusta.
b. Tidak boleh memukul lebih dulu atau memotong lebih dulu atau menikam atau menyerang dalam
perkelahian.
c. Tidak boleh lewat tali jemuran pakaian atau tirisan.
d. Tidak boleh mundur selama selagi dalam pertempuran
e. Tidak boleh makan bahan - bahan rewung dan kapitu
f. Tidak boleh pakai baju terbalik
g. Tidak boleh membunuh orang yang tidak bersalah.
h. Tidak boleh main sex.
i. Tidak boleh minum bele-beles
j. Tidak boleh memotong pisang.
k. Tidak boleh makan ulang dan teli’cir (jalan mundur)
l. Tidak boleh kawin selama 9 tahun (berlaku bagi orang yang belum kawin)
m. Tidak boleh menaruh atau menyimpan jimat dalam lemari atau dibawah tapak kaki.
n. Hanya makan sayur mayur.
Selain pantangan - pantangan tersebut di atas masih banyak pantangan - pantangan sesuai dengan keperluannya.
PERAWATAN
Perawatan dan pemujaan serta pengurusan benda - benda keramat dan sakti atau azimat dilakukan dengan membakar kemenyan bahkan memberikan sesajen serta membersikan azimat dan melakukan meditasi serta berpuasa dan berpantang sesuai petunjuk.
Jika ajimat tidak diurus maka kekuatan gaib dan khasiat ajimat akan hilang.
Kalau tidak merawat atau lupa atau tidak bawa azimat (khusus benda yang bisa dibawa - bawa, sebab ada juga azimat yang tidak perlu atau tidak dapat di bawa - bawa), maka sipemilik azimat akan merasa rendah diri, kecil, panik, was-was, takut dan lemah.
MANFAAT.
Manfaat apabila azimat dibawa-bawa, si pemilik akan merasa kuat, berani, besar, percaya diri, hebat dan berwibawa.
MA-WA’KES
Ma-wa’kes adalah larangan mengikat sesuatu atau memintal bagi sang suami bila istrinya sedang hamil.
KU-MELANG
Ku-melang artinya membuat perjalanan, sedangkan kata itu dalam konteks ini digunakan juga sebagai kiasan untuk kata “berburu”.
Ada kepercayaan bahwa kata berburu (ma-ngasu) sebaiknya tidak digunakan oleh orang atau keluarga yang berniat untuk pergi berburu, karena ada anggapan bahwa binatang memiliki pendengaran tajam dari jarak jauh, sehingga bila kata berburu itu didengar oleh mereka, maka binatang - binatang itu akan lari menjauhi para pemburu.
Apabila seseorang berniat untuk pergi berburu, ada pantangan dan larangan tertentu yang harus dilaksanakan supaya memperoleh kemujuran a.l. :
- pantangan mendekati sang isteri selama “siouw nga-tinting” (sembilan jam sebelum berangkat,
- tidak menyapu dihalaman,
- tidak melakukan hal - hal yang bertentangan dengan tradisi dan adat istiadat.
MELUR (TUMU’TUL)
Melur adalah persembahan untuk mendamaikan dewa - dewa dengan masyarakat atau si sakit.
Persembahan dilakukan ditempat dewa - dewa menahan atau menyandera si sakit, bukan di Pa-rages-an.
MA-MATA’
Ma-mata’ adalah larangan untuk sembarangan melakukan sesuatu atau melewati atau melewati perkebunan a.l. :
- larangan membawa bahan - bahan mentah melewati tanaman yang sedang mengeluarkan buah padi dll.
- larangan memotong kayu atau bermacam - macam bahan jika sang bulan kelihatan diwaktu siang.
PO-POSAN-AN
Po-posan-an adalah pantangan (berpuasa) untuk suatu usaha mendekatkan atau menghubungkan orang - orang sakti dengan dewa - dewa yang di puja.
***
* 18. SANKSI DAN HUKUMAN*
KUMBIT-EN
Kumbit-en artinya dicubit, merupakan hukuman atas pelanggaran atau sanksi atas kesalahan a.l:
- tidak percaya kepada AMANG KA-SURU-AN, APO-APO’, DOTU-DOTU DAN TETE -TETE
- tidak manghabiskan makanan (kumbiten in tu’tuk sa raica maka’pu in tu’tuk am piring).
PE’DISEN
Pe’disen artinya dihukum atau dibikin tobat atau dibikin kapok karena membuat kesalahan atau pelanggaran a.l:
- tidak mengerjakan tugas yang diberikan orang tua atau atasan
- tidak percaya atau ragu - ragu terhadap AMANG KA-SURU-AN, APO-APO’, DOTU- DOTU TETE-TETE.
***
*19. BAHASA HALUS*
TENTU
Tentu (tu-mentu, ti-nentu-an) adalah pertanda dari cecak atau binatang lainnya kepada seseorang tentang sesuatu atau apa yang bakal terjadi.
WA’AR
Wa’ar artinya izin
Ma wa’ar ange artinya minta izin atau permisi dulu.
Bila seseorang pergi ke pancuran untuk menimba air atau bermaksud untuk mandi atau mencuci, sebelum tiba di pancuran, orang itu harus “ma’ar” atau mendehem.
Mendehem adalah bahasa isyarat halus untuk minta izin atau permisi, yang sudah dimengeri oleh orang yang sudah mendahului bahwa ada seseorang mau datang, sehingga apabila ia sedang mandi telanjang , dia akan segera memberikan isyarat atau pemberi tahuan supaya bersabar dulu sambil berpakaian agat tidak membuat suatu yang memalukan.
Permintaan izin atau permisi itu terutama juga untuk meminta izin kepada roh- roh halus yangmenjaga pancuran atau tempat tertentu agar ia diizinkan lewat atau masuk.
PO-POKEY
Po-pokey artinya peringatan.
Po-pokey diartikan juga sebagai tanda untuk mengingatkan sesuatu, yang dilakukan oleh roh - roh halus melalui tanda - tanda atau bunyi burung dan binatang, atau melalui mimpi atau gerakan -gerakan dibagian badan tertentu.
Contoh, apabila seseorang dalam mimpi didatangi atau dibayangi atau berjumpah dengan ibunya, maka hal itu sebagai pertanda bahwa ada permintaan khusus atau istimewa dari ibunya untuk melakukan sesuatu , antara lain bila kebetulan munculnya sang Ibu dalam mimpi pada peringatan ulang tahun kematian yang ketiga dari ibunya, mungkin ibunya menginginkan agar ia didoakan atau dibersihkan pusaranya, atau minta diberikan sesajen dan lain - lain.
***
*20. SARANA DAN PEMBERI TANDA - TANDA*
WARA’
Wara’ adalah burung keramat dan sakti.
Burung ini adalah pembawa kabar, petunjuk dan tanda - tanda bagi manusia.
Kabar atau petunjuk dan tanda - tanda itu diberikan oleh Wara’ baik secara spontan atau lewat permohonan atau panggilan orang - orang sakti.
Su-moring adalah memanggil burung Wara’ untuk memberikan kabar berita dan tanda serta petunjuk dan saran.
Pemanggilan dilakukan oleh para Tona’as atau Wali’an dan orang - orang sakti dengan menggunakan SORING (suling keramat) yang dilakukan ditempat - tempat khusus yang disebut Pa-soringan.
Panggilan dengan suling dijawab oleh Wara’ apabila panggilan dikabulkan oleh Apo - Apo (dewa - dewa.)
Bila berkenan Wara’ dapat datang sendiri dan bertengger di atas tongkat yang ditancapkan di atas tanah.
Jawaban itu diberikan dalam bentuk bunyi yang masing-masing sesuai dengan pesan - pesan dan tanda - tanda yang pada garis besarnya terdiri dari tiga pesan yaitu :
1. Kabar gembira - bunyi kic
2. Kabar buruk - bunyi ku-mokok
3. Kabar peringatan - bunyi mangolo’
Bunyi suara Wara’ dalam jarak dekat kedengarannya tidak jelas, tetapi dari kejauhan bahkan keras dan jelas sekali serta sangat merdu.
SOKOPE’
Sokope’ adalah burung keramat dan sakti, serta mimiliki kemampuan khusus untuk memberikan pertanda tentang hal - hal dan masalah yang menyangkut peristiwa - peristiwa besar dalam wanua atau negara serta orang - orang besar (pemimpin dan tokoh besar)
SOKOPE DAPAT MEMBERIKAN KABAR BERITA DAN TANDA YANG PASTI DAN AKURAT TENTANG SUATU HAL ATAU PERISTIWA A.L:
- musibah atau bencana besar yang sangat dashyat akan menimpah wanua atau negara.
- kenaikan pangkat
- pergeseran kepemimpinan
- meninggalnya seorang tokoh besar dalam tingkatan paling atas
- timbulnya suatu peperangan besar
- perebutan kekuasaan
- dan lain - lain hal serta peristiwa paling besar.
Penampakan burung Sokope’ sangat jarang sekali.
Munculnya burung Sokope’ terjadi 9 tahun sekali atau 18, 27, 45 tahun, bahkan 99 tahun.
Dalam keadaan sangat istimewa dan khusus serta darurat, burung SOKOPE’ dapat muncul tiba-tiba dan sewaktu-waktu sesuai keadaan, keperluan berita penting istimewa dan mendadak.
Bentuk badan burung Sokope’ kecil dengan warna merah dan kuning.
Bunyi suara burung Sokope’ sangat merdu, bila dalam jarak dekat kedengaran lembut dan tidak keras, tetapi dari kejauhan terdengar jelas dan keras.
SUME-SENDOT
Sume-sendot atau kunang - kunang adalah petunjuk jalan dan arah serta pembimbing bagi pengembara.
KIOS RARA’
Kios rara’ adalah burung kecil berwarna ke abu - abuan dengan jengot berwarna merah darah.
Burung ini memiliki keunikan karena burung ini dapat memberikan kabar dan petunjuk dari Apo-Apo (dewa) khusus di waktu siang.
Burung Kios rara’ digunakan oleh orang sakti sebagai perantara untuk memperoleh kabar atau petunjuk , dengan cara memasang keranjang (sori) yang diisi jagung kuning dan nasi putih disebelah kanan dan disisi kiri diisi pisang (punti mas rintek) yang sudah dikupas.
Dengan mantera dan bahasa rahasia orang sakti memanggil Kios rara’.
Bila di kabulkan oleh Apo-apo maka Kios rara’ akan bertengger diatas sori dan akan makan di sisi kanan dan di sisi kiri yang merupakan bahwa permohonan dikabulkan oleh Apo - Apo.
KO-KOCI’
Kokoci adalah burung malam, yang memberikan pertanda yang bermacam - macam bentuknya sesuai dengan pesan - pesan atau tanda - tanda melalui irama, suara dan bunyi dari pada Kokoci.
Orang - orang sakti dapat membedakan tanda - tanda bunyi Kokoci :
a. Pertanda bahaya pencurian atau penodongan, atau penganiayaan
b. Pertanda hujan dan panas
c. Luput dari bahaya
d. Menunjukkan orang jahat
e. Dan lain - lain sesuai dengan bunyi Kokoci’.
Kadang – kadang Kokoci, berbunyi diwaktu siang dalam hal - hal yang sangat luar biasa.
SOPIT
Sopit atau cecak adalah pemberi tanda (ma-tentu) bagi manusia.
Apabila pembicaraan atau maksud dan tujuan baik atau benar, sopit akan memberikan persetujuan lewat bunyi.
Tanda tanda yang diberikan oleh sopit memiliki banyak ragam nya sesuai dengan irama dan tekanan suaranya.
BURUNG KE’KE’
Burung ke’ke’ adalah burung yang membunyikan bermacam -macam suara ketawa.
Apabila ketawa riang hal itu menandakan kabar suka cita.
Apabila ketawa mengejek, hal itu menandakan kabar duka cita atau kesialan.
Apabila ketawa terkekeh -kekeh hal itu menandakan kesukaan besar.
KU’KUR
Burung Ku’kur adalah pembawa pesan - pesan rahasia dari Apo’ - Apo’ atau dewa -dewa yang hanya dapat didengar oleh orang sakti dan orang pintar.
KEROK
Kerok adalah burung yang dapat memberikan tanda tentang keadaan cuaca (hujan).
TI-TICAK
Ti-ticak adalah burung yang dapat menjalankan fungsi yang terbatas dari fungsi Wara’ dalam hal-hal tertentu, memberi tanda - tanda bagi peristiwa atau keadaan tertentu diwaktu siang.
KO-KOAK
Ko-koak (burung Gagak) adalah burung yang memberikan pertanda tertentu sebagai perantara dari Apo’- Apo’ atau dewa - dewa.
KA-LIMPO’PO-ANKa-limpo’po-an (kupu-kupu) dapat memberikan petunjuk kepada tuan rumah tentang kedatangan tamu apabila kupu-kupu terbang bolak-balik dan hinggap di dalam rumah.
TERIOY
Terioy adalah burung yang dapat memberikan tanda kematian seseorang.
WA’AN I ASU
Apabila anjing bersin setelah orang melangkahkan kaki, hal itu menandakan bahwa orang harus segera berangkat karena ada sesuatu hal yang baik atau rejeki sedang menanti.
Apa bila anjing bersin sebelum orang melangkahkan kaki, itu pertanda larangan sehingga apabila memaksakan diri berjalan atau berangkat akan menemui kesialan atau kecelakaan.
MEONG MA-INAMO
Apabila kucing duduk pada kedua kaki belakang sambil menggosok mukanya dengan salah satu kaki depan (seakan akan mencuci muka) hal ini menandakan ada tamu dari jauh yang sedang mempersiapkan diri untuk berkunjung ke rumah.
Dari mana arah tamunya datang dapat diketahui dari arah kucing itu menghadap saat mencuci muka.
MEONG MA-NGEONG
Apabila terdengar kucing mengeong dan meraung-raung siang dan malam baik dilakukan oleh salah satu atau beberapa kucing secara bersahut - sahutan dibawah kolong rumah atau dipekarangan, hal itu sebagai pertanda bahwa ada seseorang keluarga atau teman dekat yang akan meninggal.
SERIT (KOMONG)
Semacam kumbang kecil, - pemberi kabar diwaktu siang.
Jika serit berbunyi , menandakan ada tamu untuk orang yang bersangkutan.
Pertemuan dengan tamu itu, berlaku pada hari itu juga. Jika sedang berjalan, maka tamu itu ditemukan di tengah perjalanan.
Tamu yang bermaksud baik atau jahat, diberitahukan oleh kumbang kecil itu dari tempatnya.
TETE’ LENGKA’
Tete’ lengka’ atau laba - laba adalah sejenis serangga besar yang dapat memberikan pertanda tentang peruntungan atau rejeki.
Apabila melihat Tete’ lengka’ bertelur, hal itu pertanda ada rejeki dan besarnya rejeki itu tergantung besar kecilnya telur Tete lengka’.
KO’KO (MA-PEKOK)
Ayam berkotek tidak pada waktunya baik siang atau malam yaitu karena tidak terganggu oleh manusia atau binatang buas sesudah ayam bertelur atau anak ayam jatuh dari pohon tempat hinggap di waktu malam menandakan kejadian yang sial atau suatu kecelakaan yang akan terjadi.
Menafsirkank kabar ayam bekotek, jantan atau betina sendiri - sendiri atau bersambut - sambutan adalah menurut keahlian masing - masing.
Kokok ayam menandakan juga air pasang dilaut.
MA-NGIPI SAMA’
Apabila bermimpi orang mati, memetik buah ranum/masak, memegang kotoran/cirit manusia, hal itu pertanda akan dapat rejeki atau keuntungan.
MA-NGIPI LEWO’
Apabila seseorang bermimpi mengenakan pakaian kawin, atau hanyut di sungai, atau mimpi mandi diari keruh, atau menangkap ikan, atau melihat perahu di tengah badai dan gelombang besar, hal itu adalah pertanda akan mendapat penyakit atau cobaan.
Apabila bermimpi melihat pembantaian babi, atau pesta- pesta hal itu pertanda akan ada kematian keluarga atau teman dekat.
Apabila bermimpi orang mati hihup kembali hal itu menandakan kesialan atau musibah atau penyakit.
Apabila bermimpi menangkap burung, hal ini menandakan ada seseorang anggota keluarga yang hamil diluar nikah.
KI-NE’KET I CAWOK
a. LULANG (KASUT)
Kasut digigit tikus, menandakan akan adanya percobaan atau kesialan bahkan menandakan pula ada seseorang keluarga dekat yang akan meninggal, tetapi melalui mantera-mantera kejadian ini dapat di tangkal.
b. KARAI KINE’KET
Jika ada pakaian dalam lemari atau sedang digantung di dalam lemari digigit tikus, ini menandakan adanya kematian anggota keluarga (sanak saudara atau kenalan dekat).
Kejadian yang akan berlaku ini tak dapat ditangkal.
PE-LUWA’ I ASU
Pe-luwa’ i asu atau muntah anjing menandakan hal buruk yang bisa terjadi dilingkungan keluarga.
Apa bila anjing muntah di dalam rumah berarti ada keluarga dekat yang akan meninggal.
Kalau anjing muntah di halaman rumah ada keluarga yang akan meninggal.
KO’KOR I ASU
Ko’kor i asu atau lobang yang dicakar anjing pertanda ada kedukaan yang dapat menimpah keluarga.
KUTU IN SAKIT
Kutu in sakit atau kutu penyakit adalah pertanda akan ada kedukaan dilingkungan keluarga.
Tanda - tandanya ialah bila kepala seseorang atau bebrapa orang didalam keluarga dipenuhi banyak kutu, maka itu perntanda ada keluarga dekat yang akan meninggal.
KAMA ME-TA’UP
Apabila pada waktu makan, dengan tidak disengaja dua tangan bertemu untuk memegang pinggan ikan/nasi atau cerek.
Kejadian itu menandakan ada orang datang dan tak akan lama kemudian orang yang datang itu akan tiba.
DAN LAIN - LAIN :
PA-WULENG-AN
Pa-wuleng-an atau tandu adalah kursi kehormatan yang dipakai untuk mengarak Tona’as danb Wali’an serta Ki’iten- ki’iten dan orang - orang tua atau yang dituakan.
*22.SARANA RITUAL”*
PA -LUKUT-AN
Pa-lukut-an adalah istilah untuk orang sakti yang memiliki talenta istimewa, bahkan dipilih oleh Amang Ka-suru-an, Roh-roh serta Jiwa- jiwa dan para Apo’-apo’ yang sudah hidup di Ka-senduk-an , untuk dijadikan sebagai terminal perantara, medium atau tempat perhentian atau berdiam sementara serta sarana komunikasi untuk penyaluran dan penyampaian pesan - pesan dan petunjuk serta perintah atau maksud - maksud tertentu dari Amang Ka-suru-an, Roh - roh, Jiwa – jiwa serta para Apo’ - Apo’.
Orang - orang yang menjadi terminal komunikasi antara Amang Ka-suruan, Roh-Roh dan Apo’- apo’ dengan manusia adalah para Wali’an , Tona’as atau orang sakti yang terpilih atau memiliki talenta sebagai PA-LUKUT-AN (tempat untuk duduk atau berdiam).
Biasanya kedatangan Amang Ka-suru-an, Roh-roh atau Jiwa -jiwa atau Apo’- apo’ adalah secara spontan atau tiba - tiba tanpa ada tanda - tanda atau pemberitahuan sebelumnya , tetapi seringkali juga dipanggil oleh para Wali’an atau Tona’as apabila ada sesuatu hal yang sangat penting atau sangat mendesak untuk segera diselesaikan .
Pemanggilan Amang Ka-suru-an, Roh - roh dan Jiwa-jiwa atau Apo’- apo’ dilakukan dengan upacara ritual sesuai dengan kebiasaan dan adat istiadat para leluhur.
Amang Ka-suru-an, Roh- roh atau Jiwa- jiwa atau Apo’-apo’ yang datang lu-mukut pada orang sakti akan masuk secara gaib dalam sukma dari si pa-lukut-an.
Setelahl masuk dan merasuk jiwa dan sukma si pal-ukut-an , maka si pa-lukut-an pun memperlihatkan hal- hal yang aneh karena kesurupan , sambil melompat- melompat atau menari -menari atau berlenggang lenggok serta gemetaran , ia komat kamit dan mulai berkata- kata dalam bahasa yang hanya dimengerti oleh orang sakti atau orang pintar.
Pesan serta petunjuk yang disampaikan dalam bahasa rahasia atau bahasa isyarat diterjemahkan oleh orang sakti atau orang pintar yang mengerti serta tahu menerjemahkan.
Dalam keadaan istimewa, bahasa yang keluar dari mulut Pa-lukut-an, dapat dimengerti oleh semua orang.
PA-TEKA’AN
Pa-teka’an adalah istilah untuk orang sakti yang didatangi oleh Amang Ka-suru-an, Roh -roh atau Jiwa-jiwa serta Apo’-apo’ yang seakan - akan hinggap atau mampir dan menggunakan orang yang dihinggapi sebagai perantara untuk menyampaikan maksud kepada yang dituju (sifatnya hampir sama dengan pa-lukut-an, tetapi bedanya terletak pada waktu dan frekwensi terjadinya “‘teka’an” itu tidak tetap dan “teka’an” itu dapat berlaku pada siapa saja yamg mau didatangi oleh Amang Ka-suru-an, Roh-roh atau Jiwa-jiwa atau Apo’-apo.
Bahasa yang biasanya digunakan oleh Amang Ka-suru-an, Roh -roh atau Jiwa-jiwa serta Apo’-apo’ yang “tumeka’” adalah bahasa yang dapat dimengerti oleh semua orang.
PA-TEKA’AN secara harafia artinya (tempat berhinggap).
KI-NE’KEP
Artinya “dipeluk” dan diartikan juga kedatangan atau kesurupan makluk halus atau roh atau jiwa dari seseorang yang sudah meniggal.
Mahluk halus atau roh atau jiwa yang datang itu masuk kepada siapapun yang ingin didatangi atau dipegang atau di peluk oleh roh atau jiwa itu, walaupun yang bersangkutan tidak menginginkannya.
Adapun makhluk halus atau roh atau jiwa yang masuk dalam tubuh orang yang didatangi, biasanya ingin menyampaikan keinginan atau keluhan atau perhatian atau pelalyanan, bahkan permintaan balas dendam, atau sesajen, serta perlakuan istimewa bagi arwah atau pusaranya.
MEDIUM
Medium adalah upacara ritual untuk mengundang arwah atau jiwa yang sudah meninggal.
Perlengkapan yang harus disediakan a.l. tepung, lilin, kemenyan, sirih, pinang, sesajen, koro’bar, dll.
MA-UBAT
Ma-ubat adalah panggilan untuk dukun yang dapat menyembuhkan penyakit luar dalam.
MA-ALAB
Ma-alab adalah sebutan untuk dukun yang ahli menyingkirkan atau menghilangkan gangguan roh-roh jahat, dengan cara mengambil racun atau penyakit yang dikirim dalam tubuh manusia oleh roh jahat dengan cara-cara mistik dan gaib, maupun gerakan-gerakan dan sentuhan jamahan yang aneh serta komat-kamit bahasa rahasia.
MA-LEME’
Ma-leme’ adalah orang yang memiliki keahlian untuk mengobati penyakit rohani dan jasmani, lahir dan bathin, pengobatan dilakukan dengan tindakan serta gerakan-gerakan ritual, mistik dan gaib, maupun mantera dan komat kamit dengan bahasa rahasia .
MA-URU
Ma-uru adalah sebutan untuk ahli pijat tradisional yang dapat menyembuhkan sakit keseleo, pata tulang , sakit otot dll.
Dengan cara memijat sambil menggunakan minyak khusus untuk urut dan pijat.
MA-ANGKAY
Ma-angkay adalah dukun yang ahli menyingkirkan dan menghilangkan penyakit atau racun yang dikirim orang didalam tubuh manusia atau rumah serta tempat tertentu termasuk kebun, peralatan atau benda apapun , dengan cara mistik dan gaib.
PA-SA’KET-AN
Pa-sa’ket-an artinya “kiasan” , pelampiasan atau perbuatan seakan - akan melakukan sesuatu yang sebenarnya, tetapi sebenarnya hanya sebagai ungkapan, kiasan atau pelampiasan.
Contoh :
Bila seseorang digigit oleh ular berbisa “ka-luma’an” dibagian tangannya, maka seharusnya tangannya harus dipotong supaya racun tidak menjalar kebagian tubuh lainnya, tetapi dengan melakukan “su-ma-ket” mengambil sepotong kayu atau bambu, lalu bambu atau kayu tersebut dipotong seakan-akan tangan yang dipotong dengan menggunakan mantera atau bahasa doa rahasia yang khusus digunakan untuk su-ma’ket, maka racun tidak akan menjalar kebagian tubuh yang lain.
Bambu dan kayu yang digunakan disebut “si-na’ket-an”, dijadikan “pa-sa’ket-an”.
TA-WA’ANG
Ta-wa’ang adalah sejenis tanaman yang digunakan sebagai sipat tanah atau kebun atau halaman.
Menurut kepercayaan orang Kiowa , ta-wa’ang digunakan oleh Tu’ur e Tuama, sebagai tanda ikatan cinta kasih dengan Amut e We-wene.
SARAW
Saraw adalah sejenis tanaman yang batangnya menyerupai rotan dan dapat digunakan sebagai anak panah atau tombak karena batangnya sangat keras dan alot (lanut) apabila sudah tua.
Orang Kyowa percaya bahwa saraw digunakan oleh Amut e We-wene sebagai tanda ikatan cinta dan kasih dengan Tu’ur e Tuama.
MA-TENGA’
Ma-tenga’ atau makan sirih pinang adalah adat kebiasaan leluhur yang dijadikan sebagai pelengkap dalam suatu acara menjamu seorang tamu, pesta, kenduri dan acara ritual maupun adat.
TENGA’
Tenga’ atau pinang adalah pelengkap keperluan upacara ritual dan digunakan juga oleh dukun sebagai bagian sesajen.
LALAY
LALAY sejenis tumbuhan dengan buah untuk keperluan TU-MENGA’ serta keperluan ritual dan obat-obatan.
KO-RO’BAR
Ko-ro’bar adalah pelepah mudah daun pinang yang digunakan sebagai bahan untuk upacara ritual, bahkan sebagai londey atau kano (perahu) untuk berlayar disungai, danau dan lautan.
Ko-ro’bar juga digunakan sebagai pembungkus atau dijadikan sarung untuk keperluan pengisian obat atau makanan dll.
APU
Apu adalah sejenis kapur putih yang dibuat dari bia atau kerang dan digunakan sebagai bahan obat-obatan serta keperluan untuk upacara ritual.
KERI’IT
Keri’it atau jahe ada dua jenis: yaitu KERI’IT REINDANG dan KERI’IT KULO’.
- Keri’it digunakan untuk obat dan rempah-rempah, wangi-wangian serta keperluan ritual.
- Keri’it kulo’ digunakan pula untuk keperluan dan kebutuhan lainnya, antara lain obat batuk.
SUKUR
Sukur sejenis jahe yang digunakan untuk obat terutama sebagai penangkal angin jahat atau pengusir racun dan penyakit apapun, antara lain obat perut, keperluan ritual dll.
WOWANG
Wowang atau bawang putih digunakan untuk obat-obatan, bau-bauan dan keperluan ritual.
SOLO
Solo atau minyak dibuat dari santan kelapa atau beberapa jenis buah atau tanaman yang mengeluarkan minyak .
Solo digunakan untuk obat-obatan, lampu penerangan, minyak goreng, masakan dan keperluan ritual dan kebutuhan lainnya.
RANO
Rano atau air digunakan untuk diminum baik untuk pelepas dahaga, juga untuk obat penyembuh penyakit, kebersihan, mandi, masakan, keperluan ritual dan kebutuhan lainnya.
RU’I
Ru’i atau tulang binatang apapun dijadikan ramuan obat dan keperluan ritual.
AMUT
Amut atau akar tanaman, pohon atau rumput dijadikan “pa-kerut-en” untuk ramuan obat dan keperluan ritual.
TE-TEMBUR
Te-tembut atau kemenyan dijadikan pengusir jin atau setan serta roh-roh jahat dan keperluan ritual.
SA’KETA
Sa’keta dijadikan penangkal racun, menghancurkan dan melenyapkan kekebalan musuh hanya dengan sentakan, pemagar halaman supaya tidak dimasuki iblis atau roh jahat, dijadikan obat untuk bermacam-macam penyakit serta pa-sa’ket-an serta kebutuhan lainnya termasuk ritual
TURI
Turi dijadikan pelembab dan obat untuk orang yang baru bersalin serta keperluan ritual.
PONDANG
Pondang dijadikan rempah-rempah serta bahan obat serta keperluan ritual.
LALAI-NA WELAR
Lalai-na welar dijadikan obat panas dan penyakit lainnya serta keperluan ritual.
KA-LUNTAY
Ka-luntay dijadikan obat serta pengusir ular dan roh-roh jahat, serta keperluan ritual.
SEREWUNG
Serewung dijadikan obat kuat dan penyembuh penyakit-penyakit tertentu serta keperluan ritual.
TUNDAG
Tundag dijadikan rempah - rempah serta sayur dan keperluan ritual.
KU-KURU
Ku-kuru dijadikan rempah-rempah serta obat, wangi-wangian dan keperluan ritual (ku-kuru kulo’ wo ku-kuru reindang).
SALIMBATA’
Salimbata’ dijadikan rempah - rempah serta obat batuk, wangi-wangian dan keperluan ritual.
KUTU IN SAKIT
Kutu in sakit adalah pertanda bahwa ada keluarga sangat dekat akan meninggal.
Seseorang dalam rumah dapat dipenuhi kutu-kutu dirambut sebagai pertanda atau alamat buruk tentang adanya kedukaan.
PE-LUWA’ I ASU
Apabilall seekor anjing muntah didepan pintu, itu pertanda ada orang yang akan sakit keras atau meninggal didalam lingkungan keluarga.
TOYA’ANG MA-TUWENG
Apabila seseorang anak suka berjongkok sambil melihat diantara kaki kearah belakang, itu adalah pertanda ibunya akan hamil lagi dan ia akan memperoleh adik lagi.
TA’AR WO A’ATOR-EN WO PE-PE’DIS
TIYO’O MA-EMA’ ING KA-WENDU-AN I CAKELE TOUW, SA RA’ICA MA-SALE’ MA-KERE KA-WENDU-AN, AM-PA’PA’AN SI “WE-WENDU MA-PENDAM ING KA-WENDU-AN” SA-LALU ME-MENDA-MENDAM ING KA-WENDU-AN E TOUW, TAMBISA ENG KA-WENDU-AN NI-EMA ASI CAKELE TOUW, TA-NI’TU KA’AY EN SAWEL ING KA-WENDUA-AN PENDAM-EN I MA-EMA’ ING KA-WENDU-AN E TOUW.
TIYO’O MA-EMA’ ING KA-SUSA-AN I CAKELE TOUW, SA RA’ICA MA-SALE MA-MENDAM ING KA-SUSA-AN, AM-PA’PA’AN SI “TU-ME-TEIR ING KA-SUSA-AN” MA-WERI-WERIT SE TOUW LEWO’ E NATE, SA KA-SICOP-AN NA PASTI WEAN NA KA-SUSA-AN TANU ING KE SUSA NA SE KA-KELE-NA TOUW KU-MA’PA I LEBE NA PE’MAY AN NI-EMA’ NA ASE TOUW.
TIYO’O MA-EMA’ ING KA-SAKIT-AN E KA-KELE-TOUW SA CA MA-SALE SAKIT-EN I CA-KELE TOUW, AM-PA’PA’AN SI “PO-LAWANG ING KA-SAKIT-AN” MA-WAYA-WAYA’ SA-LALU ME’RERE SE MA-ANGE MAY ING KA-SAKIT-AN WO MA-UKUNG SE TOUW TANI’TU, TANU I NI-EMA’NA.
TIYO’O MA-INDO IM PA-NGASENG-AN E TOUW SA RA’ICA MA-SALE’ INDO-AN I N ASENG, AM-PA’PA’AN EM-PA-NGASENG-AN PA-KA-TEIR-AN I MA-WE’E IM PA-NGASENG-AN, WO KA’AY PA-KA-LINGAN-NA ENDO WOM BENGI, ANE SE TOUW MA-INDO I N ASENG E KA-KELE, INDON OKA E N ASENG NA I SAWEL I NASENG NINDO NA.
Jangan mencabut nafas sesama,kalau tidak ingin nafas sendiri dicabut, sebab nafas kehidupan dijaga oleh “pemberi nafas kehidupan”, apalagi hanya dia yang dapat mencabut nafas seseorang, begitu pula siang malam dia mendengarkan nafas masing-masing, siapa yang mengambil nafas seseorang, maka nafasnya diambil untuk menggantikan nafas yang diambilnya.
TIYO’O MA-INDO IM PUNYA E MA-KA PUNYA, SA RA’ICA MA-SALE INDO-AN ING KA-PUNYA-AN , AM-PA’PA’AN “AWEAN SI MA-TEI-TEIR ING KA-PUNYA-AN” MA-RA’DA ENDO WOM BENGI, SA ILEK-EN NA SI ESA TOUW MINDO IM PUNYA E TOUW WA-LINA YA SI TOUW I’ITU ARES-EN NA, TAM-BISA ENG KA-KELI I NINDO-NA , TANI’TU KA-AY E NINDON TANU SA-SAWEL I NINDO NA, EN TA’AN SA PERLU I LEPE-LEPET NA E NINDO NA TANU AY UKUNG ING KA-ME-SEA’AN NA I MINDO IM PUNYA E MA-KA PUNYA.
TIYO’O MA-LEWO’ IM PUNYA E MA-KA-PUNYA, SA RA’ICA MA-SALE LEWO’ON E TOUW ENG KA-PUNYA-AN , AM-PA’PA’AN AM-BITU SI “MA-KA TEIR ING KA-WANGUN-AN IM BAYA WAYA SI’TU RA’ICA MA-LEWO’” SIYA SI MA-UKUNG SE MA-LEWO’ IN SAPA-SAPA.
TIYO’O MA-ENEP’ IM PUNYA E MA-KA-PUNYA , SA RA’ICA MA-SALE’ ENEP-AN ING KA-PUNYA-AN I NESA, AM-PA’PA’AN “SI E’ENEP-AN YA MA-KA TEIR WO MA-KA RA’DA IM-BAYA-WAYA. SA SI ESA TOUW MENEP IM PUNYA E MA-KA PUNYA, SIYA ENEP-AN OKA KA’AY E WA-LINA TANU ING KA-KELI I NAY ENEP NA.
TIYO’O MA-EMA’ ING KA-WANGKUR-AN E TOUW, SA RA’ICA MA-SALE ICA-WANGKUR, AM-PA’PA’AN SI APO’ MA-”URUS” ING KA-WANGKUR-AN TELEW WEREN, MANDE YE-NENEP RO’ONA KE-ILEK-AN NA SA SI ESA TOUW MANGKUR SE KA-KELE-NA, YA SYA UKUNG-EN NOKA TANU I NIEMA’ NA ASE KA-KALE-NA.
TIYO’O MA-TOWO WO MA-PELE’ SA RA’ICA MA-SALE’ TOWA-AN WO PELE’AN , AM-PA’PA’AN SI APO’ MA URUS ING KA-TOWO-AN WONG KA-PELE’AN MA-NGARTI WO MA-KE-ILEK SAPA SI ULIT WO SI WUTUL WO SAPA SI TOWO WO SAPA SI PELE’. SA SI ESA TOUW TU-MOWO, YA SIYA ARES-EN TANU ING KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN IN TO-TOWO-NA.
TIYO’O MA-AKAL WO MA-BODOK SE TOUW, SA RA’ICA MA-SALE’ AKAL-EN WO BODOK-EN E TOUW, AM-PA’PA’AN SI APO’ MA-URUS ING KA-AKAL-AN WONG KA-BODOK-AN SA-LALU MA-KA RA’DA SE TOUW LEWO MA-AKAL WO MA-BODOK SE KA-KELE. SA PE’ILEK-AN NA AWEAN MA-AKAL KU-MA’PA MA-BODOK YA SIYA WEAN NA PA-MENDAM-EN TANU I NEMA’NA ASE TOUW WA-LINA.
TIYO’O MA-TOANG SE KA-KELE SA RA’ICA MA-SALE’ TOANG-EN, AM-PA’PA’AN SI-APO’ MA-URUS IN TOANG MUKUNG SE TOANG TANU IN TI-NOANG NA ASE WA-LINA .
TIYO’O MA-SAWA-SAWA’ SA RA’ICA MA-SALE’ SAWA’AN E TOUW, AM PA’PA’AN SI APO’ MA-URUS IN SAWA’ MUKUNG SI SAWA’ TANU ING KA-ME-SEA’AN NA.
TIYO’O MA-SEA’ SE WE-WENE SA RA’ICA MA-SALE CA-SEA’ AM-PA’PA’AN SI APO’ SEA’ MUKUNG SI SU-MEA’ SI KA-KELE TANU ING KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN NA.
TIYO’O MA-LICOKO SE TOUW SA RA’ICA MA-SALE’ LICOKON, AM-PA’PA’AN SI APO’ LICOKO MUKUNG SE MA-LICOKO TANU ING KA-WANGKER ING KA-MESEA’AN NA.
TIYO’O MA-LEPOK SE KA-KELE SA RA’ICA MA-SALE’ CA-LEPOK, AM-PA’PA’AN SI APO’ LEPOK MUKUNG SI MA-LEPOK SE KA-KELE TANU ING KA-WANGKER ING KA-ME-SEA’AN NA.
MA-RA’DU-RA’DU
TIYO’O MA-RA’DU-RA’DU MA-SARU IM PA-SARUN SA RA’ICA MA-SALE ICA-RA’DU, AM-PA’PA’AN SI APO’ RA’DU MA-UKUNG SE TOUW RA’DU
MA-IZING SE MA’TUA WO SE KA-KELE
MA-IZI-IZING ANGE SE MA’TUWA WO SE KA-KELE, SA MA-SALE IM PA-IZING-EN, AM-PA’PA’AN SI APO’ IZING RA’CA MA-SALE’ SE RA’ICA MA-IZING.
WA’AR
WA’AR adalah permohonan izin secara halus dengan mendehem
SU-MOMOY
Su-momoy adalah bahasa halus untuk buang air besar.
TU-MIYA’ PORAK KU-MA’PA UTER
Tu-miya’ porak ku-ma’pa uter adalah bahasa halus atau kiasan untuk buang air besar dan air kecil.
ME’ILONG WO MI’PI’
Me’ilong wo mi’pi adalah bahasa kasar yang sama dengan berak dan kencing.
TIYO’O MA-KELAR AM-BISA-WISA atau jangan buang lendir dimana-mana karena tidak sopan dan tidak sehat.
TIYO’O MA-RURA’ AM-BISA-WISA artinya jangan buang ludah dimana saja sebab tidak sopan dan tidak sehat.
MA-LELE’
KA-PELI’AN
TIYO’O MA-SERA’ SE MEONG IM BALE
Dimaksudkan jangan makan kucing rumah sebab kucing berguna untuk menangkap tikus.
AN SOMOY IM BALE
Adalah istilah halus untuk WC, atau tempat buang air besar/kecil dekat kali atau sungai atau tempat yang dibuat khusus untuk keperluan itu.
WELLI adalah cairan yang sudah mengering dan berbau busuk.
SETANG
SETANG adalah iblis atau jin.
LAIN - LAIN.
KAROT I NENDA’
Karot i nenda im bua’na ing kama adalah bersumpah dengan goresan darah yang berasal dari jari tangan, yang dilakukan untuk menyatakan kesungguhan serta sumpah dan janji setia serta ikatan persaudaraan yang tidak dapat dibatalkan.
MEDIUM
MERAMAL ATAU NUJUM
MAYA’ AM BAWO IN NAPI
Maya’ am bawo in napi adalah berjalan diatas bara api atau benda panas tanpa mengalami luka bakar atau hangus atau cidera.
TA’UN
“TA’UN” artinya “TAHUN”
Satu tahun (sanga ta’un) terdiri dari 13 (tiga belas) bulan (sanga pulu’ tu-mela’uw telu nga- serap}.
SATU BULAN (sanga serap) terdiri dari 27 hari (sanga serap pute won dua nga-pulu’ tu-mela’uw pitu ngando).
Satu tahun sama dengan 351 hari ( sanga ta’un pute won telu nga-atus wo lima nga-pulu’ tu-mela’uw esa ngando).
Perhitungan jumlah hari didasarkan pada rata-rata kurang lebih adanya cahaya bulan, mulai dari bulan baru sampai bulan mati.
MAKA-PETOR.
WANUA KA-SENDUK-AN KYOWA,
LA’UN DANO, 9-9-1999.
Jantje Adrian Worotitjan
TONG KIOWA
Geen opmerkingen:
Een reactie posten